Abstract
Marriage is holy bond between boy and girl to build a happy family, harmonious, prosperous,
superior, and quality who participated contribute in realize the program full national family
development. However findings a empirical shows, still there is a family institution which has
not optimized the purpose of marriage. This is caused by factors unpreparedness of marriage
age both from physical aspects, psychic, and spiritual. This research applies retrieval method
istishan law towards early marriage traditions who immediately experience pregnancy. This
type of research includes juridical qualitative. Data collection technique conducted through
literature studies and secondary primary data exploration which is then analyzed. The
theologian has a different opinion regarding the law of delay pregnancy: mubah, mubah
muqayad, makruh, and forbidden. Normatively practice delaying pregnancy still not arrived
at the stage obligatory law. By reviewing findings data, evidently practice of pregnancy
marriage early age have negative implication (madharat) good for him, family, society, even
the nation. The pregnancy can inhibit quality family development. On the basis of istishan
method analysis taking into account the principle al-mashlahatu al-khas and almashlahatu
al-am and kaidah daf‟ul mafaasid muqadamu ala jalbi al-mashaali, then the law delays
pregnancy in early marriage is mandatory.
Keywords : Analysis, Law, Marriage, Istishan, and Family
205
206 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
207
208 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
209
210 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
perkawinan yang melakukan a‟zl apabila tanpa didasari izin dari pihak
sebagai metode menunda kehamilan istrinya” (HR. Ibn Majah). Hukum syara
dilatarbelakangi dengan niat keliru. melarang praktik a‟zl tanpa
Diantara niat yang mendasari perbuatan sepengetahuan atau izin dari pihak istri,
a‟zl adalah pihak majikan yang merasa sebab faktor kerelaan pihak istri menjadi
takut apabila hamba sahayanya merdeka salah satu syarat kebolehan a‟zl, hal itu
setelah melahirkan, menjaga kondisi dilakukan berdasarkan analisis yang
istri agar selalu terlihat cantik berkaitan dengan permaslahan akad
dikarenakan belum punya anak, (ikatan) perkawinan, pemenuhan hak
ketakukan tidak dapat menunaikan dan tanggung jawab suami istri, dan
nafkah apabila punya banyak anak, kebolehan memiliki anak keturunan.
kekhawatiran melahirkan anak
perempuan yang dianggap membawa Pertama, alasan yang berkaitan
kehinaan bagi keluarga (tradisi dengan unsur akad/ikatan, perkawinan
jahiliyah), menjaga penampilan diri agar merupakan sebuah ikatan suci antara
selalu terlihat menarik.19 laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh bangunan rumah tangga
1.2. Mubah Muqayad harmonis didasari ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Memelihara
Mubah muqayad adalah ketetapan ikatan/akad perkawinan berupa
hukum syara yang memperbolehkan timbulnya rasa kerelaan merupakan
untuk mengerjakan suatu perbuatan wujud nyata yang dilakukan pasangan
dengan persyaratan tertentu atau suami istri untuk menunaikan
meninggalkannya sama sekali. Ulama kewajiban. Teori akad menyebutkan
lain memberikan hukum mubah bahwa indikator keabsahan akad/ikatan
muqayad terhadap penundaan terukur dengan adanya asas kerelaan
kehamilan pada perkawinan, artinya hati (prinsip al-ridhaiyah) dari kedua
menunda kehamilan pada perkawinan belah pihak yang berakad (al-a‟qidaini).
hukumnya diperbolehkan tetapi harus Sebagaimana kaidah fikih, labuda min
memenuhi persyaratan tertentu, apabila al-taraadhiy fi jami‟i uquudi il-
belum sampai memenuhi persyaratan, mu‟awadhati wa uquudi al-ta‟baru‟ati,
lebih baik dijauhi, khawatir akan artinya “diharuskan adanya saling
mendekati hukum makruh tahrim kerelaan dalam setiap akad, baik yang
(makruh dekat degan keharaman) atau sifatnya bisnis ataupun sumbangan
boleh pula meninggalkannya, karena Allah semata.”
perkawinan yang langsung
mengusahakan kehamilan. Bentuk Salah satu usaha memelihara akad
pemenuhan persyaratan yang dimaksud perkawinan dapat dilakukan melalui
adalah atas dasar adanya permintaan izin lebih terlebih dahulu
keridhaan/kerelaan dari pihak istri. dari suami kepada istri ketika akan
Status hukum mubah muqayad terhadap melakukan a‟zl dalam hubungan
a‟zl sebagai metode penundaan seksual. Apabila a‟zl dilakukan tanpa
kehamilan pada perkawinan diperkuat sepengetahuan pihak istri atau
oleh mayoritas kalangan ulama keridhaanya, maka hukum syara
Hanabilah yang berpegang pada mengaharamkan. Sebab unsur
landasan hukum dari hadits dalam pemaksaan akan menggurkan keridhaan,
riwayat Umar Ibn Khattab, “Rasulullah sesuai kaidah fikih al-ikrahu yasquthu
SAW pernah melarang perbuatann a‟zl al-ridha. Kedua, alasan yang
berhubungan dengan unsur hak dan
19
Abu Malik Kamal, FIkih Sunah Wanita, kewajiban, setelah dilangsungkannya
(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), . 65-66
Muhamad Dani Somantri, Dahwadin, Faisal 211
akad perkawinan, maka seketika itu pula dianugrahi anak, dianggap belum
antara laki-laki dan perempuan berubah merasakan kesempurnaan berumah
status menjadi pasangan suami istri tangga, tidak sedikit dari pasangan
yang berdampak lahirnya tanggung suami istri yang mengharapkan anak
jawab baru berkaitan dengan dalam waktu yang relatif lama.
pemenuhan hak dan kewajiban rumah
tangga. Kewajiban suami merupakan Dengan demikian, apabila pasangan
rangkaian hak istri yang harus perkawinan akan melakukan a‟zl guna
terpenuhi, sedangkan kewajiban istri menunda lahirnya anak, maka suami
sama dengan hak suami yang harus wajib mempertanyakan keridhaan dari
dijalankan. Diantara hak istri yang pihak pasangannya (istri) karena hal itu
menjadi kewajiban suami untuk merupakan representasi persetujuan
direalisasikan adalah memberikan kebolehan yang dibuktikan berupa izin
nafkah secara menyeluruh lahir dan yang diikrarkan oleh istri.
batin, seperti memberikan kepuasan
kepuasan terhadap istri dalam 1.3. Makruh
berhubungan seksual sebagai nafkah
batin suami yang menjadi hak istri. Makruh adalah ketetapan hukum
Ketika perbuatan a‟zl dilakukan dalam syara terhadap suatu perbuatan mukalaf
hubungan seksual antar pasangan yang apabila dilaksanakan tidak akan
perkawinan, secara tidak langsung mendapat pahala kebaikan, sebaliknya
suami telah melanggar sebagian apabila ditinggalkan tidak akan
kewajibannya secara sengaja. Dengan memperoleh dosa, namun hukum lebih
kata lain, pihak istri terhalang dari baik dihindari karena terdapat hikmah
haknya, oleh karena itu, syara keutamaan di dalamnya. Hukum a‟zl
mewajibkan bagi suami untuk meminta yang lainnya sebagai metode penundaan
maaf atau memohon izin terlebih dahulu kahamilan adalah makruh, maksudnya
kepada istri pada saat akan melakukan Islam menganjurkan kepada pasangan
praktik a‟zl dalam hubungan seksual. suami istri agar meninggalkan perbuatan
Tujuannya agar istri tidak merasa a‟zl dari pada melakukannya. Praktik
keberatan (ridha) apabila sebagian dari a‟zl lebih baik dihindari dengan catatan
haknya yakni mendapakan kepuasan tidak ada motif (illat) yang termasuk ke
nafkah batin dari suami tidak dipenuhi. dalam kategori darurat syara, seperti
pertimbangan aspek kesehatan bagi istri
Ketiga, alasan yang berkaitan pola atau anak, sedang menyelesaikan
pandang kedudukan anak keturunan, pendidikan ilmu agama, kekhawatiran
salah satu tujuan dianjurkannya tidak dapat memberikan pendidikan
perkawinan adalah untuk memperoleh yang terbaik bagi anak dikarenakan
anak keturunan dari perjalanan ikatan kesiapan yang belum matang.
yang sah dan suci. Keberadaan Kelompok ulama yang memakruhkan
keturunan bagi keluarga berfungsi hukum a‟zl sebagai sebuah metode
sebagai fasilitas guna mengabadikan menunda kahamilan didukung oleh
ikatan keluarga melalui kiprah generasi kalangan ulama Malikiyah dan
penerus. Sebab, ketercapaian tujuan Hanafiyah yang merujuk pada hadits
perkawinan ditandai dengan kehadiran Nabi SAW dalam riwayat Anas Ibn
anak keturunan. Perkawinan yang Malik: “Dahulu Rasulullah SAW selalu
langsung dikaruniai anak menunjukan memerintah kami untuk menikah dan
rumah tangga yang berhasil, bahkan beliau sangat melarang kami untuk
dijadikan sebuah kebahagiaan. membujang (tidak mau menikah untuk
Sebaliknya perkawinan yang belum selama-lamanya). Kemudian beliau
211
212 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
213
214 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
215
216 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
berdasarkan adanya indikator tingkat dan Bayi terutama pada masa hamil atau
kemaslahatan atau kesulitan. Jenis persalinan akibat perebutan kebutuhan
istihsan yang diaplikasikan terhadap asupan gizi yang tidak seimbang antara
penggalian hukum praktik penundaan ibu yang mengandung dengan janin; (2)
kehamilan pada perkawinan usia muda gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
dalam mewujudkan institusi keluarga emosional yang dialami oleh calon ibu
yang berkualitas adalah istihsan bi al- akibat ketidaksiapannya untuk berubah
mashlahati, artinya mencari model peran menjadi orang tua; (3) minimnya
hukum yang lebih baik dengan alasan pengetahuan dan pengalaman dalam
(i‟llat) prioritas pertimbangan mengurus kehidupan rumah tangga,
kemaslahatan. sehingga apabila menghadapi
permasalahan keluarga sering dihadapi
Hukum asal dari praktik menunda dengan pertengkaran dan jarang
kehamilan adalah mubah atau boleh berakhir pada perceraian; (4) tradisi
berdasarkan pada metode qiyas/analog putus sekolah, berhenti mengenyam
yang menyamakan antara perbuatan pendidikan formal (drop out), terutama
menunda kehamilan dengan kegiatan bagi kalangan yang dikategorikan
bermuamalah sesuai kaidah fikih al- pemerintah sebagai usia wajib
ashlu fi al-mu‟amalah al ibahah hatta menempuh pendidikan dua belas tahun
an yadulla dalilun a‟la tahrimiha. (wajardiknas).
Maksudnya perbuatan menunda
kehamilan boleh dilakukan ataupun Dan masih banyak dampak negatif
boleh pula ditinggalkan dan tidak akan lainnya yang ditimbulkan oleh praktik
mengakibatkan adanya sanksi hukum kehamilan pada perkawinan usia di
syara baik dalam bentuk pahala maupun bawah umur, baik dalam bidang
dosa. kesehatan keluarga, hak kesehatan
reproduksi wanita, kesehatan jasmani
Sementara apabila merujuk pada dan rohani, ketahanan ekonomi, tingkat
hasil penelitian ilmiah tentang fenomena pendidikan, dan sosial kemasyarakatan
sosial kehamilan pada perkawinan usia yang semuanya secara tidak langsung
di bawah umur berikut ragam akan menjadi hambatan dalam
problematiknya, maka akan ditemukan mewujudkan cita-cita membangun
data empirik terkait dampak negatif bangsa seutuhnya.
(mafsadah) yang ditimbulkan oleh
praktik kehamilan pada perkwinan usia Berdasarkan fakta objektif di atas,
di bawah umur baik bagi individu, maka istihsan berpandangan bahwa
keluarga, lingkungan sosial, dan terkait implikasi negatif dari hasil
masyarakat. Terlebih lagi ketika praktik kehamilan pada perkawinan di
dikorelasikan keberadaanya dengan bawah umur, harus dicegah, ditolak,
program pemerintah mewujudkan atau dihindari melalui solusi alternatif
pembangunan keluarga nasional yakni prorgam keluarga berancana (KB)
seutuhnya. dengan cara menggunakan alat, obat,
metode kontrasepsi yang bertujuan
Berdasarkan atas hasil kajian untuk menunda masa kehamilan pada
penelitian ilmiah para ilmuan di perkawinan di bawah umur,
lapangan, ada beberapa permasalahan sebagaimana kaidah fikih menegaskan
argumen hukum (i‟llat) akibat praktik daf‟ul mafasid muqadamu a‟la jalmi al-
kehamilan pada perkawinan di bawah mashalih (mencegah kemadaratan harus
umur, diantaranya: (1) menyebabkan diprioritaskan dari pada mendatangkan
tingginya tingkat resiko kematian Ibu kemaslahatan).
Muhamad Dani Somantri, Dahwadin, Faisal 217
217
218 Mahkamah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
Malik Kamal, Abu. 2007. Fikih Sunah Suratun (at all). 2008. Pelayanan Keluarga
Wanita. Jakarta: Pena Pundi Berencana dan Pelayanan
Aksara. Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info
Media.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet. IV. Jakarta: PT. Surapaty, Surya Chandra (at. all). 2016.
Gramedia Pustaka Utama. Buku Kebijakan Program
Kependudukan, Keluarga
Qardhawi, Yusuf. 2010. Halal dan Haram Berencana, dan Pembangunan
dalam Islam. Jld. IX. Keluarga dalam Mendukung
Terjemahan oleh Ahmad Semait. Keluarga Sehat. Jakarta:
Jakarta: Pustaka Nasional. BKKBN.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Warson Munawir, Ahmad. 2002. Kamus
Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Munawir Arab-Indonesia
Perkembangan Kependudukan Terlengkap. Cet.II. Surabaya:
dan Pembangunan Keluarga. Pustaka Progresif.
Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Wirdhana, Indra. 2013. Delapan Fungsi
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Keluarga. Jakarta: Direktorat
Pemerintah Nomor 61 Tahun Bina Ketahanan Remaja.
2014 Tentang Kesehatan