Anda di halaman 1dari 36

Fiqh Munakahat -

Bab
Pernikahan dalam
12
Islam

Peta Konsep

Menganalisa makna dan ketentuan


pernikahan menurut Islam

Konsep Memahami
Menjelaskan
pernikahan hikmah
pernikahan sesuai
sesuai syari'at pernikahan dalam
syari'at Islam
Islam Islam

Standar Kompetensi: Setelah mengikuti mata kuliah ini,


mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan konsep
pernikahan sesuai syari’at Islam.
Kompetensi Dasar: Menjelaskan dan memahami konsep
pernikahan dalam syari’at Islam.

393
A. Pengertian dan Kedudukan Nikah
Pernikahan adalah pintu gerbang yang sakral yang
harus dimasuki oleh setiap insan untuk membentuk
sebuah lembaga yang bernama keluarga. Perhatian Islam
terhadap keluarga begitu besar, karena keluarga
merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat yang
lebih luas. Keluarga adalah pemberi warna dalam setiap
masyarakat. baik tidaknya sebuah masyarakat tergantung
pada masing-masing keluarga yang terdapat dalam
masyarakat.
Untuk mewujudkan sebuah hubungan rumah tangga
yang rukun dan harmonis, sangat diperlukan sikap saling
pengertian antara suami dan isteri yang menempatkan diri
pada posisi dan kedudukan masing-masing. Paling tidak
pasangan tersebut harus mengetahui peran dan fungsi
antara yang satu dengan yang lain dan harus saling
melengkapi, karena laki-laki dan wanita diciptakan
dengan kondisi dan kodrat yang berbeda. Wanita
memiliki fungsi yang tidak mampu dan digantikan oleh
kaum laki-laki, demikian juga laki-laki. Peran dan fungsi
antara suami istri ini kemudian diatur oleh agama dalam
bentuk hak dan kewajiban.1
Pernikahan atau nikah berasal dari Bahasa Arab
yaitu an-nikah. Nikah secara harfiah artinya “himpunan”
(ad-dammu), “kumpulan” (al-jam’u) atau “hubungan

1
Aida Humairo, Konsep Nafkah dalam Hukum Islam, (Jakarta, Narasi,
Media Penelitian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Vol. 7 No. 1 Maret 2007). Hal. 118.

394
intim” (al-wat’u). secara denotatif, kata an-nikah
digunakan untuk merujuk makna “akad”, sedangkan
secara konotatif ia merujuk pada makna “hubungan
intim”. Pernikahan atau nikah memiliki sinonim yaitu
kawin (zawaj) yang bermakna “persambungan” (al-
iqtiran), seperti yang disebutkan Allah swt, dalam Al
Qur’an,
َّ ُ ُ ۡ َّ ْ ُ َّ َّ َّ ۡ ُ َّ َٰ َّ ۡ َّ َّ ْ ُ َّ َّ َّ َّ ْ ُ ُ ۡ
‫۞ٱحشروا ٱل ِذين ظلموا وأزوجهم وما كانوا يعبدون‬
(Diperintahkan kepada malaikat), “ Kumpulkanlah
orang-orang yang zalim beserta teman sejawat
(zawaj) mereka dan apa yang dahulu mereka
sembah.” (QS. As-Saffat [37]: 22).

Nikah secara syar’i adalah akad yang membolehkan


(halal) hubungan intim dengan menggunakan kata
‘ankahtuka’ (menikahkan), ‘zawajtuka’ (mengawinkan),
atau terjemah keduanya.
Ada silang pendapat antara pengikut mazhab Imam
Abu Hanifah dengan Imam Syafi’i, Az-Zamakhasyari,
tokoh Hanafiyah, menurut pendapat Imam Abu Hanafiah,
“Nikah secara denotatif bermakna ‘hubungan intim’ dan
secara konotatif bermakna ‘akad’. Pengertian ini
mendekati definisi ‘nikah’ dari segi Bahasa.” Berbeda
terbalik dengan pandangan syafi’iyyah, mereka
berpendapat bahwa pengertian nikah secara syar’i adalah

395
adalah secara denotaitif bermakna ‘akad’. Sedang secara
konotatif bermakna ‘hubungan intim’.2
Perbedaan pandangan ini sangat wajar di kalangan
ulama, hal ini sering terjadi dalam hal-hal furu’iyyah.
Wahbah Zuhaili, ulama mazhab Syafi’iyyah dari
Damaskus, Syiria, menjelaskan pendapat yang tepat
(asah) untuk mewakili perbedaan keduanya pintu,
pernikahan adalah akad perkawinan yang mengikat pihak
suami maupun istri keduanya tidak boleh mencabut
kembali setelah akad terjadi.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
pasal 1 dijelaskan bahwa: Perkawinan merupakan ikatan
lahir dan bathin antara seorang wanita dengan seorang
pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Islam mengajarkan manusia untuk menjalankan
syari’at Islam dengan benar dan melarang perilaku yang
dapat menjerumuskan
pemeluknya kepada
Sumber: Fixabay.com

perbuatan zina.
Masyarakat Indonesia
menilai pernikahan
merupakan sebuah
prosesi sakral yang
tidak hanya

2
Sadi, HM. Nasikin, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti –
untuk SMA, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2015), Hal. 116.

396
diperuntukkan untuk menyalurkan kebutuhan biologis
manusia, namun sebagai sarana ibadah, ladang amal dan
pahala, melestarikan keturunan, dan menjalin ukhuwah
Islamiyyah. Untuk itu, pernikahan pun memiliki aturan
yang harus dipatuhi seperti akad nikah dan sebagainya.
Akad pernikahan harus sesuai dengan syarat dan rukun
agar sah, sehingga dapat menghalalkan hubungan sebagai
suami dan isteri.3
Pernikahan di dalam ajaran Islam berada pada
tempat yang tinggi dan mulia. Karena itu, Islam
menganjurkan agar perkawinan itu dipersiapkan secara
matang, sebab pernikahan bukan sekedar mengesahkan
hubungan badan antara laki-laki perempuan, atau
memuaskan kebutuhan seksual semata-mata. Pernikahan
memiliki arti yang luas, tinggi, dan mulia. Dari
perkawinan akan lahir generasi penerus, baik dan
buruknya perilaku mereka dipengaruhi oleh peristiwa
yang dimulai dalam pernikahan.
Kedudukan pernikahan yang tinggi tersebut
dijelaskan oleh Rasulullah saw;

‫الَنَكَاحََسَنَتَىَفَمَنَََرغَبََعَنََسَنَتَىَفَلَيَسََمَنَى‬
“Nikah itu sunnahku, barang siapa membenci
pernikahan, maka ia bukanlah tergolong umatku”

3
Ibid, Hal. 116.

397
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:

َ‫النَكَاحَ نَصَفََاَلَيَمَان‬
“Nikah itu adalah setengah iman”

Pernikahan menurut ajaran Islam bertujuan untuk


menciptakan keluarga tenteram, damai dan sejahtera lahir
bathin. Hal ini, diungkapkan dalam firman Allah swt:

َّ ُ ُ َّ ُ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ
‫سك ۡم أ ۡز َّو َٰ ٗجا‬ ِ ‫َّوم ِۡن َّءايَٰتِهِۦٓ أن خل َّق لكم م ِۡن أنف‬
َّ َّ َّ ٗ َّ َّ ُ َّ َّ ْ ُ َّ
‫ل ِت ۡسك ُن ٓوا إِل ۡي َّها َّو َّج َّعل بَّ ۡينَّكم م َّودة َّو َّر ۡح َّمة ًۚإِن ف ِي ذَٰل ِك‬
َّ َّ َّ َّ َٰ َّ
‫ت ل ِق ۡو ٖم َّي َّتفك ُرون‬ ٖ ‫ٓأَلي‬
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rum [30]:21).

Berdasarkan ayat di atas, dapat dikemukakan bahwa


pernikahan dilakukan untuk mencapai kehidupan
keluarga yang sakinah, yaitu keluarga yang tenang,
tenteram, damai, dan sejahtera. Dalam keluarga yang

398
demikian itu terdapat rasa kasih sayang (mawaddah wa
rahmah) yang terjalin di antara anggota keluarga, yaitu
suami, isteri, dan anak-anak.4

B. Hukum Nikah dan Pernikahan Terlarang


Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada
dasarnya adalah mubah (boleh) artinya boleh dikerjakan
dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat
pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun
demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
melakukan pernikahan, hukum nikah dapat dapat berubah
menjadi sunnah, wajib, makruh, atau haram.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Mubah – Hukum mubah dalam pernikahan adalah
hukum asal. Artinya, seseorang melakukan
pernikahan hukumnya boleh (mubah), dan atau
tidak melakukan pernikahan juga boleh.
2. Wajib – Pernikahan hukumnya wajib apabila
seseorang yang sudah mampu dan takut terjerumus
ke dalam perbuatan zina. Ukuran mampu adalah
mampu membayar mahar (maskawin) dan mampu
memberi nafkah kepada calon isteri.
3. Sunnah – Hukum menikah dapat berubah dari wajib
menjadi Sunnah apabila seseorang telah mampu
untuk memberi mahar dan penghidupan kepada
calon isteri, akan tetapi mampu mengendalikan

4
Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam – untuk Perguruan Tinggi,
(Bandung, Tiga Mutiara, 1997), Hal. 125 – 126.

399
nafsunya, sehingga tidak takut terjerumus ke dalam
perbuatan zina.
4. Makruh – Hukum melakukan pernikahan dapat
berubah menjadi makruh, apabila seseorang ingin
menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah
terhadap isteri dan anak-anaknya, maka hukum
nikah adalah makruh.
5. Haram – Hukum pernikahan dapat menjadi haram
apabila seseorang melakukan pernikahan dan
akhirnya menganiaya seorang isteri, atau bermaksud
menyakiti wanita yang akan ia nikahi, hukum nikah
adalah haram.5

Di dalam ajaran Islam dikenal adanya nikah


terlarang. Artinya, berdosa apabila dilakukan oleh umat
Islam, walaupun melalui langkah-langkah yang benar.
Dilarangnya pernikahan tertentu di dalam ajaran Islam,
karena adanya sebab-sebab tertentu pula. Allah swt.
berfirman dalam surah An-Nisa [4] ayat 23 sebagai
berikut.

ُ ُ َّ َّ ُ ُ ُ َّ ُ ُ َّ
‫ت َّعل ۡيك ۡم أم َّه َٰ ُتك ۡم َّوبَّ َّناتك ۡم َّوأخ َّوَٰتك ۡم‬
ۡ ‫ُحر َّم‬
ِ
ُۡ ۡ ُ َّ َّ َّ َّ ۡ ُ َّ َّ َّ ۡ ُ ُ َّ َّ َّ ۡ ُ ُ َّ َّ َّ
‫ت‬ ِ ‫وعمَٰتكم وخَٰلَٰتكم وبنات ٱلأ ِخ وبنات ٱلأخ‬

5
Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA, (Jakarta, Penerbit
Erlangga, 2007), Hal. 53.

400
َّ َّ ُ ُ َّ َّ ُ َّ َّ َّ ُ َّ ُ
‫َّوأم َّهَٰتُك ُم ٱلَٰت ِ ٓي أۡرض ۡع َّنك ۡم َّوأخ َّوَٰتكم م َِّن ٱلرض َٰ َّع ِة‬
ُ
‫بئ ِ ُبك ُم ٱلَٰتِي ف ِي ُح ُجورِكم مِن‬
َّ ُ َّٓ ُ ٓ
َٰ ‫ت ن َِّسائِك ۡم َّو َّر‬ ُ َٰ ‫َّوأُ َّم َّه‬
َّ ۡ َّ َّ ْ ُ ُ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ُ ٓ
‫ن َِّسائِك ُم ٱلَٰتِي دخل ُتم ب ِ ِهن فإِن ل ۡم تكونوا دخل ُتم ب ِ ِهن‬
َّ ‫ك ُم ٱلَّ ِذ‬ ُ ٓ َّ ۡ َّ ُ َّٓ َّ َّ ۡ ُ ۡ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ
‫ين م ِۡن‬ ِ ‫لئِل أبنائ‬ َٰ ‫فلا جناح عليكم وح‬
َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ ُ ۡ َّ ۡ َّ ْ ُ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ َٰ َّ ۡ َّ
‫أصلبِكم وأن تجمعوا بين ٱلأختي ِن إِلا ما قد سلفَۗ إِن‬
ٗ ‫ح‬ َّ ٗ ُ َّ َّ َّ َّ َّ
‫يما‬ ِ ‫ورا ر‬ ‫ٱّلل كان غف‬
“Diharamkan atas kamu (menikah) ibu-ibumu, anak-
anakmu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang
perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki. Anak-anak perempuan dari
saudara yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui
kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-
ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak
perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
(menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri
anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan)
mengumpulknan (dalam pernikahan) dua perempuan

401
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang. (QS. AN-Nisa [4]: 23).

Dari ayat di atas, jelas disebutkan jenis pernikahan


yang dilarang, sehingga hukumnya haram apabila
dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Pernikahan Semahram
Mahram adalah seorang wanita yang haram
dinikahi oleh seseorang laki-laki. Mahram ada 3
macam, yaitu: (a). mahram karena keturunan; (b).
mahram karena perkawinan; dan (c). mahram
karena sepersusuan.
a) Mahram karena keturunan – mahram karena
nasabiyahnya adalah seorang perempuan yang
haram dinikahi oleh seorang laki-laki karena ada
hubungan keturunan. Keharaman ini berlaku
untuk selamanya. Mereka adalah sebagai
berikut.
1) Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek
dari bapak dan nenek dari ibu).
2) Anak perempuan kandung dan seterusnya
ke bawah (cucu dan seterusnya).
3) Saudara perempuan sekandung, sebapak,
dan seibu.
4) Saudara perempuan dari bapak.
5) Saudara perempuan dari ibu.

402
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan
seterusnya ke bawah.
7) Anak perempuan dari saudara perempuan
dan seterusnya ke bawah.

b) Mahram karena pernikahan – Mahram karena


pernikahan (musaharah) adalah seorang
perempuan yang haram dinikahi oleh seorang
laki-laki karena sebab pernikahan. Sifatnya
adalah sementara, artinya sepanjang masih
terikat oleh pernikahan, maka mahram sudah
tidak ada lagi. Yang termasuk mahram karena
pernikahan adalah sebagai berikut.
1) Ibu dari istri (mertua)
2) Anak tiri (anak istri dari suami lain), apabila
istri sudah kumpul dengan ibunya.
3) Ibu tiri (istri dari ayah, baik sudah dicerai
atau belum).
4) Menantu (istri dari anak laki-laki), baik
sudah dicerai atau belum.

c) Mahram karena sepesusuan – Mahram karena


rada’ah adalah seorang perempuan yang haram
dinikahi oleh seseorang laki-laki karena ada
hubungan dengan sepersusuan. Ukuran menjadi
saudara sepersusuan adalah sebagai berikut.
1) Ibu sepersusuan (seorang ibu yang
menyusui).

403
2) Saudara sepersusuan.

2. Nikah Sigar
Nikah sigar adalah pernikahan silang. Artinya,
seseorang menikahkan anak perempuannya kepada
seorang laki-laki dengan syarat seorang tersebut
menikahkan anak perempuannya dengan seorang
anak laki-lakinya. Pernikahan ini dilarang, karena
terjadi pemaksaan dan persyaratan yang mengikat.
Sehingga pernikahan tidak didasarkan kepada rasa
cinta, yang dapat berakibat pernikahan tidak
berlangsung lama.

3. Nikah Tahlili
Nikah tahlili adalah menikahnya seseorang laki-
laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga
oleh suami sebelumnya. Pernikahan ini dilakukan
secara rekayasa, dengan tujuan agar mantan suami
dapat menikah kembali dengan seorang perempuan
yang sudah dicerai dengan talaq ba’in kubra (talak
tiga) setelah habis masa ‘iddah. Nikah semacam ini
hukumnya haram dan termasuk dalam perbuatan
dosa besar. Firman Allah swt. dalam surah Al-

َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ
Baqarah [2]: 230 berikut.
َّ َّ
‫حل ل ُهۥ ِم ۢن َّب ۡع ُد َّحت َٰي تنك َِّح َّز ۡوجا‬ِ ‫فإِن طلقها فلا ت‬
ٓ َّ َّ َّ َّ َّ ٓ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ ۡ َّ
‫اج َّعا إِن‬ ‫غيره َۗۥ فإِن طلقها فلا جناح علي ِهما أن يتر‬

404
َّ ُ َّ ۡ َّ َّ
‫يما ُح ُدود ٱّللَِۗ َّوت ِلك ُح ُدود ٱّللِ يُبَّي ِ ُن َّها‬َّ ‫َّظ َّنا ٓ أَّن يُ ِق‬
َّ َّ َّ
‫ل ِق ۡو ٖم َّي ۡعل ُمون‬
“Kemudian jika dia menceraikan (setelah talak
yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya sebelum dia menikah dengan suami yang
lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk
menikah kembali jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada
orang-orang yang berpengetahuan.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 230)

4. Nikah Muth’ah
Nikah muth’ah disebut juga dengan nikah
kontrak. Pernikahan ini hukumnya haram, karena
disamping pernikahan dilakukan hanya semata-
mata untuk bersenang-senang dan dibatasi dengan
waktu tertentu, juga pernikahan ini memperlakukan
seorang wanita seperti barang. Artinya, ketika masih
baru, barang itu dipakai, tetapi setelah usang
dibuang. Seperti ibarat “Habis manis sepah
dibuang”. Sehingga pernikahan muth’ah itu
merendahkan harkat dan derajat seorang wanita.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad saw.

405
memang membolehkan nikah muth’ah. Namun,
Nabi Muhammad saw. melarang praktik nikah
muth’ah seperti yang diterangkan dalam hadits
riwayat Imam Muslim berikut.

َ َ‫عَنََسَلَمَةََبَنََالكََوعَََرضَىَاللهََعَنَهََقَال‬
ََ‫َرخَص‬:
َ‫َرسَ َولََاللهََصَلىَاللهَََعَليَهََ َوسَلَمََعَامََاَ َوطَاسََفَى‬
َ )‫المَتَعَةََثَلَ ًَثَثَمَ نَهىىَعَنَهاَ(رواهَمسلم‬
“Dari Salamah bin Akhwa’ ra. Berkata,
“Rasulullah saw. berkata pernah membolehkan
kami untuk melakukan kawin muth’ah pada saat
Fathu Makkah selama tiga hari. Kemudian beliau
melarang kami darinya (melakukan nikah
muth’ah).” (HR. Muslim).

5. Nikah Masih dalam Masa ‘iddah


Seorang perempuan yang dicerai oleh suami,
memiliki masa ‘iddah. ‘iddah adalah masa
menunggu seorang perempuan tidak boleh
menerima pinangan seorang laki-laki. Sehingga
seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan
seorang laki-laki, sampai habis masa ‘iddahnya. Hal
tersebut sesuai firman Allah swt. dalam surah Al-
Baqarah [2] ayat 235 berikut.

406
‫ب‬ ُ َٰ‫اح َّحتَّ َٰي َّي ۡبلُ َّغ ٱلۡك َِّت‬ َّ ْ
ِ ‫َّولا َّت ۡع ِز ُموا ُع ۡق َّدةَّ ٱلنِك‬
َّ

ُ ُ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ ْ ٓ ُ َّ ۡ َّ ُ َّ َّ َّ
‫سك ۡم‬ ِ ‫ٱّلل َّيعل ُم َّما ف ِٓي أنف‬ ‫أجله ًۚۥ وٱعلموا أن‬
ٞ ِ ‫ور َّحل‬
‫يم‬ َّ َّ ‫ٱعلَّ ُم ٓوا ْ أَّ َّن‬
ٌ ‫ٱّلل َّغ ُف‬ ۡ َّ ُ ُ َّ ۡ َّ
‫فٱحذروهًۚ و‬
“…. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah,
sebelum habis masa ‘iddahnya. Ketahuilah bahwa
Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu,
maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun (QS.
Al-Baqarah [2]: 235).

Sumber: thepersonett.wordpress.com

Gambar 12.2 Pernikahan yang seiman menjadi modal awal


mengarungi bahtera rumah tangga yang Insya Allah dirihoi-
Nya

6. Nikah Beda Agama


Menikah dengan seorang perempuan yang
musyrik atau kafir hukumnya dilarang di dalam

407
Islam. Sehingga haram apabila dilakukan oleh umat
Islam, karena Allah swt. melarangnya. Firman Allah
dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 221 berikut.

ٌ َّ ۡ ُ ٞ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ ُ َٰ َّ َّ َٰ َّ ۡ ُ ۡ ْ ُ َّ َّ َّ
‫ت حتي يؤمِنًۚ ولأمة مؤمِنة‬ ِ ‫ولا تنكِحوا ٱلمش ِرك‬
ْ ُ ُ َّ َّ ۡ ُ ۡ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ َّ
‫ر مِن مش ِركةٖ ولو أعجبتكمَۗ ولا تنكِحوا‬ٞ ‫خ ۡي‬
َّ ۡ ُ ٞ َّ ْ ۡ َّ َّ ۡ ۡ
‫ر مِن‬ٞ ‫ِين َّحت َٰي يُؤم ُِن ًۚوا َّول َّع ۡبد مؤم ٌِن خ ۡي‬ ‫ٱل ُمش ِرك‬
َّ َّ َّ ُ ۡ َّ َّ َّٓ ْ ُ ۡ ُ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ َّ ۡ ُ
ِِۖ‫ار‬ ‫ٱلن‬ ‫ي‬ ‫لئِك يدعون إِل‬ َٰ ‫مش ِر ٖك ولو أعجبكمَۗ أو‬
ۡ ۡ ۡ َّ ۡ َّ ْ ُ َّ ‫َّو‬
‫ٱّلل يَّ ۡد ُع ٓوا إِلي ٱل َّجنةِ َّوٱل َّمَ ِف َّرة ِ بِإِِنِهُِۦ َّوُّبَّي ِ ُن‬
َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ
‫اس ل َّعل ُه ۡم َّي َّتذك ُرون‬
ِ ‫َّءايَٰتِهِۦ ل ِلن‬
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik,
sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya
perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki
yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan

408
ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
mengambil pelajaran (QS. Al-Baqarah [2]: 221).6

C. Hak dan Kewajiban suami isteri


Agar tujuan pernikahan tercapai, suami-istri harus
melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup berumah
tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena
Allah semata. Allah swt berfirman:

َّ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ِ ٓ َّ َّ َّ َّ َّ ُ
‫ّلل َّب ۡعض ُه ۡم َّعل َٰي‬‫لر َّجال قو َٰ ُمون َّعلي ٱلنِساء بِما فضل ٱ‬ ِ ‫ٱ‬
ۡ‫نف ُقوا ْ م ِۡن أ َّ ۡم َّوَٰلِهم‬
َّ َّ ٓ َّ َّ
‫َّب ۡع ٖض وبِما أ‬
ًۚ ِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(QS. An-Nisa [4]: 34).

Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya, “Suami


adalah penanggung jawab rumah tangga suami istri yang
bersangkutan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hak dan kewajiban dalam ikatan pernikahan,
mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana untuk
mendapatkan haknya seseorang (suami atau istri) harus

6
Sadi, HM. Nasikin, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti –
untuk SMA, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2015), Hal. 132 - 135.

409
melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu, sebaliknya
jika suami atau istri tidak memenuhi kewajibannya, maka
ia tidak berhak menerima haknya. Secara umum
kewajiban suami-istri adalah sebagai berikut.
1. Kewajiban Suami
a. Memberikan nafkah, sandang, pangan dan tempat
tinggal kepada istri dan anak-anaknya, sesuai
dengan kemampuan yang diusahakan secara
maksimal.
ُ َّ ُ ُ
‫ل ُِينفِ ۡق ِو َّس َّعةٖ مِن َّس َّعتِهُِۦ َّو َّمن ق ِد َّر َّعل ۡيهِ رِ ۡزق ُهۥ‬
ٓ َّ َّ ۡ َّ ُ َّ ُ َّ َّ ُ َّ ُ َٰ َّ َّ ٓ َّ ۡ ُ ۡ َّ
‫ٱّلل نفسا إِلا ما‬ ‫ٱّللًۚ لا يُكلِف‬ ‫فلينفِق مِما ءاتىه‬
ُ َّ ‫َّءاتَّى َٰ َّها ًۚ َّس َّي ۡج َّع ُل‬
‫ٱّلل َّب ۡع َّد ُع ۡس ٖر ي ُ ۡس ٗرا‬
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah
dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan. (QS. At-Talaq,
[65]: 7).
b. Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak,
agar menjadi yang berguna bagi diri sendiri,
keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan
negaranya.

410
c. Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik
(makruf). Misalnya sopan dan hormat kepada istri
serta keluarganya, menyayangi istri dan anak-anak
dengan niat ikhlas karena Allah serta untuk
memperoleh ridha-Nya.
d. Memelihara istri dan anak-anak dari bencana, baik
lahir maupun bathin, duniawi maupun ukhrowi.
e. Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama
dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar
menjadi anak yang shaleh. Allah swt berfirman.

ٗ‫يك ۡم نَّارا‬
ُ ۡ َّ َّ ۡ ُ َّ ُ َّ ْ ٓ ُ ْ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّٓ
ِ ‫يأيها ٱل ِذين ءامنوا قوا أنفسكم وأهل‬ َٰ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-
Tahrim [66]: 6).

2. Kewajiban Istri
a. Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai
dengan ajaran Islam. Adapun suruhan suami yang
bertentangan dengan Islam tidak wajib ditaati.
b. Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda
suami, baik di hadapan atau di belakangnya.
c. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan
dan keselamatan keluarganya.
d. Menerima dan menghormati pemberian suami,
sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya,
hemat, cermat, dan bijaksana.

411
e. Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.
f. Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar
menjadi anak yang shaleh.7

Masing-masing suami-istri jika menjalankan


kewajibannya dan memperhatikan tanggung jawabnya
akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati
sehingga sempurnalah kebahagiaan suami-istri tersebut.
Selain kewajiban suami-istri terdapat juga hak-hak suami-
istri. Hak dan kewajiban selaku suami-istri terdiri dari tiga
macam: hak istri atas suami, hak suami atas istri, dan
bersama.
1. Hak bersama suami-istri
a. Halal saling bergaul dan mengadakan hubungan
seksual suami-istri. Perbuatan ini dihalalkan bagi
suami-istri secara timbal balik. Jadi bagi suami
halal berbuat kepada istrinya, sebagaimana bagi
istri kepada suaminya.
b. Haram melakukan perkawinan yaitu bahwa istri
haram dinikahi oleh ayah suaminya, kakeknya,
anaknya, dan cucunya, begitu juga ibu istrinya,
anak perempuan dan seluruh cucunya haram
dinikahi oleh suaminya.
c. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan
perkawinan yang sah, bilamana salah seorang
meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan

7
Op, Cit, Hal. 58 – 59.

412
perkawinan, yang lain dapat mewarisi hartanya,
sekalipun belum pernah bersetubuh.
d. Sahnya menasabkan anak kepada suami yang
menjadi keturunannya.
e. Bergaul dangan baik (makruf). Wajib bagi suami-
istri memperlakukan pasangannya dengan baik
sehingga dapat melahirkan kemesraan dan
kedamaian. Allah swt. berfirman:

ۡ ۡ َّ ُ َّ
ِۚ ِ ‫َّوعا ِش ُروهن بِٱل َّمع ُر‬
‫وف‬
“….dan pergaulilah mereka (istri) dengan
baik…” (QS. An-Nisa [4]: 19).

2. Hak istri terhadap suaminya


a. Hak kebendaan, yaitu mahar dan nafkah
b. Hak rohaniah, seperti melakukan dengan adil jika
suami berpoligami dan tidak boleh
8
membahayakan dan menelantarkan istri.

D. Hukum Talak dan Iddah


Talak berarti melepaskan ikatan perkawinan dengan
mengucapkan secara suka rela ucapan talak dari pihak
suami kepada istrinya. Asal hukum talak adalah makruh
(sesuatu yang dibenci atau tidak disenangi). Hal ini sesuai
penegasan Rasulullah saw dalam haditsnya:

8
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid ke 7, Terj. Moh. Thalib (Bandung,
PT. Al-Ma’arif, 1987), Hal. 51 – 52.

413
َ:َ َ‫عَنَ َاَبَنَ َعَمَ َررَضَىَاللهَ َعَنَهَ َقَالَ ََرسَ َولَ َاللهَ َعَلَيَهَ َ َوسَلَم‬
َ‫اَبَغَضََالَحَلَلََعَنَدََاللهََالطَلَقََ(رواهَابوداودَوابنَماجة‬
َ )‫وصححهَالحكمَوارسلهَابوحاتم‬
“Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata: Rasulullah
bersabda: barang yang halal tetapi dibenci Allah
adalah talak”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah,
disahkan Hakim dan Abu Hatim menguatkan
mursalnya).

ََ‫َقَالَََرسَ َولََاللهََصَلَىَالله‬:ََ‫َوعَنََثَوَبَنََرضىَاللهَعنهََقَال‬
ََ‫التَزوَجَهاالطَلَقََفَىَغَيَرَبَس‬َ َ‫َاَيَمَااَمَ َراَةََس‬:ََ‫عَلَيَهََ َوسَلم‬
َ ََ‫فخَ َرامَََعَلَيهاَََراحَة‬
َ َ‫الجنَة‬
“Dari Tsauban ra. Berkata: Bersabda Rasulullah
saw: “Wanita mana pun yang menuntut talak dari
suaminya tanpa alasan, maka haram atasnya bau
surga.” (HR. Lima perawi selain An-Nasa’i. Oleh
Tarmidzi hadits ini dinyatakan hasan).

Talak adalah jalan akhir yang ditempuh suami istri,


jika cara lain untuk mencapai kebaikan bersama tidak
ditemukan. Oleh karena itu, talak hendaknya atas dasar
kebaikan masing-masing, jika kebaikan bersama melalui

414
pernikahan tidak dapat dicapai. Macam – macam talak
sebagai berikut:

1. Talak Sunni dan Talak Bidh’i


Ditinjau dari segi keadaan istri talak terdiri atas talak
talak sunni dan talak bid’i. talak sunni adalah talak
yang dijatuhkan suami ketika istrinya sedang suci,
tidak sedang haid atau tidak dicampuri. Sedangkan
talak bidh’i adalah talak yang dijatuhkan suami ketika
istrinya sedang haid, atau telah dicampuri. Talak
bidh’i hukumnya haram.

2. Talak Sarih dan Talak Kinayah


Ditinjau dari cara menjatuhkan talak terdiri atas talak
sarih dan talak kinayah. Talak sarih adalah talak yang
diucapkan suami dengan menggunakan kata talak
(cerai), firak (pisah), atau sarah (lepas). Talak dengan
menggunakan kata-kata tersebut dinyatakan sah.
Talak kinayah adalah ucapan yang tidak jelas
namun mengarah kepada talak. Misalnya, ucapan
bernada mengusir, menyuruh pulang, atau bernada
tidak memerlukan lagi dan sejenisnya. Jika suami
mengucapkan dibarengi niat, maka talaknya jatuh.
Karena itu untuk menghindari terjadinya kinayah,
sebaiknya suami berhati-hati menggunakan kata-kata
kepada istrinya, Nabi Muhammad saw. bersabda:

415
َ‫َقَالَََرسَ َولََاللهََصَلى‬:ََ‫عَنََاَبَىىَهََريَ َرةََرضَىَاللهََعَنَهََقَال‬
ََ‫اللهَ َعَلَيَهَ َ َوسَلمَ َثَلَثَ َجَدَهَنَ َجَدَ َ َوهََزلَهنَ َجَدَ َاَلنَكاَح‬
َ‫َوالطَلَقَ َ َو َالرجَعَةَ َ(رواه َالربعة َالالنسائ َوصحه‬
)‫الحاكم‬
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
bersabda: Ada tiga perkara yang apabila
disungguhkan jadi dan bila main-main pun jadi,
yaitu nikah, talak dan rujuk. (HR. Imam empat,
kecuali Nasa’i dan disahkan oleh Hakim).

3. Talak Raj’i dan Talak Bain


Ditinjau dari segi rujuk, talak terbagi atas talak raj’i
dan talak bain. Takal raj’i adalah talak yang bisa
dirujuk kembali oleh bekas suaminya tanpa
memerlukan nikah kembali. Hal ini berupa talak satu
dan talak dua yang dijatuhkan oleh suami kepada
istrinya. Talak bain adalah talak dimana suami tidak
boleh merujuk kembali bekas istrinya, kecuali dengan
persyaratan tertentu. Talak bain terdiri atas talak bain
sugra dan talak bain kubro.
Talak bain sugra adalah talak yang dijatuhkan
kepada istri yang belum dicampuri dan talak tebus. Pada
talak ini suami tidak boleh merujuk kembali bekas
istrinya, kecuali dengan pernikahan baru baik pada masa
iddah maupun sesudahnya. Talak bain kubro adalah talak

416
tiga dimana bekas suami tidak boleh merujuk atau
mengawini kembali bekas istrinya, kecuali bekas istrinya
itu menceraikannya, maka bekas suami yang pertama
boleh menikah kembali,9 sebagaimana firman Allah swt.

َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ
‫حل ل ُهۥ ِم ۢن َّب ۡع ُد َّحت َٰي تنك َِّح َّز ۡوجا‬ ِ ‫فإِن طلقها فلا ت‬
ٓ َّ َّ ٓ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ٓ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ُ َّ ۡ َّ
‫غيره َۗۥ فإِن طلقها فلا جناح علي ِهما أن يتراجعا إِن ظنا‬
َّ َّ ُ َّ ۡ َّ َّ
‫يما ُح ُدود ٱّللَِۗ َّوت ِلك ُح ُدود ٱّلل ِ يُبَّي ِ ُن َّها ل ِق ۡو ٖم‬َّ ِ‫أَّن يُق‬
َّ َّ
‫َّي ۡعل ُمون‬
“Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak
yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,
maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang
mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 230).

9
Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam – untuk Perguruan Tinggi,
(Bandung, Tiga Mutiara, 1997), Hal. 134 – 136.

417
‘Iddah adalah dari kata ‫ عد‬, artinya menghitung.
Sedang maksudnya dalam fiqh ialah, bahwa setelah
bercerai dengan suaminya, maka seorang wanita masih
tetap harus menunggu beberapa hari dimana ia belum
boleh kawin dengan orang lain sebelum masa penantian
itu habis. Dalam pada itu ‘iddah bagi masing-masing
wanita tidaklah sama. Macam – macam ‘Iddah:
1. ‘Iddah bagi wanita yang masih mengalami haid
adalah tiga kali haid yang selingi dengan masa suci.
2. ‘Iddah bagi wanita tua yang sudah tidak mengalami
haid lagi adalah tiga bulan.
3. ‘Iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya ialah
4 bulan 10 hari, kalau dia tidak hamil.
4. Adapun bagi wanita yang hamil, maka tunggulah
sampai melahirkan.

Hal-hal yang wajib diperhatikan sehubungan


dengan masa ‘Iddah:
1. Bagi wanita yang masih menunggu ‘Iddah sehabis
ditalak atau fasakh, padahal dia sedang hamil. Dalam
hal ini ‘iddahnya ialah sampai dia melahirkan, Allah

َّ ُ َّ ۡ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ ُ ُ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ ُ َٰ َّ ْ ُ َّ
swt. berfirman:

ًۚ ‫وأولت ٱلأحما ِل أجلهن أن يضعن حمله‬


‫ن‬
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, masa
‘iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya (QS. Ath-Thalaq [65]: 4).

418
2. Apabila wanita yang menunggu ‘iddah sehabis di-
talak atau fasakh itu tidak hamil, maka ‘iddahnya dua
macam: kalau setiap bulan ia masih mengalami haid,
maka ‘iddahnya tiga kali quru’ (haid). Sedang kalau
sudah tidak haid lagi, karena sudah tua atau umurnya
masih terlalu muda, maka ‘iddahnya tiga bulan.

3. Bagi wanita yang menunggu ‘Iddah karena suaminya


meninggal dunia, sedang dia tidak hamil. Maka
‘iddahnya 4 bulan 10 hari, sebagaimana firman Allah

َّ‫ون أَّ ۡز َّو َٰ ٗجا َّيتَّ َّربَّ ۡصن‬ َّ ۡ َّ َّ َّ ُ َّ َّ َّ


swt.
َّ ُ َّ َّ َّ ۡ ُ
‫وٱل ِذين يتوفون مِنكم وّذر‬
ُٗ‫سه َّن أَّ ۡربَّ َّع َّة أَّ ۡش ُهر َّو َّع ۡشرا‬ ُ َّ
ٖ ِ ِ ‫بِأنف‬
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu
dengan meninggalkan istri-istri, (hendaklah para
istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat
bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah [2]: 234).

4. Sedang untuk wanita yang menunggu ‘iddah setelah


ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil, maka
iddahnya memang diperselisihkan oleh para ulama.
Segolongan para sahabat Nabi dan beberapa ulama
fiqh terkemuka berpendapat, bahwa wanita hamil
hendaknya menunggu ‘iddah yang terpanjang
diantara dua ketentuan, apakah akan menunggu
sampai melahirkan kandungannya, atau sampai 4

419
bulan 10 hari. Mana diantara keduanya yang
terpanjang, itulah yang dipilih. Madzhab ini adalah
mazdhab yang dinisbatkan kepada sebagian sahabat
Nabi, antara lain Abdullah bin Abbas ra. Sedang
golongan yang lain berpendapat, ‘iddahnnya cukup
sampai melahirkan, madzhab ini disnibatkan kepada
Abdullah bin Mas’ud.
Jika yang diambil adalah madzhab yang pertama,
maka itu merupakan kehati-hatian (ihtiyath) yang
sempurna dalam menunaikan nash-nash Al-Qur’an.
Sedang kalau yang dipakai itu madzhab yang kedua,
Maka itu pun didukung oleh nash-nash yang cukup
banyak dalam As-Sunnah yang keluar lewar jalur-jalur
sanad yang sah, yang semuanya mendukung bahwa
‘iddah yang sedang hamil itu sampai dia melahirkan
kandungannya, baik setelah ia ditalak atau ditinggal mati
suaminya.10

E. Hikmah Pernikahan dalam Islam


Manusia sebagai mahkluk Allah memiliki
kebutuhan-kebutuhan dasar untuk mempertahankan
hidupnya, seperti makan dan minum serta kebutuhan
seksual untuk mempertahankan keturunannya. Seksual
merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa digantikan
dengan yang lain. Karena itu, Islam memberikan jalan
untuk menyalurkan kebutuhan tersebut melalui

10
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Terj. Anshori Umar
Sitanggal, (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1981), Hal. 434 – 438.

420
pernikahan. Pengaturan pernikahan merupakan upaya
agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya tanpa
kehilangan derajat kemanusiaanya yang tinggi dan mulia.
Oleh karena itu, dalam pandangan Islam seks bukanlah
sesuatu yang kotor atau situasi yang kotor. Rasul
menganjurkan agar berdo’a menjelang hubungan seks
dimulai.11
Fuqaha (ulama fiqh) menjelaskan tentang hikmah
pernikahan yang islami, antara lain:
1. Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang
diridhai Allah, dan menghindari cara yang dimurkai
Allah seperti perzinaan atau homoseksual (gay atau
lesbian). Pemenuhan kebutuhan seksual dengan cara
yang diridhai Allah tentu akan mendatangkan banyak
manfaat (lihat QS. Ar-Rum [30]: 21). Sedang
pemenuhan kebutuhan seksual dengan cara yang
dimurkai Allah swt tentu akan mendatangkan bencara.
2. Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan
sesuai syari’at Islam untuk memperoleh anak serta
mengembangkan keturunan yang sah di masyarakat
dan ridhai Allah swt. Rasulullah saw bersabda:
“Nikahilah wanita yang bisa memberikan keturunan
yang banyak karena saya akan bangga, sebagai nabi
yang memiliki umat yang banyak dibandingkan
dengan nabi-nabi yang di akhirat kelak.” (HR.
Ahmad bin Hanbal).

11
Op, Cit, Hal. 138,

421
3. Melalui pernikahan, suami-istri dapat memupuk rasa
tanggung jawab membaginya dalam rangka
memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya,
sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk
membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya.
4. Menjalin hubungan silaturahmi antara keluarga suami
dan keluarga istri, sehingga sesama mereka saling
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak
tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.12

Gambar 12.3 Melalui pernikahan yang benar, baik, dan sesuai


dengan syari’at Islam untuk kebaikan dan ketakwaan dapat
melahirkan ketentraman dan kasih sayang secara sempurna yang
diberikan Allah swt. serta untuk memperoleh anak dan
mengembangkan keturunan yang sah di masyarakat dan
mendapatkan ridha dari Allah swt. (Foto: dok. Pribadi).

12
Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA, (Jakarta, Penerbit
Erlangga, 2007), Hal. 64.

422
F. Rangkuman
Pernikahan di dalam ajaran Islam berada pada
tempat yang tinggi dan mulia. Karena itu, Islam
menganjurkan agar perkawinan itu dipersiapkan secara
matang, sebab pernikahan bukan sekedar mengesahkan
hubungan badan antara laki-laki perempuan, atau
memuaskan kebutuhan seksual semata-mata. Pernikahan
memiliki arti yang luas, tinggi, dan mulia. Dari
perkawinan akan lahir generasi penerus, baik dan
buruknya perilaku mereka dipengaruhi oleh peristiwa
yang dimulai dalam pernikahan.
Mewujudkan sebuah hubungan rumah tangga yang
rukun dan harmonis, sangat diperlukan sikap saling
pengertian antara suami dan isteri yang menempatkan diri
pada posisi dan kedudukan masing-masing. Paling tidak
pasangan tersebut harus mengetahui peran dan fungsi
antara yang satu dengan yang lain dan harus saling
melengkapi, karena laki-laki dan wanita diciptakan
dengan kondisi dan kodrat yang berbeda.
Masyarakat Indonesia menilai pernikahan
merupakan sebuah prosesi sakral yang tidak hanya
diperuntukkan untuk menyalurkan kebutuhan biologis
manusia, namun sebagai sarana ibadah, ladang amal dan
pahala, melestarikan keturunan, dan menjalin ukhuwah
Islamiyyah. Untuk itu, pernikahan pun memiliki aturan
yang harus dipatuhi seperti akad nikah dan sebagainya.
Akad pernikahan harus sesuai dengan syarat dan rukun

423
agar sah, sehingga dapat menghalalkan hubungan sebagai
suami dan isteri.
Pernikahan menurut ajaran Islam bertujuan untuk
menciptakan keluarga tenteram, damai dan sejahtera lahir
bathin. Islam memberikan jalan untuk menyalurkan
kebutuhan biologis manusia tersebut melalui pernikahan.
Pengaturan pernikahan merupakan upaya agar manusia
dapat memenuhi kebutuhannya tanpa kehilangan derajat
kemanusiaanya yang tinggi dan mulia.

oo0oo
G. Glosarium
 Fasakh - Huk pembatalan ikatan pernikahan oleh
pengadilan agama berdasarkan dakwaan
(tuntutan) istri atau suami yang dapat dibenarkan
oleh pengadilan agama atau karena pernikahan
yang telah telanjur menyalahi hukum
pernikahan: pengadilan agama telah memutuskan
-- karena suami istri itu ternyata masih
bersaudara dekat.
 Homoseksual - dalam keadaan tertarik terhadap
orang dari jenis kelamin yang sama.
 Madzhab – 1. n Isl haluan atau aliran mengenai
hukum fikih yang menjadi ikutan umat Islam
(dikenal empat mazhab, yaitu mazhab Hanafi,
Maliki, Syafii dan Hambali): umat Islam di
Indonesia banyak yang menganut – Syafii; 2.

424
n golongan pemikir yang sepaham dalam teori,
ajaran, atau aliran tertentu di bidang ilmu, cabang
kesenian, dan sebagainya dan yang berusaha
memajukan hal itu: -- ekonomi; -- seni lukis.
 Mahar - n pemberian wajib berupa uang atau
barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan ketika dilangsungkan akad nikah;
maskawin.
 Nasab - keturunan (terutama dari pihak bapak);
pertalian keluarga: anak Raja Iskandar
Zulkarnain termasuk – Sulaiman.
 Sakinah - n kedamaian; ketenteraman;
ketenangan; kebahagiaan: semoga pasangan
suami istri itu dapat membina rumah tangga yang
penuh dengan --, kecintaan, dan kasih sayang.

H. Evaluasi
Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d, atau e
yang dianggap sebagai jawaban yang paling tepat!

1. Seseorang yang ingin menikah, tetapi belum mampu


memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya,
maka hukum menikah baginya adalah…
a. Mubah
b. Sunnah
c. Wajib
d. makruh
e. Haram

425
2. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut!
(1) Wanita yang termasuk muhrim
(2) Wanita yang berada dalam ‘iddah wafat
(3) Wanita yang masih bersuami
(4) Wanita yang dalam ‘iddah talak bain
(5) Wanita yang telah bertunangan
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, wanita yang
tidak boleh dinikahi adalah…
a. (1), (2), dan (3)
b. (2), (3), dan (4)
c. (1), (3), dan (5)
d. (2), (4), dan (5)
e. (2), (3), (4), dan (5)

3. Firman Allah swt. dalam QS An-Nisa [4]: 19 adalah..


ۡ ۡ َّ ُ َّ
ِۚ ِ ‫َّوعا ِش ُروهن بِٱل َّمع ُر‬
‫وف‬
berisi perintah Allah swt. terhadap suami untuk..
a. Menjalin hubungan baik dengan keluarga istri
b. Mempergauli istrinya dengan sebaik-baiknya
c. Melakukan usaha-usaha untuk memakmurkan bumi
d. Memberikan perlindungan kepada istrinya
e. Mengasuh dan mendidik anaknya agar menjadi anak
yang shaleh.
4. Bagi istri yang tidak sedang hamil, baik sudah campur
dengan suaminya yang wafat atau belum, masa
‘iddahnya adalah..
a. Empat bulan sepuluh hari
b. Empat bulan
426
c. Tiga bulan sepuluh hari
d. Tiga bulan
e. Dua bulan sepuluh hari

5. Upaya menghalalkan mantan suami untuk rujuk


kembali kepada mantan istri yang sudah ditalak bain
kubro dinamakan nikah..
a. Sigar
b. Mut’ah
c. Sirih
d. Tahlili
e. konrak

Jawablah soal-soal di bawah ini dengan tepat!

1. Jelaskan pengertian nikah, baik menurut bahasa


maupun istilah syara’?
2. Kapankah nikah hukumnya menjadi wajib
3. Sebutkan jenis-jenis pernikahan yang dilarang dalam
Islam?
4. Jelaskan pengertian talak raj’i dan talak ba’in.
5. Kemukakan hikmah-hikmah dari pernikahan yang
islami!

427
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama
Republik Indonesia, Tahun 1971.
Aida Humairo, Konsep Nafkah dalam Hukum Islam,
(Jakarta, Narasi, Media Penelitian Agama dan
Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 7 No.
1 Maret 2007).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Edisi
Keempat, 2008.
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Terj.
Anshori Umar Sitanggal, Semarang, CV. Asy-Syifa,
1981.
Sadi, HM. Nasikin, Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti – untuk SMA, Jakarta, Penerbit Erlangga,
2015.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid ke 7, Bandung, PT. Al-
Ma’arif, 1987.
Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA, Jakarta,
Penerbit Erlangga, 2007,
Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam – untuk
Perguruan Tinggi, Bandung, Tiga Mutiara, 1997.

428

Anda mungkin juga menyukai