PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan hal yang sangat sakral dan merupakan bagian dalam ibadah
dalam agama islam, Menurut Hukum Islam Nikah adalah Suatu Akad yaitu akad yang
menghalalkan suatu pergaulan (Hubungan Suami Istri) dan membatasi Hak dan Kewajiban
serta tolong menolong antara laki-laki dan perempuan yang dua-duanya bukan muhrim.
Artinya bila seorang Pria dan perempuan bersepakat diantara mereka untuk membentuk suatu
Rumah Tangga, maka hendaknya kedua calon suami istri tersebut terlebih dahulu melakukan
Akad Nikah.1
Dalam agama Islam perkawinan diartikan pernikahan atau akad yang sangat kuat atau
mitsaqah galidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah dan
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaadah
Tujuan umum dari perkawinan itu sendiri, yakni : (1) Memperoleh ketenangan hidup
(Sakinah), Yang penuh cinta (Mawaddah), dan kasih sayang (Rahmah), Sebagai tujuan pokok
dan utama, (2) Tujuan reproduksi/regenerasi, (3) Pemenuhan kebutuhan biologis, (4) Menjaga
kehormatan, dan (5) Ibadah. Semua tujuan perkawinan tersebut adalah tujuan yang menyatu
1
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam,Undang-undang Perkawinan
dan Hukum Perdata/BW, Hidakarya Agung, Jakarta, 1981,hal.27.
2
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,hlm 60, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
dan terpadu (Integral dan induktif). Artinya, semua tujuan tersebut harus di letakan menjadi
Perkawinan merupakan suatu proses menyatukan dua sifat manusia yang berbeda. Jika
terdapat perbedaan dari dua sifat manusia tersebut maka dapat menyebabkan konflik dan
Putusnya perkawinan karena kehendak suami atau istri atau kehendak keduanya, karena
adanya ketidakrukunan, disebut dengan istilah “perceraian”, yang bersumber dari tidak
suami dan istri yang menimbulkan kehendak untuk memutuskan hubungan perkawinan
dengan cara perceraian, antara lain pergaulan antara suami dan istri yang tidak saling
menghormati, tidak saling menjaga rahasia masing-masing, keadaan rumah tangga yang tidak
aman dan tenteram, serta terjadi silang sengketa atau pertentangan pendapat yang sangat
prinsip. 4
Suatu perceraian akan membawa berbagai akibat hukum, salah satunya adalah berkaitan
dengan harta bersama dalam perkawinan. Yang diatur oleh hukum positif di Indonesia.
Harta benda bersama merupakan harta yang didapatkan selama masa perkawinan. Meski
yang bekerja hanya salah satu pihak. Kecuali harta bawaan dari istri atau dari suami. Juga
harta yang diperoleh dari pemberian. Berupa hadiah, atau harta warisan tidak termasuk harta
bersama.
3
Khoiruddin Nasution, Islam Tentang Relasi Suami Istri, Hukum perkawinan I,Cet ke-I, Academia dan Tazzafa,
Yogyakarta, 2004, hal. 47.
4
Muhammad Syaifuddin,,Hukum Perceraian,Hlm 6 Sinar Grafika, Jakarta, 2012,
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, mendorong penulis untuk menulis
PEMBAHASAN
A. Definisi Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975,
pelaksanaan perkawinan merupakan momentum yang penting dan harus dilestarikan, maka
selain perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan masing- masing agama dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat : “ (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.” (2) “ Tiap-Tiap perkawinan
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan
Perkawinan adalah suatu peristiwa, dimana sepasang mempelai atau sepasang calon
suami atau isteri dipertemukan secara formal dihadapan penghulu atau kepala agama tertentu,
para saksi dan sejumlah hadlirin, untuk kemudian disyahkan secara resmi sebagai suami-
Adanya ikatan lahir dan batin dalam perkawinan, berarti bahwa sebuah perkawinan itu
perlu adanya kedua ikatan tersebut. Ikatan lahir adalah merupakan ikatan yang tampak,
ikatan formal sesuai dengan peraturan-peraturan yanga ada. Ikatan formal ini adalah nyata,
baik yang mengikat dirinya, yaitu suami dan istri, maupun bagi orang lain, yaitu masyarakat
luas. Oleh karena itu perkawinan pada umumnya diinformasikan kepada masyarakat luas
Maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang
pria dan wanita dalam balutan perjanjian suci dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai
pembuktian janjinya ini, maka pasangan yang menikah berkewajiban untuk saling mencintai
hubungan yang baik dengan keluarga besarnya guna mewujudkan rumah tangga yang
B. Definisi Harta
Harta dalam pandangan Syariah memiliki makna yang berbeda dengan harta dalam
pandangan konvensional. Secara umum, hal yang membedakan antara keduanya adalah
terletak pada posisi harta, dalam pandangan konvensional harta sebagai alat pemuas,
sementara dalam pandangan syar’i posisi harta adalah sebagai wasilah/perantara untuk
5
Sri hariati, Kawin Kontrak Menurut Agama Islam, Hukum dan Realita dalam Masyarakat, Jurnal Hukum
JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
melakukan penghambaan kepada Allah. Perbedaan pandangan ini berimplikasi pada definisi
Menurut Mustafa Zarqa, para fuqaha’ memfokuskan harta pada dua faktar yang terdiri dua
unsur: ‘ayniyah dan ‘urf (jasa). ‘Ayniyah maksudnya adalah harta yang berwujud meteri
konkret, sedangkan ‘urf ialah berbagai hal yang dalam pandangan semua orang atau
sebagiannya saja bernilai, karena itu dapat dibarterkan dan yang lain. Demikian itu, dari sudut
pandang ekonomi, jelas bernilai ekonomi. Sebab itu jelas bisa diuangkan. Dari realitas ini,
Mustafa Zarqa dalam mendefinisikan harta adalah wujud materi konkret yang bernilai uang.
Definisi demikian jelas mengeluarkan bebrbagai hal yang bersifat haq, dari kategori harta dan
Pengaturan harta dalam perkawinan diatur dalam Pasal 35 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi “(1) Harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (2) Harta bawaan dari masing-masing
suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing–masing sebagai hadiah atau warisan,
adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”.
Berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan, dapat diketahui bahwa harta dalam perkawinan dibagi
menjadi 2 jenis yaitu harta bersama dan harta bawaan. Namun istilah harta bersama tidak
mengikat dalam perkawinan apabila antara suami dan istri telah membuat perjanjian pra nikah
6
Ibid
7
Faruq an-nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilhan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, ter. Muhadi
Zainudin dan A. bahaudin Norsalim (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,2003), 28
8
https://pdb-lawfirm.id/perjanjian-pra-nikah-terhadap-perolehan-harta-benda-bersama-sebelum-terjadinya-
perkawinan/
Manusia mempunyai kecenderungan untuk memiliki, menguasai, dan menikmati
Bagaimana harta itu diperoleh dan untuk apa penggunaannya. Hal ini terutama
dan shadaqah.
b. Sebagai amanah
Harta-harta tersebut berstatus sebagai amanah (titipan) dari Allah dan manusia
manusia harus ada pertanggungjawabannya di hari akhir, dari mana hart aitu di
9
Abdul Ghafur Anshari, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib dan Pajak di Indonesia
(Yogyakarta: Pilar Media, 2006), hlm 3
Harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung sejak
b) Harta yang diperoleh sebagai hadiah, pemberian atau warisan apabila tidak
ditentukan demikian;
Menurut Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa, harta
perkawinan, ingga yang termasuk harta bersama adalah hasil dan pendapatan suami, hasil
Hukum Adat menyatakan bahwa tidak semua harta benda yang dimiliki suami dan
isteri merupakan kesatuan harta kekayaan atau gono- gini. Yang termasuk dalam harta
gono-gini hanya harta benda yang diperoleh secara bersama sejak terjadinya ikatan
perkawinan. Harta benda yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan dan harta
warisan yang diperoleh selama masa perkawinan dimiliki masing-masing suami dan
isteri.11
10
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum perkawinan dan Keluarga Di Indonesia,Hlm 96 Badan
Penerbit fakultas Hukum Universitas, Jakarta, 2004.
11
Sonny D.Judiasih, 2015. Harta Benda Perkawinan.Hlm 5, Bandung: PT. Refika Aditama.
Secara umum, hukum adat tentang harta gono-gini hampir sama di seluruh
daerah. Yang dapat dianggap sama adalah perihal atasnya harta kekayaan yang menjadi
harta bersama (harta satuan), sedangkan mengenai hal-hal lainnya, terutama agenai
kelanjutan dari harta kesatuan itu sendiri pada kenyataanya memang berbeda di masing-
masing daerah. 12
Hukum Adat mengatur harta kekayaan suami dan isteri menjadi 2 kelompok harta
1. Harta asal
Harta asal ialah harta yang dibawa ke dalam perkawinan oleh masing- masing
suami dan isteri. Harta ini adakalanya berasal dari harta warisan atau hadiah dari orang
tua atau kerabat dan nenek moyang masing-masing pihak. Kemungkinan lain bahwa
barang asal itu merupakan hasil dari usaha sendiri sebelum perkawinan berlangsung.
Barang-barang ini disetiap daerah disebut dengan istilah yang berbeda-beda, seperti
Pimbit (Dayak Ngaju), Sisila (Bugis Makasar), Babakan (Bali), Gono atau Gawang
(Jawa).
2. Harta bersama
Harta bersama ialah harta yang diperoleh dalam perkawinan. Harta semacam ini
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), Guna Kaya atau Campur Kaya (Jawa Barat).13
12
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017
13
Ibid
Harta perkawinan dalam hukum Islam disebut syirkah, yaitu cara penyatuan atau
penggabungan harta kekayaan seseorang dengan harta orang lain. Al Qur’an dan hadis
tidak membicarakan harta bersama secara tegas, akan tetapi dalam kitab-kitab fikih ada
pembahasan yang dapat diartikan sebagai pembahasan harta bersama, yaitu yang disebut
Pasal 1 KHI menyebutkan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah
adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami-isteri selama
dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa
Dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:
a) Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum perkawinan;
b) Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan;
c) Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan
d) Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang
e) Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang diperolehnya
14
Ibid
Menurut pasal 119 KUH Perdata menyatakan bahwa pada saat terjadinya
perkawinan, demi hukum berlakulah persatuan antara harta kekayaan suami dan isteri.
Dengan demikian, suatu perkawinan menyebakan pencampuran harta suami dan isteri
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Masing-
masing suami-istri terhadap harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan adalah di bawah pengawasan masing- masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain. Tentang harta bersama ini, suami atau istri dapat bertindak untuk
berbuat sesuatu atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belch pihak. Dinyatakan
pula bahwa suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum mengenai harta bersama tersebut apabila perkawinan putus karena perceraian,
peristiwa yang luar biasa, merupakan problem sosial dan yuridis yang penting dalam kebanyakan
daerah di Indonesia Menurut hukum adat yang dimaksud harta perkawinan adalah, semua harta
yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang
dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta penghasilan
sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami istri, dan barang-barang hadiah. Kesemuanya itu
dipengaruhi oleh prinsip kekerabatan yang dianut setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku
kebiasaan yaitu suami mendapatkan duapertiga dan istri mendapat sepertiga. Azas pembagian
tersebut di Jawa Tengah disebut azas sakgendong sakpikul. Tata cara pembagian seperti ini juga
dikenal di pulau Bali berdasarkan azas sasuhun- sarembat. Demikian pula di Kepulauan Banggai,
terdapat azas dua-pertiga dan sepertiga tersebut. Akan tetapi, dalam perkembangannya, azas
sakgendong sakpikul, atau sasuhun-sarembat, dalam pembagian harta bersama makin lama makin
lenyap. Jika salah satu pihak meninggal dunia, maka lazimnya semua harta bersama tetap berada
di bawah kekuasaan pihak yang masih hidup dan dia berhak untuk menggunakan harta bersama
Tetapi, dalam hal sudah tersedia secara pantas sejumlah harta yang diambilkan dari harta
bersama tersebut untuk keperluan hidupnya, maka kelebihannya dapat dibagi oleh para ahli waris
Kalau terdapat anak, maka anak itulah yang menerima bagiannya sebagai baran asal. Sedangkan
kalau tidak ada anak, maka sesudah kematian suami atau istri yang hidup lebih lama, harta
bersama tersebut harus dibagi antara kerabat suami dan kerabat istri menurut ukuran pembagian
yang sama dengan ukuran pembagian yang digunakan suami istri seandainya mereka masih hidup
berikut:
1. Mazhab Hanafi
Syarikah dibagi dua bagian, yaitu syarikah milik dan syarikah uqud. Syarikah milik
adalah perkongsian antara dua orang atau lebih terhadap sesuatu tanpa adanya akad
15
Besse Sugiswati, KONSEPSI HARTA BERSAMA DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
atau perjanjian. Syarikah uqud adalah perkongsian modal, tenaga, dan perkongsian
2. Mazhab Maliki
Syarikah dibagi dalam enam bagian, yaitu syarikah mufawadhah (perkongsian tak
3. Mazhab Syafi’i
Membagi syarikah dalam empat bagian, yaitu syarikah inaan (perkongsian terbatas),
4. Mazhab Hambali
Syarikah dibagi dua, yaitu syarikah fil mall (perkongsian kekayaan) dan syarikah fil
baik karena perceraian maupun karena kamatian, maka masing-masing suami istri
mendapatkan separoh dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung.
Apabila pasangan suami istri yang bercerai, kemudian masalah gono-gini atau harta
diajukan oleh penggugat dan tergugat. Pengajuan bukti yang kuat dimiliki oleh penggugat
Menurut pasal 128 KUHPerdata setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama
dibagi dua antara suami dan isteri, tetapi dapat terjadi perubahan pembagian sesuai bukti-
BAB II
KESIMPULAN
A. Simpulan
hukum adat perbedaan antara adat satu dan yang lainnya juga berbeda. Mengenai
pembagian harta bersama secara Adat, beberapa daerah di Jawa Tengah memiliki
kebiasaan yaitu suami mendapatkan duapertiga dan istri mendapat sepertiga. Azas
pembagian tersebut di Jawa Tengah disebut azas sakgendong sakpikul. Tata cara
pembagian seperti ini juga dikenal di Pulau Bali berdasarkan azas sasuhun-sarembat.
Demikian pula di Kepulauan Banggai, terdapat azas duapertiga dan sepertiga tersebut.
Kemudian menurut hukum islam cara pembagian harta bersama berdasarkan musyawarah
dan mufakat juga bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan atau kerelaan di antara mereka
berdua. Sedangkan menurut KUHPeradata dalam pembagian harta benda bersama harus
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Ghafur Anshari, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib dan Pajak di
Indonesia
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam,Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, Hidakarya Agung, Jakarta, 1981
Faruq an-nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilhan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan
Sosialis
Khoiruddin Nasution, Islam Tentang Relasi Suami Istri, Hukum perkawinan I,Cet ke-I,
Roos Nelly “Ketentuan perjanjian pra nikah dalam Hukum perkawinan di Indonesia” volume
7,juli-des 2018,
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum perkawinan dan Keluarga Di Indonesia,
Badan Penerbit fakultas Hukum Universitas, Jakarta, 2004.
Undang-Undang:
Hukum Adat
Jurnal:
Sri hariati, Kawin Kontrak Menurut Agama Islam, Hukum dan Realita dalam Masyarakat, Jurnal
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017
KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT Fakultas Hukum
Sumber Internet:
https://pdb-lawfirm.id/perjanjian-pra-nikah-terhadap-perolehan-harta-benda-bersama-sebelum-terjadinya-
perkawinan/
https://www.hukumonline.com/berita/a/perjanjian-pranikah-lt61e183be2eb91/?page=all