Disusun Oleh :
ASHABIL FIRDAUS
2002046030
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
1. Pencegahan Perkawinan
2. Pembatalan Perkawinan
1
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang
dan Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga
University Press, 1991, Hlm. 26.
yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah atau
dianggap tidak pernah ada. Menurut Undang-Undang Perkawinan,
pengaturan secara menyeluruh mengenai pembatalan perkawinan
terdapat dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28.
2
Bakri A.Rahman dan Ahmad Sukardja., Hukum menurut Islam, UUP
dan Hukum Perdata/BW, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1981
masih menjadi isteri pria lain yang mafqud (hilang);
1. Para keluarga dalam garis lurus ke atas dari suami atau dari
istri;
5. Jaksa;
6. Suami atau istri yang melangsungkan perkawinan;
3
Mulyadi., Hukum Perkawinan Indonesia, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008.
tunaikan” (HR; Shahil ibnu Majh no.1501, Tirmidzi II 315
no.1173 den Ibnu Majah I 594 no.1815).
1. Hak bersama-sama
Hak bersama-sama antara suami dan isteri adalah sebagai berikut:
2. Hak-hak isteri
Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat di bagi
menjadi dua, yatu: hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin)
serta nafkah, dan hak-hak bukan bendaan, misalnya berbuat adil di
antara para isteri (dalam perkawanan poligami), tidak berbuat hal-
hal yang merugikan isteri dan sebagianya.
3. Hak-hak suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-
hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam isteri tidak
dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.
a. Hak ditaati
Q.S. An-Nisa : 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami)
berkewajiban memimpin kaum perempuan (isteri) karena laki-laki
mempunyai kelebihan atas kaum perempuan (dari segi kodrat
kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah
untuk keperluan keluarganya.
Dari bagian pertama ayat 34 Q.S. : An-Nisa tersebut dapat
diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami memimpin isteri itu
tidak akan terselenggara dengan baik apabila isteri tidak taat
kepada pimpinan suami. Isi dari pengertian taat adalah :
4
Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Harta Kekayaan,Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.10.
5
Wasmandan Wardah Nuroniyah, 2011, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia, Teras Yogyakarta, h.213.
maupun sendiri-sendiri, tetapi karena diperoleh seperti
hibah, warisan ataupun wasiat untuk masing-masing.
5. Pemeliharaan Anak
Berdasarkan Pasal 1 huruf g KHI, pemeliharaan anak yang
biasanya disebut hadanah merupakan kegiatan mengasuh,
memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu
berdiri sendiri6. Menurut Pasal 98 ayat 1 KHI, batas usia anak yang
mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun7.
Menurut para ulama fiqh, pemeliharaan anak adalah
melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-
laki maupun perempuan atau yang sudah besar tetapi belum
mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya,
menjaganya dari sesuatu yang menyakitinyaan merusaknya,
mendidik jasmani, rohani, dan akalnya agar mampu berdiri sendiri
menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya8.
Rukun pemeliharaan atau pengasuhan anak adalah orang
6
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Bandung:
Nuansa Aulia, 2008),h. 2
7
Ibid., h. 31.
8
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat 2 (Bandung: Pustaka Setia, 1991), h.
171.
yang mengasuh ( hadin ) dan anak yang diasuh ( mahdun )9.
Sedangkan syarat anak yang akan diasuh ( mahdun ) adalah masih
dalam usia kanak-kanak atau belum dapat berdiri sendiri dalam
mengurus hidupnya sendri dan dalam keadaan tidak sempurna
akalnya meskipun sudah dewasa. 10 Syarat pengasuh ( hadin ):11
a. Berakal sehat
b. Dewasa
c. Mampu mendidik
e. Islam
g. Merdeka
6. Perwalian
Sementara makna perwalian dalam konteks hukum dan
kajian perkawinan adalah perwalian sebagaimana terdapat dalam
Pasal 1 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyatakan
bahwa perwalian adalah “Perwalian adalah kewenangan yang
diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan
hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam ..., h. 328.
10
Ibid., h. 329.
11
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat ..., h. 175-181.
tidak mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup,
tidak cakap melakukan perbuatan hukum.” 12
Dari definisi tersebut tedapat beberapa unsur yang harus
diperhatikan, yaitu : kewenangan, bertindak sebagai wakil,
kepentingan anak, tidak mempunyai orang tua, orang tua tidak
cakap melakukan perbuatan hukum. Yang dimaksud dengan
kewenagan dalam definisi tersebut adalah kewenagan yang
diberikan kepada seseorang untuk melakukan perwalian
berdasarkan penetapan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Kemudian dalam definisi tersebut ada kata bertindak
sebagai wakil, artinya wali tersebut merupakan sebagai pengganti
dari orang sebenarnya, yaitu kedua orang tuanya dalam melakukan
perbuatan hukum untuk kepentingan anak. Lalu dalam definisi
terdapat kata “Tidak mempunyai orang tua atau tidak cakap
melakukan perbuatan hukum” berarti kedua orang tuanya
meninggal dunia atau hilang dan boleh jadi pergi tanpa kabar
apapun kepada anaknya, sehingga dapat menelantarkan anak. Yang
dimaksud dengan tidak cakap hukum adalah orang tidak berhak
dalam melakukan perbuatan hukum. Orang yang tidak cakap
hukum antara lain : orang gila, anak-anak dan orang dibawah
pengampuan.
Dalam fikih Islam Perwalian terbagi 3 macam, yakni sebagai
12
Ahmad Rofiq,Hukum Perdata Islam di Indonesia,Raja Grafindo
Persada,2013:Jakarta,hal 205
berikut:
b. Perwalian harta
BAB III
A. KESIMPULAN
1. Ada dua syarat pencegahan perkawinan dapat dilaksanakan
Pertama, syarat materiil adalah syarat yang berkaitan dengan
pencatatan perkawinan, akta nikah, dan larangan perkawinan.
Kedua, syarat administratif adalah syarat perkawinan yang
melekat pada setiap rukun perkawinan, yang meliputi calon
mempelai laki-laki dan wanita, saksi, wali, dan pelaksanaan
akad nikahnya.
2. Pembatalan perkawinan ialah suatu perkawinan yang sudah
terjadi dapat dibatalkan, apabila pihak tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melangsungkan perkawinan, dan pembatalan
suatu perkawinan tersebut hanya dapat diputuskan oleh
pengadilan.
3. Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu: hak bersama, hak isteri yang menjadi kewajiban
suaminya dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri
4. pemeliharaan anak adalah melakukan pemeliharaan
anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan atau yang sudah besar tetapi belum
mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan
kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang
menyakitinyaan merusaknya, mendidik jasmani, rohani,
dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi
hidup dan memikul tanggung jawabnya
5. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada
seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum
sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak
yang tidak mempunyai kedua orang tua, orang tua yang
masih hidup, tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
B. DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Harta Kekayaan,Citra
Aditya Bakti, Bandung
Ahmad Rofiq,Hukum Perdata Islam di Indonesia,Raja Grafindo
Persada,2013:Jakarta