Anda di halaman 1dari 13

Asal usul Nama dan Berdirinya Kabupaten

Sumenep

Sumenep adalah nama salah satu Kabupaten diujung paling timur Pulau Madura, yang konon
katanya merupakan Kadipaten berpangaruh atas lahirnya Kerajaan Majapahit dahulu. Berdirinya
Kabupaten ini tak luput dari peran tokoh zaman kerajaan yang bijaksana dan pintar yakni Arya
Wiraraja.

Dari kabar yang berkembang di kalangan masyarakat Kabupaten Sumenep, soal asal usul nama
Sumenep masih terdapat perbedaan dalam memaknainya. Misalnya kalangan kelompok
terpelajar dan tinggal di sekitar pusat kabupaten Sumenep, umumnya menyebut dengan kata
Sumenep.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di pedesaan, menyebutnya dengan kata Songennep.


Namun dari sumber Pararaton disebutkan kata Songennep dikenal atau lahir lebih awal daripada
sebutan Sumenep.

Pararaton menyebutkan sejumlah bukti antara lain sebutan Songennep lebih banyak dipakai atau
dikenal oleh sebagian besar penduduk kabupaten Sumenep. Kemudian, pengarang buku sejarah
dari Madura R. Werdisastro menggunakan istilah Songennep dalam bukunya berjudul Babad
Songennep. Sementara sebutan Songennep kurang populer di masyarakat pedesaan Sumenep,
(80% dari jumlah penduduk kabupaten Sumenep tinggal di desa).

Untuk menyeragamkan penyebutan Sumenep, maka pada ada inisiatif untuk merubah nama
Songennep menjadi Sumenep di zaman penjajahan Belanda. Perubahan itu terjadi pada
permulaan abad XVIII (1705), ketika Belanda memulai peran dalam menentukan politik
kekuasaan pemerintahan di Madura termasuk Sumenep.

Perubahan nama Songennep menjadi Sumenep, antara lain untuk penyesuaian atau kemudahan
dalam pengucapan agar lebih sesuai dengan aksen Belanda. Bagi mereka lebih mudah
mengucapkan Sumenep daripada melafalkan Songennep.
Selian itu perubahan nama juga untuk menanamkan pengaruh kekuasaan Belanda terhadap
Masyarakat Sumenep, sama seperti perubahan nama Jayakarta menjadi Batavia.
Arti Kata

Dilihat dari arti katanya, Songennep adalah nama asal pada masa kuno. Songennep menurut
arti etimologis (asal-usul kata), yaitu :Song berarti relung, geronggang (bahasa Kawi), Ennep
berarti mengendap (tenang). Jadi, Songennep berarti lembah bekas endapan yang tenang.
Selain itu ada juga yang mengartiikan bahwa Song berarti sejuk, rindang, payung. Ennep
berarti mengendap (tenang). Jadi, Songennep berarti lembah endapan yang sejuk dan rindang.

Arti yang kata lainnya juga menyebutkan bahwa Song berarti relung atau cekungan. Ennep
berarti tenang. Jadi, Songennep berarti lembah, cekungan yang tenang atau sama dengan
pelabuhan yangtenang.

Dalam masyarakat Sumenep sendiri juga berkembang pengartian Songennep dibagi


menjadiMoso ngenep.Moso dalam bahasa Madura berarti lawan atau musuh, Ngenep berarti
bermalam. Jadi, Songennep berarti lawan atau musuh menginap atau bermalam. Cerita
mengenai asal-usul nama Songennep berdasarkan versi ini sangat popular di lingkungan
masyarakat Sumenep.

Cerita atau pendapat ini dihubungkan dengan suatu peristiwa bersejarah di Sumenep tahun
1750, yaitu saat diserangnya dan didudukinya keraton Sumenep oleh Ke Lesap yang berhasil
menaklukkan Sumenep dan selama 1/2 bulan tinggal di keraton Sumenep. Karena peristiwa
tersebut, maka dinamakan Moso Ngenep yang artinya musuh bermalam.

Meski demikian, pengartian Moso Nginep dinilai tidak benar, sebab kitab Pararaton yang ditulis
tahun 1475-1485 sudah menuliskan nama Songennep. Ini berarti nama Songennep sudah lahir
sebelum Ke Lesap menyerang Sumenep.
Kitab itu menyatakan bahwa, Songennep berasal dari kata-kata Ingsun Ngenep.Ingsun artinya
saya, sedangkan Nginep artinya bermalam. Jadi Songennep berarti saya bermalam. Pendapat ini
kurang popular di kalangan rakyat dibandingkan dengan versi lainnya. Ada orang yang
menghubungkan dengan peristiwa ini dengan kejadian 700 tahunyang lalu, ketika Raden Wijaya
mengungsi ke Madura akibat dikejar-kejar Jayakatwang.

Kadipaten Sumenep

Saat itu Kadipaten Sumenep berada dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari, dengan
penguasanya Raja Kertanegara. Dengan demikian Arya Wiraraja dilantik oleh Raja Kertanegara,
sehingga sumber prasasti yang berhubungan dengan Raja Kertanegara dijadikan rujukan bagi
penetapan Hari Jadi Kabupaten.

Sumber prasasti yang dapat dijadikan sebagai rujukan adalah prasasti antara lain, Prasasti Mua
Manurung dari Raja Wisnuwardhana berangkat tahun 1255 M, Prasasti Kranggan (Sengguruh)
dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1356 M, Prasasti Pakis Wetan dari Raja Kertanegara
berangkat tahun 1267 M, Prasasti Sarwadharma dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1269
M.
Sedangkan sumber naskah (manuskrip) yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tokoh
Arya Wiraraja, antara lain Naskah Nagakertagama karya Rakawi Prapanca pada tahun 1365 M,
Naskah Peraraton di tulis ulang tahun 1631 M, Kidung Harsa Wijaya, Kidung Ranggalawe,
Kidung Pamancangan, Kidung Panji Wijayakramah, Kidung Sorandaka.

Dari sumber sejarah tersebut, maka sumber sejarah Prasasti Sarwadharma yang lengkapnya
berangkat tahun 31 Oktober 1269 M, merupakan sejarah yang sangat signifikan dan jelas
menyebutkan bahwa saat itu Raja Kertanegara telah menjadi Raja Singosari yang berdaulat
penuh dan berhak mengangkat seorang Adipati.

Prasasti Sarwadharma dari Raja Kertanegara di Desa Penampihan lereng barat Gunung Wilis
Kediri. Prasasti ini tidak lagi menyebut perkataan makamanggalya atau dibawah pengawasan.
Artinya saat itu Raja Kertanegara telah berkuasa penuh, dan tidak lagi dibawah pengawasan
ayahandanya Raja Wisnuwardhana telah meninggal tahun 1268 M.

Prasasti Sarwadharma berisi penetapan daerah menjadi daerah suatantra (berhak mengurus
dirinya sendiri) dan lepas dari pengawasan wilayah thani bala (nama wilayah/daerah saat itu di
Singosari). Sehingga daerah swatantra tersebut, yaitu daerah Sang Hyang Sarwadharma tidak
lagi diwajibkan membayar bermacam-macam pajak, pungutan dan iuran.

Atas dasar fakta sejarah ini maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan tanggal 31 Oktober 1269
M, dan peristiwa itu dijadikan rujukan yang sangat kuat untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten
Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269 M, yang diperingati pada setiap tahun dengan
berbagai macam peristiwa seni budaya, seperti prosesi Arya Wiraraja dan rekan seni Budaya
Hari Jadi Kabupaten Sumenep.
Penyebutan Kata Songnb sendiri sebenarnya sudah popular semenjak Kerajaan Singhasari
sudah berkuasa atas Jawa, Madura dan Sekitarnya, seperti yang telah disebutkan dalam kitab
Pararaton tentang penyebutan daerah "Sumenep" pada saat sang Prabu Kertanegara
mendinohaken (menyingkirkan) Arya Wiraraja (penasehat kerajaan dalam bidang politik dan
pemerintahan) ke Wilayah Sumenep, Madura Timur tahun 1926 M
'Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya
Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungeneb, anger ing Madura
wetan.'
Yang artinya:
Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan
Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat
tinggal di Madura timur.
Sejarah

Litografi oleh Auguste van Pers yang menggambarkan seorang pangeran dari Sumenep dan
pelayannya pada masa Hindia Belanda

Era Pra Kolonial

Menurut Sumber-Sumber dari Cina, semenjak Pemerintahan Raja Airlangga, daerah Negara
Madura dibagi menjadi dua daerah bagian, yaitu Madura Barat dan Madura Timur. Madura
Barat, dikuasai oleh Kerajaan Widarba dengan Rajanya yaitu Bala Dewa, yang merupakan negara
mertua Khrisna, sedangkan untuk Madura timur dikuasai oleh kerajaan Mandaraka dengan
Rajanya Prabu Salya. Kerajaan Mandaraka tersebut terletak di Sumenep
Pada Era Kerajaan Singhasari, daerah Sumenep dipimpin oleh seorang Adipati yang juga menjadi
dalang pembangunan Kerajaan Majapahit, yaitu Arya Wiraraja. Dituliskan dalam berbagai kitab
dan prasasti, salah satunya dalam kitab pararaton, bahwa Arya Wiraraja tidak dipercaya lagi oleh
Raja Wisnuwardhana dan dinohaken (dijauhkan) ke Sumenep, Madura timur tepat pada tanggal
31 Oktober 1269 Masehi.

Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya
Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan.
Yang artinya: Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide,
diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di
Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Era Kolonial
Menurut buku "Tjareta Naghara Songenep", Pemerintahan Kompeni atau VOC datang ke
wilayah Sumenep pada kurun pemerintahan Raden Bugan ( Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara )
yang memerintah pada tahun 1648-1672, yang merupakan salah seorang sahabat dari Pangeran
Trunojoyo. Setelah perjuangan Trunojoyo dapat dipatahkan oleh kompeni, maka Wilayah
Pamekasan dan Sumenep kemudian takluk kepada kekuasaan Kompeni. Bahkan sepeninggal
Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro, Kompeni ikut campur menentukan tampuk pemerintahan
diSumenep.
Pada tahun 1704 Pangeran Cakraningrat meninggal dan di Mataram terjadi peristiwa
penandatanganan perjanjian antara Pangeran Puger dengan Kompeni, bahwa Kompeni mengakui
kekuasaan Pangeran Puger yang saat itu sedang berselisih dengan Sunan Mas (Amangkurat III)
atas Kesultanan Mataram di Plered. Sebaliknya Pangeran Puger berkewajiban menyerahkan
sebagian dari tanah Jawa dan Madura bagian Timur kepada Kompeni. Dengan demikian untuk
yang kedua kalinya Sumenep jatuh ke tangan Kompeni,hal tersebut terjadi dalam perjanjian
antara Susunuhan Kerajaan Mataram dengan Kompeni pada tanggal pada tanggal 5 Oktober 1705.
Adapun pernyataan tersebut ialah:
"Paduka yang Mahamulia Susuhunan dengan ini menyerahkan secara syah kepada Kompeni untuk
melindungi daerah-daerah Sumenep dan Pamekasan. secara yang sama seperti dilakukan oleh
Bupati yang terdahulu waktu menyerahkan daerahnya kepada Kompeni.(Resink, 1984: 252).
Pada saat perjanjian tersebut daerah Sumenep berada dibawah masa pemerintahan Panembahan
Romo (Cokronegoro II).
Pada masa pemerintahan Kanjeng R. Tumenggung Ario Cokronegoro IV (1744-1749) terjadi
pemberontakan yang dipimpin Ke' Lesap dari Bangkalan. Pada saat itu Ke Lesap menggalang
kekuatan rakyat yang sudah membenci pemerintahan Kompeni. Ia berjuang dari Timur dengan
cara menguasai Keraton Sumenep. Ke Lesap memerintah Sumenep hanya dalam waktu 1 tahun
yaitu tahun 1749-1750. Pemerintahan berikutnya dipegang oleh Kanjeng R. Ayu Rasmana
Tirtonegoro (1750-1762) keturunan dari Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara yang kemudian
menikah dengan seorang ulama bernama Bendoro Saud. Beliau kemudian oleh Kompeni
dinobatkan sebagai Adipati Sumenep dengan gelarnya Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro.
Raden Asirudin adalah Adipati Sumenep XXXI. Beliau adalah putra Kanjeng Tumenggung Ario
Tirtonegoro dan Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtonegoro, atas permintaan kedua orangtuanya,
beliau oleh Kompeni dikabulkan dan diangkat menjadi Adipati Sumenep menggantikan ayahnya.
Beliau memerintah pada tahun 1762-1811 dengan gelar Pangeran Natakusuma I kemudian
berganti menjadi Tumenggung Ario Notokusumo dan kemudian dikenal dengan sebutan
Panembahan Somala beliau juga dikenal dengan Sultan Sumenep I. Selain itu beliau juga pendiri
Keraton Sumenep, Masjid Jamik Sumenep dan Asta Tinggi. Selanjutnya setelah beliau mangkat,
yang menggantikannya adalah putranya yang bernama Kanjeng Pangeran Ario Kusumadiningrat
namun setelah beberapa bulan menjadi Adipati kemudian beliau dipindah ke Pasuruan oleh
Pemerintah Hindia-Belanda dan sebagai penggantinya adalah Kanjeng R. Tumenggung
Abdurraman Tirtadiningrat (saudara Kanjeng Pangeran Ario Kusumadiningrat) kemudian
dinaikkan tahtanya menjadi Panembahan Natakusuma II dan selanjutnya dinaikan lagi tahtanya
menjadi Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I.
Selama Sumenep jatuh kedalam wilayah pemerintahan VOC sampai pemerintahan Kolonial
Belanda, Wilayah Sumenep tidak diperintah secara langsung, dan hal ini tentunya berbeda dengan
wilayah lainnya di wilayah Hindia-Belanda, Para Penguasa Sumenep diberi kebebasan dalam
memerintah wilayahnya namun tetap dalam ikatan-ikatan kontrak yang telah ditetapkan oleh
Kolonial Kala itu. Selanjutnya pada tahun 1883, Pemerintah Hindia Belanda mulai menghapus
sistem sebelumnya (keswaprajaan), Kerajaan-kerajaan di Madura termasuk di Sumenep dikelola
langsung oleh Nederland Indische Regening.
Pada saat periode pemerintahan Kanjeng Pangeran Ario Pakunataningrat II yang memerintah
pada tahun 1879-1901 pemerintahan kolonial mulai membangun berbagai fasilitas-fasilitas di
Sumenep seiring dengan di berlakukannya politik etis pada saat itu, maka Pemerintah Hindia -
Belanda di Sumenep, membangun beberapa fasilitas, di antaranya :

Pembangunan DAM/Irigasi di Sungai Kebon Agung


Pembangunan HIS Soemenep
Pembangunan fasilitas transportasi (kereta api Madura / ophalbrugh (red:ghaladak rantai) di Kali
Marengan
Pembangunan Pabrik Garam Briket Modern di Kecamatan Kalianget.

Julukan Dan Semboya


Sumenep memiliki semboyan "Sumekar", akronim dari "Sumenep Karaton", karena semenjak dahulu
wilayah ini terdapat puluhan Keraton/Istana sebagai pusat pemerintahan sang Adipati. Untuk
kepentingan pemasaran pariwisata, Sumenep mempunyai brand image "Sumenep The Heart Purity",
julukan tersebut didasarkan pada tingkah pola masyarakatnya yang selalu menjunjung tinggi tata krama
serta keramahan kepada setiap tamunya maupun kondisi geografis alamnya yang selalu memberikan
keramahan dan kenyamanan bagi setiap wisatawan. Kota Sumenep juga dikenal dengan sebutan Bumi
Sumekar, selain itu beberapa pulau di Sumenep juga ada julukannya tersendiri, semisal Kepulauan
Kapajang untuk gabungan dari nama Pulau Kangean, Paleat, dan Sepanjang, karena dipulau-pulau inilah
taman-taman laut berupa terumbu karang dan kehidupan laut lainnya berkembang layaknya taman
nasional Bunaken. Selain itu Pulau Kangean juga lebih dikenal dengan sebutan Pulau Cukir, karena di
wilayah inilah fauna khas Sumenep berupa Ayam bekisar banyak dikembangkan. Sekarang hewan
unggas ini menjadi maskot Sumenep dan juga Provinsi Jawa Timur.

Luas Wilayah

Luas Wilayah Kabupaten Sumenep adalah 2.093,457573 km, terdiri dari pemukiman seluas 179,324696
km, areal hutan seluas 423,958 km, rumput tanah kosong seluas 14,680877 km ,
perkebunan/tegalan/semak belukar/ladang seluas 1.130,190914 km , kolam/ pertambakan/air
payau/danau/waduk/rawa seluas 59,07 km , dan lain-lainnya seluas 63,413086 km . Untuk luas lautan
Kabupaten Sumenep yang potensial dengan keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanannya
seluas + 50.000 km .
Pariwisata

Pariwisata merupakan salah satu potensi unggulan di Kabupaten Sumenep. Ada beberapa jenis potensi
wisata, yang dapat dikelompokkan menjadi:

Wisata Sejarah, Budaya dan Arsitektur

Museum Keraton Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah daerah
Sumenep yang didalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda cagar budaya peninggalan
keluarga Karaton Sumenep dan beberapa peninggalan masa kerajaan hindu budha seperti arca
Wisnu dan Lingga yang ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam museum terdapat juga
beberapa koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep seperti guci keramik dari Cina dan
Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris kepada Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I
atas jasanya yang telah banyak membantu Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur
Inggris dalam penelitian yang dilakukannya di Indonesia.

Masjid Jamik Sumenep tahun 1890-1917

Keraton Sumenep merupakan peninggalan pusaka Sumenep yang dibangun oleh Raja/Adipati
Sumenep XXXI, Panembahan Sumolo Asirudin Pakunataningrat dan diperluas oleh keturunannya
yaitu Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I. Karaton Sumenep sendiri letaknya tepat berada
di depan Museum Karaton Sumenep,
Masjid Jamik Sumenep merupakan bangunan yang mempunyai arsitektur yang khas,
memadukan berbagai kebudayaan menjadi bentuk yang unik dan megah, dibangun oleh
Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat yang memerintah pada tahun 1762-1811 M
dengan arsitek berkebangsaan tionghoa "law pia ngho"
Kota Tua Kalianget letaknya di sebelah timur kota Sumenep, disini para pengunjung bisa melihat
peninggalan-peninggalan Pabrik garam, Arsitektur Kolonial dan beberapa daerah pertahanan
yang dibangun Oleh Pemerintahan Kolonial saat menjajah wilayah Sumenep,
Rumah Adat Tradisional Madura Tanean Lanjhang , bisa ditemui di beberapa daerah menuju
pantai lombang maupun menuju pantai slopeng,
Benteng VOC Kalimo'ok di Kalianget.
Wisata Religi/Ziarah

Asta Karang Sabu merupakan kompleks pemakaman keluarga Raja / Adipati Sumenep yang
memerintah pada abad 15 yaitu Pangeran Ario kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan.
di daerah karang sabu inilah beliau memimpin pemerintah Sumenep pada saat itu.
Kompleks pemakaman Asta Tinggi Sumenep merupakan kompleks pemakaman Raja-Raja
Sumenep yang dibangun pada tahun 1644 M. terletak di daerah dataran Tinggi Kebon Agung
Sumenep.
Asta Yusuf merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Pulau Talango, makam
tersebut ditemukan oleh Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat ketika betolak menuju Bali
pada tahun 1212 hijriah (1791),
Asta Katandur merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Sumenep, Pangeran
Katandur yang juga salah satu tokoh yang ahli dalam bidang pertanian dan menurut berbagai
sumber, Pangeran Katandur juga merupakan pencipta tradisi kerapan sapi,
Makam Pangeran Panembahan Joharsari yang merupakan salah satu Adipati Sumenep V yang
pertama kali memeluk Agama islam di Bluto,

Wisata Alam

Hutan Cemara udang di sepanjang bibir Pantai Utara


Sumenep sepanjang 30 km, menambah suasana indahnya Bumi Sumekar

Pantai Lombang adalah pantai dengan hamparan pasir putih dan gugusan tanaman cemara
udang yang tumbuh di areal tepi dan sekitar pantai. Suasananya sangat teduh dan indah sekali.
Pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon cemara udang,
Pantai Slopeng adalah pantai dengan hamparan gunung pasir putih yang mengelilingi sisi pantai
sepanjang hampir 6 km. Kawasan pantai ini sangat cocok untuk mancing ria karena areal lautnya
kaya akan beragam jenis ikan, termasuk jenis ikan tongkol,
Pantai Ponjug di Pulau Talango,
Pantai Badur di Kecamatan Batu Putih,
Taman Air Kiermata di Kecamatan Saronggi,
Goa Jeruk Asta Tinggi Sumenep,
Goa Kuning di Kecamatan Kangean,
Goa Payudan di Kecamatan Guluk-Guluk,

Seni Tari
Tari Moang Sangkal
Tari Codi' Somekkar
Tari Gambu

Seni Musik

Musik Saronen
Musik Tong-tong
Musik gambus

Seni Kriya

Batik Tulis Sumenep , sentra batik tulis di Sumenep terdapat di desa Pakandangan Barat
Kecamatan Bluto,
Keris, sentra pembuatan senjata keris di Sumenep terdapat di desa Aeng tong tong dan desa
desa Palongan Kecamatan Bluto,
Sentra Ukiran Sumenep Madura terdapat di desa Karduluk,
Sentra pembuatan Perahu Madura terdapat di desa Slopeng dan Pulau Sapudi,
Sentra Pembuatan Topeng Madura

Budaya

Mamaca
Mamapar gigi
Kalenengan Karaton
Tandha'
Tan-pangantanan
Ojhung
Topeng dhalang
Lodrok
Sape Sono'
Karapan Sapi
Upacara Adat Nyadar
Upacara Adat Penganten Ngekak Sangger

Makan dan Minuman Khas

Rujak Cingur Sumenep


Kaldu Kokot
Kalsot (kaldu soto)
Lontong Campor
Apen Parsanga
Soto Madura
Sate Madura
Man reman
Macho
Pattola
Mento
Nasi Jagung Kuah Maronggi ( daun kelor )
Kripik Singkong
Jubada
Rengginang Lorjuk
Pokak Saripah

Event Wisata

Semalam di Karaton
Prosesi Pelantikan Arya Wiraraja
Karapan Sapi
Tellasan Topak
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas limpahan rahmat dan
karuniaNya lah sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah ini sesuai
waktunya.
Saya mencoba berusaha menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan harapan
dapat memenuhi tugas remedi yang diberikan bapak pengajar Lintas Minat Sejarah Sesi 1, yaitu
bapak Iswadi Idris, Spd, dari makalah yang saya buat yang berjudul Asal Usul Kota Sumenep.
Disamping itu, saya berharap bahwa Makalah Sejarah ini dapat dijadikan bekal
pengetahuan untuk pembaca agar mengetahui Asal Usul Kota Sumenep.
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah Sejarah ini masih ada
kekurangan sehingga saya berharap saran dan kritik dari pembaca sekalian khususnya
dari guru mata pelajaran Lintas Minat Sejarah Sesi 1 agar dapat meningkatkan mutu dalam
penyajian berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih.

Sumenep, 17 Desember 2014

Penyusun :

Rizka Shofi Hidayati


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR
i
DAFTAR
ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar
Belakang..
2. 2. Tujuan
Penulisan.
3. 3.
Masalah

BAB II PEMBAHASAN

1. 1. Latar Belakang Terbentuknya ASEAN..


2. 2. Negara-Negara Anggota ASEAN..
3. 3. Lambang
ASEAN
4. 4. Tujuan Dibentuknya ASEAN.
5. 5. Struktur Organsisasi ASEAN.
6. 6. Kerja Sama ASEAN.
7. 7. Keuntungan Indonesia dengan Bergabung Dalam ASEAN.

BAB III PENUTUP

1. 1.
Kesimpulan
2. 2.
Saran

DAFTAR PUSTAKA

Kata P

Anda mungkin juga menyukai