A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial, semenjak dilahirkan manusia tidak bisa lepas
dengan orang lain. Sepanjang perjalanan hidupnya seorang manusia selalu hidup
bersama dengan orang lain dalam suatu pergaulan hidup. hal tersebut adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat
rohani. Pada umumnya, bagi seorang pria dan wanita yang sudah dewasa akan
memiliki keinginan untuk hidup bersama dengan yang berlainan jenis kelaminnya.
Hidup bersama antara pria dan wanita dalam suatu ikatan dengan memenuhi
membentuk keluarga dalam ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan norma
Perkawinan diperlukan adanya ikatan lahir batin antara pasangan suami isteri,
yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits.1 Hal ini dijelaskan dalam salah satu
Firman Allah SWT yaitu surah Ar-Rum ayat 21 yang memiliki arti yaitu:
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
Nomor 1 Tahun 1974, undang-undang ini terdapat beberapa prinsip demi menjamin
perkawinan dapat lebih sempurna dari masa yang sudah-sudah. Hal ini dibuktikan
dengan bukannya tidak mungkin adanya berbagai pembaruan atau perubahan dalam
pelaksanaan hukum2. Selain itu, diatur juga Kompilasi Hukum Islam sebagai
perkawinan sebagai berikut, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ikatan lahir batin artinya perkawinan itu tidak hanya dengan adanya ikatan
lahir atau batin saja, namun harus memenuhi keduanya karena merupakan pondasi
utama dalam membentuk dan membina keluarga yang kekal dan bahagia. Pihak-
pihak yang akan melaksanakan perkawinan yaitu SUAMI pria dan SUAMI wanita
2
Arso Sosroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bulan Bintang,
Jakarta, 1987, hlm. 35.
3
tidak sahnya suatu perkawinan melalui proses putusan pengadilan, dengan adanya
pembatalan perkawinan berarti perkawinan tersebut tidak pernah ada dan para pihak
batal demi hukum, dan pembatalan atas pelanggaran syarat yang akibat hukumnya
kedua orang tua Pemohon dan Termohon serta mengundang para tetangga dekat.
Termohon (pada waktu itu masih calon isteri) telah diketahui selingkuh dengan
laki-laki lain tentunya menyakiti hati Pemohon dan menginjak harga diri
Pemohon sebagai calon suami Termohon; Bahwa atas peristiwa tersebut di atas
maka Pemohon sangat kecewa sekali dengan apa yang telah dilakukan oleh
Termohon, dan pada akhirnya Pemohon dan Termohon sepakat untuk tidak
dilakukan dengan dipaksa oleh kedua orang tua Pemohon dan Termohon karena
kedua orang tua Pemohon dan Termohon tidak mau menanggung malu karena
sudah dilaksanakan acara lamaran. Padahal Pemohon dan Termohon sudah tidak
3
http://windiberlianti.com/2017/07/01/pembatalan-perkawinan-alasan-dan-akibatnya-
menurut-hukum-indonesia/, diakses pada tanggal 18 September 2019 pukul 21.25 WIB.
4
tua tetap memaksa. Dan pada akhirnya setelah menikah dengan keterpaksaan,
maka setelah menikah antara Pemohon dan Termohon tidak berhubungan suami
isteri. 1 hari setelah menikah Pemohon tinggal di rumah orang tua Termohon,
namun Termohon tidur di kamar dan Pemohon beserta ponakan Pemohon (eko
dan sumaryo) menemani Pemohon tidur di ruang tamu, dan pagi harinya
Pemohon langsung pulang ke rumah orang tua Pemohon hingga sampai dengan
kemaslahatan Bersama.
perkawinan karena paksaan menjadi sangat menarik untuk dikaji. Di sini Peneliti
menegaskan bahwa yang akan Peneliti bahas lebih detail dan rinci disini hanyalah
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil
Banyumas Nomor:443/Pdt.G/2019/PA.Bms.)?
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
E. Kerangka Teori
1. Perkawinan
berbunyi:
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, sedangkan tujuan
karena perjanjian dan didasarkan atas kasih sayang (cinta), artinya ikatan
tersebut tidak cukup hanya bernilai “ikatan lahir” saja yang bersifat
mendsari ikatan lahir tersebut supaya memiliki kekuatan (tidak rapuh) atau
akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidhan untuk mentaati perintah
proses circle of life, yang ditandai dengan suatu upacara, artinya menurut
hukum adat suatu perkawinan merupakan suatu upacara krisis-rite atau rites
de passage. Suatu upacara yang penting karena seseorang telah mencapai titik
selaku warga masyarakat telah eksis, apalagi bila kemudian diikuti dengan
4
Trusto Subekti, Hukum Keluarga dan Perkawinan, Bahan Pembelajaran, Fakultas Hukum
Unversitas Jenderal Soedirman, 2014, hlm 27.
5
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2004, hlm 43.
8
2. Tujuan Perkawinan
Perkawinan
a. Konsep keluarga
atas perkawinan yang sah, idealnya terdiri dari bapak, ibu dan
b. Rumah tangga
2. Yang bahagia
3. Dan kekal
3. Asas-Asas Perkawinan
menjadi dasar dan dikembangkan dalam materi batang tubuh dari Undang-
kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar
seorang;
4) Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami isteri itu telah
pengadilan;
6) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban
perbuatan hukum (misal akad perkawinan), baik dari segi para subjek hukum
maupun objek hukum yang merupakan bagian dari perbuatan hukum atau
7
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 25-
26.
13
peristiwa hukum (akad nikah) ketika peristiwa hukum itu berlangsung. Rukun
menentukan sah atau tidak sahnya suatu perbuatan atau peristiwa hukum.8
yang berlaku.
Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan”.
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.
Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya
8
Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat, Sinar Grafika,
2012, hlm. 90.
14
umpamanya rukun dan syarat tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan
e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qobul yang dilakukan oleh suami.
menjadi bagian dari suatu perbuatan hukum. Akibat tidak terpenuhinya syarat
1) Syarat Materiil
2) Syarat Formal
9
Amir Syarifudin, Op. Cit., hlm 59.
10
Neng Djubaedah, Op. Cit., hlm. 92.
15
undangan sendiri.
Perkawinan
Perkawinan, hak dan kewajiban suami dan isteri terdapat dalam Pasal 30
yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar
3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
isteri yang sudah barang tentu akan mengakibatkan timbulnya hak dan
kewajiban bagi kedua belah pihak. Hak dan kewajiban suami isteri dalam
b) Suami wajib memberi nafkah kepada isteri dan anaknya, yaitu segala
umumnya.
baiknya.
17
a) Suami isteri harus saling menjaga pergaulan yang baik dalam rumah
lain.
6. Putusnya Perkawinan
tujuan, namun tidak selamanya tujuan itu dapat tercapai, begitu juga
singkatnya hubungan antara suami dan isteri telah berakhir. Putusnya suatu
a. Kematian;
b. Perceraian;
11
Abddul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab Op. cit., hlm 219
18
7. Pembatalan Perkawinan
wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2
Islam, yaitu:
a. Para keluarga dalam keturunan garis lurus ke atas dari suami atau
isteri;
diputuskan;
19
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder
antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya
atau dengan kata lain mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang
2. Spesifikasi Penelitian
oleh hakim untuk sampai kepada putusan yang bisa disebut ratio decidendi.
materiil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat waktu dan segala yang
tersebut diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari
aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut,
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 15.
13
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hlm. 118.
21
3. Lokasi Penelitian
4. Sumber Data
Soekanto dan Sri Mamudji data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum atau data yang mempunyai
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2011, hlm. 119.
15
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 74.
22
putusan-putusan hakim.16
berupa buku atau literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, hasil
karya dari kalangan hukum, hasil penelitian dan pendapat dari pakar
16
Bambang Waluyo, 1985. Penelitian Hukum Dalam Praktik. Raja Grafindo, Jakarta, hlm.
23.
17
Ibid, hlm. 114.
18
Muhamad Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2008,
hlm. 101.
23
dalam bentuk teks naratif secara sistematis, logis dan rasional dalam arti
keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain dan
yang utuh didasarkan pada norma, kaidah dan doktrin hukum yang relevan
data kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengungkapkan apa yang
sekunder tidak diutamakan, melainkan kualitas data sekunder, yaitu data yang
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 25