Anda di halaman 1dari 21

1

BAB II

HIKMAH PERNIKAHAN DALAM KAJIAN ISLAM

A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut
dengan dua kata, yaitu nikᾱḥdan zawᾱj. Kedua kata ini yang terpakai dalam
kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam al-Qur‟an dan
hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam al-Qur‟an dengan arti kawin,
demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam al-Qur‟an arti kawin.1Ada
pula yang mengartikan bahwa pernikahan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang bukan maḥram.2
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh.3 Dalam pandangan Islam di samping
pernikahan itu sebagai perbuatan ibadah, ia juga merupakan sunnah Allah dan
sunnah Rasul. Sunnah Allah, berarti menurut menurut qudrat dan iradat Allah
dalam penciptaan alam ini, sedangkan sunnah Rasul berarti suatu tradisi yang
telah ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya.4
Nikah adalah salah satu asa pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja
merupakan satu jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah
tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-3, 35.
2
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , (Bandung: Pustaka Setia, 2001), cet. Ke-1, 9.
3
Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-3, edisi
kedua, 456.
4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-
undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-1, 41.
2

pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan
menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang
lainnya.5
Pernikahan merupakan bagian dari ajaran Islam. Barang siapa
menghindari pernikahan, berarti ia meninggalkan sebagian dari ajaran
agamanya. Disamping itu, pernikahan dapat menghindarkan diri dari perbuatan
maksiat atau zina.6 Zina merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah secara syariat
Islam, atas dasar suka sama suka antara kedua belah pihak, tanpa keraguan dari
pelaku atau pelaku zina bersangkutan.7
Pernikahan merupakan sunatullah yang berlaku pada makhluk Allah, baik
manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan semua yang di ciptakan Allah
berpasang-pasang dan berjodoh-jodoha, sebagaimana berlaku pada manusia.8
Pernikahan juga akad untuk meninggalkan kemaksiatan, akad untuk
saling mencintai karena Allah, akad untuk saling menghormati dan menghargai,
akad untuk saling menerima apa adanya, akad untuk saling menguatkan
keimanan, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, akad untuk
saling menasihati, serta akad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan
duka, dalam kefakiran dan kekayaan, juga dalam sakit dan sehat.9
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya
adalah10:
a. Wahbah Al-Zuhaili: Pernikahan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan
syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan

5
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), 374.
6
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, (Bandung: Angkasa, 2005), cet. Ke-1, 133.
7
Neng Djubaidah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari
Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 119.
8
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), 17.
9
Cahyadi Takariawan, Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah, (Solo, Era Intermedia, 2009), 2.
10
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), cet.
Ke-1, 8.
3

perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan


laki-laki.
b. Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan: Nikah menurut istilah
syara‟ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna
dengannya.
c. Zakiah Daradjat mendefinisikan11: akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau tajwiz atau
semakna dengan keduanya.
Adapun definisi nikah dalam fikih klasik yaitu:12
a. Ulama Hanafiyah mendefiniskan nikah adalah akad (perjanjian) yang
berakibat pada pemilikan “seks” (budh’u) secara sengaja. Yang dimaksud
pemilikan seks disini adalah pemilikan laki-laki atas alat kelamin serta
seluruh badan perempuan untuk dinikmati. Sudah barang tentu kepemilikan
di sini bukan kepemilikan yang bersifat hakiki, karena kepemilikan hakiki
hanya ada pada Allah SWT. Sebagian ulama Hanafiyah yang lain
berpendapat bahwa kepemilikan dalam hal ini adalah kepemilikan hak
untuk memperoleh kesenangan seksual (istimta’).
b. Mazhab Maliki, Syafi‟I dan Hambali, meskipun diungkapkan dengan
bahasa yang berbeda, namun esensi pengertiannya sama. Yaitu akad yang
digunakan untuk mengatur intifâ’u zauj bi bidh’i zaujah wa sâ’iri badanihâ
min haitsu al-taladzûdz (pemanfaatan suami atas kelamin istrinya dan
seluruh badannya untuk tujuan kenikmatan). Dengan akad nikah ini, suami
memiliki hak secara penuh untuk memanfaatkan alat kelamin istrinya.
Sebagian ulama merasa perlumembedakan antara milk al-intifâ’ dan milk
al-manfa’ah. Milk al-intifâ’ mengisyaratkan bahwa pemilikan bersifat

11
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid 2, 37.
12
Tutik hamidah, Fiqh Perempuan Berwawasan Keadilan Gender, (Malang: UIN Maliki Press
Anggota IKAPI, 2011), 89.
4

temporer, sementara milk al-manfa’at berarti kepemilikan manfaat tersebut


berlangsung.
Pengertian-pengertian di atas dibuat hanya melihat dari satu segi saja,
yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan
seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan. Padahal setiap
perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-
hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada umumnya dalam kehidupan
sehari-hari, seperti terjadinya perceraian, kurang adanya keseimbangan antara
suami istri, sehingga memerlukan penegasan arti pernikahan, bukan saja dari
segi kebolehan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.
Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam13, ialah akad yang sangat
kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan menurut Undang-undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.14
Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum,
melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.
Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung
adanya tujuan atau maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.
2. Hukum Pernikahan
Adapun hukum melakukan pernikahan berdasarkan nash-nash, baik al-
Qur‟an maupun as-Sunnah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang
mampu untuk melangsungkan pernikahan. Namun kalau dilihat dari segi kondisi

13
Kompilasi Hukum Islam, 2.
14
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, 73.
5

orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka pernikahan itu


dapat dikenakan hukum wajib, Sunnah, haram, makruh ataupun mubah.15
Inilah beberapa penjabaran hukum pernikahan, diantaranya:16
a. Wajib
Hukumnya menikah dikatakan wajib, apabila seseorang mengkhawatirkan
dirinya terjatuh ke dalam zina, sementara dia mampu memikul tanggung
jawab pernikahan dan nafkahnya, karena menikah adalah jalan untuk
menjaga kehormatannya dan memeliharanya agar tidak terjatuh ke dalam
suatu yang haram. Seperti yang tertera dalam al-Qur‟annya surat An-Nur
ayat 33:
‫ت ٍِ ََّب‬ َ َ ‫ؼ ِي ِۗۦه َوٱىَّزََِِ ََ ۡجتَغُىَُ ۡٱى ِن ٰت‬ َّ ٌُ ‫َو ۡىَُ ۡست َعۡ ِف ِفٲىَّزََِِ ََل ََ ِجذُوَُ ِّ َنب ًحب َحت َّ ًٰ َ ُۡغَُِْ ُه‬
ۡ ‫ٱَّللُ ٍِِ َف‬
ٓ ‫ع ِيَۡ ت ُ ٌۡ فُِ ِه ٌۡ خ َُۡ ٗش ۖا َو َءاتُى ُهٌ ِ ٍِّ ٍَّب ِه ٱىيَّ ِهٲىَّز‬
‫ٌِ َءات َٰى ُن ٌۡۚۡ َو ََل‬ َ ُۡ ِ‫ٍَيَ َن ۡت أ َ َۡ ٰ ََُْ ُن ٌۡ فَ َنبتِجُى ُه ٌۡ إ‬
َِّ ‫ع ۡٱى َحَُ ٰىحِٱىذ َُُّّۡ ۚۡب َو ٍَِ َ ُۡن ِشه ُّه‬
َ ‫ع َش‬ ُّ ‫عيًَ ۡٱىجِغَب ٓ ِء إِ ُۡ أ َ َس ۡدَُ ت َ َح‬
َ ْ‫ظ ْٗب ِىّت َۡجتَغُىا‬ َ ٌۡ ‫ت ُ ۡن ِش ُهىاْ فَت َ َُٰتِ ُن‬
٤٤ ٌُٞ ‫ىس َّس ِح‬ َ َِّ ‫ٱَّللَ ٍِ ِۢ ثَعۡ ِذ إِ ۡم ٰ َش ِه ِه‬
ٞ ُ‫غف‬ َّ َُّ ِ ‫فَئ‬
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga
kesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan kepada
mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu
miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu
buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada
kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian
dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan
janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk
melakukan pelacur, sedang mereka sendiri menginginkan
kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan
duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah
mereka dipaksa”.17

15
Al-Manar, Fikih Nikah, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2003), cet. Ke-1, 9-11.
16
Tim Ulama Fikih di bawah arahan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu asy-Syaikh, Fikih Muyassar
Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2015), cet. Ke-1, 465-466.
17
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 354.
6

Begitu juga dalam hadist nya:

َ ِْ ‫ع‬
‫ع ْج ِذ‬ َ ُ ‫بسح‬ ُ ٍَِْ‫ش قَب َه َحذَّث‬
َ ََ ‫ع‬ ُ ََ ‫ث َحذَّثََْب أَثٍِ َحذَّثََْب ْاْل َ ْع‬
ٍ ‫ض ث ِِْ ِغَُب‬ ِ ‫ع ََ ُش ث ُِْ َح ْف‬
ُ ‫َحذَّثََْب‬
‫َّللاِ ُمَّْب ٍَ َع‬
َّ ُ‫ع ْجذ‬ َ ‫َّللاِ فَقَب َه‬ َ ًَ‫عي‬
َّ ‫ع ْج ِذ‬ َ ‫ع ْيقَ ََخَ َو ْاْلَس َْى ِد‬
َ ‫اىشحْ ََ ِِ ث ِِْ ََ ِضَذَ قَب َه دَخ َْيتُ ٍَ َع‬
َّ
ٌَ َّ‫سي‬
َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ ًَّ‫طي‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫سى ُه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ش ُْئًب فَقَب َه ىََْب َس‬
َ ُ‫شجَبثًب ََل ّ َِجذ‬ َ ٌَ َّ‫سي‬
َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ ًَّ‫طي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ٍِ ّ ِ‫اىَّْج‬
ِْ ٍَ ‫ظ ُِ ِى ْيفَ ْشجِ َو‬ َ َ‫َغ ِى ْيج‬
َ ْ‫ظ ِش َوأَح‬ ُّ ‫ع ْاىجَب َءح َ فَ ْيَُت َضَ َّوجْ فَئَِّّهُ أَغ‬ َ َ ‫ة ٍَ ِْ ا ْست‬
َ ‫طب‬ ِ ‫شجَب‬ َّ ‫ََب ٍَ ْعش ََش اى‬
‫ظ ْى ًِ فَئَِّّهُ ىَهُ ِو َجبء‬
َّ ‫ىَ ٌْ ََ ْست َِط ْع فَعَيَ ُْ ِه ثِبى‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Amru bin Hafsh bin Ghiyats
Telah menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan
kepada kami Al A'masy ia berkata; Telah menceritakan
kepadaku Umarah dari Abdurrahman bin Yazid ia berkata; Aku,
Alqamah dan Al Aswad pernah menemui Abdullah, lalu ia pun
berkata; Pada waktu muda dulu, kami pernah berada bersama
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Saat itu, kami tidak sesuatu
pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kalian
telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah,
karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, dan juga
lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum mampu,
hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya".
(HR. Bukhari)18

b. Sunnah
Hukumnya menjadi Sunnah dianjurkan bila seseorang memiliki
dorongan syahwat kepada lawan jenisnya dan memiliki biaya menikah dan
rasa tanggung jawab, namun dia tidak mengkhawatirkan dirinya jatuh ke
dalam perzinaan. Adapun dalil-dalinya dalam al-Qur‟an surat an-Nisa ayat
3:
ۖ‫ع‬ َ ‫بء ٍَثْْ ًَٰ َوث ُ ََل‬
َ ‫ث َو ُسثَب‬ ِ ‫س‬َ ِّْ ‫بة ىَ ُن ٌْ ٍَِِ اى‬ َ ‫ؽ‬ َ ‫طىا فٍِ ْاى َُت َب ٍَ ًٰ فَب ّْ ِن ُحىا ٍَب‬ ُ ‫َو ِإ ُْ ِخ ْفت ُ ٌْ أ َ ََّل ت ُ ْق ِس‬
‫ت أ َ َْ ََبُّ ُن ٌْ ۚۡ ٰرَىِلَ أ َ ْدّ ًَٰ أ َ ََّل تَعُىىُىا‬
ْ ‫احذَح ً أ َ ْو ٍَب ٍَيَ َن‬
ِ ‫فَئ ِ ُْ ِخ ْفت ُ ٌْ أ َ ََّل ت َ ْع ِذىُىا فَ َى‬

18
Imam Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, dalam Bab Nikah Hadist No. 4676 (Aplikasi Kutubuttis‟ah:
Pustaka Lidya).
7

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
c. Haram
Nikah menjadi haram manakala seseorang yakin bahwa ia menikah
ia akan menzalimi istri, tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahir
kepada istrinya dan tidak menjadi kepala keluarga yang baik.
d. Makruh
Hukumya menjadi makruh, apabila seseorang memiliki keyakinan
bahwa jika ia menikah ia takut jatuh ke dalam kemudaratan dan
kemaksiatan. Hal tersebut disebabkan oleh misalnya, tidak mampu
menafkahi keluarga dan tidak baik dalam memimpin keluarga. Namun,
keyakinan tersebut tidak sampai ke tingkat keyakinan dalam hukum wajib
di atas.19
e. Mubah
Hukum mubah ini berlaku bagi seorang pria yang tidak terdesak oleh
alasan-alasan yang mewajibkan segera menikah, atau karena alasan-alasan
yang mengharamkan nikah.Ataupun dikatakan mubah yakni suatu
pernikahan yang diperbolehkan bagi siapa saja (laki-laki dan perempuan)
yang sudah baligh (mukallaf), dan juga tidak ada suatu sebab atau
halangan-halangan yang merintanginya.20
3. Dasar Hukum Pernikahan
Terdapat dalil-dalil pernikahan yang ada dalam al-Qur‟an, hadits,
Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam. Diantaranya yaitu:
a. Al-Qur‟an
Seperti yang dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 32:

19
Arif Munandar Riswanto, Buku Pintar Islam, (Bandung: Mizan Pustaka, 2010), 80.
20
Labib, Fiqih Wanita Muslimah, (Surabaya: Tiga Dua, 2000), 207.
8

َّ ٰ ‫َوأَّ ِن ُحىاْ ۡٱْل َ ََٰ ََ ًٰ ٍِْ ُن ٌۡ َوٱى‬


َّ ٌُ ‫ظ ِي ِحَُِ ٍِ ِۡ ِعجَب ِد ُم ٌۡ َو ِإ ٍَبٓئِ ُن ٌۡۚۡ إُِ ََ ُنىُّىاْ فُقَ َشآ َء َ ُۡغِْ ِه‬
ٍِِ ُ‫ٱَّلل‬
٤٣ ٌُٞ ‫ع ِي‬ َ ‫ٱَّللُ ٰ َو ِسع‬َّ ‫ؼ ِي ِۗۦه َو‬
ۡ ‫َف‬

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara


kalian,21 dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-
hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha
Mengetahui”. 22
Adapun dalil-dalil lainnya tentang pernikahan yaitu dalam surat ar-
Rum ayat 21, Allah SWT berfirman:
َُّ ِ‫َو ٍِ ِۡ َءا ٰ ََتِ ِ ٓۦه أ َ ُۡ َخيَقَ ىَ ُنٌ ِ ٍّ ِۡ أَّفُ ِس ُن ٌۡ أ َ ۡص ٰ َو ٗجب ِىّت َۡس ُنُْ ٓىاْ ِإىَ ُۡ َهب َو َج َع َو َث َُْۡ ُنٌ ٍَّ َىدَّ ٗح َو َس ۡح ََ ۚۡخً إ‬
٣٢ َُ‫ت ِىّقَ ۡى ًٖ ََتَفَ َّن ُشو‬ٖ ََ ٰ ٓ ‫فٍِ ٰرَىِلَ َْل‬
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih dan saying. Sungguh, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang berpikir”.23
Selanjutnya terdapat pula dalam surat al-Hujarat ayat 13:
َ‫بسفُ ٓى ۚۡاْ ِإ َُّ أ َ ۡم َش ٍَ ُن ٌۡ ِعْذ‬ ُ ٌۡ ‫بط ِإَّّب َخيَ ۡق َْٰ ُنٌ ِ ٍِّ رَ َم ٖش َوأُّث َ ًٰ َو َج َع ۡي َْٰ ُن‬
َ ‫شعُىثٗ ب َوقَجَبٓئِ َو ِىت َ َع‬ ُ َّْ‫ََٰٓأََُّ َهبٱى‬
٢٤ ‫ُش‬ٞ ‫ع ِيٌُ َخ ِج‬ َ َ‫ٱَّلل‬ َّ َُّ ‫ٱَّللِ أ َ ۡتقَ ٰى ُن ٌۡۚۡ ِإ‬
َّ
Artinya: “Wahai manusia. Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui, Maha Teliti”.24

21
Yakni, hendaklah laki-laki dan perempuan yang belum menikah dibantu agar mereka dapat
menikah.
22
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 354.
23
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 406.
24
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 517.
9

b. Hadits
Ada beberapa hadist tentang dasar hukum pernikahan, yaitu:

َ ‫ع ْيقَ ََخَ قَبىَ َُْْب أََّب أ َ ٍْشُِ ََ َع‬


‫ع ْج ِذ‬ َ ِْ ‫ع‬َ ٌُِ َ ‫ع ِْ إِث َْشاه‬ َ َ ‫ع ِْ أَثٍِ َح َْضَ ح‬
َ ‫ع ِْ ْاْل َ ْع ََ ِش‬ َ ُ‫ا‬ َ ‫َحذَّثََْب‬
ُ َ‫ع ْجذ‬
َ ‫ع ْاىجَب َءح‬ َ ‫طب‬َ َ ‫سيَّ ٌَ فَقَب َه ٍَ ِْ ا ْست‬ َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ ًَّ‫طي‬
َ ُ‫َّللا‬ ّ ِ‫ع ْْهُ فَقَب َه ُمَّْب ٍَ َع اىَّْج‬
َ ٍِ َّ ٍ
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ػ‬ ِ ‫اىيَّ ِه َش‬
َّ ‫ظ ُِ ِى ْيفَ ْشجِ َو ٍَ ِْ ىَ ٌْ ََ ْست َِط ْع فَعَيَ ُْ ِه ثِبى‬
‫ظ ْى ًِ فَئَِّّهُ ىَهُ ِو َجبء‬ َ َ‫َغ ِى ْيج‬
َ ْ‫ظ ِش َوأَح‬ ُّ ‫فَ ْيَُت َضَ َّوجْ فَئَِّّهُ أَغ‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdan dari Abu Hamzah dari
Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah berkata; Ketika aku
sedang berjalan bersama 'Abdullah radliallahu 'anhu, dia berkata:
Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang
ketika itu Beliau bersabda: "Barangsiapa yang sudah mampu
(menafkahi keluarga), hendaklah dia kawin (menikah) karena
menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa
menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup (manikah)
maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi
benteng baginya". (HR. Bukhari)25
Adapun hadits-hadits lainnya, yaitu:

‫ع ْيقَ ََخَ قَب َه‬ َ ٌُ ُِ‫ش قَب َه َحذَّث َ ٍِْ ِإث َْشاه‬
َ ِْ ‫ع‬ ُ ََ ‫ض َحذَّثََْب أ َ ِثٍ َحذَّثََْب ْاْل َ ْع‬ ٍ ‫ع ََ ُش ث ُِْ َح ْف‬ ُ ‫َحذَّثََْب‬
‫اىشحْ ََ ِِ ِإ َُّ ِىٍ ِإىَُْلَ َحب َجخً َف َخ َي َىا‬ َ ‫بُ ِث ًًَِْ فَقَب َه ََب أ َ َثب‬
َّ ‫ع ْج ِذ‬ ُ ََ ْ‫عث‬ ُ ُ‫ع ْج ِذ اىيَّ ِهفَيَ ِق َُه‬
َ ‫ُم ْْتُ ٍَ َع‬
‫اىشحْ ََ ِِ ِفٍ أ َ ُْ ُّضَ ّ ِو َجلَ ِث ْن ًشا تُزَ ِ ّم ُشكَ ٍَب ُم ْْتَ ت َ ْع َهذُ فَيَ ََّب‬ َ ‫بُ ه َْو َى َن َُب أَثَب‬
َّ ‫ع ْج ِذ‬ ُ ََ ْ‫عث‬ُ ‫َف َقب َه‬
‫ع ْيقَ ََخُ فَب ّْت َ َهُْتُ ِإ َى ُْ ِه َو ُه َى ََقُى ُه‬ َ ‫سيَهُ َحب َجخ ِإىًَ َهزَا أَش‬
َّ َ‫َبس ِإى‬
َ ‫ٍ فَقَب َه ََب‬ َ ُْ َ‫َّللاِ أ َ ُْ ى‬
َّ ُ‫ع ْجذ‬َ ‫َسأَي‬
‫ع‬ َ َ ‫ة ٍَ ِْ ا ْست‬
َ ‫طب‬ َّ ‫سيَّ ٌَ ََب ٍَ ْعش ََش اى‬
ِ ‫ش َجب‬ َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ ًَّ‫طي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ٍ ُّ ‫أ َ ٍَب َى ِئ ِْ قُ ْيتَ رَىِلَ َىقَ ْذ َقب َه َىَْب اىَّْ ِج‬
‫ظ ْى ًِ فَئَِّّهُ ىَهُ ِو َجبء‬َّ ‫ٍِ ْْ ُن ٌْ ْاىجَب َءح َ فَ ْيَُت َضَ َّوجْ َى ٍَ ِْ ىَ ٌْ ََ ْست َِط ْع فَعَيَ ُْ ِه ثِبى‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh Telah
menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan kepada
kami Al A'masy ia berkata; Telah menceritakan kepadaku
Ibrahim dari 'Alqamah ia berkata; Aku berada bersama
Abdullah, lalu ia pun ditemui oleh Utsman di Mina. Utsman
berkata, "Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya aku memiliki
hajat padamu." Maka keduanya berbicara empat mata. Utsman
bertanya, "Apakah kamu wahai Abu Abdurrahman kami

25
Imam Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, dalam Bab Nikah Hadist No. 1772 (Aplikasi Kutubuttis‟ah:
Pustaka Lidya).
10

nikahkan dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu apa


yang kamu lakukan?" Maka ketika Abdullah melihat bahwa ia
tidak berhasrat akan hal ini, ia pun memberi isyarat padaku
seraya berkata, "Wahai 'Alqamah." Maka aku pun segera menuju
ke arahnya. Ia berkata, "Kalau Anda berkata seperti itu, maka
sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda
kepada kita: 'Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang
telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, dan
barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena
hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya”. (HR. Bukhari)26
Selanjutnya terdapat pula dalam hadits:

َ ‫ع ِْ ٍُ َح ََّ ِذ ث ِِْ إِث َْشاه‬


ِِْ ‫ٌُِ ث‬ َ ِِْ ‫ع ِْ ََحْ ًَُ ث‬
َ ‫س ِعُ ٍذ‬ َ ‫عخَ َحذَّثََْب ٍَب ِىل‬
َ َ‫َحذَّثََْب ََحْ ًَُ ث ُِْ قَض‬
ًَّ‫طي‬َ ٍ ُّ ِ‫ع ْْهُ قَب َه اىَّْج‬ َّ ٍ
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ػ‬
ِ ‫ة َس‬ َّ ‫ع ََ َش ث ِِْ ْاىخ‬
ِ ‫َطب‬ ُ ِْ ‫ع‬
َ ‫بص‬ ٍ َّ‫ع ْيقَ ََخَ ث ِِْ َوق‬
َ ِْ ‫ع‬
َ ‫ث‬
ِ ‫بس‬ِ ‫ْاى َح‬
‫سى ِى ِه‬ َّ َ‫َت هِجْ َشتُهُ إِى‬
ُ ‫ىبَّللِ َو َس‬ ْ ّ‫ا ٍَب ّ ََىي فَ ََ ِْ َمب‬ ٍ ‫سيَّ ٌَ ْاىعَ ََ ُو ثِبىَُِّّْ ِخ َوإَِّّ ََب َِل ٍْ ِش‬
َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ
َ ُ‫َّللا‬
‫ُظُجُ َهب أ َ ْو‬
ِ َ‫َت هِجْ َشتُهُ إِىًَ دُ َُّْب‬ ْ ّ‫سيَّ ٌَ َو ٍَ ِْ َمب‬
َ ‫عيَ ُْ ِه َو‬ َّ ًَّ‫طي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫سى ِى ِه‬ َّ ًَ‫فَ ِهجْ َشتُهُ إِى‬
ُ ‫َّللاِ َو َس‬
‫ْاٍ َشأَحٍ ََ ْْ ِن ُح َهب فَ ِهجْ َشتُهُ إِىًَ ٍَب هَب َج َش إِىَ ُْ ِه‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Qaza'ah Telah
menceritakan kepada kami Malik dari Yahya bin Sa'id dari
Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits dari 'Alqamah bin Waqash
dari Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu ia berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya setiap
amal itu tergantung pada niatnya. Dan bagi seseorang adalah apa
yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
barangsiapa yang hijrahnya lantaran dunia yang hendak ia kejar
atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu adalah
sekedar kepada apa yang ia inginkan". (HR. Bukhari)27
c. Undang-undang Pernikahan No 1 Tahun 1974
Dasar hukum pernikahan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974
pada pasal 1 bahwa: “Pernikahan ialah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

26
Imam Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, dalam Bab Nikah Hadist No. 4677 (Aplikasi Kutubuttis‟ah:
Pustaka Lidya).
27
Imam Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, dalam Bab Nikah Hadist No. 4682 (Aplikasi Kutubuttis‟ah:
Pustaka Lidya).
11

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan


Yang Maha Esa”.28
d. Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam, pernikahan ialah akad yang sangat
kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Pernikahan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2
29
ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan. Karena
pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam
hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan
keturunannya, melainkan antara dua keluarga.
Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara
perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia
maupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan
terciptanya keluarga yang sejahtera, karena keluarga merupakan lembaga
terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sangat
tergantung pada kesejahteraan keluarga. Demikian pula kesejahteraan
perorangan sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan hidup keluarganya.
Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci.
Keluarga terbentuk melalui pernikahan, karena itu pernikahan sangat
dianjurkan oleh Islam bagi yang telah mempunyai kemampuan. Tujuan itu
dinyatakan dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah.30

28
Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, 73.
29
Kompilasi Hukum Islam, 2.
30
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqh Jilid II, (Mei 1983), 57.
12

4. Syarat dan Rukun Pernikahan


Pernikahan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan
rukunnya. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena syarat-syarat tersebut
mengikuti rukun nikah, syari‟at Islam telah menetapkan beberapa syarat dan
rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan.
Rukun adalah hal yang menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu.
Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya atau dengan kata
lain hal yang harus ada. Adapun menurut Jumhur ulama sepakat bahwa rukun
pernikahan itu terdiri atas31:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya
yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang
menyaksikan akad nikah tersebut.
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, daan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam32, rukun nikah ada lima.
Diantaranya:
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi
e. Ijab dan qabul
Ada pun rukun nikah menurut empat mazhab, yaitu33:

31
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-
1, 64-68.
32
Kompilasi Hukum Islam, 5.
13

a. Menurut Imam Malik, bahwa rukun nikah yaitu:


1. Wali dari pihak perempuan
2. Mahar (maskawin)
3. Calon pengantin laki-laki
4. Calon pengantin perempuan
5. Sighat akad nikah
b. Menurut Imam Syafi‟I, bahwa rukun nikah yaitu:
1. Calon pengantin laki-laki
2. Calon pengantin perempuan
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Sighat akad nikah.
c. Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu
akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-
laki).
d. Menurut Hambali
1. Sighat (ijab dan qabul)
2. Wali
3. Pihak laki-laki dan perempuan
4. Pihak perempuan dan laki-laki saling ridha
5. Dua orang saksi
Sedangkan syarat sahnya perkawinan merupakan dasar bagi sahnya
perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah, dan
menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. „Syarat
yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya pekerjaan
(ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu
sedangkan sah yaitu sesuatu pekejaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan

33
Wahbah az-Zuhaili, Terjemahan Fiqih Islam wa-Adillatuhu, (Jakarta: Darul Fikr, 2007), 45.
14

syarat.34Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa syarat-


syarat pernikahan, yaitu:35
a. Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
b. Untuk melangsungkan pernikahan seorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali,
orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah
dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam
keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
e. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka
tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hokum
tempat tinggal orang yang akan melangsungkan pernikahan atas
permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
f. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan
yang bersangkutan tidak menentukan lain.

B. Hikmah dan Tujuan Pernikahan


Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan

34
Tihami, Fikih Munakahat:Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 12.
35
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, 75-76.
15

utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah. Untuk mencapai
kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah
telah membekali syari‟at dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia
dengan baik.Demikian Allah juga menjadikan makhluk-Nya berpasang-pasangan,
menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina
begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya
manusia itu hidup berpasang-pasangan, hidup dua sejoli, hidup suami istri,
membangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah ada ikatan
yang kokoh yang tak mungkin putus dan diputuskannya ikatan akad nikah atau ijab
qabul pernikahan.36
Bila akad telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia akan
membangun satu rumah tangga yang damai dan teratur, akan sehidup semati, sesakit
dan sesenang, merunduk sama bungkuk, melompat sama patah, sehigga mereka
menjadi satu keluarga. Mereka akan melahirkan keturunan yang sah, kemudian
keturunan mereka itu akan membangun pula rumah tangga yang baru dan keluarga
yang baru dan begitulah seterusnya. Islam menetapkan bahwa untuk membangun
rumah tangga yang damai dan teratur itu haruslah dengan pernikahan dan akad
nikah yang sah, serta diketahui sekurang-kurangnya dua orang saksi, bahkan
dianjurkan supaya diumumkan tetangga dan karib kerabat dengan mengadakan
pesta pernikahan (walimahan).37 Hikmah pernikahan pada semua makhluk adalah
sebagai penjelasan bahwa Allah itu benar (haq) dan sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah, itulah hikmah yang paling agung.38
Adapun hikmah langsung yang akan dirasakan oleh orang-orang yang
menikah dan dapat dibuktikan secara ilmiah:39

36
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, 39.
37
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. Ke-5, 31.
38
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991), cet. Ke-1, 6.
39
Ending Mintarja, Menikahlah Denganku Atas Nama Cinta Ilahi, (Jakarta: Qultum Media, 2005),
82-84.
16

1. Sehat
Nikah itu sehat, terutama dari sudut pandang kejiwaan. Sebab nikah
merupakan jalan tengah antara gaya hidup yang bebas dalam menyalurkan
hasrat seksual (free sex) dan gaya hidup yang menutup diri dan menganggap
seks sebagai sesuatu yang kotor.
2. Motifator Kerja Keras
Tidak sedikit para pemuda yang semula hidupnya santai dan malas-malasan
serta berlaku boros Karen merasa tidak punya beban dan tanggung jawab,
ketika akan dan sesudah menikah menjadi terpacu untuk bekerja keras karena
dituntut oleh rasa tanggung jawab sebagai calon suami dan akan menjadi
kepala rumah tangga serta keinginan membahagiakan semua anggota keluarga
(istri dan anak-anaknya).
3. Bebas Fitnah
Hikmah pernikahan yang tidak kalah penting dilihat dari aspek kehidupan
bermasyarakat ialah terbebasnya seseorang yang sudah menikah dari fitnah.
Fitnah disini berarti fitnah sebagai ujian buat diri sendiri dari segala gejolak
nafsu yang membara atau fitnah yang mempunyai makna tuduhan jelek yang
dating dari orang lain.
Tujuan pernikahan ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka
mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Seperti dalam
Kompilasi Hukum Islam pasal 3 bahwa40: “pernikahan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Sedangkan dalam
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 bahwa, “pernikahan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.41

40
Kompilasi Hukum Islam, 2.
41
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, 73.
17

Sebenarnya masih ada banyak tujuan pernikahan lainnya juga menjadi


harapan setiap pasangan suami istri, diantaranya:42
1. Menyempurnakan akhlak.
2. Menyempurnakan pelaksanaan agama.
3. Melahirkan keturunan yang mulia.
4. Menciptakan kesehatan dalam diri, secara fiik dan non fisik.
5. Menjadi keinginan setiap pasangan pengantin adalah mendidik generasi baru.
Menurut pendapat Imam Al-Ghazali tujuan dan faedah pernikahan itu ada
lima hal, yaitu:43
1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.
2. Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari
masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
5. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal,
dan memperbesar rasa tanggung jawab.
Ada pula yang menyatakan bahwa tujuan pernikahan ialah:44
1. Menenteramkan jiwa
Bila sudang terjadi aqad nikah, wanita merasa jiwanya tenteram, karena
merasa ada yang melindungi dan bertanggung jawab dalam rumah tangga.
Begitu pula suami merasa tenteram karena ada pendampingnya untuk mengurus
rumah tangga, tempat menumpahkan perasaan suka dan duka, dan teman
bermusyawarah dalam berbagai persoalan hidup.

42
Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya, (Jakarta: Visimedia, 2007), 9-13.
43
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. Ke-5, 27.
44
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja Prenada Media
Group, 2003), cet. Ke-2, 13-21.
18

2. Mewujudkan (melestarikan) keturunan


Biasanya sepasang suami istri tidak ada yang tidak mendambakan anak
untuk meneruskan keturunan. Semua manusia merasa gelisah, apabila
pernikahannya tidak menghasilkan keturunan. Rumah tangga terasa sepi, karena
pada umumnya orang rela bekerja keras adalah untuk kepentingan keluarga dan
anak cucunya.
3. Memenuhi kebutuhan biologis
Hampir semua manusia yang sehat rohani dan jasmaninya menginginkan
hubungan seks. Keinginan tersebut adalah alami, tidak usah dibendung dan
dilarang. Tetapi pemenuhan kebutuhan biologis tersebut harus diatur melalui
pernikahan.
Sarana pemenuhan kebutuhan seksual atau dorongan libido (syahwat)
yang merupakan insting dasar semua makhluk Allah. Yang paling jelas bentuk
penyaluran kebutuhan dasar itu ada pada binatang dan manusia, yaitu melalui
alat kelamin mereka. Untuk penyaluran yang benar dari rasa suka dan cinta itu
Islam mebuat syari‟at untuk manusia, yakni pernikahan.45
4. Latihan memikul tanggung jawab
Apabila pernikahan dilakukan untuk mengatur fitrah manusia, maka
latihan memikul tanggung jawab sangat penting. Hal ini berarti, bahwa
pernikahan berarti pelajaran dan latihan praktis bagi pemikul tanggung jawab
itu dan pelaksanaan segala kewajiban yang timbul dari pertanggungjawaban
tersebut.
Dari beberapa penjabaran tujuan pernikahan diatas, maka semuanya sangatlah
penting. Tujuan pernikahan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-
matang, agar kelangsungan hidup berumah tangga dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.

45
Mohammad Monib, Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), cet-ke1, 38.
19

C. Pernikahan Hamil di luar Nikah


Pernikahan wanita hamil adalah seorang wanita yang hamil sebelum
melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh pria yang
menghamilinya.46Zaman dahulu, orang tua sangat risau apabila anak gadisnya
belum pulang menjelang magrib. Atau orang tua sangat khawatir apabila anaknya
bergaul terlalu dekat dengan temannya yang berlawanan jenis. Akan tetapi, yang
terjadi sekarang sangat kontras perbedaannya. Pergaulan bebas antar lawan jenis
sudah dianggap lumrah di kalangan anak muda sekarang bahkan sudah dianggap
kebutuhan. Begitu pun faktor penyebab pernikahan hamil di luar nikah dipicu juga
oleh tayangan-tayangan televisi yang sensual dan membangkitkan syahwat serta
VCD-VCD dan media-media porno yang merajalela di mana-mana.47
Pernikahan hamil di luar nikah merupakan perbuatan zina, yang mana zina
tersebut merupakan salah satu perbuatan keji yang paling buruk dan juga termasuk
dosa-dosa besar.48Ada beberapa hal yang mengatur hukum menikahi wanita hamil
yakni berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan pendapat ulama, yaitu:
1. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 53 menjelaskan49:
a. Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
b. Perkawinan dengan wanita hamil disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
c. Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Adapun dasar pertimbangan Kompilasi Hukum Islam terhadap wanita
hamil yaitu al-Qur‟an surat an-Nur ayat 3:

46
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet. Ke-1, 45.
47
Dudung Abdul Rohman, Mengembangkan Etika Berumah Tangga Menjaga Moralitas Bangsa
Menurut Pandangan al-Qur’an, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), 42.
48
Syarief, Menikahlah Engkau Akan Selamat, (Semarang: Pustaka Adnan), 11.
49
Kompilasi Hukum Islam, 15.
20

َ َ‫ۚۡك َو ُح ِ ّش ًَ ٰرَىِل‬ٞ ‫اُ أ َ ۡو ٍُ ۡش ِش‬


ًَ‫عي‬ َّ ‫ٱىضاٍِّ ََل ََْ ِن ُح ِإ ََّل صَ اَُِّخً أ َ ۡو ٍُ ۡش ِش َم ٗخ َو‬
ٍ َ‫ٱىضاَُِّخُ ََل ََْ ِن ُح َهب ٓ إِ ََّل ص‬ َّ
٤ ٍَُِِِْ ‫ۡٱى َُ ۡؤ‬
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina
tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang
yang mu‟min”.50
Ayat al-Qur‟an tersebut menunjukan bahwa kebolehan perempuan hamil
nikah dengan laki-laki yang menghamilinya merupakan pengecualian. Oleh
karena itu, laki-laki yang menghamili itulah yang tepat menjadi suaminya.
Selain itu, pengidentifikasian dengan laki-laki musyrik menunjukan keharaman
wanita yang hamil dimaksud menjadi syarat larangan terhadap laki-laki yang
baik untuk menikahinya.
Kebebasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan akhir-akhir ini
semakin marak, bahkan sampai banyak mengakibatkan hamil di luar nikah. Di
dalam masyarakat apabila perempuan hamil di luar nikah kebanyakan
menempuh cara ada yang lari ke dokter untuk menggugurkan kandungannya
dan ada yang segera melangsungkan pernikahan. Solusi pengguguran jelas
melanggar syari‟at, jadi haram hukumnya sama hal nya dengan melakukan
pembunuhan manusia.
2. Menurut Ulama‟
Ada beberapa pendapat ulama‟, diantaranya:51
a. Imam Abu Hanifah berpendapat: bahwa boleh menikahi perempuan hamil
dari perbuatan zina dengan syarat yang menikahi bukan laki-laki yang
menghamilinya, tidak boleh menggaulinya sehingga ia melahirkan.
b. Imam Malik dan Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat: bahwa tidak
boleh menikahi perempuan dari perbuatan zina oleh laki-laki yang bukan
menghamilinya kecuali telah melahirkan dan telah habis masa iddah-nya.

50
Aplikasi al-Qur‟an dan Terjemahan, Surat an-Nur ayat 3.
51
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), 58.
21

Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, bahwa boleh menikahi


perempuan hamil dari perbuatan zina oleh laki-laki yang bukan
menghamilinya, yaitu perempuan tersebut telah tobat dari perbuatan
maksiatnya dan jika ia belum tobat, maka tidak boleh menikahinya
meskipun ia telah habis masa iddah-nya.
c. Imam Syafi‟i: bahwa menikahi perempuan hamil oleh sebab zina
hukumnya boleh, baik oleh laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki
lain. Alasannya karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan
wanita yang diharamkan untuk dinikahi.

Anda mungkin juga menyukai