1
Kartono kartini, Psikologi Wanita (1) Gadis Remaja dan Wanita-Wanita, (Bandung:Mizan, 1997)
2
Aziz Muh Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: AMZAH, 2009) 37
dianggap sakral dalam upacara pernikahan dalam adat jawa3. Pernikahan adat
jawa yang dibawa oleh nenek moyang pada jaman dahulu masih sangt melekat
pada ingatan masyarakat jawa saat ini, dibuktikan dengan adanya masyarakat jawa
yang beragama islam masih menggunakan dan mempertahankan tradisi tersebut.
Rangkain tradisi pernikahan adat jawa saling berkesinambungan dan saling
mendukung antar satu tradisi dengan tradisi yang lain. Masyarakat jawa sangat
menjaga tradisi tersebut guna menghormati dan saling mentolerir satu sama lain
nya. Tradisi sebenarnya bukanlah hal yang harus ditakuti salama tradisi- tradisi
tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan agama islam. Islam sebenanya
agama yang sangat terbuka bagi siapa saja, islam termasuk agama yang mudah
beradaptasi untuk tumbuh dan tetap eksis di segala tempat dan dalam berbagai
waktu. Hanya saja dengan adanya pengaruh lokalitas dan tradisi dari beberapa
kelompok dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim.
B. Metode penelitian
Penelitian ini di lakukan di Bandar Jaya Lampung tengah pada bulan mei
2021. Metode yang di jadikan acuan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,
pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi dan interview,mengambil
dokumentasi-dokumentasi yang di ambil oleh warga sekitar dan juga interview
kepada salah satu orang tua yang paham tentang tradisi pernikahan adat jawa agar
mendapat berita yang terpercaya dan asli. Sedangkan untuk menjelaskna sebuah
fenomena penelitain ini menggunakan metode deskriptif agar dapat menguaraikan
tentang fenomena tersebut dengan lebih jelas dan rinci.penelitian ini juga
mengumpulkan beberapa karya-karya ilmiah yang membahas tentang pernikahan
adat jawa dan juga pandangn hukum islam menurut tradisi tersebut. Setelah semua
data dikumpulkan lalu peneliti memilih data-data yang penting dan di perlukan
dalam penelitian ini setelah data-data yang dibuthkan sudah lengkap langkah
selanjutnya adalah membuat kesimpulan.
C. Pembahasan
1. Pernikahan dalam islam
a. Pengertian pernikahan dalam islam
Perkawinan merupakan sunnatullah berlaku bagi semua mahluk
ciptaan allah swt baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan harus mengikuti tata cara yang berlaku dimasyarakat dan
legal. Perkawinan diatur oleh syariat dengan peraturan yang menjunjung
nilai-nilai kemanusiaan. Secara bahasa pernikahan berasal dari kata nikah,
yang artinya pencampuran dan penggabungan4. Secara istilah, menurut
imam syafi’i, nikah (kawin) yaitu akad yang dengannya menjadi halal
hubungan seksual antara pria dengan wanita. Menurut imam hanafi, nikah
(kawin) yaitu akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual
sebagai suami istri yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita.
Menurut imam malik, nikah adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum semata-mata untuk membolehkan wathi’ (bersetubuh), bersenang-
3
Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa, (Yogyakarta: NARASI (Anggota IKAPI), 2010) 194
4
Syaikh Hassan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 3
senang, dan menikmati apa yang ada pada diri seseorang wanita yang
boleh nikah dengannya5. (dalam arti terminologis di dalam دخ:زضً ٍ اثبٚ ذ:ػق
ٔ ٔجٚ yang
ا ٕنطء ثهفظdengan diartikan banyak fiqih kitab-kitab اال::ا كب َح::انزض
artinya yaitu akad atau perjanjian yang mengandung maksud
membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz naka-ha atau
za-wa-ja6.
Para ahli fiqih biasa menggunakan rumusan definisi sebagaimana tersebut
diatas dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Penggunaan lafaz akad( ػقذuntuk menjelaskan bahwa perkawinan
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak yang
bersangkutan yaitu dari pihak mempelai laki-laki dan dari mempelai
perempuan.
2) Penggunaan ungkapan )طءان دخ اثبً ٍ زضٚ
ٕ yang mengandung maksud
membolehkan hubungan kelamin), karena pada dasarnya hubungan
laki-laki dan perempuan itu adalah terlarang, kecuali ada hal-hal yang
membolehkannya secara hukum syara‟. Di antara hal yang
membolehakan hubungan kelamin itu adalah adanya akad nikah di
antara keduannya.
3) Penggunaan kata رضا اثكبح ثهفظ ٔٚ yang berarti menggunakan lafaz na-
ٔ ج,
ka-ha atau za-wa-ja yang mengandung maksud bahwa akad yang
membolehkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan
itu harus dengan menggunakan kata na-ka-ha dan za-wa-ja, oleh
karena dalam islam di samping akad nikah itu ada lagi usaha yang
membolehkan hubungan antara laki-laki dan perempuan itu, yaitu
pemilikan seorang laki-laki atas seseorang perempuan atau disebut
juga “perbudakan”. Bolehnya hubungan hubungan kelamin dalam
bentuk ini tidak disebut perkawinan atau nikah, tetapi menggunakan
kata “tasarri”7.
Menurut ajaran islam pernikahan disebut juga ibadah. Dalam sunnah
qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) rasulullah bersabda,
“barangsiapa yang menikah berarti ia telah melaksanakan separuh
(ajaran) agamanya, yang separuh lagi hendaknya ia bertaqwa kepada
allah” rasullullah menganjurkan bagi orang-orang yang sudah siap dhohir
dan batin nya agar segera menikah, karna menikah dapat menghindarkan
kita dari hal-hal atau perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh allah8.
Sedangkan pernikahan jika dilihat dari segi agama dapat diartikan sebagai
suatu segi yang sangat penting. Dalam agama, pernikahan dianggap
sebagai suatu hal yang suci. Upacara pernikahan adalah upacara yang suci,
kedua mempelai dijadikan suami istri atau saling meminta pasangan
hidupnya dengan menggunakan nama allah. Dari pengertian-pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan suci antara lak-
5
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 24.
6
Selamet abidin dan abuddin, fiqh munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
7
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Prenada Media,2003) 73
8
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997), h. 3.
laki dan perempuan, dengan pernikahan tersebut menjadikan laki-laki dan
perempuan hidup dalam ikatan yang suci dan sah secara syariat islam.
b. Larangan pernikahan dalam islam
Dalam hukum islam terdapat larangan pernikahan yang dalam fikih
disebut “mahram” (orang yang haram dinikahi). Di masyarakat istilah ini
sering disebut dengan muhrim sebuah istilah yang tidak terlalu tepat 9.
Yang dimaksut dengan mahrom adalah seorang perempuan yang haram
unuk dinikahi. Ulama fikih membagi mahram menjadi dua macam yaitu
mahram mu’aqqad (larangan waktu tertentu) dan mahram mu’abbad
(larangan untuk selamanya). Wanita yang haram dinikahi untuk waktu
yang selamanya terbagi kedalam tiga kelompok yaitu, wanita-wanita
seketurunan (al-muharramat min annasab), wanita-wanita sepersusuan (al-
muharramat min arr-da’ah), dan wanitawanita yang haram di nikahi karena
hubungan persemendaan (al-muharramat minal-musaharah.
Larangan muabbad, yaitu orang-orang yang haram melakukan
pernikahan untuk selamanya atau terikat dalam hubunga, antara lain:
Ibu
Anak
Saudara
Saudara ayah
Saudara ibu
Anak dari saudara laki-laki
Anak dari saudara perempuan
Selain larangan muabbad tersebut juga terdapat larangan mu’aqqod,
yaitu larangan menikah yang berlaku untuk sementara waktu disebabkan
oleh beberapa hal tertentu dan bila hal tersebut sudah tidak ada, maka
larangan tersebut tidak lagi berlaku. Larangan menikah sementara ini
berlaku dalam hal-hal berikut:
Menikahi dua saudara dalam satu masa
Poligami di luar batas
Larangan karena ikatan pernikahan
Larangan karena talak tiga
Larangan karena ihram
Larangan karena perzinaan
Larangan karena beda agama10
Larangan pernikahan dalam islam ini merupakan hal yang harus di
jauhi saat hendak melaksanakan pernikahan bagi para umat islam agar
9
Aminur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No.1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016), h. 145
10
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2000), h. 62.
pernikahannya sah menurut syariat islam dan menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah dan warahmah.
c. Tatacara perkawinan dalam islam
1) Sebelum pernikahan
a) Meminta Pertimbangan
Bagi seorang laki-laki sebelum ia memutuskan untuk
mempersunting seorang wanita untuk menjadi istrinya, sebaiknya
ia juga meminta pertimbangan dari keluarga baik dari pihaknya
sendiri maupun pihak wanita tersebut yang baik agamanya,
sehingga dapat memberikan pertimbangan yang jujur dan adil.
b) Sholat Istikharah.
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon
istrinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya
diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan,
karena istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah agar
diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik unuknya.
c) Khithbah (peminangan)
Di dalam al-quran terdapat ayat yang menjelaskan tentag
khitbah yang artinya “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu (QS. Al Baqarah:
235). Setelah mendapat kemantapan dalam menentukan wanita
pilihannya, hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut
harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu
meminta agar direstui untuk menikahi anaknya.
Adapun wanita yang boleh dipinang adalah yang memenuhi
dua syarat:
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syar‟i yang
menyebabkan laki-laki tersebut dilarang untuk
mempersuntingnya, seperti karena nasab dan hubungan darah.
Belum dipinang oleh orang lain secara sah, sebab Islam
melarang seseorang meminang pinangan saudaranya
17
Firda Rahma, “Mengetahui Larangan Pernikahan dalam Tradisi Jawa”, (On-line), tersedia di:
http://travellingyuk.com/larangan-pernikahan-dalam-tradisi-Jawa/227480 (19 Februari 2020)
18
Ibid., h. 113
6) Sedulur pancer wali atau pancer lanang.
Bila calon itu (anak gadis) anak saudara laki-laki ayah, orang jawa
menyebutnya dengan istilah sedulur pancer19.
Tradisi larangan menikah ini sangatlah kental dalam masyarakat
adat jawa, mereka tidak berani melanggar larangan-larangan tersebut
karena banyak kalangan masyarakat yang memiliki kepercayaan bahwa
tradisi larangan itu akan mengakibatkan hal buruk atau musibah seperti
kesulitan ekonomi, tertimpa penyakit, perceraian, kematian dan
sebagainya. Sehingga penundaan bahkan pembatalan pernikahan
menjadi sebuah solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Dalam hal ini, pihak calon pasangan suami istri sangat dikecewakan
akan adanya pembatalan tersebut sehingga tak jarang banyak yang
frustasi. Bukan karena ketidakcocokan lahir batin di antara mereka
tetapi karena adanya semacam”rambu-rambu” larangan menikah yang
sudah menjadi norma dalam masyarakat 20. Adanya aturan-aturan yang
dijadikan tradisi tersebut sangatlah bertentangan dengan islam bahkan
tidak ada ajaran islam yang mengatur tentang larangan pernikahan
berdasarkan tradisi adat, adapun larangan nikah dalam konteks islam
adalah larangan menikah karena nasab, sepersusuan dan karena ada
hubungan pernikahan serta sebab syara’ lainnya.
c. Tatacara pernikahan adat jawa
1) Sebelum pernikahan
a) Siraman
Siraman adalah acara memandikan calon pengantin di rumah
masing-masing mempelai. Siraman ini dilakukan pada siang
sebelum prosesi pernikahan agar suci dan bersih untuk acara
midodareni malam nya dan untuk pernikahan esok harinya. Dan
sebagian air yang digunakan untuk mandi memepelai
perempuan dioleskan ke kendi yang akan dibawa kerumah
mempelai laki-laki. Ibu mempelai perempuan sabun
mngeoleskan sabun ke badan mempelai perempuan dan orang-
orang berjumlah ganjil menyiramkan air ke mempelai
perempuan tidak hanya ibu calon pengantin akan tetapi semua
ibu yang dianggap baik boleh ikut menyiramkan air.
b) Pemecahan kendi
Setelah acara siraman selanjutnya ibu calom pengantin
peremouan memecahkan kendhi. Maksudnya adalalah bahwa
menunjukkan bahwa calom pengantin peremuan sudah dewasa
dan siap untuk hidup dengan calon suaminya dan siap
meninggalkan ayah, ibu dan keluarganya.
c) Memotong rambut
Prosesi ini juga sebagai menunjukkan bahwa masa kanak-kanak
nya sudah berakhir dan siap untuk memulai kehidupan yang
19
Ririn Mas’udah, "Fenomena Mitos Penghalang Perkawinan Dalam Masyarakat Adat
Trenggelek”. Jurnal Hukum dan Syariah, Vol. 1, No, 1. (2010) h. 01-120
20
Miftahul Huda, “Membangun Model Bernegosiasi Dalam Tradisi Larangan-Larangan
Perkawinan Jawa”, Jurnal Epistemé, Vol. 12 No. 2 (Desember 2017) h. 383-409
baru bersama calon pasangan nya. Pengantin laki-laki juga di
potong rambut nya sedikit lalu di bawa ke rumah penganti
perempuan di satukan dengan milik pengantin perempuan lalu
di kubur di kebun. Lalu sang ayah menggendong putri ny masuk
kekamar sebagai lambing kasih sayang terakhir ayah kepada
anak nya dan menunjukkan bahwa ayah mengantarakn anak nya
untuk siap hidup mandiri dan memulai keluarga sendiri.
d) Dodol dawet
Dodol dawet merupaka sebuah upacara yang khas didalam
sebuah perkawinan, tidak semua perkawinan menggunakan
upacara ini hanya beberapa saja. Dodol dawet merupakan salah
satu rangkaian dari midodareni yang berupa pengantin wanita
ataupun ibunya berjualan cendol dan pembelinya adalah sodara
tetangga dan para tamu undangan yang hadir. Sedangkan
transaksi pembeliannya tidak menggunakan uang akan tetapi
bertukar dengan barang yang bida digunakan oleh pengantin.
Dawet yang dijula harus habis malam itu jugas
e) Nebus kembar mayang
Nebus kembar mayang dilakukan bersamaan dengan
midodareni. Kembar mayang adalah sebuah replica yang terbuat
dari janur. Prosesi nebus kembar mayang ini adalah dukun
temanten sebagai perwakilan dari pihak laki-laki membeli
kembar mayang dari pihak perempuan dengan harga ganjil dan
atas kesepakatan dari pihak laki-laki. Lalu ibu dari calon
pengantin perempuan membawa paying yang di saksikan oleh
bapak dari pengantin perempuan. Kemudian kembar mayang
ilik pengantin laki-laki di letakkan pada tempat yang telah
disediakan berjejeran dengan milik pengantin perempuan dan
diletakkan dengan sangat hati-hati. Salah satu tujuan dari
kembar mayang ini adalah penempatan mayang yang berjejeran
yang berarti bahwa calon pengantin sudah yakin dengan calon
pasangan hidup yang mereka pilih.
f) Slametan midodareni
Adalah sebuah upacara penyambutan pihak laki-laki yang di
lakukan di rumah pihak perempuan. Lalu pihak laki-laki
menyampaikan maksut dan tujuan yaitu menyerahkan laki-laki
ke pada pihak perempuan. Dan dilanjutkan dengan prosesi
penjamuan dan doa bersama
g) Nyantri
Saat upacara midodareni selesai maka pengantin laki-laki yang
rumah nya jauh akan tinggal dan menginap di rumah calon
pengantin perempuan dan saat prosesi nyantri itu berlangsung
mereka dilarang bertemu.
h) Langkahan atau nglangkahi
Langkahan atau nglangkahi dilakukan jika seorang adik
menikah lebih dulu dari pada seorang kakak. Dalam setiap
daerah tentunya memiliki cara yang berbeda-beda. Tujuanya
dari langkahan agar saling mendoakan antar adik dan kakak.
Prosesnya adalah sang adik memberikan baju batik dan uang,
2) Saat pernikahan
a) Ngerik atau merias
Pada hari pernikahan calon pengantin di rias dari pagi dan pada
prosesi merias terdapat prosesi ngerik. Ngerik yaitu
menghilangkan bulu-bulu halus yang ada di sekitar wajah.
Tujuan ngerik adalah untuk membung kejelekan dan kesialan
yang terdapat pada pengantin.
b) Akad nikah
Akad nikah disebut juga ijab qobuladalah sebuah prosesi yang
memnjadikan laki-laki dan perempuan sah menjadi sepasang
suami istri. Prosesi akad nikah bisa dilaksanakan di rumah,
KUA, masjid sesuai dengan kesepakatan keluarga
manten.prosesi akad nikah disaksikan oleh oleh pegawai KUA
dan beberapa saksi, pertama penghuu atau kiai membacakan
syarat-syarat pernikahan lalu ayah atau wali pengantin
perempuan menyerahkan anak nya kepada calon pengantin laki-
laki. Setelah kedua pihak setuju bahwa mereka menikah atas
kehndak mereka dilanjutkan dengan ijab dan qobul yang di
saksikan oleh saksi dan orang-orang yang ada.
c) Panggih temanten
Setelah ijab qobul selesai prosesi selanjutnya adalah panggih
temanten. Panggih temanten adalah bertemunya kedua
pengantin setelah ijab qobul. Pengantin laki-laki yang diikuti
dengan dua orang laki-laki dan keluarga menuju rumah
pengentin perempuan sedangkan pengantin perempuan sudah
menunggu digapuro. Lalu setelah itu pengantin duduk di tempat
yang telah di siapkan.
d) Sawat-sawatan
Yaitu sebuah proses pengantin laki-laki dan perempuan saling
melempar daun sirih. Prosesi ini memiliki arti bertemunya
kedua perasaan yaitu perasaan pengantin laki-laki dan pengantin
perempuan.
e) Ngidak endok
Yaitu proses dimana pengantin laki-laki menempelkan telur
kedahinya sendiri dan juga kedahi pengantin perempuan, setelah
itu pengantin laki-laki melemparnya agar telurnya pecah. Arti
dari prosesi ini adalah bahwa keperawanan pengantin
perempuan akan segera hilang, setelah bersama diharapkan
segera memiliki momongan.
f) Wiji dadi
Prosesi selanjutnya adalah pengantin perempuan membasuh
kaki pengantin laki-laki dengan air kembang. Prosesi ini
bertujuan bahwa anak atau keturunan nya nanti menjadi anak
yang baik.
g) Timbang
Prosesi ini dilakukan dengan cara pengantin putri duduk di kaki
kaki kanan ayah pengantin perempuan dan pengantin
perempuan duduk di kaki kiri sang ayah, dan ayah pengnatin
perempuan memeluk mereka berdua. Arti dari prosesi ini adalah
agar pengantin laki-laki dan perempuan selalu saling seimbang
dalam rasa, cipta dan karsa.
h) Kacar-kucur
Prosesi ini dilakukan dengan cara pengantin laki-laki membawa
sebuah wadah yang berisi beras, sayuran, dan uang logam, lalu
semua itu ditunagkan kedalam piring yang dibawa oleh
pengantn perempuan. Prosesi ini memiliki arti bahwa laki-laki
itu seorang tulang punggung keluarga yang menfkahi anak dan
istrinya kelak.
i) Dhahar kembul atau dulangan
Prosei ini dilakukan dengan cara penganti perempuan dan laki-
laki makan bersama dan saling menyuap. Pengantin perempuan
menyuap pengantin perempuan dan pengantin perempuan
menyuap pengantin laki-laki. Prosesi ini memiliki arti ketika
mereka sudah menjadi suami istri mereka dapat menikmati apa
yang sedang mereka lakukan, dan apa yang sedang miliki serta
selalu bersyukur satu sama lainnya.
j) Sungkeman
Prosesi ini adalah prosesi terakhir yaitu kedua pengantin
meminta maaf kepada orang tua mereka sendiri ataupun orang
tua pasangan mereka. Proses nya dalah pertama kali pengantin
perempun meminta maaf kepada pengantin laki-laki, selanjutnya
meminta maaf kepada orang tua pengantin perempuan, dan
dilanjutkan dengan orang tua pengantin laki-laki. Sungkeman
merupakan bentuk kerendahan hati pengantin terhadap kedua
orang tua.
k) Resepsi
Setelah selesai melakukan serangkaian prosesi upacar
pernikahan prosei selanjutnya adalah foto bersama dengan
keluarga dan tamu undagan yang hadir pada saat itu. Resepsi
merupakan berita atau pemberitahun kepada orang lan bahwa
telah menikah laki-laki dan perempuan agar tidak menimbulkan
fitnah ketika mereka bepergian bersama.
3. Pernikahan adat jawa dalam pandangan hukum islam
Pernikahan merupakan sebuah pristiwa yang berhubugan dengan
kehidupan manusia. Pernikahahn menyebabkan terjadinya hubungan sosial
antara orang tua, saudara dan jugab tetangga. Didalam islam pernikahan
merupakan ibadah yang dilakukaj unttuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Pernikahan didalam islam tidak hanya hubungan antara laki-laki dan
perempuan akan tetapi sebuah ikatan lahir dan ikatan batin yang terdapat
pada laki-laki dan perempuan, ikatan yang terjalin pun bersifat suci yang
akan membentuk keluarga yang bahagia, saling mencintai dan saling
mengerti. Didalam islam pernikahan sah apabila sesuai dengan syarat-
syarat yang ada di dalam islam. Masyarakat menganggap pernikahan adat
jawa sebagai budaya yang sudah dilakukan secara turun temurun dari
nenek moyang hingga saat ini. Mereka menganggap pernikahan adat jawa
akan menyebabkan perkawinan bersifat kekal, bahagia dan lancar rizkinya.
Uparacara pernikahan adat jawa sudah dilakukan sejak nenek moyang
hingga saat ini. Pernikahan adat di jawa dilakukan sesuai denga urutan nya
yang dimulai dengann siraman dan seterusnya, prosesi pernikahan adat jaa
di anggap sakral bagi masyarakat.
Menurut kaidah ushul fiqih yang terdapat di dalam islam ada sebuah
bab yang menjelaskan tentang adat dan kebiasaan orang terdahulu yang di
sebut al ‘adatu mukhakkamatun maksutnya adat dan tradisi yang terdapat
pada masyarakat umum bisa dijadikan dasar hukum. Di dalam ushul fiqih
al’adatu juga di sebut dengan al-urf yang memiliki arti sama, sebuah
budaya atau adat, budaya bisakan di katakan sebagai urf jika sudah di
lakukan secara berulang-ulang. Al urf adala sesuatu yang yang telah
menjadi tradisi baik itu berupa ucapan ataupun perbuatan. Al-urf sama
degan al ‘adah tidak ada perbedaan bagi keduanya, sedangkan al-urf
berbeda dengan ijma’, ijma sendiri memiliki arti kesepakatan, yaitu
kesepakatan para ulama21.
Al-urf di bagi menjadi dua yaitu:
Al-Urf Shohih
Adalah sebuah adat istiadat yang tidak bertentangan dengan al-quran
dan hadits, adat yang tidak menghilangkan manfaat-manfaat yang ada
di dalam nya serta tidak membawa keburukan bagi masyarakat.
Al- urf fasid
Adalah sebuah adat istiadat yang bertentangan dengan al-quran dan
hadist yang ada di dalam agama islam. Biasanya adat yang seperti itu
akan mebawa keburukan bagi masyarakat 22.
Al-urf shohih harus di pertahankan dalam islam, para imam madhzhab
bahwa urf shohih dapat di jadikan sebagai sumber dasar hukum islam,
seperti halnya Malik mendasarkan sebagian besar hukumnya kepada amal
perbuatan penduduk Madinah. Ibnu Abidin telah menyusun Risalah bahwa
“apa-apa yang dimengerti secara „urf adalah seperti yang disyaratkan
menurut syara‟, dan yang telah tetap menurut „urf adalah seperti yang
telah tetap menurut nash. Maksudnya adat kebiasaan dapat dijadikan
hujjah dan hukum yang berlaku di tempat dimana adat dan tradisi tersebut
hidup dan berkembang23. Adapun „urf yang rusak itu maka tidak harus
dipeliharanya (dilakukan), karena memeliharanya berarti menentang dalil
syara‟. Hukum-hukum yang didasarkan atas „urf itu dapat berubah
menurut perubahan „urf pada suatu zaman dan perubahan asalnya. Karena
itu para Fuqoha berkata dalam contoh perselisihan ini: “Bahwa
perselisihan itu adalah perselisihan masa dan zaman, bukan perselisihan
hujjah dan bukti”.
Sebuah adat istiadat bisa di katakana sebagai al-urf jika mayoritas atau
kebanyakan masyarakat menggunakan nya dalam kehidupan, adat istiadat
21
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: rajawali press’1991) hal, 139
22
Nasrun Haroen, Ushul Fiqih 1 (Jakarta: logos, 1996) hal 141
23
Abdul Hamid Hakim, Mabadiul Awaliyah, (kt; 1927) hal 36
tersebut merupakan sandaran hukum ketika menyelesaikan sebuah
permasalahan, adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan nash al-
quran dan hadis yang terdapat di dalam agama, sebuah adat istiadat juga
bisa di katakana sebagai urf jika sudah dilakukan berulang kali atau
berulang -ulang.
Perkawinana adat tidak diterangkan di dalam al-quran dan juga hadits.
Akan tetapi hal tersebut di bahas di dalam kaidah – kaidah ushul fiqih
yaitu urf. Menurut imam syafii agami slam tidak pernah melarang sebuah
adat tradisi dan kebudayaan selama tidak bertentangan dengan nash al
quran dan hadits. Tradisi adat dan kebudaaan walaupun tidak terdapat di
dalam alquran akan tetapi di perbolehkan bahkan tidak ada nash yang
melarang adat yang berupa ucapan dan juga adat yang berupa perbuatan.
Ketika sebuah kebiasaan/ adat akan di jadikan sebagai hukum tentunya
harus meneliti terlebih dahulu kebiasaan yang ada di dalam masyarakat,
tidak hanya itu akan tetapi dampak baik dan buruk nya juga harus di
ketahui, setelah di pastikan adat tersebut baik dan tidak berdampak buruk
bagi masyarakat maka adat tersebut boleh di jadikan dasar hukum dalam
masyarakat. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa adat istiadat yang
baik di jadikan dalil atau landasan hukum apabila tidak ada ayat ataupun
hadits yang menjelaskan tentang hukum permasalah yang sedang di hadapi
pada saat itu.
Menurut hukum islam sebenarnya upacar pernikahan adat bukan lah
sebuah proses yang di hukumi wajib dan harus di lakukan, akan tetapi
sebagian masyarakat masih berpikiran bahwa hal sudah ada sejak nenek
moyang harus tetap dilakukan agar tetap selamat dan hidup bahagia,
sebagian dari mereka berfikiran apabila hal tersbut tidak di lakukan maka
pernikahan tersebut tidak akan kekal,tidak harmonis dan hal- hal buruk
lain nya akan menimpa. Seperti yang sudah di jelaskan di atas tadi baha
pernikahan adat tidak terdapat di dalam nash al quran dan hadits
yangbterdapat di dalam islam sehingga untuk pelaksaan nya di serahkan ke
masyarakat.
Dalam ushul fiqih pernikahan adat termasuk al urf fi’li yaitu kebiasaan
perbuatan maksutnya adalah sebuah kebiasaan yang terjadi dalam bentuk
perbuatan. Pada asalnya islam tidak memberatkan umat nya akan tetapi
tidak juga memudahkan nya, islam tetap membolehkan pernikahan adat
asalkan pelaksanaan nya tidak bertentangan dengan kaidah- kaidah hukum
islam yang. Yang di larang di dalam slam adalah apabila tujuan dari
upacara pernikahan nya yaitu untuk meminta keselamatan, meminta
kelanggengan atau juga meminta kebahagiaan kepada para roh- roh, dan
danyang yang di percaya oleh masyaraka desa dapat mengabulkan
permintaan dan juga dapat menjaga mereka dari bahaya. Hal- hal seperti
itu lah yang di larang oleh agama islam. Hal seperti itu di jelaskan di
dalam nash al- quran
Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri)
berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu".
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS Al Maidah:
72)
Nash al- quran tersebut juga di kuatkan dengan sabda Nabi Muhammad
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Hafsh telah menceritakan
kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Al A'masy telah
menceritakan kepada kami Syaqiq dari 'Abdullah radliallahu 'anhu berkata;
Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang mati
dengan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka dia pasti masuk neraka".
Dan aku ('Abdullah) berkata, dariku sendiri: "Dan barangsiapa yang mati tidak
menyekutukan Allah dengan suatu apapun maka dia pasti masuk surga". (H.R.
Bukhari) (rindutulisanislam.blogspot.co.id).
Berdasarkan al-quran dan hadits di atas telah di jelaskan bahwa allah
melaknat dan megharamkan surga bagi orang yang menyukutakan nya. Bila
dikaitkan dengan perkawinan adat, tidak benar jika menyediakan sesaji untuk
ditujukan kepada dhanyang penunggu desa dengan maksud untuk meminta
keselamatan, hal tersebut menyalahi aqidah dan hukum Islam. Apakah surga
yang dijanjikan oleh Allah SWT besok pada hari kiamat nanti akan kita tukarkan
dengan niat meminta kelesamatan pada roh-roh nenek moyang dan setan-setan
penunggu desa? Tentu saja jawabannya tidak, maka dalam perayaan upacara
perkawinan adat jangan sampai ada niat dalam hati bahwa melakukan upacara
perkawinan adat untuk meminta sesuatu selain kepada Allah Subhanahu
wata‟ala.