Anda di halaman 1dari 79

PENGENDESEN LUAH DALAM UPACARA

ERDEMU BAYU PADA SUKU KARO:


KAJIAN SEMIOTIK

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH

WINA ASMARIA SITEPU


150703043

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Wina Asmaria sitepu, 2019, Judul Skripsi: Pengendesen Luah Dalam Upacara
Adat Erdemu Bayu Etnik Karo Kajian : Semiotik
Upacara adalah merupakan salah satu bentuk kongkrit budaya yang menggunakan
simbol sebagai media untuk menyampaikan harapan, doa, serta komunikasi yang
terdapat di dalamnya. Upacara pengendesen luah merupakan bagian dari upacara
adat erdemu bayu suku Karo. suatu adat yang dijalankan terjadi transaksi
komunikasi yang terdapat penggunaan simbol sebagai media komunikasi untuk
menyampaikan doa serta harapan. Peneleitian ini guna mendeskripsikan bentuk,
fungsi serta makna simbol yang terdapat dalam upacara adatpernikahansuku Karo.
Manfaat penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penulis dalam menambah
pengetahuan mengenai pengendesen luah dalam upacara adat erdemu bayu etnik
Karo, sebagai bahan referensi dan acuan bagi pengembangan penelitian
berikutnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini dan sebagai bahan
kepustakaan budaya Karo yang mulai ditinggalkan karena perngaruh jaman
modern. Metode yang digunakan dalam penelitian judul ini adalah metode
deskriptif kualitatif.Serta teori yang digunakan adalah teori semiotik dari Pierce
yang mengemukakan tanda menjadi 3 bagian yaitu; ikon, indeks, dan simbol.
Metode deskriptif kualitatifialah suatu prosedur atau cara memecahkan masalah
penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki serta bagaimana
menggambarkan secara objektif dan pasti tentang setiap simbol yang terdapat
dalam upacara adat pengendesen luah suku Karo. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara adat
pengendesen luah ini memiliki kekuatan doa serta harapan yang diberikan
keluarga sebagai pegangan kuat dan menjadi panutan pengantin dalam menjalani
rumah tangga yang baru, melalui makna simbol yang terdapat di dalamnya
memiliki nilai budaya yang dianggap penting dan masih dipercaya dalam sebuah
adat oleh masyarakat Karo yang telah dilahirkan oleh para leluhur sebagai suatu
identitas sebuah daerah.
Kata kunci : upacara adat, simbol, semiotik

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan karunianya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Pengendesen Luah Dalam Upacara Erdemu
Bayu Pada Etnik Karo: Kajian Semiotik”.
Penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
kelulusan tingkat Sarjana 1 (S-1) pada Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini dapat tertulis dengan baik atas
dukungan dan peran dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing penulis yaitu; Ibu
Dra. Herlina Ginting M.Hum, serta Bapak Drs.Ramlan Damanik M.Hum yang
telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu dan membimbing
penulis dalam upaya penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini memiliki beberapa bagian yaitu; Bab I yang berisi pendahuluan
yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan
manfaat penelitian. Bab II dengan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan
yang relevan, pengertian luah, tahapan-tahapan pernikahan suku Karo dan
pengertian semiotik. Bab III berisi metode penelitian yang mencakup metode
dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan
metode analisis data. Bab IV berisikan pembahasan dan pada Bab V berisikan
kesimpulan dan saran.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna karena bidang ilmu
yang penulis miliki sangat minim. Namun berkat bimbingan para dosen selama
penulis dalam masa perkuliahan, maka skripsi ini dapat selesai dengan
sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan skripsi ini dikemudian hari. Terima kasih.

Medan, September 2019


Penulis,

Wina Asmaria Sitepu


Nim. 150307043

ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENARUH

Bujur ras mejuah-juah ibas pemasu-masun Tuhan si enggo mbereken


berkat ras kesehaten man penulis guna ndungi penusunen skripsi enda si erjudul
“Pengendesen Luah Dalam Upacara Erdemu Bayu Pada Etnik Karo: Kajian
Semiotik”.
Penusunen skripsi enda emkap guna ngelengkapi persyaraten lulusen
tingkat S1 ibas Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara. Penulisen skripsi enda tertulis mehuli kerna pengaraken alu
dosen pembimbing nari. Emaka penulis ngataken bujur melala man dosen
pembimbingku Ibu Dra. Herlina Ginting M.Hum ras Bapak Drs.Ramlan Damanik
M.Hum si enggo meriah ukur mbereken penampat ibas waktu, tenaga ras
pikirenna guna ndungi penulisen skripsi enda.
Skripsi enda emkap Bab I si erisiken tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian ras manfaat penelitian. Bab II emkap kajian pustaka
isina kepustakaan yang relevan, pengertin luah, tahapen-tahapen perjabun suku
Karo ras pengertin semiotik. Bab III emkap metode penelitian si radumken
metode dasar, lokasi penelitian,instrmen penelitian, metode pengumpulan data ras
metode analisis data. Bab IV emkap tentang pembahasen ras Bab V emkap
kesimpuln ras saran guna jadi penutup.
Penulis ngakui ibas penulisen skripsi enda melala denga kekurangen si
terjadi perbahan kurangna kepintaren penulis. Bagepe skripsi enda banci dung
paksa waktuna kerna pengaraken dosen pembimbing nari, emaka penulis mindo
kritik ras saran man kita krina guna membangun skripsi enda gelah sempurna ibas
wari si reh. Bujur

Medan, September 2019


Penulis,

Wina Asmaria Sitepu


Nim. 150307043

iii
Universitas Sumatera Utara
iv
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa, yang selalu senantiasa memberikan kesehatan dan

perlindunganNya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis

juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara beserta jajaran wakil Dekan, pembantu Dekan

lainnya yang telah memberikan akses pendidikan yang layak dan nyaman

bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Program Studi Sastra

Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

banyak membantu penulis untuk berkembang menjadi mahasiswa yang

berguna selama menempuh pendidikan perkuliahan

4. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum selaku sekretaris Program Studi

Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang

juga telah memberikan arahan dan kritik yang membangun pada penulis

5. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku pembimbing I penulis yang telah

banyak mengorbankan waktu, tenaga pikiran, arahan serta dukungan,

perhatian dan nasehat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi

v
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Dsa. Ramlan Damanik, M.Hum selaku pembimbing II dan juga

dosen penasehat akademik saya yang telah banyak mengorbankan waktu,

tenaga, pikiran, nasihat dan arahan serta motivasi yang sangat baik untuk

membimbing penulis dalam penyelesaian skrispi maupun perkuliahan

7. Segenap dosen Sastra Batak yang penuh kasih sayang memberikan ilmu

pengetahuan dengan ikhlas selama penulis dalam proses menimba ilmu

pengetahuan dibangku perkuliahan

8. Kepada Ayahanda Kasimta Sitepu (+) dan Ibunda Sanggup Sembiring

serta Bapak Sekula Pinem yang dengan sepenuh hati telah mengajar dan

mendidik penulis, merawat dan membesarkan penulis hingga dapat

menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi

9. Informan Penulis Sabab Br.Ginting, Skula Pinem, Johanis Sinulingga,

Jenda Malem Bangun, Riduan Bangun yang telah banyak membantu dan

meluangkan waktunya untuk penulis dalam berbagi informasi kepada

penulis untuk melengkapi data-data yang penulis perlukan selama dalam

penelitian skripsi

10. Saudara/i penulis, Maria Fransiska Sitepu, Maria Veronika Sitepu, Sevania

Karolina Sitepu, Desi Pinem yang dengan senang hati dan senantiasa

memberikan dukungan penuh kepada penulis dan membantu penulis pada

saat kesulitan dalam menyusun skripsi ini

vi
Universitas Sumatera Utara
11. Sahabat-sahabat penulis, Juni Elfrida Purba, Fernando Manalu, Fitmeg,

Radot Sihotang, Enda Syahputra Ginting, Bima Jaya Pasaribu, Risky

Amando, Great Nababan, Handany Aritonang serta teman satu stambuk

2015 seluruhnya yang telah member dukungan selama perkuliahan baik

saran, masukan dan semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi

dan juga kepada serta kepada kakak abang stambuk 2012, 2013, 2014

Olihi Solin, Ricardo Nadeak, Citra Sihotang, Sely Br Ginting, Meida

Angelina Bangun, Rianta Simanjuntak, Weni Silalahi dan Wulan Rigyar

Nainggolan, yang sudah bersedia menjadi wadah belajar penulis dalam

menyusun skripsi.

12. Teman-teman yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan

skripsi, Jhonli Pangaribuan, Fajar Siahaan, Dwi Novia Sirait, Lilian Vhani

Br Ginting, Serlita Pratiwi, Dila Singarimbun, Meta Purba, Liasna

Sembiring, Maria Tarigan, Rintika Bangun dan teman-teman organisasi

GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ) FIB USU, Pemerintahan

Mahasiswa (PEMA) FIB USU, Pemuda Pemudi Gereja (Youth GLASIK)

dan teman-teman satu almamater penulis yang selalu mendukung dan

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang

selalu mendukung dan membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas semua jasa kepada pihak yang berperan dalam

membantu dan mendukung penulis baik tersurat maupun yang tidak tercantum

namanya.

vii
Universitas Sumatera Utara
Glosarium

Kerja Adat : Pesta adat pernikahan masyarakat Karo


Mbengket rumah mbaru : Pesta adat memasuki rumah baru
Mbaba Kulau : Upacara adat pemberian nama
Simate-mate : Upacara adat kematian
Merga silima : Karo-karo, ginting, tarigan, sembiring dan
perangin-angin
Rakut si telu : Kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru
Tutur si waluh : Puang kalimbubu, kalimbubu, senina, sembuyak,
sipemeren, senina sepengalon, anak beru dan anak
beru mentri
Merga : Marga
Turang : Saudara kandung atau semarga
Impal : Kerabat yang berbeda marga namun memiliki
hubungan keluarga
Kalimbubu : Pihak si pembawa perempuan
Anak beru : Pihak yang mengambil si wanita yang akan
diperistri
Senina/sembuyak : Hubungan kekerabatan berdasarkan marga yang
sama
Erdemu bayu : Pernikahan pesta adat masyarakat Karo yang
mengambil impalnya
Luah : Kado
Pengendesen : Pemberian/penyerahan
Tugunna : Pihak/kelompok

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………… . ii
KATA PENARUH ........................................................................................... iii
AKSARA KARO ............................................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iv
GLOSARIUM .................................................................................................. v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB IPENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4 Manfaat Peneltian....................................................................................... 7
BAB II TINJAUANPUSTAKA ...................................................................... 9
2.1 Kepustakaan Yang Relevan ....................................................................... 9
2.2 Pengertian Luah ......................................................................................... 10
2.3 Tahapan-Tahapan Pernikahan Suku Karo .................................................. 11
2.4 Pengertian Semiotik ................................................................................... 15
2.5 Teori Yang Digunakan ............................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 20
3.1 Metode Dasar ............................................................................................. 20
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 20
3.3 Instrument Penelitian ................................................................................. 21
3.4 Pengumpulan Data ..................................................................................... 21
3.5 Metode Analisis Data ................................................................................. 22
BAB IV PEMBAHASAN... ............................................................................. 23
4.1 Deskrifsi Jenis - Jenis Luah Yang Terdapat Dalam Upacara Erdemu
Bayu Etnik Karo …………………………................................................. 26
4.1.1Luah Adat ……………………………………………............................ 26
4.1.2 Luah Pribadi……………………………………………………............. 42
4.2 Deskripsi Fungsi Dan Makna Simbol LuahPada Upacara Adat erdemu
bayuEtnik Karo .......................................................................................... 47

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ....................................................... 64
5.1 Kesimpulan..................................... ........................................................... 64
5.2 Saran........................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara besar yang terdiri dari beberapa

provinsi. Salah satunya Provinsi Sumatera Utara yang memiliki beragam suku,

disetiap suku memiliki kebudayaan tersendiri yang dapat membedakannya dengan

suku lainya. Kebudayaan juga merupakan sebuah simbol ciri khas dari setiap

daerah masing-masing yang ada ditengah-tengah masyarakat. Setiap suku yang

ada, semuanya memiliki aturan dan tata budayanya masing-masing seperti pada

budaya Suku Batak.

Suku Batak merupakan suku bangsa yang memiliki lima subetnik yang

serumpun yaitu Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Angkola/Mandiling. Setiap

suku ini memiliki ciri dan khas yang berbeda-beda baik dari segi bahasa, adat dan

lainnya. Suku Batak masih menyimpan nilai budaya serta menghormati adat

disetiap sukunya, salah satunya pada upacara adat suku Karo.

Suku Karo merupakan salah satu suku yang mendiami dataran tinggi Karo

dansebagian berada di Kabupaten Langkat dan Deliserdang. Dalam masyarakat

Karo masih banyak kegiatan kebudayaan yang dilakukan, seperti kegiatan upacara

peradatan. Dalam suku ini banyak macam peradatan yang dilaksanakan misalnya

memasuki rumah baru (mbengket rumah mbaru ),upacara kematian (simate-mate),

upacara penambalan nama pada anak bayi (mbaba kulau) dan upacara peradatan

pernikahan (erdemu bayu).

1
Universitas Sumatera Utara
Selain itu dalam suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat

yang mengatur kekerabatan orang Karo, yang biasa disebut dengan marga

silima,rakut si telu dan tutur siwaluh. Marga dalam masyarakat Karo terdiri dari

lima kelompok, yaitu Karo-karo, Sembiring, Perangin-angin, Tarigan dan Ginting.

Marga merupakan suatu identitas masyarakat Karo dalam mengatur susunan

kekerabatan suku Karo, sebutan mergapada pria danberu pada perempuan. Kata

marga itu sendiri diambil dari kata merga dalam bahasa Karo yang artinya Mahal,

karena itu marga sangat berharga bagi suku Karo. Seseorang yang memiliki

merga dan beru yang sama dianggap bersaudara (turang) sehingga tidak boleh

kawin semarga.

Selain marga, hal lain yang sangat penting dalam susunan kekerabatan

masyarakat Karo ialah Rakut Si Telu yang artinya ikatan yang tiga yang diyakini

sebagai Sangkep Geluh Suku Karosebagai pelengkapan hidup. Pelengkap yang

dimaksud ialah sistem sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri

dari tiga kelompok, yaitu: Kalimbubu, Anak Beru dan Senina. Sistem kekerabatan

ini akan dikonsep dalam suatu penuturan dengan delapan golongan yang disebut

Tutur Siwaluh yaitu ; puang kalimbubu, kalimbubu,senina,sembuyak,sipemeren,

senina sepengalon, anak beru dan anak beru mentri. Dalam pelaksanaan upacara

adat tutur siwaluh dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus

sesuai dengan keperluan pelaksanaan upacara yang dilaksanakan.

2
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Karo didalam menjalankan sistem kekerabatan sangat teratur

dan dengan perencanaan yang matang, terlebih pada saat menjalankan suatu

upacara adat.Salah satunya pada upacara adat pernikahan, dalam pelaksanaan adat

pernikahan harus menjalankan suatu kekerabatan yang lengkap sesuai dengan

jenis pernikahan yang dijalankan. Adat pernikahan merupakan suatu adat yang

dilakukan untuk orang dewasa, karena pernikahan merupakan suatu ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia.Masyarakat Karo adalah

masyarakat yang berdasarkan patrilineal yang mengikut garis keturunan pria.

Sehingga pernikahan masyarakat Karo dapat dilihat berdasarkan prosesnya yaitu

penikahan atas dasar suka sama suka, dijodohkan dan pernikahan paksa. Namun

berdasarkan statusnya pernikahan Karo dapat dilihat dengan beberapa jenis

pernikahan sebagai berikut; Gancih abu merupakan suatu pernikahan laki-laki

menikahi saudara perempuan istrinya yang telah meninggal, tujuan pernikahan ini

adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut agar tidak

terlantar.Mindo man merupakan suatu pernikahan seorang jandadengan seorang

priayang berasal dari saudara suaminya yang telah meninggal.Mindo lacina suatu

pernikahan seorang laki-laki yang bila ditelusuri sampai pada kalimbubuneneknya

dalam tutur suku Karo.Kawin ciken suatu pernikahan seorang laki-laki dengan

seorang perempuan, yang dahulu adalah istri dari kakeknya ataupun saudaranya

yang telah meninggal berdasarkan pertuturan masyarakat Karo.Iyan suatu

pernikahan seorang perempuan dengan saudara laki-laki suaminya karena

suaminya belum bisa memberikan keturunan.

3
Universitas Sumatera Utara
Piher tendi suatu pernikahan seorang pria yang menikahiperempuan anak dari

puang kalimbubunya (pamannya) dalam tutur suku Karo.Cabur bulung suatu

pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang keduanya

masihdibawah umur,pernikahan ini dilakukan hanya sebagai simbolis saja,

pernikahan ini dilakukan disebabkan salah satu dari mereka sering sakit-sakitan

karena masyarakat Karo percaya melalui perjodohan itu anak tersebut dapat

disembuhkan. Jika dia perempuan maka diantar kerumah anak beru, jika dia pria

maka diantar kerumah kalimbubunya.Lakoman ngalihken senina suatu

pernikahan seorang priadengan seorang perempuan yang dilakukan karena

saudara sedarah pria tersebut tidak mau menikahi si perempuan itu. Singumban

suatu pernikahan antara pria dengan perempuan yang keduanya berstatus saudara

sepupu yang erimpal,dan dibenarkan adat untuk saling menikah. Beru puhun

suatu pernikahan antara seorang priadengan seorang prempuan yang keduanya

berstatus saudara sepupu yang erimpal merek dibenarkan untuk saling menikah

dalam adat Karo.Merkat senuansuatu pernikahan seorang laki-laki yang

menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya.Menurut adat pernikahan ini

sebenarnya dilarng karena dianggap sebagai suatu penyimpangan namun karena

suatu pertimbangan yang baik maka pernikahan ini seperti dapat

direstui.Pernikahan La arus merupakan jenis pernikahan yan tidak dibenarkan

oleh adat meskipun sudah memiliki hubungan kekerabatan sebelumnya yang

disebut turang impal. Nangkih pernikahan ini sering disebut pernikahan kawin

lari.Pernikahan ini terjadi biasanya karena keinginan si pria dan perempuan tidak

direstui keluarga.( Malem Ukur Ginting. 2008: 53).

4
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan status sosial pernikahan tersebutmaka suatu pernikahan dapat

dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu; pernikahan petuturken merupakan jenis

pernikahan emas perdemuken dimana seorang pria dengan wanita Karo yang

bukan dengan impalnya yang sudah memiliki hubungan kekerabatan

sebelumnya.Hubungan terjadi setelah menikah. Pernikahan erdemu bayu

merupakan pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita yang disebut

erimpal yang sudah memiliki hubungan kekerabatan sebelum menikah dan

dianggap oleh masyarakat Karo suatu pernikahan yang paling ideal dan

dibenarkan oleh adat istiadat.

Pernikahan bagi suku Karo tidak hanya mengawinkan dua orang saja,

melainkan pernikahan pertemuan dua keluarga besar dalam kehidupan

bermasyarakat padasuku Karo.Pernikahan suku Karo merupakan tradisi yang

dilakukan secara turun-temurun. Adapun tahapan pernikahansuku Karo

yaitu;nungkuni, mbaba B\belo selambar, nganting manuk, kerja adat, Mukul,

ngulihi tudung/ngulihibulang dan ertaktak. Dalam menjalankan tahapan kerja adat

pernikahan Karo terdapat bagian upacara pemberian kado “pengendesen

luah”pada waktu kerja adat atau pesta pernikahan. Luah merupakan suatu kado

yang diberikan kerabat melalui penuturan kekerabatan kepada pengantin yang

diyakini sebagai simbol pengantar Doa dan harapan sehingga bagian ini penting

untuk dijalankan.Bagian pemberian kado inilah yang membuat kerja adatdalam

pernikahan Karo sangat menarik dan melalui bagian ini juga dapat dilihat

kemegahan suatu pesta pernikahan adat Karo.

5
Universitas Sumatera Utara
Penelitian tentang upacara adat pengendesenluah dalam erdemu bayu ini

masih sangat kurang dalam pelaksanaannya, sudah banyak simbol-simbol yang

mulai dihilangkan. Meskipun kegiatan ini masih dilaksanakan, namun masih

banyak masyarakat Karo yang belum mengetahui mengapa alat tersebut dijadikan

sebagai simbol sertafungsi dan makna apa yang terkandung didalamnya

terkhusunya pada generasi muda sekarang ini. Hal ini terjadi karena kurangnya

juga penelitian yang dilakukan serta minimnya kepedulian atas pengetahuan akan

kegiatan ini, sehingga simbol dan makna yang terkandung didalamnya tidak

mampu ditafsirkan dengan baik dan tepat.

Oleh karena itu, kajian ini cukup menarik untuk diteliti, sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan pengkajian simbol yang terdapat

dalam kegiatanpengendesenluah dalamupacara erdemu bayu suku Karo.Agar

kegiatan ini dapat dikelola kembali dengan benar dan sesuai aturan adat istiadat

yang ada sejak dulu. Sejalan dengan judul penelitian ini, peneliti akan meneliti

tentang pengendesenluah dalam upacara erdemu bayu suku Karo dari segi ilmu

Semiotik, karena peneliti tertarik untuk mengetahui jenis-jenis simbol, makna dan

fungsi pengendesenluah dalam upacara erdemu bayu suku Karo.

6
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

a. Apa saja jenis-jenis luah yang terdapatdalam upacara erdemu

bayusuku karo

b. Apa saja fungsi dan maknaluah dalam upacara erdemu bayusukuKaro.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka terdapat tujuan penelitian sebagai


beriku :
a. Untuk mendeskripsikanluah-luah yang ada dalam upacara adat
erdemu bayusuku Karo.
b. Untuk mendeskripsikan tentang apa saja fungsidan makna simbol
luah dalam upacara adat erdemu bayusuku Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka terdapat beberapa manfaat penelitian

sebagai berikut :

A. Manfaat Teoritis

1. Untuk mengetahui luah apa saja yang digunakan dalam upacara adat

erdemu bayusuku Karo.

2. Untuk mengetahui apa saja fungsidan makna simbol luah dalam upacara

adat erdemu bayusuku Karo

7
Universitas Sumatera Utara
B. Manfaat Praktis

1. Agar dapat dijadikan sebagai bahan acuan penelitian terhadap ilmu

lainnya.

2. Bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda untuk

membantu memotivasi mereka akan kekayaan budaya yang disalurkan

melalui upacara adat erdemu bayusuku Karo.

3. Mengetahui jenis-jenis luah, fungsi dan makna apa saja yang terdapat

dalam upacara adat erdemu bayusuku Karo.

4. Untuk memenuhi syarat penyelesaian tugas akhir pada Program Studi

Sastra Batak FIB USU.

5. Sebagai dokumentasi upacara adat erdemu bayu dalam etnik Karo pada

Program Studi Sastra Batak FIB USU.

8
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka adalah langkah penting di mana seteleh seorang peneliti

menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian

yang berkaitan dengan topik penelitian.Dalam pencarian teori, peneliti akan

mengumpulkan teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Paparan atau konsep ini

bersumber dari pendapat para ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi dan

nalar penelitian yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari sumber bacaanjurnal, hasil-hasil

penelitian (tesis) atau sumber-sumber lainnyayang relevan untuk digunakan

dalam memahami serta mendukung penulisan skripsi yaitu:

a. Skripsi yang ditulis oleh Puji Sri Arjuna Sembiring (2006) dengan judul

“UpacaraNereh Empo Masyarakat Batak Karo: Kajian Semiotik”.

Skripsiini membahas tentang makna dan fungsi tanda atau simbol yang

terdapatpada upacara Nereh Empo. Sehingga skripsi ini dapat memberikan

kontribusi terhadap skripsi penulis yaitu tentang tahapan-tahapan

pelaksanaanpernikahan adat Karo.

b. Skripsi yang ditulis oleh Darmila Indriyani (2018) dengan judul ” Erdemu

Bayu Etnik Batak Karo Kajian : Analisis Wacana”. Skripsi ini sangat

membantu penulis dalam melihat tahapan pelaksanaan pesta adat

9
Universitas Sumatera Utara
pernikaan Karo serta pengertian upacara adat pernikahan Erdemu

BayuEtnik Karo.

c. Skripsi yang ditulis oleh Ananias Ginting (2013) dengan judul “Analisis

Pedah-Pedah Pada Upacara Adat Pernikahan Suku Karo (Kajian

Pramatik)”. Skripsi ini berkontribusi kepada skripsi penulis tentang

kesopanan penyampain pedah-pedahatau pesan-pesan kepada kedua

pengantin yang berkaitan dengan pemberian luah dalam upacara adat

pernikahan Karo. Pemberian luah akan diadakan setelah penyampaian

pedah-pedah.

d. Skripsi yang ditulis oleh Sri Ulina Br.Ginting (2018) dengan judul

“Analisis Semiotik Pada Pesta Pekawinan Adat Karo Langkat (Kajian

Semiotika Sosial)”.Skripsi ini memberikan kontribusi terhadap skripsi

penulis adalahtentang bagaimanamelihat semiotik makna pada peralatan-

peralatan yang akan digunakansebagai simbol pada proses upacara adat

dalam pernikahan masyarakat Karo.

2.2 Pengertiaan Luah

Luah merupakan sebuah pemberian dalam bentuk benda biasanya disebut

dengan kado dalam suku Karo. Pemberian luah dilakukan pada saat proses

upacara adat yang dilakukan. Orang yang memberikanluah ini adalah para kerabat

dalam suku Karo yang disusun melalui sistem kekerabatan dari yang tertinggi

sampai yang paling bawah, karena pemberian luah ini diyakini sebagai pengantar

doanya. Selain itu luah juga akan menjadi sebuah tanda rumah tangga baru dalam

pernikahan suku Karo yang disebut penjayon.

10
Universitas Sumatera Utara
Pemberian luah bukan hanya dilakukan pada upacara adat pernikahan,

dalam upacara adat karo lainnya juga memiliki tradisi pemberian luah seperti

upacara masuk rumah baru (mbengket rumah mbaru) suku Karo.

Pada upacara adat memasuki rumah baru ini memiliki struktur percakapan yang

dimulai oleh Kalimbubu Simajek Dalikan (kalimbubu tua) akan membawa ayam

berwarna kuning dan Beras piher (beras berkat). Dalam pelaksanaannya,

kalimbubu ini akan mendirikan tungku, menyalakan api dan menyembelih ayam

yang dibawanya sebagai simbol bahwa kalimbubu tersebut memberkati anak

berunya sang tuan rumah, agar dalam menempati rumah yang baru hidup dalam

berkecukupan (Tarigan 2010: 37).

2.3 Tahapan- tahapan Pernikahan Suku Karo

Pernikahan merupakan suatu acara yang sangat penting bagi suku Karo

karena merupakan salah satu bagian dari kehidupan masyarakat Karo.Melalui

suatu pernikahan akan terjalin hubungan batin antara seorang pria dengan sorang

wanita yang akan menjadi keluarga yang baru sehingga kedua pengantin dapat

mengenal keluarga besar dari kedua belah pihak.Dalam masyarakat Karo suatu

pernikahan yang baik itu harus menjalankan suatu adat istiadat yang ada dan dapat

direstui berdasarakan peraturan peradatan suku Karo.Tujuannya agar terhindar

dari kesalahan terhadap tuturan kekerabatan berdasarkan sistem kekerabatan suku

Karo. Karena dalam adat Karo tidak boleh ada kawin semarga “erturang” atau

turang impalmelainkan harus beda marga “erimpal” berdasarakan tutur Karo.

11
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjalankan suatu adat pernikahan ada hal-hal yang harus

dijalankan dan dipersiapkan agarupacara adat dapat terlaksana dengan baik.Selain

pesta adat dalam upacara pernikahan Karo masi ada tahapan-tahapan yang harus

dijalankan agar adat pernikahan itu terlaksana dengan sempurna yaitu:

1. Nungkun Kata/Sitandan. Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara

keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan. Disini

keluarga pria akan menyampaikan keinginannya kepada anak beruuntuk

mepertanyakan persetujuan dari keluarga si perempuan. Setelah mendapat

persetujuan dari semua pihak keluarga maka akan dibicarakan hari yang

pas untuk tahapan selanjutnya kerumah kalimbubu.

2. Mbaba Belo Selambar. Pada tahap ini merupakan tahapan pelamaran

yang berkumpul dirumah pihak kalimbubu. Si pria akan membawa

makanan yang sudah masak kerumah kalimbubu tersebut. Makanan itu

akan menjadi penghantar pembicaraan pembahasan pernikahan. Setelah

selesai makan bersama keluarga kedua belah pihak akan mulai

membicarakan kedatangan mereka kerumah kalimbubu. Dalam pertemuan

ini akan dibicarakan segala konsepan pernikahan baik dari mas kawin,

utang adat, sampai pada penyerahan pudun penindihi yaitu sebagai tanda

jaminan dari kesepakatan pernikahan. Kemudian akan dibicarakan hari dan

tanggal yang baik untuk melangsungkan acara pernikahan.

12
Universitas Sumatera Utara
3. Nganting manuk. Pada proses ini kedua belah pihak kembali

membicarakan kepastian yang sudah ditetapkan pada tahapan sebelumnya.

Agar persiapan pernikahan lebih matang untuk dilaksanakan.Biasanya

tahapan ini akandjalankan pada waktu menjelang pesta adat atau tidak

boleh lebih dari sebulan dari tanggal yang sudah ditetapkan. Sehingga,

sekarang ini suku Karo sudah mengadakan proses ini pada malam sebelum

hari H pesta adat dilaksanakan untuk menghemat waktu dan biaya.

4. Kerja adat. Di waktu yang telah ditentukan diadakanlah pesta adat

pernikahan atau erdemu bayuselama satu hari penuh di kampung halaman

si perempuan. Biasanya pesta pernikahan ini akan digelar di jambur ”los”

atau dihalaman rumah si perempuan.Pada hari itu semua sangkep

geluh (keluarga dekat) dari kedua belah pihak hadir untuk menghadiri

pesta pernikahan itu.Ada pun acara yang dilakukan dalam pesta

pernikahan ini meliputi, nangketken ose, nuranjang/ngelangkah, ertembe-

tembe, pedalan ulu emas, telah-telahdan sijalapen. Semua upacara adat ini

harus dijalankan agar pernikahan itu menjadi pernikahan yang baik

menurut masyarakat Karo.

5. Mukul. Pada malam harinya setelah pesta perkawinan dilaksanakan acara

mukulyang sering disebut persadan tendi, dimana dalam acara ini masih

ikut beberapa keluarga terdekat dari masing-masing pihak. Mukul ialah

acara terakhir dalam melengkapi syarat dalam pengukuhan suatu

pernikahan menurut adat Karo, karena terkandung didalamnya semacam

13
Universitas Sumatera Utara
persumpahan atau perjanjian dengan isi sehidup semati.Dalam upacara ini

kedua pengantin akan diberi makan oleh anak beru dengan seekor ayam

kampung yang berwarna kuning “ayam yang diberikan sebagai luah anak

beru”. Ayam ini akan dimasak oleh tugun anak beru mentri dan

disuguhkan dalam bentuk makanan sepiring berdua beserta nasinya. Ayam

ini akan diberikan secara terpotong-potong namun akan diatur sedemikian

rupa agar kembali menjadi ayam yang utuh kemudian ditambahkan

dengan telurnya.

6. Ngulihi tudung/ngulihi bulang.Biasanya setelah empat hari mukul,

diadakanlah upacara ngulihi tudung. Ngulihi tudung adalah suatu upacara

dimana kedua mempelai diantar ke rumah orang tua mempelai perempuan;

sedangkan nguluhi bulang adalah suatu upacara dimana mempelai diarak

dari rumah orang tua mempelai perempuan menuju rumah orang tua

mempelai laki-laki. Selesai acara ini, kedua mempelai diantarkan

ketempat/rumah mereka untuk memulai hidup baru secara mandiri. Disini

kedua pengantin akan meminta doa agar menjalani rumah tangga yang

baru dengan sungguh-sungguh.

7. Ertaktak. Ini biasanya dilakukan seminggu setelah acara pesta adat

selesai. Pertemuan pada tahapan ini akan diadakan dirumah pihak

kalimbubu sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.Pada acara ini akan

membahas masalah pengeluaran dalam acara pesta adat dan pengeluaran

yang sudah dibayarkan terlebih dahulu oleh anak beru, sembuyakdan

14
Universitas Sumatera Utara
kalimbubu.Disini anak beru makan bersama dengan kalimbubu,disini

diselesaikanlah semua masalah biaya serta persoalan apa saja yang terjadi

selama proses pesta pernikahan yang terjadi serta mencari solusi untuk

menyelesaikannya. Harapan dari keluarga kedua belah pihak supaya

proses pernikahanyang telah berlangsung dapat berjalan dengan

baikkedepannya dan tentram tanpa meninggalkan persoalan. (P.Tambun

1952: 36)

2.4 Pengertian Semiotik

“Fawcett (1984: xiii) dalam buku A. Saragih (2011:6) berpendapat bahwa

semiotik adalah kajian tentang sistem tanda dan penggunaannya”. Yang artinya

satu tanda jika digunakan dalam dua situasi yang berbeda akan menimbulkan dua

makna yang berbeda pula.

Menurut Sobur 2009:95 mengatakan secara etimologi Semiotika berasal

dari bahasa Yunani “semeon” yang memiliki arti yaitu tanda. Tanda merupakan

alat komunikasi untuk menginformasikan suatu maksud, arti maupun makna yang

terkandung dalam suatu objek. Jadi dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah

ilmu yang mempelajari tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa kebudayaan

adalah tanda yang memiliki arti. Tanda diartikan sebagai sesuatu yang memiliki

ciri khusus yang penting.

Semiotika Charles Sander Peirce(dalam Hoed, 2011:32), semiotika

didasarkan pada logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar,

sedangkan penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda

ini menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain

15
Universitas Sumatera Utara
dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.Menurut

Pierce, semua gejala alam dan budaya harus dilihat sebagai tanda. Pandangannya

itu disebut “pansemiotik”. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah

trikotomis atau triadik karena mengikatkan tiga segi, yakni refresentamen, objek

dan interpretan dalam proses semiosis. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda

bersifat refrecentatif, yaitu tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.

Peirce membedakan tiga jenis tanda, yakni indeks, ikon, dan lambang.

a. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat

acuan kemiripan. Misalnya potret dan peta.

b. Indeks adalah tanda adanya hubungan antara tanda dan petanda yang bersifat

sebab akibat, atau tanda yang mengacu pada kenyataan. Misalnya asap sebagai

tanda adanya api.

c. Simbol/Lambang adalah tanda yang menunjukkan hubungan antara penanda

dengan petandanya bersifat arbiter, hubungan berdasarkan konvensi atau

perjanjian masyarakat.

Pada teori ini mengemukakan bahwa pemaknaan suatu tanda bertahap-

tahap. Ada tahap pertama, yakni saat tanda dipahami secara prinsip saja ; tahap

kedua saat tanda dimaknai secara individual dan ketiga saat tanda dimaknai

secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep ketiga tahap ini pentiang untuk

memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman tanda tidak

sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut. Untuk kepahaman

tanda pada teori ini merujuk pada simbol yang berkonvensi tetap.

16
Universitas Sumatera Utara
2.5 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk

yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam

memecahkan suatu masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan judul penelitian ini maka teori Semiotik mendeskripsikan fungsi

dan makna simbol yang ada pada upacara pernikahan sukuKaro.Semiotik

adalah ilmu tentang simbol. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial dan

kebudayaan itu merupakan simbol-simbol.Semiotik itu mempelajarisistem-

sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan simbol-simbol

tersebut memiliki arti. Preminger (dalam Sobur: 2006: 96).

Pierce mengemukakan teori segi tiga makna atau trianglemeaning yang

terdiri dari tiga elemen utama, yakni simbol (sign), objek, dan interpretant.

Simbol adalah suatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca

indra manusia dan merupakan suatu yang merujuk (merespresentasikan) hal

lain di luar simbol itu sendiri.Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol

(simbolyang muncul dari kesepakatan), Ikon (simbol yang muncul dari

perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).

Sedangkan acuan simbol ini disebut objek. Objek atau acuan simbol adalah

konteks sosial yang menjadi referensi dari simbol atau sesuatu yang dirujuk

simbol.Intrepretant atau pengguna simbol adalah konsep pemikiran dari orang

yang menggunakan simbol dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau

makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah

simbol.

17
Universitas Sumatera Utara
Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna

muncul dari sebab simbol ketika simbol itu di gunakan orang saat

berkomunikasi.

Contoh: Saat seorang gadis mengenakan jaket, maka gadis itu sedang

mengomunikasikan mengenai dirinya kepada orang lain disekitarnya sebagai

simbol kedinginan.

Dalam analisis semiotiknya, Peirce membagisimbol berdasarkan sifat dasar

(ground) atau sesuatu yang di gunakan agar simbol dapat berfungsi. Ia

membagi simbol tersebut menjadi tiga kelompok, yakni qualisign, sinsign, dan

legisign.Qualisign adalah kualitas yang ada pada simbol. Sinsign adalah

eksistentis aktual benda atau peristiwa yang ada pada simbol.Sedangkan

legisign adalah norma yang di kandung oleh petanda.Sehingga simbol-simbol

tersebut dapat dilihat berdasarkan fungsi dan pemaknaannya.

“Malinowski (dalam Suwardi E. 2009:125) beranggapan bahwa fungsi

dari unsur-unsur kebudayaan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan naluri manusia dan kebudayaan itu sendiri.”Ia menganggap budaya

itu berfungsi bila terkait dengan kebutuhan dasar manusia. “Radcliffe-Brown

juga beranggapan bahwa fungsi dari unsur-unsur kebudayaan dipergunakan

untuk memilih: keutuhan dan sistematika struktur social (dalam Suwardi E.

2009:125).”

Peirce (dalam Hoed, 2011:46) mengemukakan bahwa pemaknaan

sesuatu simbol bertahap-tahap. Tahap pertama, yakni saat tanda dipahami

secara prinsip saja ; kemudian tahap kedua saat tanda dimaknai secara

individual, dan kemudian saat simbol dimaknai secara tetap sebagai suatu

18
Universitas Sumatera Utara
konvensi. Konsep ketiga tahap ini penting untuk memahami bahwa dalam

suatu kebudayaan kadar pemahaman simbol tidak sepenuhnya sama pada

semua anggota kebudayaan tersebut.

Peirce (dalam Hoed, 2011:153) pemaknaan simbol terjadi dalam sebuah

proses semiosis. Model Peirce adalah model triadik yang memiliki tiga tahapan

dalam memahami sebuah proses pemaknaan, yaitu :

1) Representamen, yaitu “wujud luar” simbol yang berkaitan dengan indra

manusia secara langsung.

2) Objek, yakni konsep yang dikenal oleh pemakai simbol dalam kognisinya

dan berkaitan denganrepresentamen tersebut.

3) Interpretan,penafsiran lanjut oleh pemaknaan simbol, setelah

representamen dikaitkan dengan objek.

Contohnya : - Asap yang mengepul terlihat dari kejauhan dirujukpada

kebakaran.

- Sebuah poster dipajang pada kantor kerja bergambar

boneka Tedy Bear yang diperban pada seluruh

tubuhnya.

- Sebuah gambar priuk yang diserahkan oleh seorang ibu

kepada pengantin dalam sebuah acara pernikahan

Kedua contoh merupakan proses semiosis “separuh jalan”,karena menurut

Peirce semiosis tidak terjadi satu kali tetapi berlanjut secara tak terhingga dan

secara teoritis tidak ada akhirnya, karena manusia akan terus berpikir.

19
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini teori yang akan digunakan sebagai bahan acuan penulisan

skripsi ini merupakan teori Charles Sander Peirce pada bagian simbol dan

pemaknaan dalam objek penelitian dan teori fungsi menurut Melinowski untuk

mendeskrifsikan simbolpengendesen luah dalam upacara erdemu bayupada

suku Karo.

20
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai

prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan

objek yang diselidiki. Objek dapat berupa seseorang, lembaga, masyarakat,

kebudayaan dan lain-lain. Dengan menggunakan metode ini, penulis harus

menggambarkan secara objektif setiap simbol luah yang terdapat dalam upacara

adat erdemu bayusuku Karo.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis tuju adalah di Desa Dokan Kecamatan

Merek Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi

penelitian ini adalah karena judul dan pokok permasalahan yang dituju terdapat di

Kabupaten Karo itu sendiri, karena Kabupaten Karo ini masih memiliki budaya

yang kental serta usur-unsur adat yang masih terasa hingga saat ini. Dan di daerah

ini juga masih bisa ditemukan tokoh-tokoh adat yang masih paham mengenai

upacara adat sebagai informan, sehingga dapat mempermudah penulis dalam

mengumpulkan data penelitian yang sesuai dengan objek penelitian penulis.

21
Universitas Sumatera Utara
3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan peneliti untuk

memaksimalkan data yang diperoleh.Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Kamera, digunakan untuk memotret simbol luah yang terdapat dalam


upacara Adat erdemu bayu suku Karo.
b. Alat rekam, digunakan untuk merekam suara narasumber ketika
memberikan penjelasan tentang luah dalam upacara adat erdemu bayu
suku Karo.
c. Alat tulis, untuk menulis segala hal penting dari narasumber yang
berhubungan dengan luah dalam upacara adat erdemu bayu suku Karo.

3.4 Metode Pengumpulan Data

“Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan.Selalu ada hubungan antara metode dengan

mengumpulkan data terhadap masalah penelitian yang ingin dipecahkan.” Nazir

(1988:211).

Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data antara lain:

a. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan

pemantauan terhadap objek penelitian.

b. Metode kepustakaan ( library research ) yaitu pengumpulan data melalui

buku-buku yang berhubungan erat dengan penelitian tersebut.

c. Metode wawancara (depth interview) digunakan untuk memperoleh

gambaran apa fungsi dan makna yang terkandung pada objek yang akan

diteliti.

22
Universitas Sumatera Utara
3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

metodeanalisis data kualitatif karena data yang akan dianalisis dalam penelitian

iniberupa fungsi dan makna simbol. Gaya penelitian kualitatif berusaha

mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif

biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas. Penelitian

kualitatif lebih mengutamakan penggunaan logika induktif kategorisasi dilahirkan

dari perjumpaan peneliti dengan informan di lapangan atau data-data yang

ditemukan. Sehingga “penelitian kualitatif datanya dinyatakan dalam keadaan

sewajarnya atau sebagai mana adanya (natural setting), dengan tidak dirubah

dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan” (Nawawi Hadari 2004: 174).

Maka langkah-langkah yang akan dilakukan penulis untuk menganalisis

data adalah sebagai berikut:

a. Mengeliminasi data yang tidak sesuai dalam upacara pernikahan erdemu

bayu suku Karo

b. Mengklasifikasi data-data sesuai objek kajian

c. Menganalisis data sesuai dengan kajian yang ditetapkan yaitu, bagaimana

tahapan upacara adat erdemu bayu etnik Karo, apa-apa saja luah yang

digunakan, fungsi dan makna luah yang terdapat dalam upacara adat

erdemu bayu etnik Karo

Hasil analisis diinterpretasikan dalam bentuk tulisan yang sistematis

sehingga data dipaparkan dengan baik.

23
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

PEMBAHASAN

Erdemu Bayu merupakan sebuah acara pernikahan adat Karo yang biasa

disebut nereh empo. Seorang laki-laki dan perempuanakan diikat atau dirajut

dalam sebuah ikatan pernikahan untuk membentuk rumah tangga yang baru

sehingga ia menjadi satu dan tidak dapat dipisahkan. Dalam menjalankan suatu

upacara adat pernikahan pada suku Karo banyak tradisi-tradisi yang harus

dijalankan dari mulai tradisi lamaran “mbaba belo selambar” sampai pada tradisi

akhir yaitu sumpah janji “mukul”. Sebelum acara mukul

dilaksanakan,akandilaksanakan terlebih dahuluadat pesta pernikahan “kerja

adat”. Didalam proses pelaksanaan kerja adat ini tentunya banyak bagian-bagian

tradisi yang harus dilaksanakan mulai dari tradisi masak bersama, makan bersama

sampai menjalankan upacara adat. Proses menjalankan upacara adat akan

dipimpin oleh dua orang protokol untuk mengarahkan proses jalannya adat.

Protokol itu disebut “singerana” yang merupakan anakberu singerana dari pihak

perempuan dan satunya lagi anak beru singerana dari pihak laki-laki. Kedua

protokol akan bergantian mengarahkan upacara adat berdasarkan pihak masing-

masing, dalam masyarakat Karo pesta pernikahan akan dilaksanakan didesa atau

dikota tempat tinggal si perempuan.Karena hal ini diyakini oleh masyarakat Karo

bahwa si perempuanlah yang akan dijemput oleh pihak laki-laki untuk dibawa

kerumahnya agar ikut bersama keluarga pihak laki-laki. Meskipun setelah

menikah mereka berdua yang akan menentukan tempat tinggal mereka untuk

memulai rumah tangga yang baru.

24
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses upacara adat pernikahan suku Karo salah satu bagian

terpentingnya adalah tradisi upacara pemberian kado “pengendesen luah”.

Tradisi ini dilakukan untuk menghantarkan kesiapan dan kematangan hati dan

pikiran pengantin untuk membangun rumah tangga yang baru “penjayon”.

Sehingga kado yang diberikan bukan hanya sekedar diberikan saja, melainkan

disertai dengan harapan dan doa keluarga serta kerabat untuk kedua pengantin.

Dalam menjalankan tradisi pengendesen luah ini akan dimulai dengan

cakap-cakap ”panggong ngerana” yaitu tradisi menyampaikan pesan-pesan

kepada kedua pengantin secara bergantian berdasarkan pihaknya “tugunna” yang

akan diarahkan oleh protokol. Setiap pihak akan berdiri “tedis” sesuai dengan

arahan protokol berdasarkan hubungan kekerabatan masyarakat Karo. Yang

pertama dari pihak keluarga si laki-laki dimulai daritugun sukut.Setelah pihak

sukut duduk kembali ditempatnya masing-masing tedislahtugunkalimbubu yaitu

singalo bere-bere, singalo perninin, singalo ciken-ciken, singalo pekempun,

kemudian akan dilanjutkan dengan tugun anak beru seluruhnya.

Setelahsemuanya sudah selesai akan dilanjutkan dengan pihak si perempuan

begitu juga urutannya. Namun sekarang, susunan tedis dalam upacara adat

pernikahan Karo ini sudah mulai dilakukan secara acak seperti tugun sukutsi

perempuan akan tedis setelah tugun sukutsi laki-laki, kemudian tugun

kalimbubudari pihak perempuan setelah pihak laki-laki dan masuk pada tugun

anak beru pihak laki-laki kemudian pihak perempuan. Hal ini dilakukan agar

adanya keseimbangan pihak dalam suatu upacara adat.

25
Universitas Sumatera Utara
Setelah “panggong ngerana” selesai akan dilanjutkan dengan tradisi

upacara pemberian kado “pengendesen luah”. Pemberian kado dalam pesta

pernikahan terbagi dua sesi yang pertama adalah “luah adat” yang kedua “luah

sada-sadan” kado pribadi. Dalam tradisi “pengendesen luah” hanya “luah adat”

yang akan dijalankan karena luah persada-sadan akan diberikan kepada

pengantin langsung setelah upacara adat, namun beberapa jenis luah persada-

sadan juga akan diberikan pada upacara adat pernikahan seperti sukut dan anak

beru.

Pada bagian ini semua pihak akan memberikan kadonya “luahna”

satupersatusecara bergantian seperti pada saat panggung memberikan

pesan“panggong ngerana”. Proses ini akan diarahkan oleh protokol sebagai

pemandu acara. Pemberian “luah adat” hanya akan dilakukan oleh tugun

kalimbubu, sehingga ia lebih istimwa dari luah lainnya.Dalam penyerahan luah ini

akan dimulai dari kalimbubu pihak laki-laki kemudiankalimbubu pihak

perempuanberdasarkan urutan “luah” yang akan diserahkan. Hanya luah

kalimbubulah yang akan menjadi luah adat dalam upacara pernikahan suku Karo

dan menjadi luah yang tidak bisa tidak ada. Luah yang akan diserahkan oleh sukut

dan anak beru akan menjadi luah persada-sadandalam upacara pernikahan Karo,

meskipun terkadang luah persada-sadan ini akan diserahkan langsung kepada

pengantin setelah upacara adat selesai. Setiap luahyang tersampaikan memiliki

fungsi dan makna yang masih dipercaya oleh masyarakat Karo sebagai doa dan

harapan mereka kepada pengantin dalam memperkuat batin dan naluri mereka

untuk memulai rumah tangga yang baru. Makna dari setiap luah itu akan langsung

disampaikan oleh protokol sesuai dengan simbol yang diserahkan.

26
Universitas Sumatera Utara
4.1 Deskrifsi Jenis - Jenis LuahYang Terdapat Dalam Upacara Erdemu Bayu
Etnik Karo
4.1.1 Luah Adat
Simbol Amak Cur

Gambar 01. Amak Cur


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Amak Curini adalah tikar yang berwarna putih, terbuat dari anyaman pandan.

Dalam pernikahan adat Karo tikar yang akan digunakan sebanyak empat tikar.

Keempat tikar ini memiliki ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan peran dan

fungsinya. Macam-macam tikar yang akan digunakan dalam upacara adat

pernikahan adalah amak runggu dan amak pembicarai, tikar ini akan diserahkan

sebelum pesta adat dimulai dan dibawa oleh anak beru pada saat pengantin

menuju los atau jambur sebagai memberangkatkan pengantin dan memulai

pembicaraan upacara adat.Berikutnya adalah amak dabuhen, tikar ini diberikan

oleh ibu pria yang akan dibawa oleh anak beru menuju los atau jambur.

Perjalanan menuju los atau jambur semua tikar yang diberikan tadi akan dibawa

kecuali amak tayangen., tikar ini akan diberikan pada saat upacara adat dalam

bagian pemberian kado atau luah.

27
Universitas Sumatera Utara
Simbol Lampu Terlong

Gambar 02. Lampu Terlong


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Lampu terlongadalah sejenis benda penerang. Biasanya seperti lampu sumbu

yang menyala. Lampu ini merupakan alat penerang yang menggunakan tenaga

minyak tanah melalui sumbung yang terpasang sehingga dapat menyalakan api

yang dapat menerangi. Tutup penghalang yang ada pada lampu akan

dilepaskan agar cahaya api tidak terhalang sehingga bisa menerangi secara

keliling. Selain lampu kuno ini digunakan dalam upacara adat Karo sebagai

luah sekarang ini terkadang orang sudah menggunakan lampu modern yaitu

sebuah lampu Led yang menggunakan tenaga listrik dan baterai sehingga pada

saat penyerahan simbol ini lampunya tetap menyala.

28
Universitas Sumatera Utara
Biasanya yang menggunakan lampu modern ini sebagai luah adalah

masyarakat yang menjalankan pesta adat didaerah perkotaan karena mereka

sudah tidak lagi menggunakan lampu terlong dalam rumah kala dibutuhkan

ketika listrik padammelainkan lilin atau lampu baterai sehingga mereka tidak

mengenal adanya lampu sumbu.

Simbol Kudin Perdakanen

Gambar 03. Kudin Perkakas


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Kudin adalahperiuk yang merupakan peralatan dapur pada rumah tangga yang

sederhana berbentuk bulat dan terbuat dari aluminium padat tahan api karena

penggunaannya masi menggunakan tungku untuk memasak nasi.

Pada jaman dahulu sebelum ada listrik, masyarakat Karo menggunakan tungku

api.

29
Universitas Sumatera Utara
Dibeberapa daerah sampai saat ini masih ada yang menggunakan alat sederhana

ini untuk memasak nasi meskipun kebanyakan orang menggunakan alat

elektronik mapun kompor untuk memudahkan orang untuk memasak, namun

beberapa masyarakat desa masih menggunakan hal ini karena menurut mereka

hasil nasi matang yang dihasilkan dari priuk lebih enak rasanya.

Simbol Beras Piher /Beras Meciho

Gambar 04. Beras Piher


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Beras piher atau beras mecihomarupakanberas putih. Beras yang digunakan

oleh masyarakat untuk makanan sehari-hari dan menjadi kebutuhanpokok setiap

orang. Sebagai bahan pokok utama dalam rumah tangga sehingga beras

dijadikan simbol dalam sebuah adat pernikahan.Penyerahan beras ini beserta

telur ayam kampong yang dimasukkan kedalam sebuah wadah. Wadah yang

digunakan berupa mangkuk keramik yang berwarna putih dengan ukuran kecil.

Harapan dari mangkuk putih ini digunakan supaya pernikahan pengantin dapat

bersih suci seperti putih mangkuktersebut.

30
Universitas Sumatera Utara
Bagi masyarakat Karo beras sangatlah berarti karena banyak manfaat yag dapat

dilakuka beras dalam kehidupan, selain menjadi sumber kekuatan untuk

beraktivitas sehari-hari beras juga menjadisumber mata pencaharian masyarakat

Karo. Karena pada umumnya pekerjaan masyarakat Karo adalah bertani. Beras

merupakan hasil dari persawahan yang dikelola sendiri oleh mereka yang

menghasilkan buah padi hingga jadi beras.

Simbol Tinaruh Manuk Rajamulia

Gambar 05. Tinaruh Manuk Rajamulia

Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Tinaruh manuk rajamuliaadalah telur ayam. Teur yang digunakan merupakan

telur ayam kampong. Dalam peneyerahan ini akan diserahkan beserta beras putih

yang dimasukkan ke dalam wadah seperti mangkuk putih yang berukuran kecil.

Peletakan telur ini diletakkan diatas beras supaya dapat berdiri tegak sehingga

telur yang dipilih dalam upacara adat ini adalah telur yang berbentuk lonjong.

31
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Karo meyakini dalam telur yang lonjong tersebut menyimbolkan ada

kehidupan. Dalam adat telur yang digunakan hanya sebutir. Dahulu sebelum ada

telur ayam eropa, masyarakat Karo hanya menggunakan telur ayam kampung

dalam peradatann, namun sudah adanya telur eropa maka masyarakat Karo pun

sudah mulai menggunakannya karena lebih mudah didapat. Sehingga telur ayam

kampung tidak menjadi sebuah keharusan lagi digunakan sebagai simbol.

Simbol Perkakas Dapur

Gambar 06. Perkakas Dapur


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Perkakas dapurmerupakan barang-barang perlengkapan untuk kelengkapan

peralatan rumah tangga.Peralatanini akan digunakan dalam kehidupan sehari-

hari sesuai kebutuhan rumah tangga. Perlengkapan dapur ini akan diberikan

secara sepasang-sepasang atau dua disetiap jenisnya.

32
Universitas Sumatera Utara
Semua perlengkapan yang diberikan akan digunakan dalam rumah tangga

mereka yang baru. Perlengkapan ini akan menjadi bekal awal untuk kedua

pengantin untuk memulai rumah tangga yang mandiri. Harapannya supaya

mereka dapat menambah perlengkapan kebutuhan mereka sendiri.Peralatan yang

akan diberikan kepada pengantin berupa; kuali, piring, gelas, sendok, cerek dan

sutil atau peralatan dapur lainnya yang akan diserahkan secara bersamaan yang

dimasukkan ke dalam satu kotak.

Simbol Manuk Asuhen

Gambar 07. Manuk Asuhen


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Manuk asuhenadalah ayam peliharaan. Ayam yang digunakan merupakan seekor

ayam kampung betina yang masih muda umurnya dan belum pernah bertelur

33
Universitas Sumatera Utara
dengan harapan agar ayam ini bias menjadi induk. Pada simbol ini ayam yang

digunakan tidak ditentukan warnanya karena sebagai ayam peliharaan semua bisa

untuk dipelihara oleh pengantin nantinya dalam rumah tangga yang baru.

Ayam yang akan dipelihara ini diharapkan supaya dapat bertelur dan

menetaskannya sehingga ayam itu mempunyai banyak anak. Bagi masyarakat

Karo pemeliharaan ayam juga menjadi ternak yang dipelihara dalam kehidupan

sehari-hari agar dapat menjadi pendapatan tambahan. Selain ayamnya,

masyarakat Karo juga bisa mendapatkan pendapatan lain dari telur ayam yang

akan dijual ke pasar. Dalam masyarakat Karo ayam merupakan hidangan yang

biasa di hidangankan ketika ada tamu yang datang, sehingga masyarakat Karo

banyak yang memelihara untuk dimasak.

SimbolTualah Segandeng

Gambar 08. Tualah segandeng

Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Tualah adalah kelapa. Dalam simbol kelapa yang digunakan adalah kelapa tua

yang sudah siap untuk digunakan atau diolah.

34
Universitas Sumatera Utara
Kelapa yang akan diberikan kepada pengantin sebanyak dua buah kelapa utuh

yang diikat menjadi satu gandeng.Kelapa ini harus dipilih yang sudah tua, karena

kelapa yang sudah tua mengandung santan yang baik digunakan unutk memasak

dan kelapa tua juga tidak mudah busuk jika disimpan sedikit lebih lama.

Meskipun yang dipilih sudah tua namun kelapa yang digunakan untuk simbol

bukan kelapa yang sudah bertunas.Penyerahan kelapa sebagai luah dalam suatu

adat pernikahan Karo tidak semua wilayah menggunakannya, karena tradisi adat

di setiap wilayah itu berbeda-beda pelaksanaannya. Pada umunya tradisi ini

dilakukan oleh masyarakat Karo yang ada dilangkat.

Simbol Manuk Megersing

Gambar 09. Manuk Megersing


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Manuk megersingadalahayam yang berwarna kuning. Ayam kuning ini

merupakan seekor ayam kampung yang memiliki bulu berwarna kuning.

35
Universitas Sumatera Utara
Dalam simbol ini ayam diberikan hanya seekor saja dan masih hidup. Ayam ini

kemudian akan dipotong dan dimasak pada saat upacara mukul, malam setelah

upacara pesta adat selesai. Ayam ini akan diberikan kepada pengantin dan

disuguhkan dalam pentuk makanan. Ayam ini akan diberikan kepada kedua

pengantin dalam satu piring berdua serta nasi yang sudah ditentukan dalam

upacara ini. Upacara ini dilakukan untuk mengikat suatu janji atau sumpah

pernikahan agar dapat menjalankan rumah tangga yang utuh dan kuat. Selain doa

dan janji, harapannya juga kepada pengantin agar ketika ada keluarga yang

datang berkunjung supaya mereka bias memberikan hidangan yang baik juga

seperti mereka yang diberi makan oleh anak berunya.

Simbol Amak Tayangen

Gambar 10. Amak Tayangen


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Amak tayangenadalah tikar yang berwarna putih. Tikar ini dibuat dari rajutan

pandan. Ukuran tikar ini lebi kecil dari pada amak ndabuhen.

36
Universitas Sumatera Utara
Penyerahan tikar ini disertakan dengan bantalnya yang digulung menjadi satu

gulungan. Tikar ini sebagai simbol tempat tidur pengantin diberikan lengkap

dengan kedua pasang bantalnya yang digulung dalam tikar. Tikar dan bantal ini

akan diserahkan dalam sekali penyerahan. Di beberapa daerah masyarakat Karo,

penyerahan tikar ini menggnakan ambal.

Ambal kecil yang memiliki ukuran kapasitas hanya satu orang sehingga ambal itu

diberikan dua. Dalam adat ambal itu disebut amak kapal, karena ia lebih lebar

dari tikar biasa. Meskipun menggnakan ambal dalam penterahan ini bantal tetap

disertakan didalamnya sepasang.

Simbol Kalang Ulu

Gambar 11. Kalang Ulu

Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Kalang uluadalah bantal. Bantal merupakan sebuah benda yang digunakan

sebagai alas kepala.

37
Universitas Sumatera Utara
Bantal diyakini sebagai pengantur arah atau posisi tidur agar tidak terbaik antara

atas sebagai arah kepala dan bawah sebagai posisi kaki.Dalam simbol ini bantal

yang akana diberikan adalah bantal tidur sebanyak dua bantal atau sepasang.

Bantal ini akan diberikan secara bersamaan dengan tikarnya yang digulung

menjadi satu. Sepasang bantal tidur ini adalah dua bantal kepala saja bukan

bantal guling. Dalam adat bantal guling tidak digunakan. Dalam penyerahannya

bantal tidak boleh dipasang sarungnya, bantal itu hanya bersarungkan lapisan

dalam yang berwarna putih. Namun sekarang ini akibat kemauan teknologi

bantal hampir semua bantal yang dijual sudah memiliki corak dan warna. Bantal

yang diberikan dengan warna putih supaya pernikahan itu tetap terjaga

kesuciannya, karena warna putih ditanda dengan kesucia.

Simbol Perembah

Gambar 12. Perembah


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Perembah adalah kainpanjang tipis. Kain panjang inibiasanya digunakan untuk

gendongan anak – anak. Motif dan warna kain panjang ini berbeda-beda namun

penggunaan simbol dalam upacara pernikahan ini semua sama.

38
Universitas Sumatera Utara
Dahulu masyarakat Karo menggendong anak menggunakan kain panjang ini,

baik gendongan depan maupun gendongan belakang. Sekarang untuk kain

gendongan anak sudah ada kain baru yang tidak menggunakan kain ini.Namun

begitu kain panjang ini akan tetap diberikan dalam adat pernikahan Karo. Selain

menjadi kain gendongan ibu-ibu masyarakat Karo juga menggunakan kain ini

sebagai penutup kepala ketika bekerja diladang.

SimbolUis Arinteneng

Gambar 13. Uis Arinteneng

Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Uis arintenengadalah kain yang terbuat dari kapas atau kembayat yang di tenun.

Warnanya hitam pekat hasil pencelupan yang disebut ipelabuhken.

Kain ini digunakan hanya pada saat upacara adat Karo dilaksanakan.

39
Universitas Sumatera Utara
Pada umunya kain ini banyak digunakan dalam upacara adat kematian atau

berduka. Kain ini akan digunakan sebagai penutup kepala keluarga yang sedang

berduka dan juga menjadi penutup mayat dalam masyarakat Karo.

SimbolUis Beka Buluh

Gambar 14. Uis Beka Bulu


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu

Beka bulu adalah salah satu uis atau kain yang berasal dari Karo. Beka

buluh memiliki ciri yang gembira, tegas , elegan, dan kesabaren bagi putra Karo.

Hampir di semua upacara adat menggunakan uis beka buluh di dalam masyarakat

Karo, karena kain ini memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai penutup

kepala laki-laki yang dinamakan sebagaibulang.

40
Universitas Sumatera Utara
Kain beka buluh ini hanya digunakan oleh laki-laki pada umunya. Namun

sekarang sudah banyak wanita yang sudah mengguanakan kain ini sebagai

penutup kepala dalam upacara pernikahan Karo yang disebut sebagai tudung.

Simbol Uis Nipes

Gambar 15. Uis Nipes


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Uis nipes adalah kain adat Karo yang digunakan dalam perayaan adat. Jenis kain

ini lebih tipis dari kain-kain adat lainnya, dan memiliki macam-macam motif dan

warna. Uis ini biasa digunakan sebagai selendang bagi wanita.

41
Universitas Sumatera Utara
Simbol Kampuh

Gambar 16. Kampuh


Sumber foto: ceria photo kuala. By Heri Sitepu
Kampuh adalahkain sarung. Kain sarung ini maerupakan kain bulat yang

menyatu dan pendek. Dalam masyarakat Karo kain ini merupakan salah satu kain

yang sangat penting karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo pada

jaman dahulunya memakainnya dalam beraktivitas. Bagi masyarakat Karo

kesopan santunan sangatlah penting sehingga mereka mengenakan kain sarung

pada setiap acara terkhususnya pada perempuan sebagai tanda kesopanan dalam

melangkah . Meskipun sekarang sudah tidak diterapkan lagi dalam kehidupan

sehari-hari namun disetiap acara perempuan Karo wajib menggunakan kain

sarung terutama pada anak gadis.

42
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Luah Persada-sadan / Kado Pribadi

Luah Lemari

Gambar 17. Lemari


Lemari merupakan sebuah peralatan rumah tangga yang biasanya digunakan

sebagai tempat penyimpanan pakaian. Luah ini biasanya diberikan oleh maminya

sebagai kado tambahan pribadinya diluar luah adat.

Tempat Tidur/ Tilam

Gambar 18. Tempat Tidur/Tilam


Tilam merupakan tempat tidur yang digunakan oleh manusia. Dalam hal ini tilam

digunakan sebagai luah yang diberikan pihak laki-laki, sekarang ini sudah jarang

menggunakan tilam karena terkadang tempat tempat tidur dijadikan kado

permintaan dari si perempuan dan ia pasti memilih tempat tidur mewah sejenis

springbed.

43
Universitas Sumatera Utara
Kulkas

Gambar 19. Kulkas

Kulkas merupakan pelengkap perabotan rumah tangga, dalam hal ini kulkas

dijadikan sebagai kado permintaan kepada salah satu kerabat terdekat sebagai tanda

rasa syukurnya kepada pengantin.

Dispenser

Gambar 20. Dispenser


Dispenser merupakan perabot rumah tangga yang modern yang digunakan sebagai

tempat air minum. Peralatan ini biasanya dijadikan sebagai kado pribadi seseorang

terhadap pengantin yang akan berumah tangga.

44
Universitas Sumatera Utara
Blender

Gambar 21. Blender


Blender merupakan salah satu perkakas dapur modern yang digunakan sebagai

pelumat bumbu masak. Peralatan ini biasanya dijadikan sebagai kado pribadi

seorang kerabat dekat.

Megic com

Gambar 22. Magic Com

Megicom merupakan perkakas rumah tangga modern yang biasanya digunakan

untuk memasakan nasi. Peralatan ini juga biasanya dijadikan sebagai kado untuk

kelengkapan rumah tangga yang baru.

45
Universitas Sumatera Utara
Selimut

Gambar 23. Selimut


Selimut merupakan kain tebal yang dapat menghangatkan tubuh manusia. Dalam

rumah tangga selimut ini akan digunakan pada saat tidur dimalam hari ketika

merasa kedinginan atau menjadi suatu kebiasaan seseorang yang menggunakan

penutup tidur. Selimut paling sering dibuat menjadi kado pernikahan seseorang

teman atau sahabat pengantin agar dapat digunakan dalam rumah tangga yang

baru.

Kompor

Gambar 24. Kompor


Kompor merupakan perlengkapan alat rumah tangga. Dalam rumah tangga

biasanya kompor digunakan untuk memasak kebutuhan sehari-hari keluarga.

Dahulu sebelum adanya kompor, masyarakat Karo memasak menggunakan

tungku api yang menggunakan kayu bakar.Namun sekarang sudah jarang orang

46
Universitas Sumatera Utara
menggunakan api tungku untuk memasak sehingga masyarakat Karo mulai

menggunakan kompor sumbu. Kompor sumbu pada umumnya menggunakan

minyak tanah untuk mendapatkan api melalui sumbu-sumbu yang dipasang

sehingga api yang muncul tidak besar dan memakan waktu yang lama untuk

memasak. Sehingga kompor sumbu pun mulai tidak digunakan lagi, hal ini

terjadi karena sudah adanya alat rumah tangga yang lebih canggih dan praktis,

selain itu juga sekarangg ini sudah sulit untuk mendapatkan kayu kabar untuk

membuat api. Kebanyakan orang sudah menggunakan kompor gas untuk

memasak dirumah karena lebih praktis dan apinya lebih besar sehingga dapat

memasak dengan cepat dan bahan bakarnya pun lebihmudah didapatkan. Ukuran

barang ini pun tidak terlalu besar, ada yang menggunakan dua tungku ada juga

yang satu tungku sehingga nudah untuk dibawa menjadi sebuah kado pernikahan.

4.2 Deskrifsi Fungsi Dan Makna Luah Dalam Upacara Erdemu Bayu Pada

Etnik Karo

Adat istiadat bagi suku Indonesia sangatlah berharga, setiap upacara

peradatan yang dilaksanakan memiliki nilai dan makna moral baik yang

terkandung didalamnya terkhususnya pada budaya suku Karo. Sehingga setiap

makna dari upacara yang dijalankan masih sangat dipercaya oleh masyarakat

Karo. Dalam masyarakat Karo salah satu peradatan yang harus dijalankan yaitu

adat pernikahan, melalui adat pernikahan ini tuturan garis kekeluargaan lebih

terlihat dan terjaga dengan baik.

Tuturan kekerabatan itu akan terlihat pada saat penjalankan proses upacara

pengendesen luah, karena pada proses ini menjadi inti dari suatu acara pernikahan

47
Universitas Sumatera Utara
yang dijalankan. Penyerahan luah ini akan dijalankan berdasarkan urutan dan

bagian - bagian pihak kekerabatan secara terpisah sesuai dengan peradatan suku

Karo.Dalam penyerahan luahini pun tidak asal menyerahkan saja, karena setiap

luah yang akan diberikan memiliki pesan moral yang berbeda-beda dan harus

diucapkan pada saat penyerahan. Pemberian luah harus dimulai dari hubungan

kekerabatan yang tertinggi sampai paling bawah berdasarkan adat Karo, yang

pertama dari tugun kalimbubusampai kepada tugun anak beru.Pemberian luah ini

akan dilakukan satu persatu secara bergantian. Dalam pelaksanaan ini, protokol

akan langsung mengucapkan doa atau harapan berdasarkan jenis peralatan yang

akan diserahkan.

1. Amak Curmerupakan tikar putih yang terbuat dari anyaman pandan.

Bagimasyarkat Karo tikar putih memiliki nilai yang berbeda dari tikar-tikar

biasanya yang digunakan sebagai alas duduk atau alas tidur.

Masyarakat Karo menggunakan tikar putih ini hanya pada saat upacara adat, baik

dalam upacara kematian maupun pernikahan. Dalam upacara adat pernikahan

tikar putih yang akan digunakan sebanyak empat macam tikar sesuai dengan

fungsinya masing-masing. Ukuran dari setiap tikar ini pun berbeda-beda, seperti

amak runggu, amak pembicarai merupakan tikar putih yang memiliki ukuran

yang lebih kecil karena tikar ini hanya digunakan sebagai tempat duduk dalam

upacara adat namun peran tikar ini dalam adat sebagai simbol untuk memulai

pembicaraan adat.

Berbeda dengan amak dabuhen ukura tikar ini lebih lebar dari semua jenis

tikar dantikar ini akan digunakan sebagai penyekat ruang tidur pengantin sebab

dahulu masyarakat Karo masih tinggal bersama di rumah adat.

48
Universitas Sumatera Utara
Rumah adat merupakan rumah si waluh jabudalam suku Karo,dahulu sebelum

masyarakat Karo masih tinggal dirumah adat dan rumah adat tersebut dihuni oleh

delapan rumah tangga. Pemisah kamar dari setiap rumah tangga adalah sekatan

dinding yang ditutup menggunakan tikar ini. Mesikipun tinggal bersama, setiap

keluarga harus memiliki kepribadian dalam rumah tangga mereka dan saling

menjaga agar keharmonisan setiap rumah tangga tetap terjaga. Luah ini diberikan

oleh orang tua pria (ibu) sebelum memberangkatkan pengantin ke los

(jambur)yang dibawa oleh anak beru. Sekarang ini masyarakat Karo sudah banyak

memiliki rumah sendiri namun dibeberapa daerah masih ada yang tinggal dirumah

adat hanya saja rumah adat yang mereka huni sekarang mungkin sudah banyak

yang berubah, salah satunya pada dinding sekatan kamar itu sudah menggunakan

triplek atau dinding bambu.

Walaupun begitu dalam pelaksanaan upacara adat pernikahan Karo pemberian

tikar ini masih tetap dijalankan. Tikar satu lagi adalah amak tayangen. Dalam adat

tikar ini akan diberikan pada saat upacara dilaksanakan sebagai luah adat, fungsi

dari tikar ini sebagai tempat tidur pengantin.

2. Lampu terlong adalah luah pertama yang akan diserahkan pada tradisi

pengendesen luah dalam pelaksanaan upacara pernikahan Karo. Luah ini akan

diserahkan oleh salah satu dari pihak Kalimbubuyaitu singalo bere-bere.

Fungsi lampu terlong ini terhadap pengantin adalah sebagai

penerang di tengah-tengah rumah.Lampu terlong memiliki makna yang

dipercaya oleh masyarakat Karo adalah sebagai penerang kehidupan

pengantin baik penerang dari kegelapan dan penerang hati dan pikiran

49
Universitas Sumatera Utara
ditengah-tengah rumah tangga supaya tetap akur dan rukun. Supaya lampu

yang hidup itu dapat menerangi rumah tangga mereka baik dalam keadaan

gelap agar mereka dapat melihat segala persoalan yang ada untuk

diselesaikan dengan hati dan pikiran yang terang juga.Makna yang masih

diyakini olehmasyarakat Karosupayacara berpikir pengantin ini akan

terang seperti lampu ini nantinya.Agar dalam rumah tangga mereka dapat

melihat dengan baik secara keseluruhan kekerabatan yang ada ditengah-

tengah keluarga.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: ”enda i breken kami lampu

maka nerangi si gelap. Katawari paksa pe idah jabundu gelap, pasang lampu

enda. Labo ban benna wari maka pasang lampu, tah picet pe ukur gelah pasang

lampu gelah rikut terang perukurenndu em toto kami. Nerangi jabu, nerangi

perukuren ibas ngadapi masalah tengah jabu, nerangi si gelap gelah terang,

”.Yang artinya “ ini kami sampaikan lampu sehingga akan menerangi yang gelap.

Kapanpun rumahmu terlihat gelap, pasanglah lampu ini. Bukan hanya karena hari

telah malam tapi apabila hatimu sedang gelisah pasanglah lampu ini semoga

hatimu juga turut terang, itu doa kami. Menerangi rumah, dan menerangi hati

dalam menghadapi masalah di dalam keluarga, dan menerangi yang gelap

sehingga menjadi terang”.

3. Kudinadalahperiukyang merupakan perlengkapan rumah tangga yang sangat

penting sehingga ia dijadikan luah kedua yangdiberikan oleh pihak

50
Universitas Sumatera Utara
Kalimbubusingalo pernininsetelah lampu, dalam penyerahan luah ini akan

dilengkapi dengan isinya yaitu beras dan telur ayam.

Fungsi kudin bagi pengantin adalah sebagai alat memasak nasi yang

digunakan dalam rumah tangga. Makna Kudin ini diyakini oleh masyarakat suku

Karo sebagai nafkah dalam rumah tangga. Makna yang masih diyakini oleh

masyarakat Karo supaya pengantin sudah mampu mencari dan memenuhi

kebutuhan hidupnya sendiri tanpa harus meminta kepada orang tua lagi setelah

menikah. Dalam kehidupan rumah tangga mereka sebagai orang tua supaya selalu

gigih dalam mencari nafkah demi anak-anak mereka nantinya.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda i breken kami kudin

perdakanenndu gelah reh pagi kami tasak bandu nakan kami ras sikap krina tuah

sangap kam, jumpa si nangkih mayang si nutu cimpa. Man kam maka berkat kuja

gia kam ndahi dahindu”. Yang artinya “ ini kami berikan periuk dalam

perlengkapan rumah tanggamu untuktempat memasak, agar ketika siapa pun

keluarga yangakan datang berkunjung dapat kamu berikan hidangan yang baik.

Sehingga rumah tanggamu selaludiberkati dan mendapat rezeki yang baik apa

pun yang kamu kerjakan semua berhasil. Semoga kalian dapat diberikan anak

laki-laki dan perempuan. Makanlah terlebih dahulu sebelum kalian berangkat

untuk mengerjakan pekerjaan kalian”.

3. Beras Piher /beras meciho merupakan beras putih. Penyerahan luah ini

dibarengi dengan pemberian luah kudin sebagai isinya dan diserahkan oleh pihak

Kalimbubu singalo perninin.

51
Universitas Sumatera Utara
Fungsi beras adalah sebagai bahan makanan pokok dalam kehidupan manusia.

Beras ini akan diolah menjadi nasi putih untuk dimakan sehari-hari dan menjadi

kebutuhan pokok bagi kesehatan manusia.

Makna yang diyakini oleh masyarakat Karo terhadap luah ini agar hati mereka

mampu menghapi segala persoalan yang ada didalam rumah tangga mereka dan

selalu dibarengi dengan pikiraan yang jernih dan selalu memandang baik

terhadap keluarga.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda i peseh kami beras piher

ras beras meciho gelah piher tendindu ngaloken pasu-pasu ras toto kami, bage pe

meciho ka lah perukurenndu ernin sangkep geluh“. Yang artinya “ ini kami

berikan beras keras dan beras jernih supaya hatimu kuat menerima Doa dan

harapan kami, lalu bersih jugalah hatimu terhadap pertuturan keluarga”.

4. Tinaruh Manuk Rajamulia ini adalah telur ayam yang dimasukkan

didalam kudin dan diposisikan diatas beras. Penyerahan ini dilakukan oleh pihak

Kalimbubu singalo perninin.

Fungsi telur ini akan digunakan untuk makanan penutup pengantin setelah

pesta adat selesai dilaksanakan. Telur ini akan dihidangkan pada saat acara

mukkulsebagai janji pernikahan yang diikrarkan dalam upacara ini.

Makna yang diyakini oleh masyarakat Karo adalah supaya pernikahan yang

sudah dijalankan mereka ini menjadi suatu pernikahan yang berharga bagi

merekaberdua sebagai sepasang pengantin sehingga orang lain juga dapat

memandang pernikahan mereka berharga.Harapannya pegantin dapat saling

52
Universitas Sumatera Utara
menjaga dan memegang teguh janji pernikahan yang sudah mereka ucapkan.

Sehingga dalam menjalani rumah tangga mereka nantinya selalu terpandang,

sehingga pernikahan mereka itu menjadi berhargaserta rumah tangga mereka

selalu baik dan harmonis.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: ”enda breken kami tinaruh

manuk rajamulia gelah mulia pagi perjabunndu sikap kerinana, sikap krina tuah

sangap kam, jumpa si nangkih mayang si nutu cimpa”. Yang artinya “ ini kami

berikan telur ayam rajamulia agar mulia selalu pernikahanmu dan baik semuanya,

sukses dan berhasil kamu dalam rumah tanggamu, segeralah mendapatkan anak

laki-laki dan perempuan”.

6. Perkakas Dapur merupakan alat-alat rumah tangga yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari seperti piring, cerek, kuali, panci, gelas, sendok dan

lainnya. Pemberian luah ini masih dilakukan oleh salah satu bagian dari pihak

Kalimbubu singalo ciken-ciken dan diserahkan secara bersamaan dalam satu

tempat.

Fungsi perkakas ini sebagai perlengkapan alat-alat rumah tangga baru

digunakan dalam kehidupan sehari – hari.

Makna yang diyakini oleh masyarakat Karo adalah sebagai persiapan

pengantin untuk menjadi pasangan yang mampu mandiri dan tidak lagi

membebankan urusan rumah tangganya kepada orang tua baik si pria maupun

orang tua perempuan.

53
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda perkakas jabunndu,

gelah pe reh pagi kami enggo lit kerina alat jabunndu, gelah sikap perjabunndu

nandangi penjayonndu”. Yang artinya “ ini perlengkapan rumah tanggamu kami

berikan, ketika kami datang berkunjung kerumahmu lengkaplah sudah

perlengkapan rumah tanggamu agar kamu siap untuk memulai rumah tanggamu

sendiri.”.

7. Manuk Asuhenadalah ayam peliharaan. Ayam yang akan diberikan

merupakan seekor ayam kampung betina yang masih muda dan belum pernah

bertelur sebelumnya. Agar ayam itu nantinya dapat dipelihara oleh pengantin dan

dapat bertelur berdasarkan pemeliharaan dari kedua pengantin dalam rumah

tangganya. Pemberian luah ayam peliharaan ini akan diberikan oleh pihak

Kalimbubusingalo bere-bere.

Fungsi manuk asuhenini untuk menjadi peliharaan pengantin setelah

menikah. Harapannya ayam ini akan memberikan hasil yang baik dalam rumah

tangga mereka.

Manuk asuhen ini memiliki makna yang masih dipercaya oleh masyarakat

Karo yaitu supaya dalam pernikahan mereka bisa seperti induk ayam yang selalu

menjadi pelindung dalam rumah tangga mereka.

Dapat memiliki anak laki-laki maupun perempuan yang selalu dalam

perlindungan orang tuanya. Apapun usaha yang dikerjakan semuanya berhasil.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda manuk asuhen man

54
Universitas Sumatera Utara
pemenanndu, gelah naruhen ia mbue anakna keleng atena. Bage pe kam sangap

kam ibas perjabunndu dat anak dilaki ras diberu kelengi ia, mejingkat kam ibas

pendahinndu ngukurken anak i pasu -pasu tengah jabundu. Jumpa tuah sangap

kam merih manuk asuhendu erbuah page si suanndu”. Yang artinya “ini kami

berikan seekor induk ayam untuk peliharaanmu, supaya ayam ini dapat bertelur

banyak dan dapat mengasihi anak-anaknya. Begitu jugakepadamuharapannya

kamu akan mendapatkan anak laki-laki dan perempuan untuk kamu kasihi.

Giatlah dalam mencari nafkah untuk masa depan anak-anakmu agar dapat

berpenghasilan yang cukup. Berhasillah peliharaan yang kamu pelihara dan

berbuahlah tanaman yang kamu tanam”.

8. Tualah sada gandengmerupakan buah kelapa. Kelapa yang akan dipilih

untuk penyerahan ini adalah kelapa yang sudah tua agar memiliki santan yang

dapatdigunakanuntuk olahan makanan.Kelapa ini akan diberikan segandeng oleh

pihak kalimbubu singaloperkempun.

Fungsi kelapa ini digunakan sebagai bahan masakandalam rumaah tangga.

Dalam upacara adat pernikahan kelapa yang diberikan sebagai luah ini akan

digunakan untuk memasak ayam kuning yang akan dihidangkan kepada pengantin

malam setelah pesta adat selesai.

Makna yang masih dipercaya oleh masyarakat Karo supaya dalam

menjalankan rumah tangga mereka sudah matang dalam menjalankan rumah

tangga dan selalu bergandengan serta saling memikul sebagai pasangan, agar

kehidupan rumah tangga mereka gurih seperti santan yang membuat masakan

55
Universitas Sumatera Utara
enak sehinga mereka siap untuk menyediakan masakan enak ketika siapa pun

yang datang berkunjung.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda bereken kami man

bandu tualah sada gandeng, gelah ugapa pe pergeluhen ibas perjabunndu radu

ras lah kena duana, sikap entabehlah bandu gulen kalimbubu paksa reh ku

jabundu”.Yang artinya “ ini kami berikan segandeng kelapa untukmu, harapannya

supaya apapun yang akan terjadi dalam rumah tanggamu tetaplah kalian bersatu.

Berlaku baiklah kepada keluarga yang akan datang mengunjungimu”.

9. Amak Tayangen sebuah tikar putih yang berukuran besar dan lebar. Tikar

putih ini akan diserahkan kepada pengantin beserta bantalnya yang akan digulung

bersama untuk diserahkan. Tikar ini akan diberikan oleh pihak Kalimbubu singalo

ulu emas.

Fungsi amak tayangen ini adalah untuk tempat tidur pengantin yang akan

digunakan nanatinya dalam rumah tangga mereka.

Makna yang masih dipercaya oleh masyarakat Karo tentang luah ini

adalah sebagai tempat beristirahat setelah lelah bekerja dan sebagai tempat tenang

untuk mendapatkan pikiran yang baik dalam menyelesaikan segala

persoalanrumah tangga, sehingga keharmonisan keluarga tetap terjaga.

Sebagai tempat bertukar pikiran antara sumai istri untuk mendapatkan pemikiran

yang sama untuk menjalankan rumah tangga.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda timbangken kami amak

56
Universitas Sumatera Utara
tayangendu muat ukur si mehuli. Sangap tuah kam jumpa si nangkih mayang si

nutu cimpa. Gelah lit dalinndu nandangi kalimbubu ras anak berundu em pasu-

pasu amak tayangen enda”. Yang artinya “kami menggelar tikar ini sebagai

tempat istirahat kalian agar dapatmemikirkan hal yang baik dalam rumah tangga

kalian. Sukses dan bahagialah kamu agar segera diberikan anak laki-laki dan

perempuan ditengah-tengah rumah tangga kalian. Supaya bahagia hidup yang

akan kalian jalani sehingga tetap terjalin hubungan yang baik dengan keluarga,

itulah doa dari tikar ini”.

10. Kalang Ulu merupakan letak posisi kepala saat tidur. Posisi kepala akan

ditandai dengan bantal yang akan menjadi alas kepala. Dahulu sebelum ada bantal

sebagai alas kepala, masyarakat Karo menggunakan telapak tangan sebagai alas

kepala sehingga disebut kalang ulu. Baik saat tidur maupun beristirahat sejenak

sambil memikirkan persoalan yang akan mereka kerjakan. Dalam upacara adat

bantal tidur menjadi simbol penyerahan luah. Penyerahan ini dilakukan secara

bersamaan dengan amak tayangen karna penggunaanya secara bersama dan

diserahkan oleh pihak Kalimbubu singalo ulu emas.

Fungsi kalang ulu ini adalah sebagai alas kepala pada saat rebahan atau

tidur.

Kalang ulu memiliki makna yang masih dipercaya oleh kalangan

masyarakat Karo adalah supaya berhululahsetiap yang dipikirkan dan yang

dikerjakan oleh pengantin baik itu persoalan mata pencarian agar berhulu jugalah

rumah tangga yang akan mereka jalani.Harapannya supaya yang baiklah yang

akan mereka pikirkan agar yang baik juga yang akan datang dalam rumah tangga

57
Universitas Sumatera Utara
mereka, sesuatu yang buruk tidak dapat menggangu hubungan mereka baik itu

datangnya dari mimpi.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda kalang ulundu,

kalangken tan e idatas bantal, emkap kalang ulundu. Emaka ibas la mehuli pagi

ula ibereken kami ibas nipindu pe, maka erulu lah pagi pencarinndu, rulu

pengeranaandu kujapa pe”. Yang artinya ”ini alas kepala untukmu, alaskanlah

ini diatas bantal tepat di tempat kepalamu. Kami tidak akan memberikanmu hal

yang tidak baik bahkan dari mimpimu.Jadilah pemimpin dalam rumah tangga dan

pekerjaanmu dan bijaklah dalam berkata-kata dimana pun kamu berada”.

11. Perembah merupakan kain tipis panjang atau kain gendong. Dalam

penyerahan luah, kain panjang ini paling banyak yang dilakukan karena hampir

disetiap pihak memiliki bagian dalam penyerahannya. Mulai dari pihak

Kalimbubu sampai pada pihak Anak Beru. Kain panjang ini diletakkan dan

diikatkan dibahu kedua pengantin dalam proses penyerahannya. Luah kain

panjang ini juga dapat dijangkau orang banyak karena selain harganya murah

lebih mudah juga didapatkan.

Fungsi perembah ini terhadap pengantin sebagai kain gendong anak

mereka nantinya.

Makna yang dipercaya oleh masyarakat Karo terhadap perembah ini

adalah supaya panjang umur rumah tangga yang akan dibina oleh kedua pengantin

serta murah rejeki mereka dalam rumah tangga mereka. Supaya bersatulah

pemikiran mereka sebagai pasangan agar rumah tangga mereka tetap

58
Universitas Sumatera Utara
utuh.Harapannya supaya cepatdikaruniai anak baik itu anak laki-laki maupun

anak perempuan dalam gendongan mereka. Panjang umur dan murah rejeki

mereka serta berhargalah keluarga yang akan dibina dalam rumah tangga mereka.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda perembah i tampeken

kami manbandu janah i punjut pelcik gelah meteguh perjabun si i binandu,

perembah enda kain panjang murah ras meherga gelah panjang perjabunndu,

murah rejekindu, mehergalah perjabuunndu. Sangap kam ngedidong doahken

anak jumpa kam anak dilaki ras diberu”.

Yang artinya “ini kain panjang kami letakkan bagi kamu yang akan kami

ikatkan kuat kepada kalian supaya kokohlah rumah tangga yang akan kalian bina,

kain panjang ini adalah kain panjang murah serta kain yang bernilai supaya

panjang umur pernikahanmu, berharga rumah tanggamu dan murah rejeki dalam

rumah tanggamu”.Sukseslah kamu memiliki anak baik anak laki-laki maupun

anak perempuan.

12. Uis Nipes merupakan kain khas suku Karo. Fungsi uis nipes ini digunakan

oleh anak perempuan sebagai selendang dalam menghadiri acara adat Karo. Luah

ini akan diberikan oleh pihak sukut bagian Singalo Perbibin.

Uis nipes ini memiliki makna bahwa seorang perempuan yang sudah berumah

tangga atau sudah menikah, sehingga ia dihormati sebagai orang tua. Uis nipes ini

selalu diguanakan pada saat menghadiri undangan keluarga tanda ia sudah

berbeda dari sebelumnya.Sehinggaia tampak lebih berharga dan harus

mempertanggungjawabkan kehidupan rumah tangga dihadapan sanak keluarga.

59
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda breken kami kadang-

kadangndu,gelah rose kam ndahi dahin kalimbubundu. Kadang pagi krina dahin

kami mesera gia ibas kami tumbuk ban krina gelah ula juru kami kalimbubundu.

ija pagi lanai kami ngasup reh kam dalanndu nampati kami”. Yang artinya “ini

kami berikan selendangmu, agar kamu datang dalam acara adat keluarga

(kalimbubu). Peganglah semua kerjaan pada kami meskipun kami kurang mampu

dalam mengadakan pesta, supaya kamu tidak lepas tanggung jawab sehingga tidak

mempermalukan kami keluargamu.Kelak ketika kami sudah tidak sanggup lagi

harapannya kamulah yang membantu”.

13. Beka Bulu/Bulang-Bulang adalah kain merah merona khas suku Karo.

Pemberian luah ini biasanya dilakukan oleh bagian singalo perkempun dari pihak

Kalimbubu.Dalam pelaksanaan upacara adat Karo kain ini hanya diguanakan oleh

laki-laki, karena kain ini biasanya digunakan sebagai penutup kepala lai-laki yang

disebut bulang-bulang.Penutup kepala itu diyakini sebagai mahkota laki-laki

sebagai pemimpin dalam rumah tangga karena dalam suku Karo menurunkan

garis fatrilineal. Khas merah merona dari beka buluh itu menunjukan seorang

pembrani dan gagah, sehingga masyarakat Karo percaya bahwa kain ini sebagai

gambaran seorang laki-laki yang diharapkan menjadi sosok raja yang dimahkotai

tangguh dan bijak dalam memimpin serta bertanggung jawab dalam rumah

tangganya.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini : “enda uis man tampenndu

60
Universitas Sumatera Utara
gelah rose kam ndahi dahin kalimbubundu, ngasup kam ngadangken ija si lenga

bias. Sangap gegeh kam ibas perjabunndu”. Yangartinya “ini kain untuk kamu

kenakan supaya saat kelurgamu berpesta kamu dapat hadir dan ikut berpartisipasi

dalam pelaksanaan pesta”.

14. Uis Arinteneng ini merupakan kain khas suku Karo yang memiliki macam

warna dan kecil tipis. Pemberian luah ini diberikan oleh singalo ciken-ciken

bagian dari pihak Kalimbubu. Fungsi uis arinteneng ini sebagai kain selendang

perempuan dalam acara adat suku Karo. Makna yang masi dipercaya oleh

masyarakat Karo adalah agar rumah tangga yang akan dijalani selalu mendapat

ketenangan baik dari hati dan pikiran mereka.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “tuah sangap kam didong

doahken kami, gelah tuah radumken sangap ku tengah jabunndu ras tenang

tendindu rumah, jumpa si nangkih mayang jumpa si nutu cimpa”.

Yang artinya “berhasil dan bahagialah kamu anak yang kami sayangi, hingga

rumah tanggamu ikut bahagia agar selalu mendapatkan ketengan dalam hatimu

supaya pikiranmu juga ikut tenang. Semoga kamu dikaruniai anak laki-laki

maupun perempuan ditengah-tengah rumah tanggamu”.

15. Kampuh merupakan kain sarung. Kai ini berbentuk bulat yang menyatu.

Kain ini dapat digunakan oleh perempuan dan laki-laki baik dari kalangan muda

sampai orang tua.

61
Universitas Sumatera Utara
Fungsi kain ini dipakai sebagai tanda kesopan santunan masyarakat Karo

dalam berpakaian. Motif dan rupa kain sarung ini berbeda-beda, sehingga motif

itu dapat membedakan mana yang cocok digunakan oleh pria dan mana yang

cocok digunakan untuk wanita.Pemberian luah ini dapat dilakukan oleh semua

pihak yang memiliki tutur kekerabatan keluarga baik itu kerabat dekat maupun

kerabat jauh yang ingin memberikan luah ini pada sesi pemberian luah adat.

Makna yang diyakini oleh masyarakat Karo adalah supaya mereka selalu

bersatu dan utuh dalam menjalin rumah tangganya sehingga menjadi keluarga

yang besar dan tetap dalam kesopan santunan terhadap keluarga.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini: “enda ibereken kami

kampuhndu, kampuh enda ersada kibul ia. Gelah ersada kam rasa lalap ibas

jabundu, ersada ukur, ersada arih maka tuah sangap kam ibsa natang-natang

perjaabunndu”. Yang artinya “ini kami berikan kai sarungmu, kain sarung ini

bulat supaya bersatulah kamu selalu didalam pernikahanmu,sehati sepikir supaya

berhasilah pernikahanmu”.

16. Manuk Megersing merupakan ayam kuning. Dalam adat ayam yang akan

digunakan berupa seekor ayam kampung yang berwarna kunin.

Fungsi ayam ini digunakan sebagai makanan pengantin dalam upacara

terakhir dalam sebuah pernikahan yaitu pada malam setelah pesta adat. Ayam ini

akan dimasakkan nantinya oleh pihak Anak Beruyang akan disuguhkan dalam

bentuk makanan kepada kedua pengantin beserta nasinya. Ayam ini akan

diserahkan secara utuh dan diatur dengan baik.

62
Universitas Sumatera Utara
Makna yang terkandung didalam Supaya rumah tangga mereka dapat

terjalin dengan teratur dan rukun. Agar keluarga mereka menghargai

kekeluargaan, sehingga makanan enak ini jugalah yang akan dihidangkan ketika

keluarga datang berkunjung.

Pernyataan diatas di dukung oleh tuturan yang disampaikan pada saat

pemberian luah dengan kalimat seperti berikut ini:“enda bereken kami manuk

megersing, manuk aturen, gelah teratur pagi perjabunndu datas nari ku teruh.

Sangap kam ibas toto ras janji si enggo i belaskenndu gelah malem krina si rate

mbegi-mbegi.Bicara reh pe kari kalimbubundu em potong kernaa gulenta, sebab

tabehen nge iakap kami manuk asang taruk”. Yang artinya “ini kami berikan

ayam kuning, ayam teratur, supaya teratur rumah tanggamu dari atas sampai

bawah. Bahagia dan berhasillah kamu seperti doa dan janji yan sudah kamu

ucapkan agar keluarga yang mendengar ikut merasakan kebahagian rumah

tanggamu. Siapapun keluarga yang yang datang potonglah ayam sebagai lauknya,

karena lebih enak kami rasa ayam dari pada sayur pucuk jipang”.

63
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KASIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan uraian mengenai tradisi adat pengendesen luah

dalam upacara erdemu bayu etnik Karo yang ditinjau dari segi semiotik kemudian

di kemukakan dalam skripsi ini.Luahmerupakan salah satuupacara tradisi dalam

sakral yang terdapat dalam bagian adat pernikahan suku Karo. Bagi masyarakat

Karo hubungan pernikahan bukanlah jalinan hubungan yang biasa-biasa saja,

dalam sebuah pernikahan banyak harapan dan Doa yang tersiratkan dalam

peradatan ini. Adapun yang menjadi kesimpulan antara lain sebagai berikut :

1). Masyarakat Karo sangat menghormati tradisi yang diwariskan para

leluhur.

2). Pernikahan adat erdemu bayu merupakan sebuah pernikahan adat suku

Karo yang sangat baik dijalankan, karna merupakan sebuah pernikahan

yang baik berdasarkan tuturan kekerabatan orang Karo. Hubungan yang

terjalin dalam pernikahan ini adalah beranjak dari sebuah ikatan keluarga

yang sudah ada dan berimpal (erimpal).

3). PengendesenLuahmerupakan salah satu upacara tradisi adat

pernikahan masyarakat suku Karo. Luah adalah kado yang diberikan

kepada pengantin sebagai tanda persiapan rumah tangga yang baru serta

pesan dan doa yang disampaikan kepada pengantin.

Luah yang diberikan pada saat upacara adat disebut luah adat, selain luah

adat masih ada juga luah yang diberikan kepada pengantin pada saat kerja

adat yaitu luah pribadi. Luahpribadi ini diberikan sebagai tanda rasa

64
Universitas Sumatera Utara
syukur kerabat dan ikut turut bahagiasehingga terkadang dijadikan sebuah

permintaan kepada pengantin supaya ia dapat memilih barang yang

diinginkannya namun luah bukan bagian daru upacara adat pernikahan.

4). Semua kalimat yang diucapkan dalamupacara pengendesenluahini

dianggap sebagai pesan moral dan doa yang harus mereka jalankan.

Sehingga setiap pernikahan yang sudah terjalin, sebelumnya sudah

mendapat pengajaran dari setia orang tua sebagai bekal pasangan baru

untuk memulai rumah tangganya.

5). Berdasarkan hasil penelitian dalam menjalankan tradisi pengendesen

luah ini sudah banyak peralatan yang digunakan mulai berubah, tidak lagi

menggunakan barang-barang sederhana melainkan barang-barang cangkih

masa kini. Sehingga membuat nilai budaya itu semakin bergeser. Namun

demekian dalam adat pernikahan Karo tradisi upacara pengendesen luah

ini tidak bisa dilewatkan, artinya wajib dijalankan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dan telah diuraikan sebelumnya, maka

saran yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu;

1). Dizaman yang semakin modern ini masyarakat Karo tetap menjaga eksistensi

kebudayaan Karo dan juga menjaga tradisi-tradisi yang sudah ada agar tetap

dilestarikan.

2). Kepada peneliti selanjutnyasupaya lebih memahmifungsi dan makna serta

peralatan yang akan digunakan didalam tradisi pengendesen luah dalam upacara

adat suku Karo.

65
Universitas Sumatera Utara
3). Harapannya kepada pemuda Karo agar tetap menggali dan mempelajari

kebudayaan yang ada dalam masyarakat Karo lewat tokoh – tokoh adat yang

masih ada agar generasi muda dapat mempertahankan kebudayaan itu dari

generasi ke generasi.

4). Masyarakat karo diharapkan dapat menjaga dan melestarikan tradisi-tradisi

kebudayaan suku dan mengenalkan kebudayaan mereka kepada masyarakat luar,

agar seluruh Indonesia mengenal tradisi suku Karo.

5). Suku Karo merupakan salah satu suku yang istimewa, banyak ciri dan khasnya

yang sangat menarik baik dari segi kehidupan masyarakatnya, bahasa, budaya

dan adatnya. Dizaman sekarang ini pengaplikasian budaya Karo itu sendiri sudah

jarang ditemukan keasliannya, banyak sudah perubahan yang terjadi. Namun

masih ada wilayah Karo yang masih mempertahankan adat yang ada di daerahnya

karena masih memiliki beberapa tokoh adat yang memegang teguh prinsip

budaya, sehingga data yang diperoleh seorang peneliti dapat lebih akurat dan asli.

66
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pustaka
Bangun, Tridah. Adat dan Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Karo.Jakarta:

Kesaint Blanc.1986.

Bukit.M. Sejarah Kerajaan dan Istiadat Batak Karo. Kabanjahe: Bukit.1994

Eco Umberto.Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode serta Teori

Produksi Tanda : Kreasi Wacana. 2009.

Edraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Foklor.Media Pressindo.2009.

Ginting, Malem Ukur. Adat Karo. Medan: Sirulo 2008.

Hadari Nawawi, Mimi Martini.Penelitian Terapan: Gajah Mada Universitas

Press, Yogyakarta. 2004.

Hoed , Benny H, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya: Komunitas Bambu 2011.

Indriyani, Darmila. Erdemu Bayu Etnik Batak Karo: Kajian Analisis Wacana. Medan:

Universitas Sumatera Utara. 2008.

Nazir M. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.1988

Ratih, Rina. Teori dan aplikasi semiotik michael riffaterre.548 Yogyakarta 55167:

Pustaka Belajar 2016.

Saragih, A. Semiotik bahasa tanda, penanda dan petanda dalam bahasa. Medan:

pascasarjana universitas negri medan/universitas sumatera utara2011.

Sitepu, Sempa. Pilar Budaya Karo. Medan: Bali. 1996.

Sobur.Semiotik Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.2009:95

Tambun, P. Adat Istiadat Karo. Jakarta: Balai Pustaka.1952.

Tarigan,Sarjani, MSP. Dinamika Peradatan Orang Karo. Kabanjahe 2010.

67
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai