NIM : 010002000100
Matkul : Hukum Keluarga
Dosen : Dr. Aline Gratika Nugrahani, S.H., M.H.
Tugas : Bedah Buku Ajar Hukum Perkawinan, BAB 9 : KHI
1
Setyaningsih dan Nugragani, Aline Gratika, „Buku Ajar Hukum Perkawinan“, Jakarta : Rajawali Buana Pusaka,
2021, hlm. 163
2
Umi Sumbulah, “Ketentuan Perkawinan Dalam KHI Dan Implikasinya Bagi Figh Mu'asyarah:: Sebuah Analisis
Gender," UIN Malang, tanpa tahun, hlm. 87-93.
3
Ibid.
4
Setyaningsih dan Nugragani, Aline Gratika, „Buku Ajar Hukum Perkawinan“, Jakarta : Rajawali Buana Pusaka,
2021, hlm. 167.
c. KHI Pasal 2l tentang wali nasab yang semuanya berasal dari garis keturunan laki-laki 5.
d. KHI Pasal 25, tidak berbeda dengan konsep wali, saksi pernikahan juga dibatasi pada laki-
laki6.
3) Mahar
Diatur dalam KHI Pasal 34 ayat 1 menegaskan bahwa mahar bukan merupakan rukun dalam
perkawinan. Artinya, mahar bukan syarat sah perkawinan, bahkan kelalaian menyebutkan jenis
dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan ditegaskan
dalam ketentuan KHI Pasal 34 ayat 2. Sifat dari mahar adalah tidak memberatkan, sehingga di
dalam KHI Pasal 31 disebutkan bahwa mahar itu ditentukan berdasarkan kesederhanaan dan
kemudahan 12 yang dianjurkan dalam ajaran Islam 7.
4) Polygamy
Ketentuan KHI tentang poligami tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan. Hanya saja di dalam KHI dijelaskan antara lain bahwa pria beristeri
lebih dari satu yang diberikan, yaitu seorang pria tidak boleh beristeri lebih dari 4 (empat)
orang. Selain itu, syarat utama seorang pria untuk memiliki istri harus mampu berlaku adil
terhadap isteri-isterinya dan anak-anaknya (Pasal 55 KHI).Menurut KHI, suami yang hendak
beristeri lebih dari satu orang harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama 8.
5) Pencegahan Perkawinan
KHI Pasal 62, tentang ayah kandung tidak gugur hak kewaliannya untuk mencegah perkawinan
yang akan dilakukan oleh wali nikah yang lain 9.
7) Putusnya Perkawinan
KHI mengatur tentang akibat dari perkawinannya. Kembali lagi kepada definisi perkawinan
yang bernuansa kontrak seksual, maka ketentuan iddah juga berlaku bagi perempuan, karena ia
5
Umi Sumbulah, “Ketentuan Perkawinan Dalam KHI Dan Implikasinya Bagi Figh Mu'asyarah:: Sebuah Analisis
Gender," UIN Malang, tanpa tahun, hlm. 90.
6
Ibid.
7
Sifa Maharani, “Konsep Mahar Menurut Imam Syafi'i Dan Relevansinya Dengan Kompilasi Hukum
Islam,"Skripsi pada Jurusan Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah Institut Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. 2018,
hlm. 6-7.
8
Setyaningsih dan Nugragani, Aline Gratika, „Buku Ajar Hukum Perkawinan“, Jakarta : Rajawali Buana Pusaka,
2021, hlm. 169.
9
Umi Sumbulah, “Ketentuan Perkawinan Dalam KHI Dan Implikasinya Bagi Figh Mu'asyarah:: Sebuah Analisis
Gender," UIN Malang, tanpa tahun, hlm. 91.
10
Ibid.
11
Setyaningsih dan Nugragani, Aline Gratika, „Buku Ajar Hukum Perkawinan“, Jakarta : Rajawali Buana Pusaka,
2021, hlm. 171.
dipandang "bertanggung jawab" atas hasil hubungan seksual dengan mantan suaminya.
Sehingga waktu tunggu (iddah) hanya diberlakukan bagi isteri, tidak pada suami 12.
8) Masa Berkabung
Berbeda dengan masa ihdad bagi isteri yang telah ditentukan masanya, ihdad bagi suami tidak
ditentukan masanya, hanya berdasarkan kepatutan. Di samping itu, klausul hukum bahwa
perempuan harus melakukan ihdad untuk menghindari fitnah, keputusan merupakan hasil dari
cara pandang patriarkhi yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua, dan
makhluk yang bahaya bahaya bagi masyarakat. Padahal sebenarnya, tidak hanya perempuan,
laki-laki pun juga bisa didera fitnah13.
3. Penerapan KHI
1) Permohonan Poligami
Pengadilan Agama Surakarta mengadili permohonan melakukan poligami dengan perkara
No. 840/Pdt.G/2015/PA.SKA tentang poligami14.
2) Pencatatan Perkawinan
Secara administratif, perkawinan harus dicatat, kegunaannya adalah agar lembaga
perkawinan memiliki sebuah tempat yang sangat penting dan strategi dalam masyarakat
Islam, dapat melindungi upaya-upaya negatif dari pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab15.
3) Akta Nikah
Sesuai dengan syarat-syarat akta otentik, maka akta nikah harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut16 :
(1) Akta nikah harus oleh atau dihadapan pejabat yang berhak membuat. Sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, maka perkawinan bagi
mereka yang beragama Islam sejak tanggal 22 Juli 1991 berlaku Kompilasi Hukum Islam,
Pasal 5 s.d 7, yang mengatur pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah.
Adapun pejabat yang berhak melakukan pencatatan perkawinan adalah Pegawai
pencatat Nikah (PPN).
(2) Akta Nikah dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. Bentuk akta
nikah ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1).
12
Ibid.
13
Ibid, hlm. 172.
14
Allysa Arum Savitry, Pranoto, ANALISIS KASUS PERMOHONAN POLIGAMI YANG DIDAHULUI NIKAH SIRRI
BERDASARKAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA (Studi Kasus Putusan No. 840/Pdt.G/2015/PA.SKA),
Privat Law Vol. VI No 2 Juli - Desember 2018 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm. 156.
15
Arini Zubaidah Pencatatan Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukumdalam Perspektif Maqāşid Asy-
Syarī'ahdwi Al-Aḥwāl, Vol. 12, No. 1, Tahun 2019 M/1439 H Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,
Hlm. 20-21.
16
Nunung Rodliyah Pencatatan Pernikahan Dan Akta Nikah Sebagai Legalitas Pernikahan Menurut Kompilasi
Hukum Islam Pranata Hukum Volume 8 Nomor 1 Januari 2013, Hlm. 28.
17
Eva Mir'atun Niswah," HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIAPERSPEKTIF CEDAW, Al-Ah}wa>l, Vol.
5,No. 2, 2012M/1434HUIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 96.
5. Masa berkabung suami dan istri dalam KHI
Berbeda dengan masa ihdad bagi isteri yang telah ditentukan masanya, ihdad bagi suami tidak
ditentukan masanya, hanya berdasarkan kepatutan. Di samping itu, klausul hukum bahwa
perempuan harus melakukan ihdad untuk menghindari fitnah, keputusan merupakan hasil dari cara
pandang patriarkhi yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua, dan makhluk yang
bahaya bahaya bagi masyarakat. Padahal sebenarnya, tidak hanya perempuan, laki-laki pun juga
bisa didera fitnah. Karena itu, ketentuan ihdad bagi mantan suami atau istri berdasarkan keyakinan
yang ditentukan oleh semangat yang tinggi tentang keadilan dan keadilan bagi laki-laki perempuan 18.
maupun Ihdad merupakan masa untuk suami atau wanita untuk melewati masa berduka.
6. Apa yang disampaikan pada pasal 53 ayat 2 KHI sebagaimana tertera pada halaman 172 Buku ajar
Ketentuan Kompilasi Hukum Islam Bab Hukum Perkawinan Pasal 53 ayat 2 juga memudahkan dan
mempercepat perkawinan terkait dengan kondisi hamil pada sang wanita. Perkawinan dapat
dilakukan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran sang anak. Ketentuan dimaksudkan agar
kepastian ikatan pria yang menghamili dengan wanita yang dihamili terwujud. Dengan begitu,
tanggung jawab pria terhadap wanita yang telah dihamilinya dilaksanakan.
7. Jelaskan secara singkat dampak perkawinan yang tidak diumumkan sebagaimana tertera pada
halaman 177 Buku Ajar
Dalam pernikahan hadirnya seorang saksi adalah rukun yang harus dipenuhi, karena apabila
pernikahan tanpa adanya saksi maka pernikahan tersebut tidak sah. Meskipun dalam pernikahan
tersebut diumumkan kepada kalayak ranmai maka pernikahan tersebut tetap tidak sah. Berbeda
dengan sebaliknya, apabila pernikahan tanpa diumumkan di kalayak ramai tetapi terdapat saksi
dalam pernikahan tersebut maka pernikahan tersebut tetap sah. Hal ini karena saksi sangat penting
untuk ke depannya apabila nanti ada sengketa antara suami dan istri, maka saksi yang akan diminta
keterangannya.
18
Umi Sumbulah, “Ketentuan Perkawinan Dalam KHI Dan Implikasinya Bagi Figh Mu'asyarah:: Sebuah Analisis
Gender," UIN Malang, tanpa tahun, hlm. 91.