Pernikaan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan masyarakatagama
islam dan masyarakat. Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun
rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan
untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali
silaturahmi diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari
kata nikah, yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.
Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga
berkaitan dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang
haram dinikahi.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata an-nikh
dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan
bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu,
yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang
ramah. adapun pernikahan yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun
atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( ) زواج, ( ) نكاح
keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu
( ) والضم الوطءbaik arti secara hakiki ( ) الضمyakni menindih atau berhimpit serta arti
dalam kiasan ( ) الوطءyakni perjanjian atau bersetubuh.
Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki
pendapatnya sendiri antara lain :
1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan
menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan.
2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal
َ
ِ ِ حاك
كن ح , atau ج ح وا ك ز ك, yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan
kesenanagn.
3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang
dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
4. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal ن ان
ح ح كا ك نatau ج ح ن و ن ن كyang artinya pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat
memiliki kepuasan satu sama lain.
5. Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki dan
perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan untuk
membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
6. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa nikah
adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal dalam melakukan
bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk
menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan
lebih menjaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah,
hendaklah ia berpuasa; karena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.
Hukum Pernikahan
Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau
situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan menurut islam
Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa
tergelincir perbuatan zina (baca zina dalam islam)
Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika tidak
menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina
Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia
memiliki keinginan yang kuat untuk menikah
Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah dan
mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika
menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap
istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan
juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.
a. Rukun Nikah
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan,
mencakup :
b. Syarat Nikah
Beragama Islam
Berjenis kelamin Laki-laki
Ada orangnya atau jelas identitasnya
Setuju untuk menikah
Tidak memiliki halangan untuk menikah
3. Wali nikah dengan syarat-syarat wali nikah sebagai berikut (baca juga urutan wali
nikah).
Laki-laki
Dewasa
Mempunyai hak perwalian atas mempelai wanita
Adil
Beragama Islam
Berakal Sehat
Tidak sedang berihram haji atau umrah
4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini ;
Dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak baik oleh pelaku akad dan
penerima aqad dan saksi. Ucapan akad nikah juga haruslah jelas dan dapat didengar oleh para
saksi.
Fikih pernikahan atau munakahat adalah salah satu ilmu yang mesti dipelajari dan
diketahui umat islam pada umumnya agar pernikahan dapat berjalan sesuai dengan
tuntunan syariat agama dan menghindarkan hal-hal yang dapat membatalkan pernikahan.
Tautan: http://rodja.id/1qv
Share
Tweet
Share
Share
0 comments
Kajian ini membahas Kitab “ ”بالمؤمنات تختص أحكام على تنبيهاتTanbiihaat ‘alaa Ahkaamin
Takhtashshu bil Mu’minaat atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan “Tuntunan
Praktis Fiqih Wanita” yang merupakan karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
hafidzahullah.
Dalil yang lain, yang menunjukkan bahwa menikah merupakan sesuatu yang disyariatkan
dalam agama Islam dengan hadits:
شبَاب َم ْعش ََر يَاَّ ال، ع َمن َ َفَ ْليَت َزَ َّو ْج ْالبَا َءة َ م ْن ُك ُم ا ْست، ُصر أَغَض فَإنَّه
َ طا َ َصنُ ل ْلب
َ ل ْلفَ ْرج َوأ َ ْح، فَعَلَيْه يَ ْست َط ْع لَ ْم َو َم ْن
َّ بال، ُو َجاء لَهُ فَإنَّه.
ص ْوم
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka
menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara
kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena
puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).‘” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits di atas dibawakan oleh penulis dalam rangka dua hal. Pertama bahwa menikah
adalah sesuatu yang disyariatkan dalam agama Islam. Lalu yang kedua adalah tentang
keutamaan menikah.
Baca Juga: Setiap Bid'ah Adalah Kesesatan - Prinsip Dasar Islam (Ustadz
Fachrudin Nu’man, Lc.)
Kalau kita perhatikan hadits di atas, keutamaan menikah ada dua. Yaitu yang pertama
adalah agar lebih menjaga pandangan. Maksud dari hal ini karena diharamkan bagi
seorang muslim untuk melihat kepada wanita-wanita yang tidak halal untuk dilihat.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
صاره ْم م ْن يَغُضوا لِّ ْل ُمؤْ منينَ قُل ُ َصنَعُونَ ب َما خَبير اللَّـهَ إ َّن ۗ لَ ُه ْم أَ ْزك ََٰى َٰذَلكَ ۚ فُ ُرو َج ُه ْم َويَحْ ف
َ ظوا أَ ْب ْ ﴿ َي٣٠﴾
Dengan menikah maka Allah akan menurunkan rezeqi yang tak disangka-sangka.
Amalan ibadah orang yang sudah menikah dan belum menikah sangatlah berbeda. Kalau
misalnya orang yang sudah menikah menunaikan sholat maka mendapat 10 kebaikan.
Sedangkan orang yang belum menikah cuman mendapat 5 saja.
Maka sangatlah beruntung bagi orang yang sudah menyempurnakan setengah agamanya.
Pahala yang ia dapat lebih banyak dari pada orang yang masih jomblo atau sendirian.
Contents [hide]
Dalam kamus besar bahasa indonesia, pernikahan dimakanai sebagai perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk menjadi pasangan yang sah.
Dengan menikah maka bisa menjalin silaturahim kepada orang lain dan membentuk
penerus generasi rabbani.
Banyak dalil dalam quran maupun hadist yang menyebutkan tentang pernikahan.
Menurut bahasa nikah berasal dari kata arab an-nikah atau az-zawaaj berarti bersenggama,
bersetubuh, dan menaiki.
Bisa juga nikah berasal dari istilah kata adh-dhammu yang mempunyai arti menyatukan
dan menggabungkan dua insan yang berbeda.
Masalah ushul atau pondasi merupakan tentang akidah yang harus diyakini oleh semua
orang yang beriman. Ulama’ bersepakat dalam masalah akidah atau keyakinan tidak
boleh ada perbedaan satu sama lain.
Adapun furu’ adalah syariat yang menuju dalam masalah fiqih atau kepahaman. Sudah
semenjak para salafussholiih terdahulu mereka berbeda pendapat dalam masalah fiqih.
Hal ini sudah menjadi sunnatullah semenjak wafatnya nabi Muhammad Shallallahu
A’laihi wa Sallam. Perbedaan pendapat antara para ulama bukan berarti saling
menjatuhkan dan menyalahkan satu sama lain.
Dengan perbedaan pendapat menjadikan kita saling menghormati dan melengkapi satu
sama lainya.
Begitu pula masalah pernikahan dalam islam, para imam madzhab berbeda pendapat
dalam mengartikanya.
Para ulama fiqih memiliki pendapat sendiri dan dalil masing-masing, diantaranya sebagai
berikut :
1. Ulama malikiyyah berpendapat bahwa nikah adalah suatu perjanjian atau akad yang ditunaikan
agar memperoleh kepuasan tanpa adanya harga patokan yang dibayar.
2. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa nikah adalah sebagai suatu perjanjian atau akad yang
denganya menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan seluruh anggota badan
perempuan untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan hasrat birahi.
3. Ulama Syafiiyyah berpendapat bahwa nikah adalah akad yang menyebabkan halal untuk
mendapatkan kepuasan dan kesenangan.
4. Imam Saleh Al-Utsaimin mengartikan nikah sebagai perjalinan hubungan dua jenis yang berbeda
yaitu laki dan perempuan untuk mendapatkan keturunan yang sholeh dan sholehah.
Begitu pula halnya dengan syariat pernikahan dalam islam, ada beberapa dalil untuk
mengamalkanya.
Berikut dalil atau dasar hukum pernikahan dalam islam yang disebutkan dalam al quran
maupun hadist :
1.
2.
“Dan nikahillah oleh kalian orang-orang yang sendirian diantara kalian, dan orang-orang
yang sudah pantas (untuk menikah) dari kalangan hamba-hamba sahaya kalian yang laki
maupun perempuan. Jika mereka dalam kondisi miskin maka Allah yang akan
mencukupkan mereka atas karunia-Nya. Dan ALLAH MAHA LUAS (karunia) lagi
Maha Mengetahui,”
Pernikahan Dalam Islam
“Wahai para manusia sekalian, kalian bertaqwalah kepada pemelihara kalian yang telah
menciptakan kalian dari seorang diri, dan Dia (Allah) menciptakan darinya seorang istri.
Dan dari keduanya (pasutri) ALLAH mengembang biakkan menjadi laki dan perempuan
yang banyak. Dan kalian bertaqwalah kepada Allah Dzat yang kalian saling meminta satu
sama lain, dan (jagalah) hubungan silaturrahim . Sesungguhnya Allah Maha menjaga dan
Maha mengawasi kalian”
“Dan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah adalah Dia (Allah) menciptakan untuk
kalian istri-istri dari kalangan kalian sendiri. Supaya kalian merasa tentram dan tenang
padanya (istri), dan Dia menjadikan diantara kalian rasa kasih dan sayang. sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan bagi orang-orang yang mau
berfikir’
Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah memiliki kemampuan untuk
menikah hendaklah dia segera menikah, karena dengan menikah dapat menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Adapun bagi sesiapan yang belum mampu maka
hendaklah dia menunaikan ibadah puasa (sunnah), karena dengan berpuasa dapat
merendamkan syahwat birahi.
Seperti halnya ibadah lainya, pasti ada syarat dan rukun. Begitu pula halnya dengan
pernikahan harus memenuhi syarat dan rukun.
Rukun Nikah
Syarat Nikah
Adanya calon istri yang sudah memenuhi kriteria syariat : islam, berakal sehat, baligh, wanita,
tidak ada halangan untuk nikah, dst
Adanya calon suami yang sudah memenuhi kriteria syariat :islam, berakal sehat, baligh, laki-laki,
tidak ada halangan untuk nikah, dst
Adanya wali nikah : Laki-laki, baligh, islam, adil, berakal sehat, memiliki hak perwalian atas
mempelai perempuan
Adanya saksi nikah : Beragama islam, adil, berakal sehat, mengerti maksud akad nikah, hadir
dalam proses ijab dan qobul, minimal berjumlah dua orang laki-laki
Harus ada ijab dan qobul : dilafadzkan dalam bahasa arab atau bahasa daerah yang difahami oleh
kedua pihak dengan jelas dan didengar oleh para saksi nikah.
1. Menjadi Wajib jika sudah mempunyai kemampuan dalam menikah entah persiapan dhohir
maupun batin, dan jika tidak segera menikah khawatir terjerumus dalam perzianaan.
2. Menjadi sunnah jika sudah mampu dalam segi dhohir maupun batin, dan jika tidak menikah tidak
tergelincir dalam kemaksiatan.
3. Menjadi haram apabila dia dia belum memiliki kemampuan dalam menikah dan sangat
dikhawatirkan jika ia menikah nantinya akan melantarkan istrinya atau tidak bisa melaksanakan
tugas sebagai suami.
Ketahuilah bahwa merupakan salah satu yang banyak menjerumuskan manusia kedalam
neraka disebabkan oleh mulut dan kemaluan.
Dan yang menjadi fitnah terbesar bagi kaum laki-laki adalah fitnahnya perempuan. Maka
dari itu para laki diperintah untuk menundukkan pandangan, sedangkan para wanita
diperintah menjaga aurat.
Kedua pihak harus saling menjaga dan menunaikan perintah Allah agar tidak ada fitnah
yang menjerumuskan kedalam api neraka. Menikah adalah salah satu cara untuk
menghindari fitnah tersebut.
Setiap insan juga harus mengetahui apa itu tujuan dalam pernikahan agar menggapai
masa depan yang cerah.
Manusia diberi oleh Allah Ta’ala akal pikiran yang sehat sehingga bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Begitu pula Allah juga memberikan kepada
manusia akan hawa nafsu.
Barang siapa yang tidak bisa menjaga diri maka dia akan terbawa oleh nafsu keji dan
menghantarkanya dalam api neraka. Sebagai manusia yang sehat mempunyai nafsu itu
adalah hal yang wajar.
Bahkan nafsu merupakan pemberiaan dari Allah kepada sebaik-baik makhluk ini. Tinggal
pribadi masing-masing, bagaimana dia menempatkan nafsu tersebut. Jangan sampai nafsu
birahi disalurkan kepada hal yang haram sehingga terjerumus dalam perzinaan.
Adanya akad nikah tali yang menghalalkan dua insan yang berbeda maka membolehkan
untuk menyalurkan nafsu kepada pasangan.
Siapa yang tidak mengingkan dalam pernikahan menjadikan keluarga yang penuh kasih
sayang.
Sebagai seorang muslim maka wajib memperhatikan kewajiban antara suami dan istri.
Jika semua sudah terlaksana dengan baik maka terbentuklah keluarga yang tentram dan
mendekatkan diri pada allah Ta’ala.
Untuk memperbanyak anak keturunan generasi rabbani
Merupakan salah satu tujuan menikah adalah agar bisa mendapatkan keturunan yang
sholih dan sholihah. Ketahuilah buah hati merupakan suatu amanah yang harus diemban
dengan benar.
Jika amanah tersebut berhasil ditunaikan dengan baik sehingga karena jerih payah dalam
mendidik anak maka besok bisa menjadi invensitas akhirat.
Seandainya orang tua sudah meninggal maka anak tersebut akan mendoakan keduanya.
Ganjaran dan pahala pun terus mengalir kepada orang tua berkat hadirnya anak yang
sholih dan sholihah.
Sudah menjadi penyemangat bagi para jomblwan bahwa menikah merupakan ibadah
yang paling mudah dan nikmat.
Gimana tidak nikmat coba?, ibadah orang yang sudah menikah dinilai oleh Allah Ta’ala
dengan sempurna.
Berbeda dengan para jomblo yang belum menikah, ketika ibadah maka masih dinilai
setengah oleh Allah Ta’ala. Hal ini disebabkan menikah merupakan penyempurna
separuh agama.
Penutup
Sungguh mulia agama islam ini dienullah azza wa jalla. Sangat menjunjung tinggi nilai
pernikahan dalam islam. Oleh karenanya bagi teman-teman yang belum
menyempurnakan agama, maka segera sempurnakanlah.
Jika dirasa diri udah mampu dalam dhohir maupun batin maka tidak boleh
menunda-nunda pernikahan dalam islam. Semoga yang jomblo saya doakan tahun ini
segera ditemukan jodohnya. Aamien….
Share this:
Definisi Nikah
Nikah secara syar’i adalah suatu akad yang mengandung konsekuensi dibolehkannya
pasangan suami istri untuk bersenang-senang antara satu dengan yang lainnya dengan
cara yang diizinkan oleh syari’at.
Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Wahai para pemuda, siapa diantara
kalian yang sudah mampu menanggung nafkah, hendaknya dia menikah” (HR. Bukhari
dan Muslim). Bahkan nikah merupakan sunnahnya para rasul, sebagaimana firman Allah
Ta’ala (yang artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum
kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan” (QS. Ar Ra’d :
38).
Hikmah Pernikahan
Pernikahan mengandung hikmah yang sangat besar. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar Ruum :
21).
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan hikmah dari pernikahan yaitu agar terwujud
ketentraman dan ketenangan ketika seseorang bersama istrinya. Selain itu, dengan
menikah akan lebih terjaga kemaluan, menjaga nasab, dan memperbanyak jumlah kaum
muslimin.
Ibnu Hajar menjelaskan, sudah seharusnya kriteria agama menjadi pertimbangan utama
dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam memilih seorang istri. Nabi memerintahkan
kepada kita untuk mendapatkan pasangan yang baik agamanya, karena agama yang baik
merupakan puncak dari yang dikehendaki syari’at (lihat Fathul Bari). Oleh karena itu
seseorang harus menjadikan kriteria agama sebagai asas dalam memilih pasangan, bukan
kriteria yang lain. Namun jika bisa mengumpulkan beberapa faktor sekaligus, misalnya
seseorang mendapatkan calon istri yang baik agamanya, cantik wajahnya, santun
akhlaknya, serta berasal dari keturunan yang baik, maka hal tersebut adalah nikmat besar
dari Allah yang wajib untuk disyukuri.
Selain itu, Rasulullah menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur (tidak mandul)
sebagaimana sabda Rasulullah, “Menikahlah kalian dengan perempuan yang sangat
penyayang dan subur, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya
umatku pada hari kiamat” (HR. Abu Dawud dan An Nasaa-i. Al Albani mengatakan,
“hasan shahih”).
Khitbah (lamaran)
Setelah seseorang telah menentukan calon istrinya, maka diperbolehkan baginya untuk
melamar calon istrinya tersebut. Khitbah / lamaran adalah menampakkan keinginan untuk
menikah dengan perempuan tertentu dan memberitahu pihak wali dari perempuan tentang
keinginannya tersebut. Islam mengatur adab-adab yang berkaitan dengan lamaran,
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Haram melamar wanita yang sudah dilamar oleh saudara muslim yang lain. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melamar wanita yang
telah dilamar saudaranya, hingga saudaranya itu menikahinya atau meninggalkannya”
(HR. Bukhari). Yaitu lamaran yang telah mendapatkan tanggapan positif walaupun hanya
berupa isyarat. Namun jika lamaran tersebut belum jelas diterima atau tidak, maka tidak
mengapa bagi laki-laki lain untuk melamar perempuan yang sama (lihat Fathul Bari).
2. Tidak boleh secara terang-terangan melamar perempuan dalam kondisi ‘iddah karena
berpisah dengan suaminya (baik karena perceraian talak tiga atau meninggal). Namun
diperbolehkan memberikan isyarat kepada perempuan tersebut. Sebagaimana firman
Allah (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang
masih dalam masa ‘iddah) itu dengan sindiran” (QS Al. Baqarah : 235). Misalnya
seorang laki-laki mengatakan kepada perempuan yang baru saja ditinggal mati suaminya
dengan perkataan, “Aku berharap agar Allah memberikan kemudahan bagiku untuk
memiliki istri yang shalihah”, tanpa menyebut nama perempuan tersebut.
3. Lamaran adalah semata-mata janji untuk menikah sebagai permulaan untuk menuju
pernikahan. Sehingga seorang yang sudah melamar, status hubungannya masih
sebagaimana laki-laki dan perempuan yang ajnabi (bukan mahrom). Tidak boleh
berdua-duaan dan bersentuhan satu dengan yang lainnya.
4. Dianjurkan bagi laki-laki yang hendak menikahi perempuan untuk melihat perempuan
tersebut dari bagian tubuh yang biasa terlihat yaitu wajah dan telapak tangan.
Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian hendak melamar perempuan, maka
jika dia mampu untuk melihat bagian badannya (yang biasa terlihat) yang mendorongnya
untuk menikahinya, maka lakukanlah” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim, Shahih).
by : Aini Aryani, Lc
Tue 23 February 2016 11:27 | 11141 views | bagikan via
Setiap cabang ilmu tidak lah disusun dan dipelajari kecuali ada kepentingan dan
urgensinya. Namun, jika boleh bertanya:
Bukankah Allah SWT menciptakan laki-laki dan wanita dalam kedudukan yang sama dan
sederajat?
Mengapa harus dibeda-bedakan antara fiqih secara umum dan fiqih wanita secara
khusus?
Lalu hal-hal apa saja yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk membahas ilmu fiqih
wanita secara khusus.
Ada begitu banyak alasan dan latar belakang mengapa kita membutuhkan kajian khusus
ilmu fiqih wanita. Di antaranya karena Allah SWT tidak hanya menciptakan laki-laki
tetapi juga menciptakan wanita dan disebutkan secara khusus dan tersendiri. Juga karena
Allah SWT menciptakan wanita berbeda dengan laki-laki, baik secara fisik dan psikis.
Dan pada akhirnya hukum-hukum yang Allah SWT turunkan juga banyak yang berbeda
antara wanita dan laki-laki.
Al-Quran yang merupakan kitab samawi terakhir dan menjadi mukjizat terbesar bagi
Rasulullah SAW banyak sekali mengangkat masalah wanita. Hal itu bisa dengan mudah
kita ketahui lewat nama-nama surat di dalamnya, dimana nama-nama surat biasanya
mencerminkan perkara-perkara penting di dalam suatu surat.
Di antara surat-surat itu adalah Surat An-Nisa', Maryam, An-Nur, Saba', Al-Hujurat,
Al-Mujadalah, Al-Mumtahanah, At-Thalaq, dan At-Thahrim.
a. Surat An-Nisa'
Surah ini letaknya pada urutan keempat setelah Surat Al-Fatihah, Al-Baqarah dan Ali
Imran. Di dalam surat yang berjumlah 176 ayat ini Allah SWT banyak mengupas
masalah-masalah fiqih yang terkait dengan wanita. Setidaknya ada sepuluh tema terkait
wanita di dalam surat ini, yaitu :
Penetapan bolehnya laki-laki menikahi empat orang wanita sekaligus adanya di dalam surat ini
(ayat 3).
Kewajiban suami untuk memberikan mas kawin alias mahar juga di surat ini (ayat 4).
Menikahkan anak wanita yang sudah siap menikah (ayat 6).
Islam memberikan hak kepada wanita harta warisan (ayat 11-12).
Kasus istri yang selingkuh dan berzina juga dibahas di surat ini (ayat 15).
Siapa saja wanita yang haram untuk dinikahi juga ada di dalam surat ini (ayat 22-23)
Bila laki-laki tidak mampu menikahi wanita yang maharnya tinggi, maka silahkan menurunkan
kriterianya dengan menikahi wanita yang maharnya lebih rendah (ayat 25).
Suami menjadi pemimpin wanita di dalam urusan domestik (ayat 34).
Meminta fatwa tentang wanita (ayat 127).
Masalah wanita yang nusyuz dari suaminya (ayat 128).
b. Surat Maryam
Selain itu juga ada surat Maryam yang berkisah tentang peran seorang ibunda Nabi Isa
alaihissalam. Kisah bagaimana kesulitannya melahirkan anak yang atas kehendak Allah
SWT tidak ada ayahnya dan cacian serta makian dari masyarakat sekitarnya. Kisah ini
sekaligus juga memberikan peran besar kepada seorang wanita dalam agama Islam, salah
satunya dalam hal menjaga kehormatan dan kemuliaan diri.
c. Surat An-Nur
Meski nama surat ini tidak ada kaitannya dengan urusan wanita, namun ketika kita
mendalami ayat-ayat di dalamnya, kita akan menemukan banyak perkara yang terkait
dengan masalah wanita.
Perkara wanita yang berzina dengan laki-laki yang bukan suaminya serta bagaimana hukumannya
(ayat 2-10).
Kisah tentang fitnah dan tuduhan perselingkuhan yang dilakukan istri Rasulullah SAW Aisyah
radhiyallahuanha yang disebarkan oleh orang munafiqin Madinah (ayat 11-20).
Hukuman bagi orang yang menuduh wanita baik-baik dengan tuduhan zina (ayat 23-26).
Kewajiban wanita menutup aurat kepada laki-laki yang bukan mahram, serta siapa sajakah
mereka (ayat 31).
Kewajiban minta izin masuk ke kamar suami istri dalam tiga waktu (ayat 58).
d. Surat Al-Hujurat
Dan ini menjadi persoalan penting dalam adab bersama Rasulullah SAW ketika beliau
sedang berada di dalam kamar.
e. Surat Al-Mujadalah
Inti surat ini menceritakan adanya wanita yang melakukan perdebatan atau dialog dengan
Rasulullah SAW terkait dengan hak-haknya yang diambil oleh suaminya dengan cara
dsiihar. Wanita itu adalah Khaulah binti Tsa'labah yang mengadukan nasibnya kepada
Allah SWT lalu dari langit yang tujuh Allah SWT menjawab pengaduannya.
f. Surat Al-Mumtahanah
Surat ini bicara tentang kisah Rasulullah SAW bersama para istri beliau dalam lika-liku
rumah tangganya. Salah satunya ketika Rasulllah SAW menguji para istrinya itu.
g. At-Thalaq
Surat ini bicara tentang talak, yaitu pemutusan hubungan ikatan pernikahan antara suami
dan istri. Surat ini juga menjelaskan ketentuan-ketenuan bagi wanita yang menjalankan
masa iddah pasca terjadinya perceraian atau kematian suaminya.
h. At-Thahrim
Surat ini bicara tentang sikap Rasulullah SAW ketika mengharamkan dirinya bagi
istri-istrinya, yang kemudian ditegur oleh Allah.
اس أَي َها يَا ُ ََّواحدَة نَّ ْفس ِّمن قَ ُكمََخَل الَّذي َربَّ ُك ُم اتَّقُواْ الن
َث زَ ْو َج َها م ْن َها َو َخلَق َّ َيرا ر َجالا م ْن ُه َما َوب
ساء َكث ا
َ َون
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. (QS. An-Nisa : 1)
Kita mendapatkan sebuah penekanan tersendiri dari ayat ini atas keberadaan,
jati diri dan eksistensi para wanita. Allah SWT secara khusus menyebutkan
adanya para wanita dengan disebutkannya laki-laki dan perempuan yang banyak.
Walaupun asal muasalnya Allah hanya menciptakan satu orang saja, yang dalam
hal ini maksudnya adalah Nabi Adam alaihissalam yang nota bene adalah
laki-laki, namun dari satu orang laki-laki ini Allah kemudian menciptakan
banyak laki-laki dan perempuan.
Maka penyebutan wanita secara khusus di awal penciptaan ini telah memberikan
isyarat yang kuat tentang keberadaan para wanita, yang secara khusus mereka
ada. Keberadaan yang khusus dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Dan untuk
itu kita butuh kajian khusus tentang ilmu fiqih wanita.
Banyak kalangan yang berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama saja.
Padahal dalam kenyataannya, baik laki-laki ataupun perempuan Allah ciptakan
dengan segala perbedaan dan keunikannya. Intinya jelas dan pasti, bahwa
laki-laki dan perempuan itu tidak sama. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
Bahkan dalam hal pembagian harta warisan, Allah SWT menetapkan bahwa bagian yang
diterima anak laki-laki setara dengan bagian dari dua anak perempuan.
ِّ األُنثَيَيْن َح
ِّ ظ مثْ ُل للذَّ َكر أَ ْولَد ُك ْم في
للاُ يُوصي ُك ُم
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Bagian
untuk anak lelaki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan. (QS. An-Nisa : 11)
Maka kajian khusus terkait dengan ilmu fiqih wanita adalah hal yang tidak bisa
dipungkiri keberadaannya.
Meskipun belum berfungsi, namun semua organ kewanitaan sudah diciptakan, termasuk
organ-organ untuk reproduksi seperti rahim, saluran indung telur dan lain-lainnya. Semua
itu secara biologis dan faal tubuh, sudah Allah ciptakan meski baru akan berfungsi pada
waktunya nanti.
Dengan perbedaan secara biologis sejak sebelum lahirnya wanita di dunia, maka sudah
bisa dipastikan seorang wanita itu pasti berbeda dengan laki-laki.
Wanita pada usianya akan secara sunnatullah mendapatkan darah haidh yang keluar bulanan,
dimana laki-laki tidak akan pernah mengalaminya.
Bentuk tubuh seorang wanita dipastikan akan tubuh berbeda dengan bentuk tubuh laki-laki. Dan
semua itu akan ikut berpengaruh pada peran dan fungsinya.
Ketika secara biologis Allah SWT menciptakan wanita berbeda dengan laki-laki, maka
otomatis secara psikis pun wanita punya kondisi yang sudah pasti berbeda juga. Secara
psikis wanita tidak boleh disamakan begitu saja dengan laki-laki.
Oleh karena itulah maka dalam syariat Islam dibedakan peran dan fungsinya. Salah
satunya dalam hal perkara untuk menjadi saksi, kesaksian seorang wanita harus dikuatkan
dengan wanita yang lain, sehingga minimal ada dua wanita. Hal ini sebagaimana Allah
SWT sebutkan di dalam Al-Quran :
ِّْر َجال ُك ْم من شَهيدَيْن َوا ْست َ ْشهدُوا َر ُجلَيْن يَ ُكونَا ْمََ ِّل فَإن
ض ْونَ م َّمن َو ْام َرأَتَان فَ َر ُجل َ تَ ْر َتَض َّل أَن دَاءََالشه من
إْ ْحدَا ُه َما األ ُ ْخ َرى إ ْحدَا ُه َما فَتُذَ ِّك َر
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika
tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. (QS. Al-Baqarah : 282)
6. Hukum-hukum Yang Allah Turunkan Berbeda Antara Wanita dan Laki-laki
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kenyataannya ada begitu banyak ayat Al-Quran dan
hadits-hadits nabawi yang memperlakukan para wanita dengan perlakuan hukum yang
berbeda. Apa yang halal untuk wanita belum tentu halal bagi laki-laki dan berlaku
sebaliknya. Apa yang wajib bagi wanita belum tentu wajib bagi laki-laki dan begitu pula
sebaliknya.
Sebutlah yang mudah saja dalam ketentuan batasan aurat wanita dan aurat laki-laki. Sejak
awal Allah SWT telah membuat batasannya yang berbeda, dimana aurat wanita di
hadapan laki-laki yang tidak halal baginya adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan
kedua telapak tangan.
Sedangkan batasan aurat laki-laki tidak seperti wanita, cuma antara pusat dan lutut,
sebagaimana hadits berikut ini :
ْال َع ْو َرة منَ الر ْكبَتَيْن َوفَ ْوقَ َالس َّرة أ َ ْسفَل َو َما ْال َع ْو َرة منَ الر ْكبَتَيْن فَ ْوقَ َما
Bagian tubuh yang berada di atas kedua lutut termasuk aurat, dan yang di bawah pusar
juga termasuk aurat. (HR. Ad-Daruquthny)
Jadi intinya tidak bisa dipungkiri bahwa ketentuan syariah yang Allah SWT tetapkan buat
wanita tidak selalu sama dengan laki-laki. Sehingga kajian khusus tentang ilmu fiqih
wanita adalah hal yang mutlak dibutuhkan.
7. Islam Turun Untuk Mengangkat Harkat Wanita
Di masa jahiliyyah, wanita diperlakukan mirip dengan harta benda. Dahulu, seorang
wanita dapat diwariskan. Artinya, jika seorang ayah menikahi seorang wanita, kemudian
si ayah ini meninggal dunia, maka wanita yang pernah dinikahinya itu dapat diwariskan
kepada anak lelakinya.
Dalam Islam, wanita diperlakukan dengan terhormat. Ia dapat memiliki harta eksklusif
dimana ia dapat mengelolanya sendiri tanpa harus ada intervensi dan paksaan dari orang
lain. Ia juga punya hak untuk memilih lelaki mana yang ia kehendaki untuk jadi
suaminya. Sebagai wali, ayahnya punya kewajiban untuk menikahkan anak gadisnya
dengan lelaki yang diridhai.
Dalam tradisi kaum jahiliyyah ada pernikahan yang disebut 'nikah syighar',
wanita diperlakukan layaknya benda yang dijadikan mahar. Contoh nikah
syighar misalnya : Seorang ayah menikahkan anak gadisnya dengan seorang
pemuda, dimana pemuda itu memiliki adik perempuan lajang. Si ayah ini setuju
untuk menikahkan anak gadisnya dengan si pemuda, dengan syarat bahwa si
pemuda mau menikahkan adik perempuannya dengan dirinya sebagai pengganti
mahar.
Dalam islam, pihak yang paling berhak atas mahar adalah calon mempelai wanita. Dan
setekah akad nikah dilaksanakan dan resmi menjadi isteri, mahar itu adalah milik isteri
sepenuhnya. Suaminya tak boleh mengambilnya kembali tanpa seizinnya. Maka dalam
Islam, seorang wanita tidak bisa dijadikan mahar. Justeru dialah yang berhak menentukan
dan menerima mahar.
Di zaman jahiliyyah, orang Arab terbiasa menikahi banyak wanita. Bahkan jumlahnya
belasan dan puluhan. Kebiasaan tersebut juga menjadi lumrah di kalangan laki-laki
non-arab, dimana raja atau kaisar memiliki banyak selir yang diposisikan hampir sama
dengan isteri.
Penutup
Tujuan poin diatas hanyalah sebagian dari alasan pentingnya mempelajari Fiqih Wanita.
Adapun ruang lingkup pembahasannya, dan juga sub tema yang masuk dalam ranah Fiqih
Wanita insyaa Allah akan disampaikan di artikel berikutnya.
Wallahu a'lam bishshowab.
Aini Aryani, Lc
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan umat muslim, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang sangat
penting dan dianjurkan oleh Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. Karena pernikahan
dapat mencegah perbuatan zina dan keji yang sangat di benci dan di laknat oleh Allah
Swt.pernikahan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh rasul , dan merupakan
Jika tidak ada pernikahan, maka akan timbul perselisihan, bencana dan permusuhan
antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan antar sesama
manusia.
Pada zaman sekarang ini, banyak masyarakat yang mau melakukan perbuatan zina
tersebut. Mereka melakukan zina tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi yang
akan datang. Mereka hanya memikirkan hawa nafsu sesaat yang dapat merusak masa
depannya.
Oleh karena itu, syariat islam mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga
keselamatan pernikahan ini. Dalam Al-Quran dan Hadist juga diterangkan tentang
pernikahan yang dapat menambah wawasan dan menjauhkan umat muslim dari perbuatan
yang terlarang.
B. Tujuan Penulisan
bersangkutan.
D. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan pemikiran kita mengenai masalah pernikahan, karena
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Al-quran dan hadist, pernikahan disebut dengan an-nikah, az-ziwaj/ az-zawj
atau az-zijah. Terambil dari kata zawwaja –yuzawwiju-tajwijan yang secara harfiah
memperistri.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kawin diartikan dengan (1) perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami istri, (2) beristri atau berbini, (3) dalam bahasa pergaulan
artinya bersetubuh.1[1] Pengertian senada juga di jumpai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kawin diartika menikah, bersetubuh dan berkelamin. Dalam Kamus lengkap
Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan “menjalin kehidupan baru dengaqn bersuami
dan kewajiban serta tolong – menolong antara seorang laki-laki antara seorang laki – laki
“ Maka nikahilah wanita – wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja.”(An-Nisa : 3)
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
Pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh- teguhnya dalam hidup dan kehidupan
manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan dua keluarga.Sabda
Rasulullah Saw :
Dalam hal ini, faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah untuk menjaga dan
memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab perempuan wajib
ditanggung sama suaminya apabila sudah menikah, untuk memelihara kerukunan anak
B. Meminang
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki – laki
gadis atau janda yang habis masa iddahnya, kecuali perempuan yang masih dalam iddah
Adapun terhadap perempuan yang masih dalam iddah raj’iyah, maka haram
meminangnya karena secara hukum masih berstatus sebagai istri bagi laki- laki yang
menceraikannya, dan dia boleh kembali kepadanya. Demikian juga tidak boleh
meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain, sebelum nyata
Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum melihat orang yang akan dipinang itu
boleh saja, dan ada juga sebagian ulam yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang
Jadi, sekiranya tidak dapat dilihat, boleh mengirimkan utusan seorang perempuan
yang dipercayai, supaya dapat menerangkan sifat-sifat dan keadaan perempuan yang akan
dipinangnya itu.
Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dll.
Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda
Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
b) Rukun Nikah
Calon Mempelai
“Barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya,
Ijab Kabul
Pernikahan harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan kabul. Menurut
dalam ikatan pernikahan dari wali pihak perempuan dan sebagai lambang saling
meridhoi dan sebagai tanda bahwa pasangan tersebut sudah terikat.3[3] Kabul
“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”
D. Wali
1. Susunan Wali :
Bapaknya
Hakim
Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi wali atau saksi.
. . . . . . ارى ْاليَ ُهودَ تَت َّ ِخذُواْ الَ آ َمنُواْ الَّذِينَ أَيُّ َها يَا
َ صَ َّأَ ْو ِليَاء َوالن
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu).”(Al-Maidah :51)
Merdeka
Laki-laki, karena tersebut dalam hadist riwayat Ibnu Majah dan Darutqi.
Adil
Bapak dan kakek diberi hak menikahkan anaknya yang bikir/perawan dengan
tidak meminta izin anak terlebih dahulu, yaitu dengan orang yang dipandangnya baik.
Kecuali anak yang sayib (tidak perawan lagi), tidak boleh dinikahkan kecuali dengan
dengan seorang laki- laki yang setingkat (se-kufu), dan walinya berkeberatan dengan
tidak ada alasan, maka hakim berhak menikahkannya dan setelah memberi nasehat
kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Apabila wali tetap berkeberatan, maka
Seorang perempuan dinikahkan oleh dua orang walinya yang sederajat kepada
dua orang laki-laki. Jika yang terdahulu di antara keduanya diketahui, maka yang te
Jika yang terdahulu tidak diketahui, atau diketahui bersamaan, maka kedua
perkawinan itu batal; karena asalnya perempuan itu haram, sehingga penyebab halalnya
E. Mahram
1) Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas.
F. Kufu (Setingkat)
Setingkat dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat, yaitu
1. Agama
3. Perusahaan
4. Kekayaan
5. Kesejahteraaan
Kufu adalah hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya dengan
keridhoan bersama. Kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan, baik mengenai pokok
agama seperti islam – maupun kesempurnaan, misalnya yang baik (taattidak sederajat
G. Pembagian Waktu
Bagi orang yang memiliki istri lebih dari satu, hendaklah memisahkan tempat
kediaman masing-masing istri itu. Pembagian waktu diantara istri-istri itu hendaklah
sama dan betul dilakukan, baik yang mempunyai kediaman di dalam sebuah rumah
Apabila suami hendak bepergian hanya dengan salah seorang istrinya, hendaklah dia
mengadakan undian di antara istri-istrinya itu, siapa yang memperoleh undian, hendaklah
H. Mahar (Maskawin)
Mahar adalah pemberian dari seorang suami yang diwajibkan memberi sesuatu
َ ًنِحْ لَة
. . . . . . . .صدُقاتِ ِه َّن النِسا َء آتُوا َو
Hukum memberikan mahar itu adalah wajib dengan arti laki-laki yang mengawini
menceraikannya. Pemberian ini wajib utk laki-laki apabila penceraian itu terjadi karena
kehendak suami. Tetapi kalau penceraian itu kehendak istri, pemberian itu tidak wajib
Mengenai hukumnya, sebagian ulama mengataka wajib dan sebagian lagi mengatakan
sunat. Memenuhi undangan perayaan pernikahan hukumnya wajib, bagi orang yang tidak
berhalangan.
I. Talak ( Penceraian )
Secara bahasa Ta’rif talak adalah “melepaskan ikatan” atau melepaskan ikatan
tidak tercapai dapat mengakibatkan berpisahnya dua keluarga dan berujung kepada
perceraian.
1. Wajib : Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang
2. Sunat : Apabila suami tidak sanggp lagi membayar dan mencukupi kewajibannya
3. Haram : (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam
keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampuri sewaktu suci
itu.
Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menalak istrinya dari talak satu sampai
talak tiga. Talak satu atau dua masih boleh rujuk sebelum habis iddahnya, dan boleh
menikah kembali setelah iddah. Dan talak tiga tidak boleh menikah rujuk atau nikah
kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak
juga.
perkataan yang terkemudian. Istisna dalam kalimat talak hukumnya sah, dengan syarat
“ Perkataan yang pertama berhubungan dengan yang kedua, dan kalimat kedua tidak
Ta’liq talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Tetapi kalau adanya
ta’liq itu akan membawa kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang
(haram).
Khulu’ ( Talak tebus) artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran
dari pihak istri kepada pihak suami. Penceraian dengan cara ini diperbolehkan dalam
agama kita dengan disertai beberapa hokum perbedaan dengan talak biasa.
Ila’ artinya si suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih dari 4
bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya. Ila’ ini di zaman jahiliyah
istrinya itu haram atasnya. Misalnya suami berkata : “engkautampak olehku seperti
punggung ibuku.” Suami tersebut wajib membayar kafarat dan haram bercampur dengan
- Atau member makan 60 orang miskin, tiap-tiap orang ¼ sa’ fitrah (3/4) liter)
Li’an ialah perkataan suami “saya persaksikan kepada allah bahwa saya benar
terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia telah berzina.”
Iddah ialah masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan
suaminya, gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak. Ada ketentuan
Bagi perempuan yang hamil, iddahnya adalah sampai lahir anak, baik cerai mati ataupun
cerai hidup.
Perempuan yang tidak hamil. Cerai mati iddahnya yaitu 4 bulan 10 hari. Cerai hidup
iddahnya : tiga kali suci waktu haid atau tiga bulan jika perempuan itu tidak sedang haid.
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal
Wajib, suami yang menalak istri sebelum dia sempurnakan waktunya untuk
istrinya.
Haram, apabila rujuknya untuk menyakiti istri
Sunat, jika untuk memperbaiki keadaan istrinya dan rujuk berfaedah bagi
keduanya.
generasi yang akan mendatang dan untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh
1. Hikmah pernikahan yaitu dapat menjaga kehormatan diri dari terjatuh kepada
kerusakan seksual
BAB III
KESIMPULAN
Pernikahan adalah hakikat kita sebagai manusia & pernikahan merupakan suatu cara
yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan dan juga sebagai sunnatullah, apabila
seseorang telah berkemampuan untuk berkeluarga dan takut akan terjerumus kejurang
dosa, maka menikah adalah solusi yang paling tepat dalam pertanyaan ini.
Dengan demikian pernikahan bukan saja penyaluran kenikmatan duniawi saja, tetapi
paksaan, dan juga ketentuan bahwa laki-laki boleh menikahi lebih dari seorang wanita
bukanlah maksud yang sebenarnya, tapi menyangkut nasib anak-anak yatim dan
Pernikahan memiliki rukun tertentu, diantaranya ada calon suami dan calon istri ,
wali, dua orang saksi, dan sighat akad, Di setiap unsur rakun memiliki syarat
beberapa hikmah , yaitu menghalangi mata dari melihat kepada hal –hal yang diizinkan
syara’ , menjaga kehormatan diri dari terjatuh kepada kerusakan seksual , untuk
naluri orang tua akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup, pembagian tugas
dimana seorang istri mengatur dana mengurus rumah tangga sedangkan suami bekerja
dan berusaha mendapatkan harta dan belanja untuk keperluan rumah tangga, dapat
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid, Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
http://www.al-shia.org/html/id/quran/tarjomeh/004.htm