Di dalam undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, para ulama berbeda
terhadap apa yang disebut rukun dan syarat. Beberapa pendapat ulama mendefinisikan
rukun dan syarat sebagai berikut:
a. Abdurrahman Al Jaziri menyebut yang termasuk rukun adalah al ijab dan al
qabul, dimana tidak ada nikah tanpa keduanya.
b. Sayyid sabiq menyimpulkan rukun nikah terdiri dari al ijab dan al qabul,
sedangkan yang lain termasuk syarat.
c. Mazdhab Hanafi menyatakan nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang
terkadang berhubungan dengan sighat, dua calon mempelai dan kesaksian.
d. Syafi’iyah melihat syarat perkawinan itu ada kalanya menyangkut sighat,
wali, calon suami istri dan juga syuhud. Sedangkan yang berkenan dengan
rukun menyangkut calon suami istri, wali, dua orang saksi dan sighat.
Terlepas dari perbedaan definisi tersebut, penulis menggunakan istilah rukun dan syarat
perkawinan yang diterima mayoritas ulama. Dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam
(KHI) mengatur bahwa rukun untuk melaksanakan perkawinan dibutuhkan: calon
suami; calon istri; wali nikah; dua saksi; ijab dan qabul.
Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miiśȃqan ghalȋẓan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.Jadi, perkawinan dapat
diartikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Perkawinan dalam arti sempit yaitu
akad yang menghalalkan hubungan badan antara seorang laki-laki dan perempuan.
Sedangkan perkawinan dalam arti luas yaitu akad atau ikatan antara seorang pria dan
seorang wanita untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia,
sakinah,mawaddah dan rahmah.
Menurut penulis, nikah tidak tercatat atau talak tanpa Pengadilan Agama dianggap
sah secara agama Islam, namun menurut hukum positif yang berlaku justru dipandang
tidak sah. Fungsi dan kedudukan pencatatan perkawinan adalah untuk menjamin
ketertiban hukum (legal order) yang berfungsi sebagai instrumen kepastian hukum,
kemudahan hukum, disamping sebagai salah satu alat bukti perkawinan. Pencatatan
perkawinan bukanlah peristiwa hukum, tetapi merupakan peristiwa penting, sama
halnya dengan kelahiran, kematian, dan peristiwa penting lainnya. Oleh sebab itu,
pencatatan perkawinan menjadi sangat penting karena kelak dapat menjadi alat bukti
yang sah bahwa telah terjadi perkawinan diantara kedua belah pihak.
Perkawinan dan atau sering disebut pernikahan merupakan Sunnatullah yang umum
dan berlaku pada makhluk-Nya. Itu adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt,
sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Menurut bahasa, nikah berarti peng-gabungan dan percampuran; bisa juga berarti
menghimpun dan mengumpulkan.Sedangkan menurut istilah syara’, nikah berarti
akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan
menjadi halal; Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 disebutkan
bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miiśȃqan ghalȋẓan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.Jadi, perkawinan
dapat diartikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Perkawinan dalam arti sempit
yaitu akad yang menghalalkan hubungan badan antara seorang laki-laki dan
perempuan. Sedangkan perkawinan dalam arti luas yaitu akad atau ikatan antara
seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia, sakinah,mawaddah dan rahmah.