Yogyakarta:
Pustaka Bening Pustaka. DOI: http://repository.radenintan.ac.id/12665/1/Hukum
%20Perkawinan%20dan%20Perceraian.pdf
a) Beragama Islam;
b) Laki-laki;
c) Jelas orangnya;
d) Dapat memberikan persetujuan;
e) Dan tidak terdapat halangan perkawinan,
a) Beragama Islam;
b) Perempuan;
c) Jelas orangnya;
d) Dapat dimintai persetujuan;
e) Dan tidak terdapat halangan perkawinan.
a) Beragama Islam;
b) Jelas orangnya;
c) Dapat dimintai persetujuan;
d) Dan tidak terdapat halangan perwalian.
Selain berdasarkan UU No. 1 tahun 1974, menurut KHI Pasal 71 perkawinan batal
jika
a) Saat melakukan akad suami telah beristri 4, sekalipun salah satu isteri dalam
Iddah talak raj'i
b) Menikahi mantan istri yang telah dili'annya
c) Menikahi mantan istri yang sudah pernah ditalak 3 kali sedang persyaratan
untuk dapat menikah kembali belum dipenuhi
d) Perkawinan dilakukan oleh pihak yang sebenarnya dilarang dalam hukum
Islam
e) Suami yang melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama
f) Perempuan yang dikawini ternyata masih menjadi isteri pria lain yang mafqud
g) Perempuan yang dikawini masih dalam masa Iddah
h) Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan
i) Perkawinan yang dilakukan tanpa wali atau dengan wali yang tidak berhak
j) Perkawinan dilakukan karena paksaan.
Berdasarkan Pasal 23 yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan yaitu
keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; suami atau isteri;
pejabat berwenang ketika perkawinan belum diputuskan; pejabat yang ditunjuk (Pasal
16 ayat 2) yang mempunyai kepentingan hukum dan hanya setelah perkawinan
diputuskan. Dalam Pasal 74 KHI diterangkan bahwa permohonan pembatalan
perkawinan dapat dilakukan di Pengadilan Agama wilayah tempat suami atau istri
atau tempat perkawinan dilangsungkan di mana batas suatu perkawinan setelah
Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat
berlangsungnya perkawinan. Berdasarkan pasal 75 KHI pembatalan perkawinan tidak
berlaku surut terhadap perkawinan yang batal karena salah satu murtad, anak-anak
yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, dan pihak ketiga sepanjang mereka
mendapatkan hak-hak dengan beritikad baik sebelum keputusan pembatalan
perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk hubungan anak dan orang tua
berdasarkan pasal 76 KHI pembatalan perkawinan tidak memutuskan hubungan
hukum keduanya.
a) Karena talak
Dalam pasal 117 Kompilasi Hukum Islam talak didefinisikan sebagai ikrar
yang diucapkan suami di depan sidang Pengadilan Agama untuk memutuskan
perkawinan. Jadi perkawinan yang terputus akibat perceraian terjadi karena
talak atau gugatan perceraian (cerai gugat). Hakikat dari talak adalah
"melepaskan" ikatan perkawinan di mana berarti talak mengakhiri hubungan
perkawinan antara suami istri. Diucapkannya kata "ta-la-qa" berarti putusnya
perkawinan melalui ucapan. Talak ada bermacam-macam, meliputi
1) Talak raj'i, yaitu talak suami kepada istri yang telah digaulinya sebagai
talak satu atau dua yang diikrarkan di depan sidang Pengadilan di
mana suami masih diperbolehkan untuk meruju' mantan istrinya jika
masih dalam masa Iddah tanpa harus menikah baru.
2) Talak ba'in, yaitu talak suami kepada istri yang sudah habis masa
iddahnya. Talak ba'in terbagi menjadi
a. Talak ba'in sughra, yaitu talak suami kepada istrinya (talak 1
dan 2) yang telah habis masa iddahnya di mana suami masih
boleh meruju’ mantan istrinya, tetapi dengan akad dan mahar
yang baru.
b. Talak ba'in kubra, yaitu talak suami kepada istrinya (talak 3) di
mana suami juga masih boleh kembali dengan mantan istrinya
asalkan setelah istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai
secara wajar.
1) Talak sunni, yaitu talak suami kepada istri di mana istri dalam keadaan
suci atau tidak bermasalah secara hukum syara', seperti haidh, dan
selainnya.
2) Talak bid'i, yaitu talak suami kepada istrinya di mana istrinya dalam
keadaan haid, atau bermasalah dalam pandangan syar'i.
3) Țalak lȃ Sunni walȃ Bid’i,, yaitu meliputi talak yang dijatuhkan
terhadap isteri yang belum pernah didukhul (disetubuhi); talak yang
dijatuhkan terhadap isteri yang belum pernah haid atau isteri
telah lepas dari masa haid (menopause); dan talak yang dijatuhkan
terhadap isteri yang sedang hamil.
Dilihat dari segi lafaz (redaksi) dalam menjatuhkan talak, meliputi