DOSEN PENGAMPU
Dede Darisman, S.Pd.I., M.Pd.I.
DISUSUN OLEH
Cindi Aditia 2003003703
Agus Firdaus 3002003687
Nurul Kholifah 2003003811
Perlu Dibedakan Dalam pernikahan beda agama ini, perlu dibedakan antara
pernikahan lelaki Muslim dengan wanita non-Muslim dan pernikahan wanita
Muslimah dengan lelaki non-Muslim. Dikutip dari tulisan Ustadz Yulian Purnama
seperti dilansir muslimah.or.id, berikut penjelasannya:
1. Wanita Muslimah tidak boleh menikahi lelaki non-Muslim Seorang wanita
Muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki non Muslim, baik Yahudi, Nasrani
ataupun selain mereka. Bahkan pernikahan tersebut tidak sah dalam pandangan
syari’at. Dan jika melakukan hubungan intim teranggap sebagai zina, wal ‘iyyadzu
billah. Allah Ta’ala berfirman:
Dan ulama ijma (sepakat) akan hal ini, tidak ada khilafiyah. Al Qurthubi
mengatakan:
وأجمعت األمة على أن المشرك ال يطأ المؤمنة بوجه لما في ذلك من الغضاضة على اإلسالم
“Ulama sepakat bahwa lelaki musyrik tidak boleh menikahi wanita mukminah
karena ini termasuk merendahkan Islam” (Tafsir Al Qurthubi, 3/72).
2. Lelaki Muslim tidak boleh menikahi wanita non-Muslim selain ahlul kitab Wanita
yang non-Muslim selain ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), yaitu yang beragama
Hindu, Budha, Konghucu, Majusi, atheis dan lainnya, tidak boleh dinikahi oleh lelaki
Muslim. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
ت َحتَّى يُْؤ ِم َّن َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم
ِ َواَل تَن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
“Tidak boleh menikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman. Dan sungguh
budak-budak wanita yang beriman lebih baik dari wanita musyrik walaupun mereka
mengagumkan kalian” (QS. Al Baqarah: 221).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini: “Dalam ayat ini Allah azza wa jalla
mengharamkan para lelaki Mukmin untuk menikahi wanita-wanita musyrik dari
kalangan penyembah berhala. Walaupun bentuk kalimat dalam ayat ini umum,
mencakup seluruh wanita musyrik baik ahlul kitab atau penyembah berhala, namun
telah dikhususkan kebolehannya terhadap wanita ahlul kitab dalam ayat lain” (Tafsir
Ibnu Katsir, 1/474).
3. Lelaki Muslim boleh menikahi wanita ahlul kitab Berbeda lagi dengan pernikahan
lelaki Muslim dengan wanita ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani), maka ini sah dan
dibolehkan. Allah Ta’ala berfirman:
ِ َْاب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ِإ َذا آتَ ْيتُ ُموه َُّن ُأجُو َره َُّن ُمح
صنِينَ َغي َْر َ َات ِمنَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت
ُ صنَ ْت َو ْال ُمح ِ َات ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنَا
ُ صن َ َْو ْال ُمح
ُم َسافِ ِحينَ َوال ُمتَّ ِخ ِذي َأ ْخدَا ٍن
“(dan dihalalkan menikahi) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-
orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik” (QS. Al-Maidah : 5).
Namun tidak boleh sebaliknya, wanita Muslimah menikahi lelaki Yahudi atau
Nasrani. Ini tidak diperbolehkan. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: “Para ulama
tafsir dan ulama secara umum, berbeda pendapat dalam menafsirkan makna [wanita
yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita
yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum
kamu]. Apakah ini berlaku umum untuk semua wanita Ahlul Kitab yang menjaga
kehormatan? Baik wanita merdeka atau budak wanita? Ibnu Jarir menukil dari
sebagian salaf bahwa mereka menafsirkan muhshanat di sini adalah semua wanita
Ahlul Kitab yang menjaga kehormatan. Sebagian salaf menafsirkan bahwa
muhshanat di sini adalah Israiliyyat, dan ini adalah pendapat madzhab Syafi’i. Dan
sebagian ulama yang lain berpendapat muhshanat di sini adalah Ahlul Kitab yang
dzimmi bukan yang harbi” (Tafsir Al Qur’anil Azhim, juz 3 hal. 42). Beliau
rahimahullah juga mengatakan: “Sebagian sahabat Nabi juga menikahi para wanita
Nasrani, mereka tidak melarang hal tersebut. Mereka berdalil dengan ayat (yang
artinya) : “(dan dihalalkan menikahi) wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu” (QS. Al Maidah: 5). Dan mereka
menganggap ayat ini adalah takh-shish (pengecualian) terhadap ayat dalam surat Al
Baqarah (yang artinya) : “janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik hingga
mereka beriman” (QS. Al Baqarah: 221)” (Tafsir Al Qur’anil Azhim, juz 3 hal. 42).
Maka jelaslah tentang bolehnya lelaki Muslim untuk menikahi wanita Yahudi atau
Nasrani. Terutama jika dengan menikahi mereka, dapat menjadi jalan hidayah agar
mereka mentauhidkan Allah dan memeluk Islam. Namun, tentu saja menikahi wanita
Muslimah yang shalihah itu lebih utama secara umum. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang akan bahagia dan beruntung dalam
pernikahannyaa adalah orang yang memilih wanita shalihah untuk menjadi istrinya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ْ َ ت َِرب،ت الدِّي ِن
bersabda, َت يَداك ْ ، لِمالِها ولِ َح َسبِها و َجمالِها ولِ ِدينِها:“ تُ ْن َك ُح ال َمرْ َأةُ ألرْ بَ ٍعWanita
ِ فاظفَرْ بذا
biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena
parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus
agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR.
Bukhari no.5090, Muslim no.1466).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia
KOMPILASI HUKUM ISLAM (Hukum perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan), cv nuansa
aulia,cet.5, 2013.
Imam Zakaria al-Anshari Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar-Fikr), juz II,
hlm. 41
http://jurnal.upi.edu/file/05_PERNIKAHAN_DALAM_ISLAM_-_Wahyu.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/275121-pernikahan-beda-agama-dalam-perspektif-
h-d718141e.pdf