Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHUUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatulah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Adapun pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia,

pernikahan itu sendiri merupakan proses bersatunya dua orang insan manusia

yang saling berkomitmen dan mengikat.1 Ketentuan tentang pernikahan

menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP Perdata) sangat jauh

berbeda dengan hukum Islam. Pernikahan yang dalam istilah hukum Islam

disebut “Nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat

diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan

kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar suka rela dan keridhaan

kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagian hidup berkeluarga

yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang

diridhai oleh Allah SWT.2

Jika ditinjau dari sisi hukum Islam, pernikahan merupakan suatu

perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan juga Rasul-Nya. Banyak

anjuran Allah dalam Al-Qur’an untuk melaksanakan pernikahan, salah satu

1
Puji Wati, dan Muktiali Jarbi, Pernikahan Menurut Hukum Islam, (Jurnal Pernikahan),
Volume 1, No. 1, 2019, hlm, 1.
2
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana,2011), hlm, 102.
2

diantaranya ialah firman Allah dalam Surah An-Nur ayat 32, yang tercantum

dibawah ini :

‫@وا فُقَ @ َرٓا َء ي ُۡغنِ ِه ُم‬ َّ ٰ ‫ُوا ٱَأۡل ٰيَ َم ٰى ِمن ُكمۡ َوٱل‬
ْ @ُ‫صلِ ِحينَ ِم ۡن ِعبَا ِد ُكمۡ َوِإ َم@@ٓاِئ ُكمۡۚ ِإن يَ ُكون‬ ْ ‫َوَأن ِكح‬
٣٢ ‫يم‬ٞ ِ‫ضلِ ِۗۦه َوٱهَّلل ُ ٰ َو ِس ٌع َعل‬
ۡ َ‫ٱهَّلل ُ ِمن ف‬
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui”.3

Islam tidak mengatur secara konkrit mengenai batasan usia

pernikahan. Akan tetapi, para ulama mahzab sepakat bahwa, apabila kedua

pasangan telah berakal dan baligh maka kedua pasangan tersebut sudah bisa

melangsungkan pernikahan. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat

mengenai batas baligh. Menurut Syafi’i dan Hambali, usia baligh untuk anak

laki-laki dan perempuan adalah lima belas tahun, sedangkan Maliki

menetapkan tujuh belas tahun. Sementara itu, Hanafi menetapkan untuk anak

laki-laki delapan belas tahun dan untuk anak perempuan tujuh belas tahun.4

Indonesia termasuk negara yang cukup mentoleransi pernikahan

muda, Hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan negara lain dalam

pembatasan usia nikah. Dalam peraturan Perundang-Undangan Indonesia,

apabila ada seseorang yang ingin melangsungkan pernikahan yang belum

mencapai umur 21 (Dua puluh satu) Tahun, harus mendapat izin dari kedua

orang tua (pasal 6 ayat (2) UU No.1/1974). Jadi bagi pria atau wanita yang
3
Al-Qur’an, dan Terjemahannya, Surah An-Nur Ayat 32, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggaraan Penterjemah/ Penafsir Al-Qur’an, 2002).
4
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2012), hlm, 315-
317.
3

telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu ada izin orang tua untuk

melangsungkan pernikahan. Yang perlu memakai izin orang tua untuk

melakukan pernikahan ialah pria yang telah mencapai umur 19 tahun dan bagi

wanita yang telah mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 UU No.1/1974).

Dibawah umur tersebut berarti belum boleh melakukan pernikahan sekalipun

diizinkan oleh orang tua. Apabila pernikahan yang dilakukan oleh kedua

mempelai berada dibawah umur maka sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 7 ayat (2) yaitu dapat meminta despensasi kepada pengadilan atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak

wanita.5

Pernikahan anak dibawah umur banyak terjadi karena berbagaimacam

alasan yang mendasari untuk dilansungkan pernikahan bagi anak di bawah

umur. Tentu saja permasalahan itu terjadi isu hukum yang tidak asing bagi

masyarakat Indonesia.6 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1947 tentang perkawinan, KUHPerdata, Kompilasi

hukum Islam yang sudah mengaturnya untuk mengatasi permasalahan

perkawinan anak dibawah umur pada karya ilmiah ini. Hal ini tentu saja

menjadi perhatian masyarakat apakah perkawinan tersebut sah apabila anak

tersebut belum mencukupi batas usia untuk menikah akan tetapi perkawinan

tersebut harus segera dilangsungkan.7

5
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-Undangan
Hukum Adat Hukum Agam, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm, 50-51.
6
Abu Sahla, dan Nurul Nazara, Buku Pintar Pernikahan, (Jakarta: Belanoor, 2011), hlm,
17.
7
Inna Noor Inayati. “Perkawinan Anak Dibawah Umur Dalam Perpektif Hukum, HAM,
Dan Kesehatan”. (Jurnal Bidan “Midwife Journal” Vol, 1, No. 1, Tahun, 2015.), hlm, 50.
4

Sesuai dengan pasal 7 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang perkawinan, yang dijelaskan bahwa laki-laki yang

belum mencapai usia 19 Tahun dan perempuan yang belum mencapai 16

Tahun maka harus mengajukan permohonan dispensasi perkawinan yang di

ajukan oleh orang tua atau kuasa hukum yang diwakilinnya kepada

Pengadilan. Adapun bunyi dari pasal 7 ayat (1) ialah :

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur


19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(Enam belas) tahun.”.8

Dalam kondisi dan keadaan yang seperti ini, pada hakikatnya

kompilasi hukum Islam dan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan

memberikan penjelasan tentang tatacara untuk melakukan permohonan

pernikahan anak dibawah umur melalui jalur Pengadilan. Suatu perkawinan

anak dibawah umur dapat dilangsungkan apabila terlebih dahulu adanya

putusan Pengadilan Agama/ Pengadilan Negri yang mempunyai kekuatan

hukum yang tetap dan berlaku. Permohonan pernikahan anak dibawah umur

diajukan oleh pihak yang berwenang atau kuasanya kepada Pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. Permohonan

pernikahan anak dibawah umur hanya dapat dilakukan oleh para keluarga

dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari permohonan. 9

Dalam hal ini, ditemukan adanya ketidaksesuaian diantara UU

Perkawinan dan UU Perlindungan Anak dalam hal menentukan batas usia

8
Yobi Indrajaya, https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/9659, Diakses Pada
Tanggal 23, September, 2021.
9
Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1, TLN 3019).
5

anak. Ketentuan yang terkandung didalam UU No.1 tahun 1974 tentang

perkawinan dan kompilasi hukum Islam jelas bertentangan dengan ketentuan

yang terkandung dalam pasal 26 Undang-undang Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2002 juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2014 tentang perlindungan anak, ketentuan tersebut menegaskan bahwa :

“Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh,


memelihara, mendidk, dan melindungi anak serta menumbuh
kembangkan anak sesuai dengan kemampuan,bakat dan minatnya
sekaligus mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak”.10

Adapun pertimbangan hakim dalam penetapan No.22/Pdt.p/2015/PA

yang mengabulkan izin perkawinan anak dibawah umur apabila perkawinan

anak dibawah umur yang dilakukan secara terlepas tanpa izin dari Pengadilan

Negri/ Pengadilan Agama, telah menyelahi ketentuan Undang-Undang

perkawinan dan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak.11 Melihat

fenomena yang terjadi ini, penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan

meneliti lebih lanjut masalah tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul

“Prosedur Pernikahan Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus di

Mahkamah Syar’iah Kota Sabang)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya

yaitu :

10
Aisyah, Prosedur Hukum Pengajuan Pernikahan Anak Dibawah Umur yang Hamil
Dilua Nikah, vol, 6, No. 2, tahun 2018.
11
Barmawi, Pernikahan Pasangan Dibawah Umur Karena Khalwat Oleh Tokoh Adat
Gampong Menurut Tinjauan Hukum Islam, Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum, (Didalam
Skripsi Yang Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh ,2016), hlm, 6.
6

1. Bagaimana prosedur pengajuan pernikahan anak dibawah umur di

Mahkamah Syar’iah Kota Sabang?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pernikahan anak di

bawah umur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemahaman yang telah diuraikan di atas, maka yang

terjadi tujuan pembahasan dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui prosedur hukum pengajuan pernikahan anak

dibawah umur di Mahkamah syar’iah Kota Sabang.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pernikahan anak

di bawah umur.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat penelitian ini setidaknya ada dua, yaitu

manfaat secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu gagasan

dalam pengembangan ilmu Hukum Keluarga Islam, bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat

bermanfaat dan diterima sebagai kontribusi dalam meningkatkan

pengetahuan bidang Ilmu Hukum Keluarga Islam.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

jawaban atas masalah yang ada dalam masyarakat terkait pernikahan

anak di bawah umur. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu
7

memberi tambahan informasi bagi masyarakat tentang prosedur

pernikahan anak di bawah umur di Kota Sabang.

E. Penjelasan Istilah

1. Prosedur. Prosedur menurut hukum ialah harus dilalui oleh pemohon

(walinya) yang akan melangsungkan perkawinan anak dibawah umur.

Tanpa prosedur diatas pengadilan Negeri/Pengadilan Agama tidak akan

mengesahkan perkawinan anak dibawah umur.

2. Pernikahan. Nikah menurut bahasa, berasal dari kata nakaha, yankinhu

nikahan yang berarti kawin. Dalam istilah nikah berarti ikatan suami

istri yang sah yang menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban

bagi suami istri.12

3. Anak di bawah umur ialah menurut pengetahuan umum, yang diartikan

dengan anak di bawah umur adalah seorang yang belum dewasa serta

belum kawin. Pengertian dimaksud merupakan pengertian yang sering

kali di jadikan pedoman dalam mengkaji berbagai persoalan

tentang anak.13

F. Metode Penelitian

Dalam menyusun penulisan ini, penulis menggunakan metode kajian

pustaka yang berisi tentang teori-teori dengan masalah penelitian. 14


Adapun

12
Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm,
689.
13
Tri Anggono, Catatan Anak Indonesia, (Jakarta: Pustaka Umum, 2011), hlm. 31
14
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Pusaka Setia, 2008), hlm,
58.
8

masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui “prosedur pernikahan

anak dibawah umur di Mahkamah Syar’iah Kota Sabang”.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Menurut Nana Syaodih

Sukmadinata, penelitian kualitatif (Qualitative Risearch) adalah suatu

penelitian yang ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, pemikiran

orang secara individu atau kelompok15. Dengan demikian penulis dalam

penelitian ini memilih dengan pendekatan kualitatif dalam proses

memperoleh data, di mana melalui penelitian langsung ke lokasi penelitian

yakni di Mahkamah Syar’iah Kota Sabang.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang digunakan, yaitu data

primer dan data sekunder.

a. Data Primer yaitu data terpenting dalam penelitian yang akan diteliti.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik

melalui pengamatan sendiri, maupun melalui daftar pertanyaan yang

telah disiapkan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh

melalui wawancara dan jawaban dari daftar pertanyaan yang akan

diajukan, sehingga penulis dapat menemukan setiap jawaban dari

pertanyaan yang telah disusun, data primer lansung diperoleh dari

15
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Remaja Berkarya,
2002), hlm. 31,
9

wawancara dengan pihak Mahkamah Syar’iah dan juga dari data

observasi.

b. Data Sekunder yaitu data yang mendukung data primer, mencakup data

lokasi penelitian dan data lain yang mendukung masalah penelitian.

Data sekunder diperoleh literatur yang relevan dengan penelitian yang

sedang dilakukan seperti dokumentasi. Selain itu juga data sekunder

bisa diperoleh melalui foto-foto yang berhubungan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk kelengkapan imformasi yang sesuai dengan fokus penelitian

maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Observasi (pengamatan)

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

pengamatan langsung menggunakan mata tanpa ada alat bantuan untuk

keperluan yang dibutuhkan dalam penelitian dengan perencanaan yang

sistematik. Observasi juga bisa dilakukan dengan cara bertindak sebagai

partisipan atau nonpartisipan, dapat juga dilakukan secara terang-terangan

(overt observation) dihadapan responden atau dengan melakukan penyamaran

(covert observation) mengenai kehadirannya dihadapan responden.16

Pengamatan dapat dilakukan terhadap suatu benda, keadaan, kondisi,

kegiatan, proses, atau penampilan tingkah laku. Teknik observasi ini

digunakan untuk melihat secara langsung, peneliti mengambil data observasi

dengan mengamati bagaimana proses pengajuan pernikahan anak di bawah

umur pada Mahkamah Syar’iah Kota Sabang.


16
Ibid.. hlm. 34
10

b. Wawancara (interview)

Wawancara adalah tatap muka antara periset (seseorang yang

diharapkan informasia) dan informan (seseorang yamg diasumsikan

mempunyai informasi penting mengenai suatu objek) yang dipilih.17 Teknik

wawancara mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri (self report),

atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi. Wawancara

yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak,

yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan.18

Wawancara dalam pengertian ini akan dilakukan melalui wawancara

semi struktur. Menurut Sugiono jenis wawancara semi terstuktur adalah

wawancara yang bebas dimana penelitian menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasahan yang akan ditanyakan.19

Wawancara adalah tatap muka antara periset (seseorang yang

diharapkan informasia) dan informan (seseorang yamg diasumsikan

mempunyai informasi penting mengenai suatu objek) yang dipilih20. Dalam

hal ini penulis mewawancarai percakapan yang dilakukan dari kedua belah

17
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 87.
18
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cet. 22 (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm. 47
19
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: CV Alfabeta,
2013, hlm. 89
20
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 87
11

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) terwawancara (interviewe) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Wawancara dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan informasi

dan petunjuk-petunjuk tentu dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang

relevan dengan judul penelitian, wawancara ini langsung dengan pihak

Mahkamah Syar’iah dan juga masyarakat yang hendak melakukan pengajuan

pernikahan anak di bawah umur berjumlah secara keseluruhan 10 orang.

Wawancara ini dilakukan gunakan untuk memperoleh keterangan

tentang bagaimana preses pengajuan pernikahan anak di bawah umur pada

Mahkamah Syar’iah Kota Sabang. Adapun metode wawancara yang

dilakukan adalah dengan tanya jawab secara lisan mengenai masalah-masalah

yang ada dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai acuan yang

telah dirumuskan sebelumnya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumentasi yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala

dokumen yang berhubungan dengan kelembagaan, administrasi, struktur

organisasi, kegiatan yang dilakukan pada Mahkamah Syar’iah Kota Sabang.

Di dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk memperoleh data


12

mengenai kegiatan yang dilakukan untuk pengajuan pernikahan anak di

bawah umur.

4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat induktif,

yaitu suatu analisis berdasarkan data yang di peroleh dari hasil wawancara,

catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan dugaan sementara yang dirumuskan berdasarkan data

tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga

selanjutnya dapat disimpulkan apakah anggapan itu diterima atau ditolak

berdasarkan data yang terkumpul.21 Mardalis dalam bukunya, Metode

Penelitian Suatu Pendekatan Proposal menyatakan bahwa analisis data

merupakan salah satu tahapan penting dalam proses penelitian. Dalam hal ini

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dengan kata lain penelitian

deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai saat

ini, dan melihat kaitan variabel-variabel yang ada.22

Setelah semua data terkumpul melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi maka semua data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis.

21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta: 2010),
hlm. 244.
22
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003),
hlm. 26
13

Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data ini adalah mendeskripsikan data

secara bertahap sesuai dengan pedoman wawancara seperti yang telah

tersusun. Hal ini dilakukan agar dapat menggambarkan data yang ada, guna

memperoleh hal yang nyata dari responden, sehingga lebih mudah dimengerti

oleh peneliti atau orang lain yang tertarik dari hasil penelitian yang dilakukan.

Pendeskripsian ini dilakukan dengan cara menyusun dan

mengelompokkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang nyata

tentang permasalahan yang ada. Analisis data merupakan salah satu tahapan

penting dalam proses penelitian. Dalam hal ini menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif. Dengan kata lain penulisan deskriptif bertujuan untuk

memperoleh informasi-informasi mengenai saat ini, dan melibatkan kaitan

variabel-variabel yang ada.23

Data-data hasil penelitian, sesusai dengan metode penelitian yang

digunakan, selanjutnya analisis secara kualitatif. Analisis dan penyajian yang

dilakukan berupa uaraian kalimat yang secara jelas dan logis dengan cara

mengaitkan berbagai data. Data dan informasi selanjutnya disampaikan secara

dekriptif dengan pemaparan berdasarkan temuan-temuan hasil wawancara

dan observasi dengan disertai cuplikan wawancara berupa kalimat langsung

disertai komentar dari peneliti berdasarkan teori yang mendukung. Teknik

analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah pengumpulan,

penyusunan, penilaian dan penafsiran serta penyimpulan data. Penafsiran

dilakukan dengan pemahaman intelektual, yaitu dengan tetap memperhatikan

asas kualitas dan resionalitas.


23
Mardalis, Metode Penelitian suatu pendekatan proposal..., hlm. 26
14

Data-data hasil penelitian, sesuai dengan metode penelitian yang

digunakan, selanjutnya analisis secara kualitatif. Analisis dan penyajian yang

dilakukan berupa uraian kalimat yang secara jelas serta logis dengan cara

mengaitkan berbagai data. Data dan informasi selanjutnya disampaikan secara

deskriptif dengan pemaparan berdasarkan temuan-temuan hasil wawancara

dan dokumentasi yang disertai cuplikan kalimat langsung dan komentar dari

peneliti berdasarkan teori yang mendukung. Teknik analisis data dilakukan

dengan menggunakan langkah-langkah pengumpulan, penyusunan, penilaian

dan penafsiran serta penyimpulan data. Penafsiran dilakukan dengan

pemahaman intelektual, yaitu dengan tetap memperhatikan asas kualitas dan

rasionalitas.

Sugiyono mengutip pendapatnya Milesdan Huberman yang

mengemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara

interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga

datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data

display, dan data conclusion drawing/verification.

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data yaitu data yang diperoleh di lapangan dalam jumlah

yang sangat banyak dan kompleks dan harus dicatat semua oleh peneliti.

Semakin lama peneliti ke lapangan maka jumlah data akan semakin banyak,

kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui

reduksi data.
15

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 24 Peneliti

akan merangkum semua data yang diperoleh dari lapangan berdasarkan hal-

hal yang penting sesuai dengan kebutuhan penelitian.

b. Penyajian Data (Data Display)

Langkah selanjutnya adalah penyajian data dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.25 Peneliti

berusaha menjelaskan hasil penelitian dengan singkat, padat dan jelas.

Sebagaimana data yang penulis dapatkan dilapangan, selanjutnya penyajian

yang dilakukan dengan singkat dan jelas.

c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verivication)

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data

yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau

verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti,

keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum

melakukan penarikan kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data,

penyajian data serta penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-

kegiatan sebelumnya.

Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analisis tidak

sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik diantara kegiatan reduksi,

penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian.

Setelah melakukan verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan

24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., hlm. 247.
25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., hlm. 249.
16

hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan

merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis data. Penarikan kesimpulan ini

merupakan tahap akhir dari pengolahan data.26

Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi

terhadap temuan baru yang sebelumnya remang-remang terhadap objek yang

diteliti sehingga setelah dilakukan penelitian menjadi jelas tentang proses

pengajuan pernikahan anak di bawah umur pada Mahkamah Syar’iah Kota

Sabang.27

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian Relevan dalah penelusuran terhadap studi atau karya-karya

terdahulu yang terkait untuk menghindari dublikasi, plagiasi, repetisi, serta

menjamin keabsahan dan keaslian yang dilakukan. Hasil penelitian

sebelumnya dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang

sedang di lakukan ini antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Juhaeriyah pada tahun 2017, dengan

judul penelitian “Problematika Pernikahan usia dini Desa kembang

kerang daya Kabupaten Lombok timur” Hasil penelit yang dilakukan

yaitu tentang mencari tau apa saja masalah-masalah yang timbul dalam

masyarakat/remaja yang telah melakukan pernikahan usia dini, serta

bagaimana cara mempertahankan keutuhan rumah tangga bagi

pasangan muda yang terlanjur menikah diusia yang terbilang masih

26
Miles Huberman,A.M, dan Saldana,J,Qualitative Data Analysis,Terjemahan Tjetjep
Rohindi Rohidi, UI-Press,A Methods Sourcebook, Edisi ke-3. (USA: Sage Publications, 2014)
hlm. 74.
27
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., hlm. 338
17

sangat muda. Penelitian menggunakan penelitian kualitatif.

Menjelaskan tentang salah satu dampak pernikahan usia dini dikalangan

remaja ialah tingginya tingkat perceraian.28

2. Sri Mulyani yang berjudul “Pola Perkawinan Usia Muda dan

Dampaknya Terhadap Keutuhan Rumah Tangga” adapun kesimpulan

dari penelitian ini adalah faktor penyebkan terjadinya perkawinan usia

muda yaitu kurangnya pengetahuan dibidang hukum khususnya

Undang-undang No 1 Tahun 1974, karena pengaruh lingkungan dan

adanya pergaulan bebas.Sedangkan peneliti sendiri mengangkat judul

problematika pernikahan usia dini, persamaan dari kedua penelitian ini

ialah sama-sama me bahas tentang pernikahan dini dan adapun

perbedaanya ialah peneliti sendiri lebih kepada problematika yang

dihadapi pasangan yang menikah usia dini, sedangkan penelitian Sry

Muliani lebih kepada pola perkawinan.

3. Syamsul Arifin, yang berjudul: “Faktor Penyebab Terjadinya

Pernikahan Usia Dini pada Remaja yang Masih Sekolah” penelit ian

ini mengunakan penelitian Kualitatif. Dalam penelitian ini menjelaskan

bahwa, pernikahan diniterjadi karena adanya faktor sosial dan ekonomi,

sehingga sangat berpengaruh bagi remaja yang tidak bersekolah

maupun yang masih bersekolah terutama yang masih duduk di bangku

Sekolah Menegah Pertama (SMP).

28
Juhaeriyah, “Problematika Pernikahan usia dini Desa kembang kerang daya
Kabupaten Lombok timur” (Lombok: 2017)
18

4. Imam Mahmud dengan judul “Penentu dan Pengaruh Perkawinan usia

Muda di Kota Karang Anyar, Wilayah Jati Agung, Lampung Selatan”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan remaja yang terjadi di

Kota Karang Anyar disebabkan oleh 4 determinan, yaitu ekonomi,

pengajaran, budaya, dan afiliasi remaja. Faktor keuangan terjadi karena

sebagian besar individu berfungsi sebagai pekerja dengan mata

pencaharian rendah. Gaji ini kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari, sehingga wali mendesak anak-anak mereka untuk segera menikah

dengan niat penuh untuk mengurangi pendapatan keluarga. Faktor

penentu pendidikan yang rendah (SD hingga SMP) membuat

masyarakat Kota Karang Anyar kurang memperhatikan risiko

perkawinan usia muda, kesejahteraan regeneratif, dan UU Perkawinan

No. sendiri mengangkat judul Isu pernikahan dini di kota Bunga

Tempurung Daya, komparasinya adalah efek yang ditimbulkan oleh

pernikahan dini, wh Yang penting adalah ahli sebenarnya mengkaji

masalah-masalah yang dilihat oleh pasangan usia dini, sedangkan dalam

kajian Imam Mahmud lebih tentang faktor-faktor penentu pernikahan

dini.

Dari keempat peneliti diatas dapat saya simpulkan bahwa penelitian

terdahulu dan penelitian yang sekarang adalah masih dalam pembahasan yang

sama yaitu tentang Pernikahan Usia dini, yang membedakan hanya Sub topic

utamanya yaitu yang dimana keempat peneliti ini lebih menekankan pada

faktor dan dampak apa saja yang terjadi setelah kedua remaja melaksanakan
19

pernikahan dibawah umur serta masalah masalah yang terjadi ketika dua

orang anak melaksanakan pernikahan dibawah umur. Sedangkan peneliti

sekarang lebih menekankan pada alasan serta dampak apa saja yang terjadi

setelah dua anak melaksanakan pernikahan dibawah umur dimasa pandemi

covid ini.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini disusun sebuah sistematika penulisan urutan

persoalan yang diterangkan dalam bentuk tulisan untuk membahas rencana

penyusunan skripsi. Untuk mempermudah penyusunan skripsi maka

penulisan dalam laporan ini dikelompokkan menjadi empat bab, yang

masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan satu sama lain, supaya

dengan mudah memperoleh gambaran secara global dan jelas. Dengan

demikian ditulislah sebagai berikut.

Bab satu berisi: pendahuluan, merupakan gambaran umum secara

global namun intergral komprehensif dengan memuat: latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, penjelasan istilah, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi: membahas tentang pengertian, dasar hukum, dan

prosedur pernikahan anak dibawah umur dan lain sebagainya.

Bab tiga: membahas tentang profil lokasi penelitian prosedur

pernikahan anak dibawah umur di Mahkamah Syar’iah Kota Sabang dan

pandangan hukum Islam terhadap pernikahan anak di bawah umur.


20

Bab empat, merupakan bab penutup yaitu didalamnya berisikan hanya

kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini akan penulis rangkumkan dari hasil

penelitian yang telah penulis lakukan dengan teknik pengumpulan data

melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan saran penulis

tujukan kepada para pembaca agar lebih memahami permasalahn yang di

hadapai dalam masalah prosedur pernikahan anak dibawah umur.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah suatu peristiwa ketika dua sepasang mempelai

dipertemukan secara formal dihadapan penghulu atau kepala agama, para

saksi, dan juga sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi
21

sebagai suami istri melalui ijab kabul.29 Menurut Duvall dan Miller, menikah

merupakan hubungan yang bersifat suci/sacral antara pasangan dari seorang

pria dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki

umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah diakui secara sah dalam

hukum dan secara agama.30

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah

ikatan lahir batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga

yang telah diakui secara sah dalam hukum dan agama.

2. Pernikahan Anak dibawah Umur

Pernikahan usia muda merupakan pernikahan yang dilakukan di bawah

usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun. Pernikahan muda (early

marriage) merupakan suatu pernikahan formal atau tidak formal yang

dilakukan dibawah usia 18 tahun. Ghifari berpendapat bahwa pernikahan usia

muda adalah pernikahan yang dilakukan pada usia muda. Dewasa muda

adalah seseorang yang berusia antara 10-19 tahun dan belum menikah.31

Menurut Namora Lumongga Lubis, pernikahan dini adalah pernikahan

yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Pernikahan dini/usia muda

terdiri dari dua kata, yaitu pernikahan dan usia muda. Usia muda

menunjukkan usia muda, hal ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan

sesuatu sebelum batas usia dasar. Jumlah hubungan di usia muda sangat

29
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-undangan,
Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 98
30
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, cet. III, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hlm.
74
31
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 27
22

mempengaruhi kesejahteraan konsepsi, jumlah kematian ibu, tingkat bantuan

keuangan keluarga dari pemerintah.32

3. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Anak Di Bawah Umur

Ada beberpa faktor yang menyebaban terjadinya perkawinan usia pada

kalangan remaja, yaitu sebab dari anak dan luar anak:

a. Sebab dari Anak

1) Faktor Pendidikan

Seorang anak keluar sekolah pada saat mengikuti les wajib,

kemudian, pada saat itu mengisi waktunya dengan bekerja. Saat ini

anak sudah merasa sangat bebas, sehingga ia merasa siap untuk

menolong dirinya sendiri. Hal yang sama berlaku jika anak yang

putus sekolah menganggur. Ketiadaan waktu tanpa pekerjaan,

membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak berguna.

Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan sesama jenis,

yang jika gila bisa menyebabkan kehamilan tanpa kehadiran ayah

2) Faktor telah melakukan hubungan biologis

Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anank-anak

telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri.Kondisi

seperti ini, orang tua perempuan cenderung segera menikahkan

anaknya, bahwa karena sudah tidak perawan lagi dan hal ini

menjadi aib. 33

32
Mohammad Fauzil Adhim. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, cet. XVIII
(Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2003), hlm. 38
33
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 32
23

b. Sebab dari Luar Anak

1) Faktor Pemahaman Agama

Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika

anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi

pelanggaran agama dan sebagaiorang tua wajib melindungi dan

mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.

2) Faktor ekonomi

Kasus orang tua yang memiliki utang dan tidak mampu lagi

membayarnya, maka anak gadisnya diserahkan sebagai alat

pembayaran kepada penagih hutang, serta setelah anak dinikahi,

lunaslah hutang-hutang orang tua tersebut.

3) Faktor adat dan adat budaya.

Di beberapa bagian di Indonesia, masih ada kesepakatan tentang

perjodohan. Gadis kecilnya sejak remaja telah dijanjikan oleh

orang tuanya. Selain itu, akan dipasangkan setelah anak bertemu

dengan siklus feminin.Sebagai aturan umum, wanita muda mulai

berdarah pada usia 12 tahun. Ditegaskan bahwa anak itu akan

menikah pada usia 12 tahun, jauh di bawahbatas usia dasar untuk

menikah seperti yang diperintahkan oleh undang-undang. 34

4. Dampak Pernikahan Anak di Bawah Umur

Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki resiko dalam

kehamilan dan proses persalinan, yaitu:

34
Bakri, A Rahman, Sukadja, Ahmadi. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hlm. 160
24

a. Dampak Sosial Perkawinan Anak Di Bawah Umur

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan

membutuhkan pergaulan dengan teman-teman sebaya. Perkawinan dini

secara sosial akan menjadi bahan pemicaraan teman-teman remaja dan

masyarakat, kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remaja

hilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan masalah-masalah

yang dihadapinya. Remaja memasuki lingkungan orang dewasa dan

keluarga yang baru, dan asing bagi mereka. Bila remaja kurang dapat

menyesuaikan diri, maka akan timbul berbagai keterangan dalam

hubungan keluarga dan masyarakat.

Perkawinan dini dapat mengakibatkan remaja berhenti sekolah sehingga

kehilangan kesempatan untuk menuntut ilmu sebagai bekal hidup untuk

masa depan. Sebagian besar pasangan muda ini menjadi tergantung

dengan orang tua, sehingga kurang dapat mengambil keputusan sendiri.

Perkawinan dini memberikan pengaruh bagi kesejateraan keluarga dan

dalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang kurang

berpendidikan dan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan

kurang mampu untuk mendidik anaknya, sehingga anak akan

bertumbuh kembang secara kurang baik, yang dapat merugikan masa

depan anak. 35

b. Resiko Kejiwaan Perkawinan Anak DiBawah Umur

35
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 35
25

Perkawinan pada umumnya merupakan suatu masa pemeliharaan dalam

kehidupan seseorang dan oleh karena itu mengandung stres.Istri dan

suami memerlukan kesiapan mental dalam menghadapi stres, yaitu

bahwa istri dan suami mulai beralih dari masa hidup sendiri kemasa

hidup bersama dan keluarga. Kesiapan dan kematangan mental

biasanya belum di capai pada umur di bawah 20 tahun.

Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun biasanya

belum mantap. Apabila wanita pada masa perkawinan usia muda

menjadi hamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di

kandungnya akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini

berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam

kandungan. Remaja yang memiliki kejiwaan dan emosi yang kurang

matang, mengakibatkan timbulnya perasaan gelisah, kadang-kadang

mudah timbul rasa curiga, dan pertengkaran suami dan istri sering

terjadi ketika masa bulan madu sudah berakhir. 36

c. Resiko Kesehatan Pernikahan Anak Di Bawah Umur

Bahaya kehamilan di usia muda adalah kehamilan di usia muda yang

dapat merugikan. Pernikahan usia muda memiliki bahaya bagi

kesehatan, khususnya pada pasangan wanita selama kehamilan dan

persalinan. Kehamilan berdampak buruk pada kesehatan remaja

dibawah umur. Pada kenyataannya remaja tidak secara intelektual siap

36
Ibid..., hlm. 38
26

untuk hamil, tetapi karena kondisi tersebut remaja terpaksa mengakui

kehamilan dengan banyak bahaya yang mengancam nyawanya. 37

Berikut beberapa resiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja

(usia kurang dari 20 tahun), yakni:

a. Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibat

yang buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janin

terlambat dan kelahiran prematur.

b. Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan

perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga bayi

dapat lahir dengan berat badan rendah.

c. Preeklamsi dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu maupun

bayinya.

d. Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cenderung

untuk melakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat

berakibat kematian bagi wanita.

e. Pada wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun mempunyai resiko

dua kali lipat untuk mendapatkan kanker servik dibandingkan dengan

wanita yang menikah pada umur yang lebih tua. 38

f. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir

sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun

mental, kebutaan dan ketulian. Kehamilan remaja dapat menyebabkan

37
Mohammad Fauzil Adhim. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, cet. XVIII
(Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2003), hlm. 38
38
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 40
27

terganggunya perencanaan masa depan remaja. Kehamilan pada masa

sekolah, remaja akan terpaksa meninggalkan sekolahnya, hal ini berarti

terlambat atau bahkan mungkin tidak tercapai cita-citanya. Sementara

itu, kehamilan remaja juga mengakibatkan lahirnya anak yang tidak

diinginkan, sehingga akan berdampak pada kasih sayang ibu terhadap

anak tersebut. 39

5. Solusi Mencegah Pernikahan Anak di Bawah Umur

Melihat banyaknya kasus pernikahan usia muda di Indonesia disertai

dengan dampak yang akan didapat akibat pernikahan dini, maka penting bagi

kita untuk menyadarkan masyarakat bahwa pernikahan dini perlu untuk

diantisipasi atau diatasi. Untuk itu, berikut adalah cara-cara yang bisa

diterapkan untuk membantu mengurangi adanya risiko pernikahan dini.

Menurut Maholtra, terdapat banyak program penanganan pernikahan

dini yang telah diterapkan diberbagai negara, namun berikut beberapa

program pencegahan pernikahan yang disampaikan:

a. Memberdayakan anak dengan informasi, keterampilan, dan jaringan

pendukung lainnya.

Program ini berfokus pada diri anak dengan cara pelatihan, membangun

ketrampilan, berbagi informasi, menciptakan lingkungan yang aman, dan

mengembangkan jejaring dukungan yang baik. Program ini bertujuan agar

anak memiliki pengetahuan yang baik mengenai diri mereka dan agar mereka

mampu mengatasi kesulitan sosial dan ekonomi baik secara jangka panjang

39
Ibid..., hlm. 42
28

maupun jangka pendek. Beberapa program yang telah dilakukan sebelumnya

yaitu:

1) latihan keterampilan hidup tentang kesehatan, nutrisi, keuangan,

komunikasi, negosiasi, pengambilan keputusan, dan tema yang

terkait lainnya.

2) Pelatihan keterampilan vokasional agar anak-anak yang berisiko

mengalami pernikahan dini memiliki aktivitas yang

berpenghasilan.

3) Pelatihan pengetahuan mengenai kesehatan sexual dan reproduksi.

4) Misi melalui penyebaran data dan instruksi tentang pernikahan

anak, sekolah, hak, dan kesejahteraan seksual dan konsepsi

menggunakan media yang berbeda.

5) Pembinaan dan persiapan kelompok pendamping difokuskan pada

anakanak, orang dewasa yang berbeda, pengajar, dan sebagainya,

untuk membantu penyebaran data dan mendukung para remaja

putri yang terancam pernikahan dini. 40

b. Mendidik dan menggerakkan orangtua dan anggota komunitas

Keterlibatan orangtua dan komunitas adalah strategi kedua yang paling

banyak digunakan dalam penelitian. Tujuan utama dari sistem ini adalah

untuk menciptakan iklim yang baik, karena dalam kepemilikan keluarga dan

orang-orang lokal yang lebih berpengalaman bahwa keputusan untuk

menikahi anak dibuat atau tidak. Proyek yang mencakup sistem ini meliputi:

40
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 44
29

1) Pertemuan tatap muka dengan wali, area lokal, dan perintis yang

ketat untuk mendapatkan dukungan.

2) Ajarkan pertemuan dan jaringan tentang hasil dan pilihan berbeda

dengan pernikahan anak.

3) Misi melalui penyebaran data dan instruksi tentang pernikahan anak,

sekolah, hak, dan kesejahteraan seksual dan konsepsi dengan

memanfaatkan media yang berbeda.

4) Misi yang dipimpin oleh pionir daerah setempat yang menarik,

kepala keluarga, dan individu daerah setempat. 41

c. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan formal bagi anak

Banyak penelitian telah menemukan bahwa pendidikan untuk wanita

muda sangat terkait dengan penundaan masa pernikahan. Di sekolah, anak-

anak dapat menumbuhkan kemampuan sosial sehingga memungkinkan untuk

mengubah standar tentang pernikahan dini.Merencanakan, melatih dan

mendukung remaja putri untuk melanjutkan sekolah, Program untuk lebih

mengembangkan rencana pendidikan sekolah dan instruktur mempersiapkan

untuk menyampaikan materi dan mata pelajaran seperti kemampuan dasar,

kesejahteraan seksual dan regeneratif, HIV/Helps, dan kesadaran pekerjaan

seks. Proyek untuk memberikan uang tunai, hibah, sponsorship, regalia, dan

41
Ibid..., hlm. 47
30

perlengkapan lainnya sehingga para remaja putri akan melalui tahap

pendidikan dan pembelajaran. 42

B. Pernikahan Dalam UU No.16 Tahun 2019

Di Dalam Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

1. Pasal I Beberapa ketentuan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3019) diubah sebagai berikut: Ketentuan pada Pasal 7 diubah

sehingga berbunyi sebagai berikut:

a. Perkawinan dimungkinkan jika seorang pria dan seorang wanita

telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dalam waktu yang

lama.

b. Apabila terjadi penyimpangan dari pengaturan umur sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), wali laki-laki dan wali perempuan dapat

meminta persetujuan Pengadilan dengan alasan kesungguhan yang

luar biasa disertai dengan bukti pendukung yang cukup.

c. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat 2 wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai

yang akan melangsungkan perkawinan.

d. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang

tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)


42
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 48
31

dan ayat. berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).43

Dalam ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dicantumkan bahwa setiap orang berhak membentuk

keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah serta

Negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan

bahwa perkawinan dimungkinkan apabila laki-laki sudah mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan perempuan sudah berumur 16 (enam belas) tahun.

bagi remaja putri mengingat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan Anak dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak-anak yang masih dalam

perut.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mengeluarkan Putusan

Nomor 22/PUU-XV/2017 yang dimana salah satu pertimbangan Mahkamah

Konst itusi dalam putusan tersebut yaitu “Namun tatkala pembedaan

perlakuan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi

pemenuhan hak-hak dasar atau hakhak konstitusional warga negara, baik

yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak

ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang seharusnya tidak boleh


43
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 7
32

dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin, maka pembedaan

demikian jelas merupakan diskriminasi.”

Dalam pemikiran yang sama, ditegaskan pula bahwa pedoman batas

usia dasar perkawinan yang membedakan antara orang-orang tidak hanya

membuat perpisahan dalam hal pelaksanaan pilihan untuk membentuk

keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. UUD

1945, namun juga menjadikan viktimisasi sebagai jaminan dan pemenuhan

hak. Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28B ayat (2) UUD

1945.Untuk situasi ini, ketika waktu dasar pernikahan untuk wanita lebih

rendah daripada pria, sah-sah saja wanita dapat membentuk keluarga lebih

cepat.

Oleh karena itu dalam putusannya Mahkamah Konstitusi

memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk dalam jangka

waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perubahan norma dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini menjangkau

batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau

dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Untuk

keadaan ini, usia dasar untuk menikah bagi perempuan sama dengan usia

dasar untuk menikah bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan belas) tahun.44

Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat

melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan

secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang
44
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), hlm. 76
33

sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi

dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju

kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan

anak.Selain itu, ini juga dapat memenuhi hak istimewa anak-anak untuk

meningkatkan perkembangan dan kemajuan anak-anak termasuk bantuan

orang tua dan memberikan akses anak-anak ke pengajaran setinggi mungkin.

Adapun penjelasan dari Undang-undang perlindungan anak No 23

tahun 2002 ialah sebagai berikut:

2. Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

a. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

b. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi.

c. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,

atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke

atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

d. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau

ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.


34

e. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya

menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

f. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya

secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

g. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami

hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu

pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. 45

h. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai

kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat

istimewa.

i. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan

anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

j. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga,

untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan,

dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya

tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

k. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh,

mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya

dan kemampuan, bakat, serta minatnya.


45
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1
35

l. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah, dan negara.

m. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan

organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 46

n. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi

profesional dalam bidangnya.

o. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada

anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,

anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang

dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan

narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),

anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban

kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat,

dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

p. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

q. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.47

3. Pasal 2 Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan

berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :

46
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1
47
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1
36

a. non diskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

4. Pasal 3 Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya

hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia, dan sejahtera.

5. Pasal 4 menjelaskan Setiap anak memiliki pilihan untuk memiliki

pilihan untuk hidup, berkembang, berkreasi, dan memelihara dengan

sungguh-sungguh sesuai dengan ketenangan dan jaminan manusia,

serta jaminan dari kebiadaban dan pemisahan.

6. Pasal 5 menjelaskan Setiap anak memiliki pilihan atas nama sebagai

karakter diri dan status kewarganegaraan.

7. Pasal 6 Setiap anak memiliki hak istimewa untuk memuja menurut

agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat wawasan

dan usianya, di bawah arahan orang tuanya. 48

8. Pasal 7 (1) Setiap anak memiliki hak istimewa untuk mengenal orang

tuanya, untuk dibesarkan, dan untuk benar-benar diperhatikan orang

tuanya sendiri. (2) Jika karena sebab-sebab yang tidak diketahui

walinya belum dapat menjamin perkembangan dan kemajuan anak,


48
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 2
37

atau anak dalam keadaan yang tidak diinginkan, anak tersebut berhak

untuk benar-benar diasuh atau disebut sebagai anak asuh atau anak

angkat. oleh orang lain sesuai dengan pengaturan undang-undang dan

pedoman yang bersangkutan.

9. Pasal 8 Setiap anak memiliki hak istimewa untuk memperoleh

administrasi kesejahteraan dan pembantu pensiun federal sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, dunia lain dan sosial mereka.

10. Pasal 9 (1) menjelaskan Setiap anak memiliki hak istimewa untuk

mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan

kesadaran diri dan tingkat pengetahuannya sesuai dengan

kecenderungan dan bakatnya. (2) Terlepas dari hak istimewa anak-

anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak-anak yang tidak

mampu juga memenuhi syarat untuk kurikulum khusus, sementara

anak-anak yang menikmati tunjangan juga memenuhi syarat untuk

kurikulum khusus.

11. Pasal 10 menjelaskan Setiap anak memiliki hak istimewa untuk

menawarkan sudut pandangnya dan sudut pandangnya didengar,

diperoleh, dicari, dan diberikan data sesuai dengan tingkat

pengetahuan dan usianya untuk peningkatannya sesuai dengan kualitas

konvensionalitas dan ketaatan.

12. Pasal 11 Setiap anak memiliki pilihan untuk beristirahat dan

memanfaatkan energi cadangan, bergaul dengan anak-anak seusia,

bermain, memiliki pengalihan, dan imajinatif yang ditunjukkan oleh


38

kecenderungan, kemampuan, dan tingkat wawasan mereka untuk

pengembangan diri. 49

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak adalah amanah sekaligus karunia

Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya

melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung

tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat

dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-

Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara,

anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa,

sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak

kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.50

Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan

tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara

untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-

undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi

pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian,

pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan

pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa


49
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 2
50
Bakri, A Rahman, Sukadja, Ahmadi. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hlm. 157
39

dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk

menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang

dibebankan oleh hukum.51

C. Pernikahan Anak di Bawah Umur di Era Pandemi Covid-19

Masa pandemi covid-19 memang banyak menghadirkan fenomena baru

dalam kehidupan masyarakat. Termasuk dunia pendidikan pun merasakan

dampaknya berupa pemberlakukan pembelajaran secara dalam jaringan

(daring). Sistem pembelajaran daring pun pada akhirnya melahirkan banyak

masalah yang mengejutkan, seperti kesulitan mengakses internet,

ketidakmampuan wali untuk pergi dengan anak-anak dan yang menakjubkan

adalah peningkatan jumlah hubungan awal yang menimpa siswa.

1. Penyebab

Pembelajaran yang tidak lagi tatap muka dan hanya mengandalkan

absensi kehadiran dan penuntasan tugas secara daring mengakibatkan para

guru tidak bisa memantau siswa sepenuhnya. Mungkin dengan aplikasi

seperti zoom para guru bisa bertatap muka secara virtual, namun di mana

posisi siswa dan sedang bersama siapa siswa terebut tidak sepenuhnya bisa

dipantau oleh guru.

Manajemen orang tua yang tidak maksimal diduga menjadi faktor

utama. Terjebak dengan mencari bisnis dan bekerja di luar rumah karena

permintaan keuangan, sehingga anak-anak dapat berkeliling dan melakukan

berbagai latihan di luar rumah tanpa hambatan. Kebetulan, ada juga orang
51
Bakri, A Rahman, Sukadja, Ahmadi. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hlm. 157
40

yang melangsungkan pernikahan ini dengan sengaja dilakukan oleh wali

mengingat kondisi keuangan yang mencekik di tengah pandemi.Para

orangtuapun akan menawarkan anak-anak mereka untuk menikah dengan

harapan mengurangi kebutuhan keuangan keluarga, berharap bahwa dengan

asumsi anak perempuan mereka menikah, beban hidup akan ditanggung oleh

setengahnya yang lebih baik. Karena dengan tidak masuk kelas, kesempatan

waktu dan ruang untuk berpacaran akan bertambah. 52

Frekuensi memegang gadget memegang alat pada anak-anak juga akan

meningkat secara umum. Di sela-sela jadwal online dan tugas akhir, mereka

bisa saja terlibat dengan hal-hal yang cabul dan tidak pandang bulu sehingga

meniadakan etika dan praktik yang mereka lihat dengan kaki tangan mereka.

Jika itu terjadi, tidak jarang hamil tanpa kehadiran ayah yang mendorong

pernikahan.

Menurut Owena, salah seorang aktifis di bidang pencegahan

perkawinan usia anak di Plan International Indonesia mengatakan,pernikahan

anak tidak berdayamelawan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

hingga berpisah. Tidak jarang anak akan kembali kerumah dengan anak-anak,

yang benar-benar akan menambah beban keuangan. Pernikahan anak muda

bukanlah jawaban untuk menghadapi tantangan keuangan selama pandemi

Coronavirus. Yang bisa mereka yakini adalah bahwa pernikahan adalah cara

untuk membenarkan hubungan dan hanya sumber hasrat. 53

52
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 57
53
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 58
41

2. Solusi

Banyaknya kesulitan yang tampak dalam melepaskan tindakan

pernikahan anak di masa pandemi menunjukkan bahwa cara harus segera

diambil. Baik itu dilakukan oleh pengajar sebagai pengajar, wali yang

konsisten dengan siswa di rumah, dan otoritas publik tentunya dengan strategi

yang bisa diterapkan. Pemberian pengajaran yang baik kepada siswa yang

tidak terlibat dalam pembelajaran berbasis web oleh pendidik sebenarnya

harus dilakukan meskipun dengan berbagai kondisi.

Khususnya pengajar yang menunjukkan Agama dan Persekolahan yang

Baik. Sosialisasi Sosialisasi isu diskriminasi dan dampak pernikahan dini,

misalnya, dapat diberikan oleh Guru BK. Dengan gigih guru mengontrol

latihan siswa melalui status mereka melalui media berbasis web, mungkin itu

bisa menjadi jawaban, mencela anak-anak ketika memposting situasi yang

tidak pantas dengan, status ke suatu tempat, ketika pergi ke acara-acara

tertentu, atau mungkin mentransfer status ketika foto bersama kekasihnya.

Dengan teguran dari instruktur ini, pada dasarnya dapat mengurangi

latihan siswa yang mengarah pada kemalasan. Disiplin waktu ketika anak-

anak menggunakan alat peraga di rumah bisa menjadi pengaturan yang tepat.

Mereka diizinkan untuk menggunakan alat hanya pada jadwal online dan

menangani tugas. Sisa alat disimpan dengan nyaman oleh penjaga sehingga

mereka dapat mengurangi pengulangan penggunaannya.

Mengesampingkan upaya untuk menyaring konten ponsel anak pada

dasarnya harus dapat dilakukan oleh wali sebagai komando atas penggunaan
42

perangkat. Manajemen orang tua selama pembelajaran internet sangat

penting, mereka mungkin menggunakan perangkat dengan alasan untuk

mencari materi, tetapi pada akhirnya mereka tersesat pada konten yang

seharusnya tidak mereka lihat. 54

Pembaharuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menjadi Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019

pada 16 September 2019, pada dasarnya memberikan pencerahan kepada

daerah setempat untuk mengurangi kuantitas hubungan dini. Jika sebelumnya

usia dasar untuk menikah untuk pria adalah 19 tahun dan untuk wanita 16

tahun, kini telah diubah menjadi setidaknya 19 tahun untuk kedua pemain.

Penetapan peraturan pernikahan dini dapat menjadi shock treatment

bagi masyarakat. Pertama-tama, mungkin ada banyak pertengkaran karena

banyaknya anak-anak di bawah 19 tahun yang melahirkan tanpa pasangan.

Namun, itu perlahan akan berubah menjadi peringatan keras bagi para wali

dan anak-anak mereka. Karena mereka akan menanggung aib yang luar biasa.

Hal ini dapat menimbulkan pertimbangan wali yang berbeda untuk mengikat

anak-anak mereka dengan sopan santun. 55

Ketentuan usia nikah wanita sudah diamandemen. Dari 16 hingga 19

tahun. Namun, masih ada kesempatan bagi anak-anak untuk menikah,

terutama dengan dispensasi dari pengadilan.Jadi benar-benar bola ada di

tangan hakim. Dengan asumsi palu hakim ringan lolos dari kesepakatan,

54
Abu Al Ghifari. Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 60
55
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke-4. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), hlm. 83
43

pernikahan dini akan terus terjadi. Namun jika akad nikah di bawah umur

hanya diberikan kepada individu yang memiliki usia syar'i, insya Allah tidak

akan ada lagi informasi tentang pernikahan dini yang terus berkembang

seperti sekarang ini. Lebih lanjut, yang perlu diperhatikan, hamil karena

perselingkuhan bukanlah usia syar'i yang patut diatur dalam aturan

pernikahan dini.

Pembelajaran daring merupakan karya yang dibuat oleh otoritas publik

sehingga mahasiswa mendapatkan pilihan untuk belajar di tengah pandemi

dengan segala kekurangan yang ada, salah satunya adalah sumber pemekaran

dalam pernikahan dini. Diyakini bahwa tugas pengajar, wali dan pemerintah

akan konsisten bersinergi dalam upaya antisipasi. Semoga pandemic segera

berlalu dengan meninggalkan hikmah yang luar biasa. 56

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Mahkamah Syariah Kota Sabang

1. Sejarah Mahkamah Syariah Kota Sabang

56
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. Ke-4. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), hlm. 84
44

Mahkamah Syar’iyah (disingkat MS) adalah salah satu Pengadilan

Khusus yang berdasarkan Syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai

pengembangan dari Peradilan Agama. Mahkamah Syar’iyah terdiri dari

Mahkamah Syar’iyah Provinsi dan Mahkamah Syar’iyah (tingkat Kabupaten

dan Kota). Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dan

Mahkamah Syar’iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan

Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan

kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang

ibadah dan Syariat Islam yang ditetapkan dalam Qanun. Saat ini terdapat satu

Mahkamah Syar’iyah Provinsi dan 20 Mahkamah Syar’iyah, termasuk di

dalamnya adalah Mahkamah Syar’iyah Sabang.

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut

UUD 1945 mengatur tentang otonomi khusus suatu daerah atau bersifat

istimewa. Daerah yang telah mendapat otonomi khusus tersebut salah satunya

adalah Aceh. Salah satu bentuk formal otonomi khusus Aceh adalah

implementasi syariat Islam yang kemudian dibentuklah Mahkamah Syar’iyah

yang menjadi salah satu bagian dari otonomi khusus Aceh.

Mahkamah Syar’iyah ini ditetapkan dan dinyatakan berlaku pada

tanggal 1 Maret 2003 bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1424 H. Pada

hari itu juga diresmikan pembentukan Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah

Syar’iyah Provinsi di Aceh. Pembentukan tersebut berdasarkan UU No. 18

Tahun 2001 dan Keppres No. 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah

dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi.


45

Pada awal pembentukannya Mahkamah Syar’iyah Sabang yang pada

saat itu masih disebut Pengadilan Agama berlokasi di dekat rumah sakit

umum Jalan Teuku Umar Kota Sabang, selanjutnya seiring dengan

pekembangan masa pindah dan menempati kantor yang lebih luas di Jalan H.

Agussalim Desa Ie Meule Kota Sabang, sampai akhirnya pada tahun 2013

Mahkamah Syar’iyah Sabang menempati kantor baru yang sangat

representative dan strategis di Jalan Yossudarso Kota Sabang, saat ini gedung

Mahkamah Syar’iyah Sabang merupakan salah satu gedung termegah di Kota

Sabang.

2. Visi dan Misi Mahkamah Syariah Kota Sabang

Visi :

“Terwujudnya Mahkamah Syar’iyah Sabang Yang Agung”

Misi :

a. Menjaga kemandirian badan peradilan

b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari

keadilan

c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan

d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan

3. Tugas Pokok & Fungsi

Mahkamah Syar`iyah adalah lembaga Peradilan Syari’at Islam di

Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pengembangan dari Peradilan Agama

yang diresmikan pada tanggal 4 Maret 2003 M/1 Muharram 1424 H sesuai
46

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, Keppres Nomor 11 Tahun

2003 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun

2002.

Adapun Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Syar`iyah Sabang

adalah kekuasaan dan kewenangan yang berada di wilayah hukum Mahkamah

Syar’iyah Aceh ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang

berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan syi`ar

Islam yang ditetapkan dalam Qanun.

Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah, sesuai dengan Pasal

49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 49 Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989, adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam

di bidang:

1. perkawinan;

2. waris;

3. wasiat;

4. hibah;

5. wakaf;

6. zakat;

7. infaq;

8. shadaqah; dan

9. ekonomi syari’ah.
47

Adapun yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan

atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain

meliputi:

1. Bank syari’ah;

2. Lembaga keuangan mikro syari’ah;

3. Asuransi syari’ah;

4. Reasuransi syari’ah;

5. Reksa dana syari’ah;

6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;

7. Sekuritas syari’ah;

8. Pembiayaan syari’ah;

9. Pegadaian syari’ah;

10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan

11. Bisnis syari’ah.

Dalam melaksanakan amanat dari Pasal 25 Undang-undang Nomor 18

Tahun 2001 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10

Tahun 2002 telah memberikan kewenangan terhadap Mahkamah Syar`iyah

untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat

pertama dalam bidang:

1. Al-Ahwal al-Syakhshiyah;

2. Mu’amalah;

Kekuasaan dan kewenangan tersebut akan dilaksanakan secara bertahap

sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya


48

manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional. Lahirnya Undang-

undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak merubah

status dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Namun demikian

Undang-undang tersebut mengamanatkan pula untuk membentuk Qanun

tentang hukum acara bagi Mahkamah Syar’iyah di Aceh, baik hukum acara

perdata Islam maupun hukum acara jinayah Islam.

4. Struktur Organisasi

B. Prosedur Hukum Pengajuan Pernikahan Anak Dibawah Umur Di

Mahkamah Syar’iah Kota Sabang


49

Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara pasangan suami

istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau dalam bahasa Hukum Islam

disebut dengan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (vide:

Pasal 1 UUP juncto Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam).

Dalam hal perkawinan telah ditentukan bahwa perkawinan hanya

diizinkan bagi mereka yang telah memenuhi persyaratan usia (dahulu laki-

laki 19 [sebilan belas] tahun dan perempuan 16 [enam belas] tahun dan

sekarang telah direvisi, laki-laki dan perempuan sama-sama 19 [sebilan belas]

tahun). Bagi mereka yang telah memenuhi syarat usia perkawinan, maka

perkawinan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun bagi yang

mereka yang belum memenuhi persyaratan usia, maka perkawinan dapat

dilaksanakan apabila Pengadilan telah memberikan dispensasi kawin sesuai

peraturan perundang-undangan.57

Mahkamah Agung RI melaksanakan rapat pleno kamar Agama tahun

2021 dengan hasil diantaranya adalah Permohonan dispensasi kawin yang

kedua calonnya masih di bawah usia kawin, dapat diajukan bersama-sama

dalam satu permohonan oleh pihak yang mengajukan dan diajukan kepada

pengadilan dalam wilayah hukum yang meliputi domisili salah satu anak

yang dimohonkan dispensasi kawin. 58

57
Wawancara dengan bapak Fadly sekretaris Mahkamah Sya’iah Kota Sabang tanggal 8
Juni 2022
58
Wawancara dengan bapak Fadly sekretaris Mahkamah Sya’iah Kota Sabang tanggal 8
Juni 2022
50

Gambar 1: alur pengajuan despensasi pernikahan anak di bawah umur

Menurut bapak Fadly selama tahun 2022 dari awal sampai tanggal 10

bulan mei ini yang mendaftar dan yang tercatat dalam perkara permohonan
51

adalah 18 pasangan. namun yang sudah mengikuti sidang perkara hanya 2

pasangan atau 11%.59

Beliau juga menambahkan perihal prosedur pernikahan anak di bawah

umur di Mahkamah Syariah Kota Sabang, menurutnya

Adapun prosedur atau tata cara persidangan di kantor mahkamah

Syari’ah sabang sama seperti perkara sidang lainnya seperti melengkapi

1. Surat permohonan

2. Surat dari dinas sosial (perempuan dan anak)

3. mendaftarkan perkara tersebut

4. membayar biaya perkaraan

Sebelum mendaftarkan perkara ke kantor mahkamah syari’ah pemohon

harus mendapatkan surat keterangan terlebih dahulu dari dinas perempuan

dan anak. apakah secara sikologis sudah siap dalam berumah tangganya.

Surat dari dinas kesehatan puskesmas (kesehatan reproduksi bagi wanitanya).

Jadi terdapat 2 kecakapan dalam prosedur tersebut yang harus dipenuhi

yang prtama secara sikologis yang kedua kesehatan. Setelah mendapatkan 2

surat keterangan dari 2 instansi maka barulah melakukan mendaftarkan

dirinya ke mahkamah syari’ah kota sabang.

Dan adapun dari pihak kedua orang tuanya dipriksa terlebih dahulu

dimintai keterangan. Bagaimana proses pernikahannya apakah nanti

berdasarkan kemauan sendiri, apakah karena pemaksaan, apakah karena

keterlanjuran dan tidak semua proses pengajuan despensasi perkawinan ini

59
Wawancara dengan bapak Fadly sekretaris Mahkamah Sya’iah Kota Sabang tanggal 8
Juni 2022
52

pasti dikabulkan oleh majelis hakim akan tetapi melakukan pemeriksaan

terhadap orang tuanya untuk memastikan kesiapan pasangan tersebut dalam

menjalankan rumah tangganya.” 60

Mengapa masih banyak di temukan perihal anak dibawah umur yang

menikah, beliau memberikan argumen bahwa.

“Karena kesiapan kedua belah pihak dan karena akibat keterlanjuran.

Adapun perpektif masyarakat sebagian orang berpandangan tentang

pernikahan anak dibawah umur daripada terjadi macam macam sehingga

mereka dinikahkan padahal itu juga sudah melanggar aturann tersebut karena

adanya kepemaksaan. Sebagaimana bunyi pada undang-undang no 16, LN.

2019/NO. 186, TLN NO. 6401, JDIH. SETNEG.GO.ID : 4 HLM. UNDANG-

UNDANG (UU) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG

NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga

dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak

atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945: bahwa

perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh

kembang anak anak akan menyebabkan tidak terpenuhinnya hak dasar anak

seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan kriminasi, hak sipil anak,

hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak bahwa sebagai

60
Wawancara dengan bapak Fadly sekretaris Mahkamah Sya’iah Kota Sabang tanggal 8
Juni 2022
53

pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor

22/PUU-XV/2017 perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan pasal &

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

- Pasal 5 ayat (1), pasal 20, dan pasal 28B Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 : Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan (Lembaga Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 nomor 1, Tambahan Lembaran Neagara Republik
Indonesia Nomor 3019)

Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan,

perbaikan norma menjangkau dengan kenaikan batas minimal umur

perkawinan bagi wanita. Dalam hal ini batas minimal umur perkawinan bagi

wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu

19 (sembilan belas) tahun. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa

raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan

tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat

keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas umur

yang lebih tinggi dari 16 ( enam belas ) tahun bagi wanita untuk kawin akan

mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko

kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak

sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan

orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi

mungkin. 61

61
Wawancara dengan bapak Fadly sekretaris Mahkamah Sya’iah Kota Sabang tanggal 8
Juni 2022
54

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Anak Di Bawah Umur

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa:

Hukum pernikahan dibawah umur menurut hukum Islam adalah sah asal

sudah baligh, mumayyiz, bisa bertanggung jawab serta rukun dan syarat

sahnya pernikahan dipenuhi, akan tetapi dampak dari pernikahan tersebut

juga perlu dipertimbangkan untuk kebaikan kedua belah pihak.

Usia perkawinan dalam pemikiran hukum Islam hanya dipersyaratkan

telah mencapai baligh antara kedua calon suami isteri, inheren dengan syarat-

syarat dan rukun perkawinan. Salah satu syarat sah perkawinan adalah

mencapai usia baligh, sehingga secara tegas harus memenuhi ketentuan

hukum Islam yang sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Adapun ayat yang berkaitan dengan kelayakan seseorang untuk

menikah ada dalam al-Quran, yaitu Q.S. Al-Nur Ayat 32

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai
memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.
dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya)
sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu)
mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak
yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta
itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta
kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang
penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas
(atas persaksian itu).62

Dan dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 6 :

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan


orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
62
Yayasan Penterjemahan Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama Republik Indonesia, 2007), hlm. 182
55

lelaki dan hamba- hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka


miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha luas (pemberian- Nya) lagi Maha Mengetahui. 63

Dalam tafsir al-misbah, makna kata dasar rushdan dalah ketepatan dan

kelurusan jalan. Dari sini lahir kata rushd yang bagi manusia adalah

kesempurnaan akal dan jiwa yang menjadikannya mampu bersikap dan

bertindak setepat mungkin. Al-Maraghi menafsirkan dewasa (rushdan), yaitu

apabila seseorang mengerti dengan baik cara menggunakan harta serta

memebelanjakannya, sedang yang dimaksud balighu al-nikdh ialah jika umur

telah siap untuk menikah. Ini artinya al-Maraghi menginterpretasikan bahwa

orang yang belum dewasa tidak boleh dibebani persoalan-persoalan tertentu.

Berdasarkan penafsiran kedua ayat di atas, menunjukkan bahwa

kedewasaan dapat ditentukan dengan mimpi dan rushdan, akan tetapi rushdan

dan umur kadang- kadang tidak sama dan sukar ditentukan, seseorang yang

telah bermimpi ada kalanya belum rushdan dalam tindakannya. Hal ini dapat

dibuktikan dalam perbuatan sehari- hari, karena kedewasaan pada dasarnya

dapat ditentukan dengan umur dan dapat pula dengan tanda-tanda.64

Secara eksplisit para fuqaha’ tidak sepakat terhadap batas usia minimal

perkawinan, namun ia berpandangan bahwa baligh bagi seseorang itu belum

tentu menunjukkan kedewasaannya, dengan alasan beberapa pendapat

madhab berikut.

Ketentuan baligh maupun dewasa tersebut, menurut sebagian fuqaha’,

bukanlah persoalan yang dijadikan pertimbangan boleh tidaknya seseorang


63
Yayasan Penterjemahan Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama Republik Indonesia, 2007), hlm. 112
64
Dedy Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam,
(Bandung: Al-Fikriis, 2009) hlm. 23.
56

untuk melaksanakan perkawinan, akan tetapim Imam Maliki, Imam Hanafi,

Imam Shafi’i dan hambali berpendapat bahwa ayah boleh mengawinkan anak

perempuan kecil yang masih perawan (belum baligh), demikian juga

neneknya apabila ayah tersebut tidak ada. Hanya Ibn Hazm dan Shubrumah

berpendapat bahwa ayah tidak boleh mengawinkan anak perempuan yang

masih kecil kecuali ia sudah dewasa dan mendapat izin dari padanya.65

Dan berdasarkan pendapat Sarloto W. Sarwono bahwa batas usia

dewasa bagi laki-laki 25 dan bagi perempuan 21 tahun, karena kedewasaan

seseorang tersebut dikatakan secara pasti baik oleh hukum positif maupun

hukum Islam. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa batasan usia dikatakan

di bawah umur ketika seseorang kurang dari dari 25 tahun bagi laki-laki dan

kurang dari 20 tahun bagi perempuan. Sedangkan kata di bawah umur

mempunyai arti bahwa belum cukup umur untuk menikah.

Dari segi psikologi, sosiologi maupun hukum Islam perkawinan di

bawah umur terbagi menjadi dua kategori yaitu pertama, perkawinan di

bawah umur asli yaitu perkawinan di bawah umur yang benar murni

dilaksanakan oleh kedua belah pihak untuk menghindarkan diri dari dosa

tanpa adanya maksud semata-mata hanya untuk menutup perbuatan zina yang

telah dilakukan oleh kedua mempelai. Kedua, perkawinan di bawah umur

palsu yaitu perkawinan di bawah umur yang hakekatnya dilakukan sebagi

kamuflase dari kebejatan perilaku kedua mempelai, perkawinan ini hanya

untuk menutupi perilaku zina yang pernah dilakukan oleh kedua mempelai.

65
Dedy Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, hlm.
23.
57

Hal ini berarti, antara anak dan kedua orang tua bersama-sama untuk menipu

masyarakat dengan cara melangsungkan perkawinan yang mulai dengan

maksud denagn menutupi aib yang telah dilakukan oleh anaknya. Dan mereka

berharap agar masyarakat untuk mencium “bau busuk” yang telah dilakukan

oleh anaknya bahkan sebaliknya.66

Sedangkan pengertian perkawinan baligh nikah dalam hukum Islam

seperti yang diterapkan oleh ulama fiqh adalah tercapainya usia yang

menjadikan seseorang siap secara biologis untuk melaksanakan perkawinan,

bagi laki-laki yang sudah bermimpi keluar mani dan perempuan yang sudah

haid, yang demikian dipandang telah siap nikah secara biologis. Akan tetapi,

dalam perkembangan yang terjadi kemampuan secara biologis tidaklah cukup

untuk melaksankan perkawinan tanpa mempunyai kemampuan secara

ekonomis dan psikis.

Secara ekonomis berarti sudah mampu mencari atau member nafkah

dan sudah mampu membayar mahar, sedangkan secara psikis adalah kedua

belah pihak sudah masak jiwa raganya. Perkawinan dapat dikatakan ideal jika

sudah mempunyai tiga unsure diatas (kemampuan biologis, ekonomis, dan

psikis), karena ketiga kemampuan tersebut dimungkinkan telah ada pada

seseorang ketika sudah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi

perempuan.67

66
Abu Al Ghifari, Pernikahan Dini Dilema Generasi Exravansa (Bandung: Mujahid
Press, 2002), hlm. 20.
67
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & UU No. 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan KDRT, pasal 7 ayat 1 (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 4-5.
58

Perkawinan bukanlah sebagai alasan untuk memenuhi kebutuhan

biologi saja yang bersifat seksual akan tetapi, perkawinan merupakan suatu

ibadah yang mulia yang diridhoi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya maka

perkawinan tersebut akan terwujud jika diantara kedua belah pihak sudah

memiliki tiga kemampuan seperti yang disebutkan diatas dengan kemampuan

tersebut maka, akan terciptanya hubungan saling tolong menolong dalam

memenuhi hak dan kewajibannya masing- masing, saling nasehat menasehati

dan saling melengkapi kekurangan masing-masing yang dicerminkan dalam

bentuk sikap dan tindakan yang bersumber dari jiwa yang matang sehingga

keluarga yang ditinggalkannya akan melahirkan keindahan keluarga dunia

yang kekal dan abadi.

Menurut Nasution, menjelaskan bahwa imam mazdhab (fikih

konvensional) mengatakan bahwa secara umum membolehkan pernikahan

dini. Menurut imam Syafi’i jika ditinjau dari segi umur calon mempelai

perempuan maka dapat dibagi menjadi tiga macam pernikahan, yaitu:“(1)

pernikahan janda, (2) pernikahan gadis dewasa, (3) pernikahan anak-anak”,

keterangan tersebut dilanjutkan bahwa: “bagi anak yeng belum dewasa yaitu

belum mencapai umur 15 tahun atau belum keluar darah haid, maka ayah

boleh menikahkan anaknya tapa seizinnya terlebih dahulu ini disebut (haq

ijbar), dengan syarat tidak merugikan atau menguntukan anak tersebut

(ghoiro nuqson laha).

Akan tetapi sebaliknya seorang ayah tidak boleh minakahkan anaknya

jika merugikan atau hanya akan menyusahkan sang anak”. Menurut imam
59

Syafi’i dasar penetapan hak ijbar ialah tindakan Nabi Muhammad saw yang

menikahi Siti Aisyah ketika masih umur enam atau tujuh tahun, kemudian

mengadakan hubungan setelah beliau (Sayyidatuna Aisyah) mencapai umur

sembilan tahun. Kalau menurut hukum perdata pernikahnnya tidak sah sebab

belum mencukupi umur untuk menikah sesuai dengan peraturan yang ada

pada Undang-undang No 1 1974 kecuali telah mengajukan dispensasi nikah

ke Pengadilan Agama dan diterima oleh hakim maka boleh melangsungkan

prnikahan.

Permohonan dispensasi pernikahan bagi mereka yang belum mencapai

umur 19 tahun dan 16 tahun di ajukan oleh orang tua kedua calon mempelai

ke Pengadilan Agama di daerah mereka tinggal. Jadi dispensasi pernikahan

itu merupakan keringanan atau kelonggaran yang diberikan kepada

pengadilan agama terhadap calon mempelai yang ingin melakukan

pernikahan akan tetapi belum mencapai umur yang di atur dalam Undang-

undang pasl 7 ayat 1 nomor 1 tahun 1974 tentang batas umur boleh

melangsungkan pernikahan, dispensasi pernikahan diajukan agar

pernikahannya di anggap sah menurut Undang-undang.

Dalam pasal 15 Kompilasi Hukum Islam juga menjelaskan “untuk

kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh

dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan

dalam pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974.” (Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam).


60

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prosedur Hukum Pengajuan Pernikahan Anak Dibawah Umur Di

Mahkamah Syar’iah Kota Sabang melengkapi, Surat permohonan,

Surat dari dinas sosial (perempuan dan anak), mendaftarkan


61

perkara tersebut, membayar biaya perkaraan. Sebelum

mendaftarkan perkara ke kantor mahkamah syari’ah pemohon

harus mendapatkan surat keterangan terlebih dahulu dari dinas

perempuan dan anak. apakah secara sikologis sudah siap dalam

berumah tangganya. Surat dari dinas kesehatan puskesmas

(kesehatan reproduksi bagi wanitanya).

2. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Anak Di Bawah

Umur. Hukum pernikahan dibawah umur menurut hukum Islam

adalah sah asal sudah baligh, mumayyiz, bisa bertanggung jawab

serta rukun dan syarat sahnya pernikahan dipenuhi, akan tetapi

dampak dari pernikahan tersebut juga perlu dipertimbangkan untuk

kebaikan kedua belah pihak.

B. Saran

1. Diharapkan kepada pihak mahkamah syariah untuk terus

melakukan pernikahan bagi masyarakat supaya tidak terjadinya

pexinaan, dan juga supaya mampu mengurangi angka pernikahan

di bawah umur.

2. Kepada masyarakat suapaya tidak melakukan pernikahan di bawah

umur yang nantinya akan mengakibatkan ketidaksanggupan dalam

mengurusi rumah tangganya.

Anda mungkin juga menyukai