Disusun Oleh:
Shella Rahayu (210202017)
Dapat dilihat dari pasal 1 undang-undang No.1 tahun 1947, bahwa perkawinan
berkaitan erat dengan agama/spiritual, sehingga perkawinan tidak hanya memiliki
unsur jasmani, tetapi juga unsur batin/rohani memegang peran penting.3
Pernikahan siri ini dikenal secara semmbunyi-sembunyi agar istri dan anak-
anak nya tidak mengetahuinya. Karena seorang pria seringkali menyembunyikan
prnikahan siri dari istri sahnya dan menempatkan budak di tempat lain. Perkawinan
ini jelas bertentangan dengan undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
yang mewajibkan seorang suami jika ingin beristri lebih dari satu.
Dalam perkawinan yang tidak dicatatkan, ada beberapa kasusu yang yang
berdampak terhadap anak, pertama, anak dari perkawiinan yang tidak di catatkan
dapat dianggap sebagai anak diluar nikah menurut undang-undang karena tidk
terdaftar pada negara. Buktinya, nama ayahnya tidak ada di akta kelahiran, hanya
4
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan), Yogyakarta: Liberty, 2007, Hlm, 8.
nama ibunya. Kedua, nikah siri dapat danggap sah dari segi agam, namun terkadang
hal ini di manfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertangguang jawab karerna
ketidaktahuan pihak peremuan, sehingga suami sering lepas dari tanggung jawab
menjajdi suami karena perkawinan tidak sahh secara hukum.5
2. Rumsan Masalah
1. Aapa dampak dari nikah siri ditinjau dari kompilasi hukum islam?
3. Tujuan Masalah
1. Mengetahui perspektif kompilasi hukum islam dan Undang-Undang tentang nikah
siri.
2. Untuk mengetahu akibat nikah siri bagi istri, anak dan harta benda menurut
perspektif kompilasi hukum islam dan Undang-Undang.
4. Kerangnka Teori
A. Pengertian Perkawinan
5
Ibid, hlm, 10.
Perkawina yang diambil, dari Bahasa Arab yang terdiri dari 2 kta yaitu
Zawwaja dan Nakaha. Nakaha yang artinya menghimpun dan Zawwaja artinya
pasangan. Dari segi Bahasa perkawiinan diartikan sebagai menghimpun dua orang
menjadi satu, melalui berstunya 2 insan manusia yang awalnya hidup sendiri,
dengan adanya perkawinan dua insan manusia di pertemukan ole Allah STW
untuk bejodoh menjadi satu sebagai pasangan suami istri yang saling melengkapi
kekurangan masing-masing. Yang bisa disebut sebagai pasangan Zauj dan
Zaujah.6 Dalam konteks sekarang sering di sebut pasangan hidup, suami istri atau
belahan jiwa dalam kehidupan rumah tangga.
6
Khoiruddin Nasution, “Draf UU Perkawinan Indonesia: Basis Filosofis dan Implikasi dalam Butir-
Butir UU”, Jurnal Unisia No.48/XXVI/II/2003, Hlm, 129.
7
Khoiruddin Nasution, “Draf UU Perkawinan Indonesia: Basis Filosofis dan Implikasi dalam Butir-
Butir UU”, Jurnal Unisia No.48/XXVI/II/2003, Hlm, 129.
8
Riduan S, Seluk beluk Asas-asas Hukum Perdata, (Banjarmasin: PT, Alumni, 2006), hlm, 42.
Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tetang perkawinan menetapkan;
C. Nikah Siri
1. Pengertian nikah siri
Nikah siri dalam Bahasa arab yaitu “sirun” yang artinya rahasia, jadi nikah siri
di artikan sebagai pernikahan yang dirahasiakan, berbeda dengan pernikahan pada
umumnya yang dilakukan secara terang-terangngan. Oleh karena itu nikah siri dapat
didefinisikan sebagai “bentuk pernikahan yang dilakukan secara hukum agama atau
secara istiadat, dan juga tidak diumumkan pada halayak yang ramai serta tidak
dicatatkan secara resmi di Kantor Pegawai Pencatat Nikah.9
Nikah siri disebut juga sebagai nikah di bawah tangan, Nikah siri cukup
dengan adanya wali dari mempelai Wanita, ijab Kabul, mahar, dan dua orang saksi
laki-laki serta tidak perlu melibatkan petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA)
setempat. Nikah siri biasanya dilaksanakan karena kedua belah pihak belum siap
untuk meresmikan atau meramaikan pernikahannya. Dan juga untuk menjaga agar
tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang agama.10
Nikh siri menurut ulama Hanafi dan syafi’iah, bahwa nikah siriadalah nikah
yang berlangsung tanpa adanya saksi, jika hadir dua orang saksi, hal ini tidak
termasuk dalam pengertian nikah siri. Ibnu Rusy mengatakan bahwa para ulama dari
mazhab Hanafi dan Syafi’iah berbicara dengan hadits Nabi SAW yang mengatakan:
“pernikahan ini idak sah tanpa wali dan dua orang saksi yang saleh.”
Nikah siri menurut fiqh adalah nikah yang berlangsung tenpa penyeraha wali
atau dua orang saksi. Hukum nikah siri jelas tidak dapat dibenarkan dari sudut
pandang fiqh, karena bertentangan dengan hadits Nabi SAW yang mensyaratkan
adanya wali dan dua oran saksi dalam akad nikah. Oleh karena itu nikah siri dalam
mmasyarakat Indonesia sangan berbeda dengan konsep nikah siri dalam perspektif
9
Hppy Susanto, nikah siri apa untungnya?, Jakarta: Visi Media, 2007 hlm, 22.
10
Lukman A. Irfan, nikah, Yogyakarta: PT. Pustaka Insani Madani, 2007, hlm, 84.
fiqh. Hal ini karena dalam pandangan masyarakat nikah siri itu adalah nikah yang
tidak tercatat di KUA.11
Sedangkan nikah siri menurut ulama Maliki adalah nikah yang tidak
diumumkan, meskipun telah disaksikan. Namun dalam hal ini jga diminta kehadiran
saksi agara tidak memperpanjang nikah siri kepada masyarakat umum.12
Istilah nikah siri yang berkembang saat ini dikenal juga dengan istilag nikah
sembunyi-sembunyi, yaitu pernikahan yang telah memenuhi rukun dan syarat yang
ditetapkan syariat meskipun tanpa pencatatan resmi dari KUA. Meskipun nikah siri
diperbolehkan oleh syariat islam, namun pernikahan tersebut belum diakui secara
administrative oleh pemerintah. Oleh karena itu tidak semua akibat dari pernikahan
siri dapat diselesaikan secara hukum. Dari segi hukum positif, pernikahan siri tampak
sesuai dengan perkawinan syirik dilihat dari pengertian masyarakat umum, yaitu
perkawinan yang dilakukan secara alisan tetapi tida dicatatkan di Kantor Urusan
Agama (KUA).
Kompilasi hukum islam sebagai hukum positif negara bagi umat islamdi
Indonesia tidak mengenal istilah nilah siri, Kompilasi Hukum Islam hanya mengenal
nikah yang dicatat dan tidak di catat, seperti yang dinyatakan dalam pasal 2 ayat 2
Undang-Undang.
Dan Adapun cara pelaksanaannya yang diatur dalam pasal berikutnya yaitu
pasal 6 KHI, 1. Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan haru
dilangnsungkandi depan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah.
11
Abdul Al Adzim Ma’ani dari ahmad al Gundur, Hukum Islam Dari Al-Quran dan Hadits Secara
Etimologi Sosial dan Syariat, Kairo, 1967, hlm, 18.
12
Ibid, hlm,19.
13
Indonesia, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Perkawina yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak
mempunya kekuatan hukum.14
Maka dari itu nikah siri tidak dicatatkan oleh pegawai pencatat nikah atau di
KUA. Hukum nikah siri bisa jadi sah menurut fiqh, akan tatapi menurut hukum
negara tetap tidak sah. KUA selama ini tidak menerima pengurusan nikah siri,
sehingga padasaat terjadi permasalahan yang merupakan resiko nikah siri, maka
resiko tersebut di tanggung oleh yang bersangketa.
Dalam hukum mislam jika suatu perkawinan telah dilakukan sesuai syarat
dan rukun nya, atau ijab Kabul telah diucapkan maka perkawinan tersebut sah
dalam islam dan kepercayaan masyarakat adat. Akan tetapi sahnya perkawinan
dalam pandangan dan kepercayaan masyarakat ini juga harus disahkan lagi oleh
Negara, seperti yang terdapat dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang perkawinan,
bagi yang melaksanakan perkawinan menurut agama islam pencatatan dilakukan
di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memperoleh akta nikah sebagai bukti dari
adanya perkawinan. Dalam pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan lagi
bahwa, “perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh
pegawai pencatat nikah”.
14
Indonesia, Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2.
Nikah siri sangan merugikan kaum perempuan jika terjadi perceraian,
perempuan yang menjadi istri tidak dapat menutut hak nya dipengadilan agama,
begitupula dengan anak yang dilahirkannya tidak dapat dilindungi hukum serta
tidak memiliki akta sebagai syarat administrative dalam kepengurusan untuk
menunjang Pendidikan sang anak.
1. Metode Penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pendekatan ini menggunakan penedekatan penelitian normatif – empiris.
Menurut Abdulkadir Muhamad “penelitian normatif empiris (terapan) mengkaji
pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum secara factual pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalama masyarakat guna mencapai tujuan
yang telah ditentukan, pendekatan ini adalah mengkaji dan memastikan
penerapan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, bertujuan untuk mengetahui
sesuai atau tidaknya dengan ketentuan-ketentuan hukum.
Penelitian ini bersifat deskriptif, suatu metode dalam mencari fakta satatus
sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu systempemikiran ataupun
suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interprestasi yang teat. Peneliti
deskriptif ini bertujuan unruk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan
saat ini dan melihat kaitan anatar variable-variabel yag ada.
b. Sumber data
1. Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan, dan
primer dapat dikumpulkan melalui observasi, maupun wawancara dan di
peroleh langasung dari sumber pertama yakni dari hasil observasi dan
wawancara.
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan. Sumber data
sekunder adalaj data kedua yaitu data yang diambil dari seumber kedua, data
sekunder ini mencangkup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal, hasil-
hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.
Sumber data sekunder berasal dari buku data yang berkaitan dengan
nikah siri sesuai atau tidak sesuai menurut Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-Undang.