Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIFITAS PROGRAM SIDANG KELILING DALAM PERKARA IS’BAT NIKAH

TERPADU BERDASARKAN PERATURAN


MAHKAMA AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2015
(STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA KABUPATEN BANYUWANGI)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember


Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Fakultas Syariah
Progran Studi Hukum Keluarga Islam

oleh:

YESSY VABELLA
NIM: S20191153

Dosen pembimbing:

MOHAMMAD AENUR ROSYID, M.H


NIP: 19880512 201903 1 004

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ


JEMBER FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
2023

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A Judul Penelitian

EFEKTIFITAS PROGRAM SIDANG KELILING DALAM PERKARA


IS’BAT NIKAH TERPADU BERDASARKAN PERATURAN
MAHKAMA AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2015 (STUDI KASUS
PENGADILAN AGAMA KABUPATEN BANYUWANGI)
B Latar Belakang

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar


pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu
pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi
yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan
diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani
dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat
bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda
juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep
perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan
umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya
perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan 1.
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan, pada pasal 1, yaitu “Ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal
1, yaitu Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
untuk mentaati perintah ALLAH dan melaksanakannya merupakan ibadah.
1
Wikipedia, “Pengertian Tentang Perkawinan”,2, tanggal di akses 30 Desember 2022.
Selain pengertian secara umum yang dijelaskan diatas, terdapat beberapa
pengertian lain yang dijelaskan menurtu beberapa tokoh, antara lain:
1. Menurut Prof. Subekti, SH perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang
lama. Sedangkan pengertian perkawinan menurut Prof. Dr. R. Wirjono
Prodjodikoro, SH mengatakan perkawinan adalah suatu hidup
bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum
perkawinan.

2. (Ahmad Azhar Basyir, 1977: 10.) mengemukakan bahwa: Perkawinan


dalam istilah Agama disebut dengan nikah, ialah melakukan suatu
akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki
dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah
pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk
mewujudkan PENDAIS Volume I Nomor 1 2019 58 suatu
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasah kasih sayang dan
ketentraman dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah.

3. Menurut Prof.DR.R. Wirjono Prodjodikoro perkawinan adalah hidup


bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
memenuhui syarat-syarat termasuk dalam peraturan hukum
perkawinan.

Diantara beberapa pendapat diatas dari beberapa tokoh, terdapat


beberapa perbedaan yang dari setiap pendapat dari setiap para ahli, namun
dari perbedaan tersebut tidak akan jadi masalah karena dari semua
pengertian memiliki tujuan yang sama yaitu membentuk kehidupan keluarga
yang harmonis dan sejahtera. Perbedaan pengertian juga dikemukakan oleh
Ny. Soemiyati (1986:8), menurut beliau “Perbedaan pengertian perkawinan
hanyalah terdapat pada keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-
unsur yang sebanyak-banyaknya dalam perumusan pengertian disatu pihak
3
dan pembatasan banyaknya unsur dipihak lain”.
Maka dengan demikian sekalipun berbeda perumusan perkawinan,
akan tetapi dari rumusan-rumusan tersebut terdapat banyak unsur
kesamaanya, yakni bahwa perkawinan itu adalah nikah yang merupakan
suatu akad perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan
seorang wanita. Sebab perjanjian perkawinan bukanlah merupakan
perjanjian biasa tetapi sangat luar biasa, seperti jual beli atau sewa-
menyewa. Akan tetapi merupakan perikatan yang dianggap suci untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis dengan satu presepsi tidak
ada yang bisa memisahkan diantara kita berdua kecuali yang Maha kuasa,
(Allah).

Selain akad nikah yang menjadi hal penting dalam sebuah


pernikahan, hal lain yang harus ada untuk menyempurnakan dari sebuah
pernikahan ialah pencatatan perkawinan. Pencacatan perkawinan di
perlukan untuk melengkapi syarat-syarat administrasi yang diperlukan untuk
membuat akta kelahiran, kartu keluarga dan 20 lain-lain. Dalam KUH
Perdata, pencatatan perkawinan ini diatur dalam bagian ke tujuh Pasal 100
dan Pasal 101. Dalam Pasal 100, bukti adanya perkawinan adalah melalui
akta perkawinan yang telah dibukukan dalam catatan sipil. Pengecualian
terhadap pasal ini yaitu Pasal 101, apabila tidak terdaftar dalam buku di
catatan sipil, atau hilang maka bukti tentang adanya suatu perkawinan dapat
diperoleh dengan meminta pada pengadilan. Di pengadilan akan diperoleh
suatu keterangan apakah ada atau tidaknya suatu perkawinan berdasarkan
pertimbangan hakim.
Pencatatan perkawinan adalah salah satu yang menjadi permasalah
di seputaran masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah Aceh Tengah
masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akta nikah, dikarenakan
masyarakat tidak melakukan pencatatan pada pernikahannya di Kantor
Urusan Agama (KUA) setempat. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-
4
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa
“perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaan itu”. Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (2) juga
ditentukan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku” 2.
Dari ketentuan Undang-Undang Perkawinan tersebut, telah jelas
ditentukan sahnya suatu perkawinan itu apabila dilakukan menurut masing-
masing agama maupun kepercayaan dan diatur juga bahwa tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan pencatatan perkawinan adalah jaminan ketertiban
administrasi di Negara hukum ini. Sebagaimana perkawinan yang dilakukan
di luar pencatatan nikah tidak mempunyai kekuatan hukum, dan perkawinan
hanya dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah yang dibuat oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama (KUA) 3.

Berdasarkan hal tersebut sejalan dengan ketentuan yang ada dalam


Pasal 7 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam bahwa “ Perkawinan hanya dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”.
Akta Nikah adalah bukti adanya perkawinan dan sebagai jaminan hukum
dalam hal suami atu istri. Jika suami atau istri melakukan perbuatan
menyimpang dalam rumah tangga, maka tidak bisa di selesaikan melalui
Pengadilan karena tidak adanya kekuatan hukum pernikahan tersebut. Tidak
hanya itu Akta nikah juga sebagai perlindungan bagi hak-hak anak yang
lahir dari pernikahan. Tanpa adanya pencatatan maka perkawinan tersebut
dapat menimbulkan akibat hukum berupa kemudaratan dan pengingkaran
kewajiban dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam prakteknya masih
banyak perkawinan yang belum tercatat. Perkawinan yang belum tercatat
atau lebih dikenal dengan sebutan perkawinan siri.
Berdasarkan uraian di atas untuk melakukan pencatatan atas
2
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung:
Citra Umbara 2017), p. 2.
3
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia Dan Perbandingan Hukum
5
Perkawinan Di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia, 2009), p. 337.
pernikahan siri sebagaimana sudah di atur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “Dalam hal perkawinan tidak
dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbat nikah-nya ke
Pengadilan Agama”. Isbat nikah adalah permohonan pengesahan terhadap
perkawinan yang diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah guna
untuk dinyatakan sah-nya perkawinan dan memiliki kekuatan hukum atas
pernikahan tersebut.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam
menyatakan bahwa isbat nikah hanya dapat diajukan di Pengadilan Agama
terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
2. Hilangnya Akta Nikah.
3. Adanya keraguan tentang sah atau tidak sahnya salah satu syarat
perkawinan
4. 4.Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakuknya
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974.4.
C Fokus Penelitian
Dalam bagian ini berisikan masalah–masalah yang di ambil sebagai
bahan untuk penelitian di kemudia hari.
Adapun masalah-masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Is’bat nikah berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2015 oleh Pengadilan Agama
Kabupaten Banyuwangi?

4
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung:
Citra Umbara 2017), p. 325. 6
2. Apakah yang menjadi faktor pendukung serta penghambat
pelaksanaan Itsbat nikah Terpadu di Pengadilan Agama Kabupaten
Banyuwangi?.

D Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang di tuju
dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus searah dengan
masalah-masalah yang di ambil atau yang diteliti. Adapun tujuan dari
penelitian ini antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas pelaksanaan Is’bat nikah


yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2015
di Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan Is’bat nikah terpadu yang ada di Pengadilan Agama
Kabupaten Banyuwangi.

E Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini berisikan dampak positif yang dapat di ambil
dan diimplementasikan di kemudian hari setelah penilitian tersebut selesai.
Adapun manfaat penelitian ini Antara lain:
A Manfaat Teoritis

Manfaat dari penilitian ini adalah untuk memberikan informasi


kepada masyarakat khususnya yang sudah menikah namun belum memiliki
kartu nikah yang syah baik Agama dand Negara.
B Manfaat Praktis

1. Bagi Peniliti
Guna melengkapi persyaratan untuk mendapatakan gelar Sajana Hukum
Islam Fakultas Hukum Keluarga Islam UIN KHAS JEMBER.

7
2. Bagi Masyarakat

Memudahkan masyarakat yang baru atau lama melaksanakan


pernikahan, namun dalam pernikahan tersebut tidak sah karena tidak
memiliki dokumen yang menjadi bukti dari pernikahan tersebut.
Untuk itu dengan adanya penelitian ini, masyarakat yang belum
memiliki dokumen pernikahan dapat berkonsultasi untuk dapat
membuat dokumen pernikahan secara sah.
3. Bagi Kalangan Akademis

Sebagai sarana informasi bagi Mahasiswa/I di kemudian hari


jika ingin mengembangkan atau mengkaji lebih dalam mengenai
pernikahan.
4. Bagi Kalangan/Pembuat Kebijakan

Sebagai salah cara untuk menyebarkan informasi yang


penting bagi masyarakat yang sudah melaksanakan pernikahan
namun belum terdaftar secara hokum agama dan Negara.

8
F Penelitian Terdahulu

1. Judul Skripsi “IMPLEMENTASI SIDANG KELILING OLEH


PENGADILAN AGAMA REMBANG” Oleh RIZKY
MAHARDHIKA GISWARA. Dalam penelitian ini dilatarbelakangi
Kabupaten Rembang banyak sekali desa-desa pelosok yang jauh dari
pusat pemerintahan dan memiliki akses jalan maupun geografis yang
susah, tentunya menjadi kendala tersendiri bagi masyarakatnya
untuk mendapatkan kepastian hukum seperti perkawinan, warisan,
waqaf, perceraian dan ekonomi. Disini peran pengadilan untuk
melakukan pengadilan keliling sebagaimana yang terdapat di Desa
Bencang Kecamatan Sale yang merupakan desa terpencil di
Kabupaten Rembang dibutuhkan.

2. Judul Skripsi “EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SIDANG KELILING


DALAM PERKARA ISBAT NIKAH (Studi Kasus Pada Mahkamah
Syar’iyah Takengon Kelas IB)” Oleh NOVITA SARWANI. Dalam
penelitian ini menjelaskan tentang Proses pelaksanaan persidangan
dalam penyelesaian perkara isbat nikah melalui sidang keliling yang
diadakan oleh Mahkamah Syar’iyah Takengon Kelas IB di
Kecamatan Linge yang berada di Aceh Tengah dalam proses
persidangannya tidak ada perbedaan dengan proses persidangan di
kantor pengadilan mulai dari tata cara, eksekusinya sama. Hanya
berbeda pada tempat pelaksanaan sidang saja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasakan penjelasan teori efektivitas hukum
ada beberapa teori yang belum dipenuhi, sehingga pelaksanaan
sidang keliling dalam perkara isbat nikah belum efektif.

9
3. Judul Skripsi “PENYELESAIAN PERKARA IṠBᾹT NIKAH DI
PENGADILAN AGAMA WATAMPONE KELAS I A” Oleh Ilham
Penyelesaian Perkara Iṡbᾱt Nikah di Pengadilan Agama Watampone
Kelas 1 A. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat masih
dijumpai permasalahan khususnya di Kabupaten Bone, yang tidak
mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) karena
ada alasan tertentu sehingga tidak ada akta nikahnya. Untuk
mengatasi hal tersebut, Pengadilan Agama Watampone Kelas I A
menerima permohonan Isbat Nikah bagi masyarakat yang tidak
tercatatkan pernikahannya tersebut sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 7 ayat 2 KHI.

1
0

Anda mungkin juga menyukai