Anda di halaman 1dari 3

UJIAN AKHIR SEMESTER

NAMA : MOCHAMAD FARIS ACQUARRI


NPM : 201000191
KELAS : F
MATA KULIAH : HUKUM ISLAM 1
ْ ّ
ْ َّ َ َّ
‫اَلل الرحمنِ الر ِحيم‬
ِِ ‫م‬ِ ِ ‫ِب ْس‬
1). Menurut KUHPerdata dalam Pasal 119 disebutkan bahwa perkawinan pada
hakikatnya menyebabkan percampuran dan persatuan harta pasangan
menikah, kecuali apabila pasangan menikah tersebut membuat sebuah
Perjanjian Perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.
Selanjutnya ditegaskan kembali dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 1/1974
tentangِPerkawinanِ(“UUِPerkawinan”)ِbahwaِdenganِpembuatanِPerjanjianِ
Perkawinan calon suami istri dapat menyimpang dari peraturan undang-
undang mengenai ketentuan harta bersama asalkan ketentuan tersebut tidak
bertentangan dengan tata susila atau tata tertib umum. Lebih spesifik, definisi
atas Perjanjian Perkawinan disebutkan pada Pasal 29 undang-undang yang
sama. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan dasar hukum pembuatan
Perjanjian Perkawinan oleh calon suami-istri.
2). perkawinan Beda Agama
Pengertian : adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang
wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua
peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan
untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.
Latar Belakang : Umumnya setiap orang menginginkan pasangan hidup yang
seagama sehingga dapat membangun keluarga berdasarkan satu prinsip dan
akan lebih mudah dalam membangun kesepahaman dalam hal tujuan hidup
ataupun mendidik agama bagi keturunannya. Namun tidak sedikit pula
pasangan yang akan melakukan pernikahan dengan perbedaan keyakinan,hal
itu dapat dimungkinkan karena adanya pergaulan antar manusia yang tiada
batas. Berbagai kondisi tersebut tidak dapat menghindari adanya pernikahan
antar agama, ini menjadi hal yang semakin umum di lingkungan masyarakat.
Dengan tidak adanya ketentuan tentang perkawinan antar agama dalam UU
perkawinan sering terjadi bahwa apabila ada dua orang yang berbeda agama
akan mengadakan perkawinan dan masing-masing tetap mempertahankan
agama yang dianutnya selalu mengalami hambatan, karena para pejabat
pelaksana perkawinan dan pemimpin agama/ulama menafsirkan bahwa
perkawinan yang demikian bertentangan dengan UU Perkawinan.
Kedudukan Hukum : Kedudukan perkawinan beda agama dalam sistem hukum
di Indonesia adalah tidak sah. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 dalam Pasal 2 ayat 1 mengungkapkan perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Berarti
perkawinan hanya dapat dilangsungkan bila para pihak (calon suami dan istri)
menganut agama yang sama. Dari perumusan Pasal 2 ayat 1 ini tidak ada
perkawinan di luar hukum masing-masing dan kepercayaannya itu.
pernikaha Sirri
Pengertian : Nikah sirri adalah bentuk pernikahan yang dilakukan di bawah
tangan berdasarkan ajaran agama atau adat istiadat dan tanpa pengakuan
resmi dari hukum negara karena memang tidak tercatan di lembaga miliki
negara.
Latar Belakang : Istilah nikah sirri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah
dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah sirri yang dikenal pada masa
dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah sirri pada saat ini. Dahulu yang
dimaksud dengan nikah sirri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun
perkawinanِdanِsyaratnyaِmenurutِsyari‟at,ِhanyaِsajaِsaksiِdimintaِtidakِ
memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak
ramai,kepada masyarakat, dandengan sendirinya tidak ada walimatul-‟ursy.ِ
Adapun nikah sirri yang dikenalsekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan
oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan
di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau
tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di
Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.
Kedudukan Hukum : Kekuatan hukum perkawinan di bawah tangan/nikah
sirridi Indonesia, menurut hukum Islam adalah sah apabila memenuhi rukun
dan semua syarat sahnya nikah meskipun tidak dicatatkan. Karena syariat
Islam dalam Al-Quran maupun Sunnah tidak mengatur secara konkrit tentang
adanya pencatatan perkawinan. Sedangkan menurut hukum positif, nikah sirri
ini tidak sah karena tidak memenuhi salah satu syarat sah perkawinan yaitu
pencatatan perkawinan kepada PejabatPencatat Nikah. Tanpa adanya
pencatatan, maka pernikahan itu tidak mempunyai akta otentik berupa buku
nikah.

Anda mungkin juga menyukai