Anda di halaman 1dari 6

Analisa Perbandingan Pasal Materi Muatan Pasal-pasal Hukum Perkawinan dan

Kewarisan dalam KHI Counter Legal Draft (CLD)

Nama: Mohammad Luthfi Adam

NIM: 201910110311299

Dalam pasal 2 KHI Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang ssangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan yang telah didefinisikan dalam pasal 2 KHI
menekankan bahwa perkawinan bukan hanya bentuk hubungan muamalat antar manusia
tetapi hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya dalam rangka menjalankan ibadah.

Sedangkan tawaran dari CLD KHI perkawinan bukan dikatagorikan suatu ibadah,
melainkan sebuah muamalat, dalam arti pernikahan merupakan sebuah kontrak yang
didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.1 Pasal 2 CLD KHI mendefiniskan
Perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitahawan ghalizan) yang dillakukan secara sadar
oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang
pelaksaanannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak.

Penulis menganalisis unsur yang terkandung dalam pasal 2 CLD KHI diatas yaitu
kesepakatan atau yang diesbut dengan kontrak. Didalam perkawinan memiliki akibat kontrak
dua belah pihak yang bisa saja memiliki batas waktu tertentu. Oleh karena kontrak sosial
kemanusiaan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, maka perjanjian
perkawinan dibolehkan dan diakomodasi dalam CLD KHI, dengan catatan selagi perkawinan
tidak merugikan salah satu pihak da nada perlindungan hukum atas akibat-akibat yang
terjadi, terutama bagi perempuan.

Perbedaan antara pasal 2 KHI dan pasal 2 CLD KHI terdapat perbedaan yang tidak
terlalu mencolok diantara keduanya. Penghilangan nilai-nilai perkawinan yang mengartikan
perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah dalam CLD KHI dihilangkan. Tujuan perkawinan
hanya berdasarkan hubungan muamalat atau yang disebut dengan kontrak atau perjanjian
dalam CLD KHI menjadi perbedaan yang mendasar anatara CLD KHI dengan KHI.1

1 Kafa Bihi, Skripsi: “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP NUSHUZ DALAM COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM (CLD KHI)” (Surabaya: UINSA,

2014), hal.43
Kekurangan CLD KHI pasal 2, pertama didalam pasal itu menekankan asas
monogamy dalam perkawinan dengan mengambil bentuk kata seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang di dalam QS An-Nisa ayat 3 diberlehkannya poligami. Kedua adanya unsur
kontrak atau perjanjian kedua belah pihak yang menurut penulis itu bisa menjuru ke dalam
nikah mut’ah atau salah satu bentuk perkawinan yang dilarang dalam ajaran Islam. jika
perkawinan dengan sistem kontrak malah bisa mengancam hak seseorang. Perkawinan
dijalankan berdasarkan perjanjian yang semata mata untuk memuaskan nafsu atau
kepentingan seorang laki-laki dapat merebut hak-hak perempuan atau istri yang didalamnya.

Pembaruan hukum islam yang dirumuskan dalam CLD KHI merusak keyakinan umat
islam, karena apa yang dirumuskan itu bertentangan dengan Al-Qur’an Sunnah dan sumber-
sumber hukum islam yang mu’tabar.2 kesalahan logika berfikir yang terjadi dalam perumusan
naskah CLD KHI didasarkan pada akal saja yang tidak mendasarkan teradap keilmuan Islam.
akibat dari pemahaman ini terjadi leberalisasi pemikiran yang secara bebas menafsirkan satu
konsep keilmuan Islam dengan menggunakan akalnya saja. Dengan begitu apabila ada
perubahan yang akan dilakukan mengenai KHI perlu dilakukan studi secara obyektif yang
berlandaskan pada Sumber-sumber Hukum Islam, sehingga tercipta peraturan yang sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Qur’an dan Sunnah2

Nama : Yandita Fardhan Wafadhal


NIM : 201910110311323
2 Asriati, “PEMBARUAN HUKUM ISLAM DALAM TERAPAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA”, Jurnal Hukum Diktum, Vol.10 No.1, januari 2012 hal.31
Hukum perkawinan pasal 14 tentang Rukun dan Syarat Perkawinan

Pasal 14 berbunyi “ Untuk melaksanakan perkawinan harus ada : a. calon suami, b. calon
isteri, c. wali nikah, d. dua orang saksi, e. ijab dan qobul”.

Dalam KHI setiap orang yang akan melakukan suatu pernikahan harus diwajibkan
untuk memenuhi rukun dan syarat perkwaninan yang sudah ditentukan agar bisa tau sah atau
tidaknya sebuah pernikahan.

Rukun yang pertama adalah harus adanya calon suami dan calon istri yang melakukan
pernikahan, dalam KHI calon suami dan calon istri bisa melakukan pernikahan dengan usia
minimal 19 tahun bagi calon suami dan 16 tahun bagi calon istri dan juga harus berakal sehat.
Dan dalam KHI-CLD calon suami dan calon istri bisa melakukan pernikahan dengan usia 19
tahun bagi calon suami dan juga bagi calon istri, dan calon suami dan istri bisa mengawinkan
dirinya sendiri bila memenuhi syarat antara lain : berakal sehat, berumur 21, cakap/matang.
Bila calon suami atau istri tidak memenuhi syarat tersebut maka berhak melakukan
perkawinan dengan wali nasab atau wali hakim.

Selanjutnya adalah wali nikah, dalam KHI sendiri mengadakan wali nikah sebagai
rukun dan syarat melakukan perkawinan karena wali adalah sebuah pilar dalam rukun
perkawinan. Dan dalam KHI-CLD sendiri tidak menghapus yang namanya wali nikah, ,
karena dinilai bahwa calon mempelai baik calon suami maupun calon istri dapat menikahkan
dirinya sendiri tanpa perlu bantuan dari wali nikah masing-masing mempelai. Namun
pernyataan tersebut disertai dengan alasan bahwa calon mempelai pria harus barakal sehat,
berumur 21 tahun dan sudah cakap (dewasa).3

Dalam KHI sendiri mengharuskan 2 orang saksi untuk rukun dan syarat agar
perkawinan sah, dan 2 orang saksi itu diharuskan seorang laki-laki. Dan dalam KHI-CLD
sendiri perkawinan harus disaksikan minimal 2 orang saksi dan memperbolehkan perempuan
sebagai saksi seperti seorang laki-laki, dan saksi juga mempunyai ketentuan yaitu sudah
berumur 21 tahun, berakal sehat dan sudah dewasa sekaligus saksi tersebut bisa ditunjuk
sendiri oleh calon kedua mempelai pengantin.

Dalam KHI ijab dan qobul menjadi salah satu rukun dan syarat penting dalam
melakukan perkawinan. Ijab dan qobul antara calon suami dan wali harus jelas dan beruntun

3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, 62
tidak terselang waktu. Dan dalam CLD-KHI telah menentukan bagaimana tata cara dalam
melangsungkan sebua ijab dan qobul, tentunya bagi mempelai yang tidak bisa mengucapkan
dikarenakan punya cacat ataupun kekurangan yang lain telah ada ketentuan yang diatur.Ijab
dan kabul antara kedua calon mempelai atau yang mewakilinya, ijal dan qobul bisa dilakukan
sebagai berikut : 1. Ijab dan qobul bisa dilakukan oleh calon suami ataupun calon istri, 2.
Apabila calon suami atau calon istri berhalangan, maka ijab dan kabul dapat diwakilkan
kepada pihak lain dengan memberikan kuasa yang jelas dan tegas secara tertulis, 3. Apabila
salah satu calon mempelai keberatan calon pasangannya diwakili, maka akad nikah tidak
boleh dilangsungkan.
Dalam KHI sendiri tidak mencantumkan yang namanya pencatatan yang mana itu
seharusnya menjadi rukun dan syarat penting bagi sebuah perkawinan. Dan dalam KHI-CLD
sendiri pencatatan termasuk sebagai rukun dan syarat sahnya sebuah perkawinan. Calon
suami dan calon istri harus mendaftarkan rencana perkawinanya itu dan pencatatan harus
dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang
berlaku juga pegawai pencatatan perkawinan harus mengumumkan rencana perkawinan
tersebut selambat-lambatnya satu minggu sebelum akad perkawinan dilangsungkan.4

Nama : Akbar Nur Sultan

Nim : 20191011031273

4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 64
Pernikahan beda agama, perkawinan antara orang islam dengan orang bukan islam di atur
dalam pasal 54 yakni:

1) Perkawinan antar orang islam dengan bukan islam dibolehkan selama masih dalam
batas batas untuk mencapai tujuan perkawinan.
2) Perkawinan antar orang islam dengan bukan islam dilakukan berdasarkan prinsip
saling menghargai dan menjunjung tnggi hak kebebasan menjalankan ajaran agama
masing masing.
3) Sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua calon mempelai perlu memperoleh 4
pengertian dan penjelasan mengenai perkawinan antara orang islam dengan bukan
orang islam sehingga menyadari segala kemungkinan yang akan terjadi akibat
perkawinan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa, Larangan Pekawinan Beda Agama Menurut


Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa pada dasarnya hukum Islam melarang adanya
pernikahan beda agama.Di Indonesia, lima agama yang diakui memiliki pengaturan tersendiri
terkait dengan pernikahan beda agama. Agama Kristen/Protestan memperbolehkan
pernikahan beda agama dengan menyerahkan pada hukum nasional masing-masing
pengikutnya. Hukum Katholik tidak memperbolehkan pernikahan beda agama kecuali
mendapatkan izin oleh gereja dengan syarat-syarat tertentu. Hukum Budha tidak mengatur
perkawinan beda agama dan mengembalikan kepada adat masing-masing daerah, sementara
agama Hindu melarang keras pernikahan beda agama. Kita dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan, berbagai
cara yang ditempuh demi mendapatkan pengakuan dari negara.

Alasan yang digunakan hingga dibolehkannya melangsungkan pernikahan beda agama


yakni Sebagai penjabaran dari prinsip pluralisme, melalui kajian teks ayat-ayat al Qur’an,
kenyataan historis para sahabat, dan kenyataan sosiologis masyarakat Indonesia yang banyak
melangsungkan perkawinan beda agama, CLD KHI dengan tegas membolehkan perkawinan
tersebut, Menurutnya, perkawinan beda agama dilindungi oleh islam. Anutan agama tidak
menjadi syarat sah bagi perkawinan, juga tidak membuat perkawinan batal akibat salah satu
atau kedua belah pihak pinda agama setelah melangsungkan perkawinan. Pernikahan beda
agama wajib dicatatkan oleh negara. Agama anak tidak mengikuti agama orang tuanya,
melainkan menjadi hak pilih anak untuk memeluk suatu agama.

Dalam tiga hal perkawinan tadi yakni nikah sirri, nikah mut’ah, dan nikah beda agama,
dalam islam yang dilarang untuk dilaksanakan adalah nikah mut’ah dan nikah beda agama,
tapi dalam CLD-KHI justru dibolehkan, dan nikah sirri yang dalam islam diperbolehkan
justru dilarang dalam CLD-KHI. 5

Selanjutnya permasalahan yang timbul dalam pernikahan campuran atau nikah beda
agama, jika nikah beda agama diperbolehkan tentunya banyak sakali hal-hal negatif yang
sangat merugikan dalam agama islam, diantaranya adalah Jika nikah beda agama itu disahkan
maka akibatnya, Pertama, pengesahan ini akan menjadi pintu untuk meruntuhkan banyak

5
Ibid., hal. 218
ketentuan Islam, terutama yang berkaitan dengan akibat dari pernikahan seperti hukum waris,
perwalian, nafkah, hubungan pria-wanita di dalam pernikahan dan sebagainya. Kedua,
pengesahan ini juga akan membuka pintu lebar dan legal bagi upaya pemurtadan. Selama ini,
meski nikah beda agama tidak dilegalkan, motif cinta dan pernikahan seperti itu banyak
digunakan untuk pemurtadan. Apalagi jika nanti dilegalkan, upaya pemurtadan itu justru akan
makin gencar dan meluas karena telah dilegalkan oleh Negara, tentu semua itu amat
berbahaya bagi umat.

Dalam segi keimanan saja sudah berbeda, tentunya dalam pengaplikasian kehidupan
keseharian tentunya akan berbeda pula, yang jelas akan ada percecokan yang selalu terjadi
dalam rumah tangga. Karna dalam segi hal peritah dan larangan dari setiap agama tersebut
berbeda. Ini adalah kisah nyata seorang peremuan yang nikah mut‟ah dengan seorang tokoh
Agama yang bernama Sayid Husain Shadr, dia menikah selama 20 tahun lalu dia hamil,
setelah Sayid Husain Shadr sudah puas dia menceraikannya, setelah itu dia melahirkan dan
dia yakin itu adalah anak Sayid Husain Shadr karna dia tidak menikah dengan lakilaki lain
selain Sayid Husain Shadr. Setelah anaknya dewasa dia tumbuh cantik dan siap untuk nikah
mut‟ah, sang ibu melihat anaknya sedang hamil, setelah sang ibu menanyakan tentang
kehamilannya dia menjawab telah menikah mut‟ah dengan Sayid Husain Shadr sang ibu pun
tercengang, karna ternyata yang menghamili adalah ayah kandunnya sendiri.6

Jurnal kutipan:

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/2647/3/ISI.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/2256/4/Bab%203.pdf

http://hukum.unsrat.ac.id/ma/kompilasi.pdf

http://repository.uin-malang.ac.id/665/1/Sumbulah%20-%202012%20-%20Ketentuan
%20perkawinan%20dalam%20KHI%20dan%20implikasinya%20ba.pdf

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfh/article/view/25761

file:///C:/Users/ana/Downloads/garuda525187.pdf

file:///C:/Users/ana/Downloads/qet70-ksb5k.pdf

6
http://kisahmuslim.com/kisah-nikah-mutah

Anda mungkin juga menyukai