Anda di halaman 1dari 13

JALAN PINTAS BERHUBUNGAN DENGAN HALAL

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen pengampu :

KH. Rofiq Musa, M.H.

Oleh :

Linatun Nashihah NIM 2018.01.01.943

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2018
JALAN PINTAS BERHUBUNGAN DENGAN HALAL

Oleh: Linatun Nashihah

I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pernikahan atau perkawinan adalah suatu bentuk ikatan yang
menjadikan halalnya berhubungan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim. Pernikahan tidak hanya didasari atas pemenuhan hasrat
biologis, akan tetapi juga sebagai perwujudan masa depan yang akan
melahirkan generasi atau keturunan. Berdasarkan UU nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan, definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam agama Islam, pernikahan dihukumi sah apabila telah
memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan dalam hukum Islam.
Akan tetapi, negara Indonesia juga memiliki peraturan agar pernikahan
harus dicatatkan dalam hukum yang bersifat resmi. Pencatatan ini
berfungsi untuk melengkapi kelengkapan data sipil. Penikahan yang tidak
dicatatkan pada pejabat yang berwenang maka tidak memiliki ketentuan
hukum. Dalam hal ini, negara tidak dapat melakukan perlindungan hukum
terhadap seseorang tanpa ada ikatan hukum yang jelas.
Membahas tentang negara, Indonesia adalah negara yang kaya.
Kekayaan Indonesia bersifat mulikonteks. Indonesia kaya akan ras, suku
kebudayaan, agama, bahasa, wilayah, dan penduduk. Penduduk yang
berada di suatu daerah memiliki berbagai perbedaan dengan penduduk di
daerah lain. Perbedaan tersebut meliputi latar belakang sosial, pendidikan,
dan keagamaan. Banyaknya komposisi Indonesia menyebabkan terjadinya
masalah sosial yang banyak pula. Contoh masalah sosial yang sering
terjadi di Indonesia adalah adanya pernikahan di bawah tangan.
Pernikahan di bawah tangan sering disebut pernikahan sirri, yaitu
suatu pernikahan yang hanya dilakukan secara agama, tidak tercatat
hukum, dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. Pada pernikahan ini,

1
syarat dan rukun untuk menikah menurut agama Islam telah terpenuhi.
Akan tetapi, pernikahan ini dilakukan secara sembunyi-sebunyi dengan
maksud tertentu.
Pernikahan sirri sudah menjadi tren di Indonesia. Pernikahan
macam ini banyak dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat, baik dari
kalangan ekonomi yang rendah sampai kalangan ekonomi menengah ke
atas. Baik dari golongan agamis maupun orang awam. Baik dari golongan
orang intelek maupun orang yang mengalami ketertinggalan dalam
pendidikan.
Berdasarkan masalah tersebut, penyusun akan melakukan
penguraian tentang pernikahan sirri yang meliputi alasan dan hukum-
hukum melakukannya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan penyusun
teliti adalah:
1. Apa faktor yang melatarbelakangi dilakukannya pernikahan sirri oleh
sejumlah masyarakat Indonesia?
2. Bagaimana hukum melakukan pernikahan sirri?
3. Apa dampak dilakukannya pernikahan sirri?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui faktor yang melatarbelakangi dilakukannya pernikahan
sirri oleh sejumlah masyarakat Indonesia.
2. Mengetahui hukum dilakukannya pernikahan sirri.
3. Mengetahui dampak dilakukannya pernikahan sirri.
II. Pembahasan
1. Pengetian Pernikahan Sirri
Menurut bahasa, pernikahan berarti penyatuan.1 Sedangkan
menurut istilah, penikahan adalah akad yang di dalamnya mencakup
bolehnya mengambil kenikmatan antara dua belah pihak dengan syarat-
syarat yang ditentukan. Berdasarkan UU nomor 1 tahun 1974 tentang
1
Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta Timur:Pustaka Al-Kautsar,2014),
hlm.396

2
perkawinan, definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Kompilasi Hukum Islam, bab 2 pasal 1
menyebutkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Hukum melakukan pernikahan adalah sunnah, sebagaimana
tercantum dalam firman Allah surah Ar Rum ayat 21, yang berbunyi:

َ ِ‫ق لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ۚ ِإ َّن فِي ٰ َذل‬
ٍ ‫ك آَل يَا‬
‫ت‬ َ َ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه َأ ْن َخل‬
َ‫لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia di dunia


ini berlanjut dari generasi ke generasi. Selain juga sebagai penyalur nafsu
birahi, melalui hubungan suami istri untuk menghindari godaan setan yang
menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan
antara laki-laki dan perempuan berdasar pada asas saling menolong dalam
wilayah kasih sayang dan cinta serta penghormatan.2

Pernikahan memiliki beberapa fungsi dari tiga tinjauan. Dari segi


agama, pernikahan dilakukan untuk melaksanakan sunnah Rasul,
menghindari perbuatan zina, dan meningkatkan semangat beribadah.
Ditinjau dari segi sosial, pernikahan dapat mengangkat kodrat wanita agar
tidak diperlakukan sewenang-wenang dan meresmikan hubungan agar
tidak terjadi kesalahpahaman menilai suatu hubungan. Dilihat dari segi
hukum, pernikahan menguatkan sebuah hukum yang melekat pada diri
seseorang atau sebagai “payung hukum” yang digunakan ketika suatu saat
2
Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar,2014),
hlm.400

3
terjadi sesuatu yang kaitannya dengan pelanggaran hukum. Dengan
pernikahan, hak-hak masing-masing individu dapat terjamin. Misalnya,
anak dari pasangan suami istri yang sah tercatat hukum akan memiliki akta
kelahiran dan tercantum dalam akta keluarga. Hal ini menjadi penguat
bahwa orang tua harus memenuhi hak seorang anak.

Sirri adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti
rahasia. Kata sirri dalam pernikahan sirri juga berarti rahasia. Pada
hakekatnya, pernikahan sirri adalah pernikahan yang dilangsungkan di luar
pengetahuan petugas resmi Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga
perkawinannya tidak dicatat dan mengakibatkan pasangan tersebut tidak
mempunyai akta nikah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

2. Faktor Dilakukannya Pernikahan Sirri

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi orang melakukan


pernikahan sirri. Antara lain adalah untuk berpoligami dengan tidak
diketahui oleh masyarakat umum; pasangan yang tidak direstui oleh orang
tua; serta PNS terikat peraturan tidak boleh beristri lebih dari satu.

Poligami adalah memperistri lebih dari satu wanita. Alasan untuk


berpoligami kebanyakan didasari oleh hawa nafsu dan adanya harta yang
banyak. Namun, ada juga yang bertujuan untuk menyebarkan agama dan
kebajikan lainnya. Beberapa orang berpoligami menikahi perempuan
secara sirri karena malu pada masyarakat sekitar, atau menyembunyikan
dari istrinya. Walaupun pada kenyataannya, hukum berpoligami dalam
pandangan agama Islam diperbolehkan seperti firman Allah dalam surah
An Nisa’ ayat 3:

‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثنى َوتُلتَ َورُب ْع‬


َ َ‫فَا ْن ِكحُوا َما ط‬

Artinya: maka menikahlah dengan wanita yang baik bagimu dari dua, tiga,
dan empat. Berdasarkan hukum negara, berpoligami juga diperbolehkan.
Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 pasal 2 ayat 1 dan 2.

4
(1) Pada dasarnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang
isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan

Alasan melakukan pernikahan sirri yang lain yaitu pasangan yang tidak
direstui oleh orang tua. Mereka akan memerjuangkan menghalalkan
hubungan mereka dengan kawin lari dan menikah secara sirri. Beberapa
laki-laki PNS yang ingin berpoligami juga melakukan pernikahan sirri
karena PNS terikat peraturan tidak boleh beristri lebih dari satu. Dalam hal
ini, PNS dapat mengajukan permohonan beristri lebih dari satu menurut
prosedur yang terdapat pada Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983
tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS khususnya pada pasal 4
yang berbunyi:

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari
seorang wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi istri
kedua/ketiga/keempat
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan dalam bentuk tertulis
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud ayat (3)
harus dicantumkan alasan yang lengkap mendasari
permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang

Hal ini tentunya sangat rumit karena terdapat banyak syarat dan banyak
prosedur.

Pernikahan sirri juga disebabkan kurangnya pengetahuan dalam


bidang agama dan peraturan kenegaraan; memiliki kesadaran hukum yang
rendah; serta dilakukan oleh orang yang tidak mau berurusan dengan
posedur hukum pernikahan cukup yang rumit dan memerlukan biaya.

5
Wanita berkenan dipoligami dan dinikah secara sirri karena
beberapa alasan, diantaranya karena faktor ekonomi yang rendah sehingga
membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidup dan tidak ada jalan lain
selain dijadikan istri kedua dari orang yang menginginkan. Selain itu,
kurangnya pengetahuan tentang hukum, pendidikan yang rendah, agama,
orang tua, atau keinginan diri sendiri hendak melakukan pernikahan sirri.

3. Hukum melakukan pernikahan sirri


Pelaksanaan penikahan sirri sudah menjadi tren di Indonesia.
Namun, masyarakat Indonesia sendiri masih banyak yang belum paham
mengenai hukum-hukum yang terkait. Berikut uraian mengenai hukum
melakukan pernikahan sirri menurut pandangan hukum negara dan hukum
agama Islam.
Hukum di Indonesia yang mengatur tata cara pernikahan yang sah
menurut agama Islam dan hukum negara telah diatur dalam Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa “Tiap-tiap pernikahan harus dicatat dalam Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku”. Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa
“Agar terjamin ketertiban bagi masyarakat Islam maka setiap perkawinan
harus dicatat.”3 Hal ini berlaku hampir di seluruh negara berpenduduk
mayoritas Muslim. Selain itu, dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1
tahun 1974 juga menyebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Sumber hukum agama Islam adalah Alquran, yaitu wahyu Allah
yang diturunkan agar dijadikan pedoman oleh makhluk-Nya. Alquran
adalah kitab yang berisi syar’iah agama Islam. Menurut Mahmud Syaltut,
syari’ah adalah segala peraturan yang telah ditetapkan pokok-pokoknya
oleh Allah agar dijadikan pegangan oleh manusia dan seluruh makhluk
dalam kehidupan.4 Hukum pernikahan dalam Alquran sebagai syari’ah
Islam hanya dijelaskan secara umum sehingga harus dijelaskan lagi dalam
hadis, sunah Nabi, dan ijtihad para ulama’-menghasilkan hukum fikih.
3
Pasal 5 ayat (1)
4
Mahmud syaltut, Islam ‘Aidah Wa Syariah, (Mesir: Dar Al Alam,1996), hlm.12

6
Hukum melakukan pernikahan sirri menurut Islam dari pandangan
fikih adalah sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun yang telah
ditentukan. Dalam Ilmu Fikih, syarat dan rukun ketika akan menikah
antara lain: adanya calon suami, calon istri, wali, sighot(ijab dan qabul),
dan dua orang saksi.5 Dalam buku yang berjudul Fiqih Wanita oleh Syaikh
Kamil Muhammad ‘Uwaidah,

Jumhur ulama bependapat, bahwa sebuah penikahan belum


dianggap terlaksana, kecuali diumumkan secara terang-terangan.
Atau belum sah, kecuali para saksi yang hadir menyaksikan akad
nikah yang dilangsungkan, meskipun penyiarannya dilakukan
dengan sarana yang lain. Akan tetapi jika para saksi telah
menyaksikan pelaksanaannya dan kedua mempelai berpesan
kepada mereka untuk merahasiakan akad pernikahan itu atau tdak
menyiarkannya, maka akad tersebut tetap dianggap sah.

Jadi, walaupun sebuah pernikahan tidak diumumkan maka hukumnya


tetap sah. Akan tetapi sebagian ulama’ menghukuminya makruh karena
bertentangan dengan perintah untuk mengumumkannya. Rasulullah
bersabda:

{ ‫ زَ ا َد‬.)‫اَ ْعلِنُوْ ا النِّ َكا ُح َواجْ َعلُوْ هُ فِ ْي ْال َم ْس ِج ِد َواضْ ِربُوْ ا َعلَ ْي ِه ال ُّدفُوْ فَ (رواه الترمذي عن عا ئشه‬
ُ‫ فَِإ َّن فَصْ َل ْال َحاَل ِل َو ْال َح َر ِام ااْل عْاَل ن‬: ُ‫}ر ِزيْن‬ َ

Umumkan perkawinan dan jadikanlah akad nikah di masjd, serta pukullah


rebana. (HR. At Timidzi melalui Aisyah R.A). Razin meriwayatkan
tambahan sabda Rasulullah karena sesungguhnya pemisah antara yang
halal dan yang haram adalah pengumuman(penyebarluasan beritanya).

Sebagai wujud ikut serta menjaga ketertiban dan keaatan kepada


ulil amri(pemimpin), maka sebagai warga negara Indonesia wajib
mengikuti Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku terutama dalam
hal pencatatan nikah. Sesuai dengan firman Allah:
‫يا ايها الذين أمنوا اطيعوا الرسول واولى االمر منكم‬6

5
Tim tirai II, Fikih Muammalah, (Magelang: API ASRI,2015), Hlm.54
6
An-Nisa’ (4):59

7
Artinya: wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
rasul(Muhammad) dan ulil amri(pemegang kekuasaan) diantara kamu.
Selain itu, Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki tiga
sifat, yaitu memaksa, memonopoli, dan mencakup semua. Sifat Negara
Indonesia memaksa memiliki kaitan dengan pemasalahan ini. Negara
berhak memaksa seluruh warganya untuk menaati peraturan hukum yang
telah ditetapkan.

Negara Indonesia menetapkan pencatatan merupakan salah satu


ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Bukti autentik agar suatu
pernikahan memiliki legitimasi hukum adalah adanya akta nikah,
walaupun dalam Agama Islam telah diantisipasi adanya walimah dan
saksi. Akta nikah berfungsi sebagai alat administrasi dan penentuan sah
atau tidaknya sebuah pernikahan. Kebijakan pemerintah untuk membuat
peraturan pencatatan pernikahan tersebut merupakan bagian dari siyasah
syar’iyyah, yaitu segala kebijakan yang diambil oleh penguasa yang
diyakini akan mampu membawa rakyatnya kepada kehidupan yang
mengandung maslahah kendati tidak turun wahyu yang mengaturnya.7

4. Akibat dilakukannya pernikahan sirri


Pernikahan yang tidak rumit serta sah dalam hukum agama adalah
pernikahan sirri. Akan tetapi, justru menimbulkan masalah-masalah yang
cukup rumit pengatasannya. Beberapa akibat dilakukannya pernikahan
secara sirri antara lain:
1. Pelecehan terhadap perempuan yang dapat menghilangkan hak-
haknya. Dalam masalah ini, perempuan tidak memiliki dukungan
hukum yang kuat untuk menggugat kasus ini karena hubungan
pernikahan ini tidak memiliki bukti autentik yang berupa pencatatan
dalam akta pernikahan.
2. Banyak hubungan seks yang di luar pernikahan dengan dalih nikah
sirri. Inilah yang kemudian melahirkan istilah lelaki dan perempuan
piaraan. Kitab suci Alquran telah menegaskan larangan piaraan itu
dalam Aluran surah An Nisa’:25 yang menyebutkan larangan berzina
7
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2007),hlm.27.

8
dan juga larangan kepada perempuan-perempuan untuk mengambil
lelaki sebagai piaraannya, sedangkan Alquran surah Almaidah:5
melarang lelaki mengambil perempuan sebagai piaraan. Ini, walaupun
yang diambilnya itu seorang lelaki tertentu atau perempuan tertentu
karena “memelihara” seorang lelaki sebagai teman berkencan dan
berzina-demikian juga sebaliknya-kendati kelihatannya serupa dengan
pernikahan biasa, pada hakikatnya ia tidak sejalan dengan pernikahan
sah, yang melarang kerahasiaan serta menuntun penyebarluasan
beritanya.8
3. Keluarga tersebut tidak memiliki Kartu Keluarga sebagai bukti resmi
secara hukum sehingga tidak ada hukum yang mengikat secara resmi.
Untuk memeroleh kepastian hukum, pasangan suami istri harus
menyerahkan diri ke KUA dan mencatatkan pernikahannya. Dengan
ini, hubungan pernikahan pasangan suami istri selain menjadi sah
secara agama, juga resmi secara hukum negara.
Akan tetapi, jika saat pencatatnnya pada KUA telah melahirkan anak,
maka akan beda lagi duduk perkaranya. Terlambat melakukan
pencatatan pernikahan akan memberi akibat bagi anaknya.
4. Anak yang lahir dari pernikahan sirri tidak memiliki akta kelahiran
sehingga tidak tercantum dalam data sipil negara. Akan tetapi,
Indonesia adalah negara hukum yang sangat menjunjung tinggi
adanya Hak Asasi Manusia sehingga hal ini dapat didispensasi.
Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 memuat pasal-pasal yang
mengatur hak-hak asasi manusia sebagai warga negara, antara lain
pasal 27, pasal 28(A-J), pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34.
Pasal-pasal tersebut menjamin adanya hak bagi seluruh Warga Negara
Indonesia.
Setiap warga negara dan anak yang lahir di Indonesia merupakan
tanggung jawab negara untuk menjamin hak asasinya. Termasuk anak
yang berasal dari hubungan pernikahan yang tidak sah menurut
negara(tidak dicatatkan) juga memiliki hak asasi sebagaimana anak

8
Quraish Shihab, Wanita, (Lentera Hati: Tangerang,2013),hlm.242

9
yang lahir dari pernikahan yang dicatatkan sipil. Sehingga anak
tersebut tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia dan bisa
memiliki akta kelahiran akan tetapi mansub li um (nasabnya dari ibu).
Akta yang dibuat untuk anak ini hanya mencantumkan nama ibu
sebagai orang tuanya tanpa menyebutkan nama ayah-dikosongi.
Dalam hal ini, anak tersebut dianggap hasil hubungan di luar
pernikahan dikarenakan tidak atau terlambat melakukan pencatatan
pernikahan. Selain itu, akibat pada anak yang lahir yaitu tidak bisa
diwalikan pada ayah kandungnya sehingga tidak memiliki hak waris
secara hukum negara.
Kasus yang lebih rumit pengatasannya adalah ketika anak yang lahir
tersebut adalah perempuan. Ketika anak itu sudah besar dan hendak
menikah maka dibutuhkan wali darinya, sedangkan pada akta
kelahirannya tidak tercantum nama ayah. Menurut hukum negara,
perempuan ini dapat diwalikan hakim. Akan tetapi, menurut hukum
Islam, hal ini tidak boleh serta merta mendatangkan wali hakim
karena ayah kandungnya masih ada dan tidak ada sebab-sebab
diperbolehkannya mendatangkan wali hakim.
5. Pernikahan sirri juga dapat menimbulkan masalah sosial. Antara lain
adalah timbulnya kesalahpahaman dalam menilai suatu hubungan.
Masyarakat akan berprespeksi buruk terhadap lelaki yang tinggal
bersama perempuan yang menurut mereka belum terikat tali
pernikahan. Padahal, tanpa diketahui masyarakat umum, pasangan
tersebut sudah melakukan pernikahan akan tetapi secara sirri.
III. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan tentang pernikahan sirri yang telah
diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan sirri adalah
pernikahan yang dilakukan secara rahasia, mengikuti aturan hukum agama
tetapi tidak mengikuti aturan negara, yakni dalam hal pencatatan oleh
KUA.
Faktor dilakukannya pernikahan sirri antara lain: berpoligami
dengan tidak diketahui oleh masyarakat umum; pasangan yang tidak

10
direstui oleh orang tua; PNS, karena terikat peraturan tidak boleh beristri
lebih dari satu; kurangnya pengetahuan dalam bidang agama dan peraturan
kenegaraan; memiliki kesadaran hukum yang rendah; serta tidak mau
berurusan dengan posedur hukum pernikahan cukup yang rumit dan
memerlukan biaya.
Faktor berkenannya wanita dinikahi secara sirri: ekonomi yang
rendah; kurangnya pengetahuan tentang hukum; pendidikan yang rendah;
agama; orang tua; keinginan diri sendiri hendak melakukan pernikahan
sirri.
Hukum dilakukannya pernikahan sirri adalah sah menurut agama
akan tetapi tidak sah menurut negara karena tidak ada bukti yang autentik
sebagai alat pengesahannya. Pernikahan sirri bisa dihukumi makruh
karena menentang perintah Rasulullah untuk mengumumkannya.
Akibat dari pelaksanaan pernikahan sirri antara lain: pelecehan
terhadap perempuan yang dapat menghilangkan hak-haknya, banyak
hubungan seks yang di luar pernikahan dengan dalih nikah sirri yang
kemudian melahirkan istilah lelaki dan perempuan piaraan, tidak memiliki
Kartu Keluarga sebagai bukti resmi secara hukum, anak yang lahir dari
pernikahan sirri tidak memiliki akta kelahiran atau memiliki akta tapi tidak
dapat diwalikan ayah kandungnya, serta dapat menimbulkan masalah
sosial timbulnya kesalahpahaman dalam menilai suatu hubungan.
Oleh karena beberapa uraian di atas, sebagai masyarakat muslim
kita harus mengerti hukum-hukum Islam yang telah diijtihadkan oleh para
ulama’ dari Alquran dan hadis. Selain itu, sebagai warga Negara Indonesia
yang baik juga harus senantiasa mengikuti prosedur dan aturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah demi kelangsungan ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini pernikahan yang dilakukan
sebaiknya dilakukan sesuai prosedur menurut aturan agama dan negara
agar tidak terjadi tumpang tindih antara keduanya.

11
IV. Daftar pusaka
Al Quran

Aini, Farhatul, 2009, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Sirri dan
Dampaknya Pada Masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan, Skripsi Mahasiswa Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Sunan Kalijaga, 2009.

Ali, Zainuddin, 2007, Hukum Perdata Islam di Indonesia(Jakarta: Sinar


Grafika)

Muhammad, Kamil, 2014, ‘Uwaidah, Fiqih Wanita(Jakarta Timur :


Pustaka Al-Kautsar)

Shihab, Quraish, 2013, Wanita(Tangerang: Lentera Hati)

Syaltut, Mahmud, 1996, Islam ‘Aidah Wa Syariah(Mesir: Dar Al Alam,)

Tim tirai II, 2015, Fikih Muammalah(Magelang: API ASRI)

12

Anda mungkin juga menyukai