Anda di halaman 1dari 11

BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DALAM ISLAM

DI KAWASAN ASIA DAN AFRIKA

(Studi Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Malaysia, Maroko, Aljazair dan


Turki)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah

“Studi Kawasan Hukum Perdata Islam”

Dosen Pengampu : Lia Noviana, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh:

Faiz Daffa’ Muhayat 101180048

Kelas: SA D

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONORGO

2021
BAB I

PEMBAHASAN

A. Batas Minimal Usia Perkawinan


Perkawinan berasal dari bahasa Indonesia yang asal katanya adalah
kawin, yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan
jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Kawin digunakan
secara umum untuk tumbuhan, hewan dan manusia, dan menunjukkan
proses generative secara umum. Sedangkan nikah, menurut bahasa al-
jam’u dan al-dhamu yang berarti kumpul. Maka nikah (jawâj) bisa
diartikan dengan aqdu al-tajwîj yang artinya akad nikah. Menurut hukum
Islam, pernikahan atau perkawinan ialah suatu ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam
suatu rumah tangga dan untuk berketurunan, yang dilaksanakan menurut
ketentuan-ketentuan hukum syari’at Islam.
Di dalam bab 1 pasal satu Undang- Undang No. 1 tahun 1974
menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Ayat-ayat tentang pernikahan dalam Alqur’an terdapat 23 ayat.
Tapi tidak ada ayat satupun yang menjelaskan batasan usia nikah. Namun
jika diteliti lebih lanjut, ayat yang berkaitan dengan kelayakan seseorang
untuk menikah ada dua ayat dalam Alquran, yaitu surat al-Nûr [24]: 32:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin,
Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha
Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. al-Nûr [24]: 32).
Dan juga Surat al-Nisâ’ [4]: 6:
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin,
kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.
dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan
dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah
ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian).” (Q.s.
al-Nisâ’ [4]: 6).
B. Perbedaan Pendapat Fukaha’
Secara ekplisit para fukaha’ tidak sepakat terhadap batas usia
minimal perkawinan, namun berpandangan bahwa bâligh bagi seorang itu
belum tentu menunjukkan kedewasaannya.
Ketentuan bâligh maupun dewasa tersebut, menurut sebagian
fukaha’ bukanlah persoalan yang dijadikan pertimbangan boleh tidaknya
seseorang untuk melakukan pernikahan, akan tetapi Imam Mâlik, Imam
Hanâfi, Imam Syâfi’i, dan Imam Hanbali berpendapat bahwa ayah boleh
mengawinkan anak perempuan kecil yang masih perawan (belum bâligh),
begitu juga neneknya apabila ayah tersebut tidak ada.
Para fukaha’ berbeda pendapat tentang batas baligh dengan usia
bagi laki-laki dan perempuan menjadi empat kelompok:
1. Al-awaza’I, Al-Syafi’I, Abu Yusuf, dan Muhammad berpendapat
bahwa usia baligh bagi laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun.
2. Dawud dan Imam Malik berpendapat bahwa tidak dapat membatasi
baligh dengan usia.
3. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa usia 17 atau 18 tahun adalah
batas usia baligh.
4. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh pada anak laki-laki bisa
17 atau 18 tahun sedangkan bagi anak perempuan adalah 18 tahun
dalam kondisi apapun, ia berpendapat seperti itu karena tidak ada
riwayat secara tawfiqi (melalui wahyu) yang menjadikan batas baligh
dengan usia.1

1
Ahmad Asrori, “Batas Usia Perkawinan menurut Fukaha dan Penerapannya dalam Undang-
Undang Perkawinan di Dunia Islam”, Al-‘Adalah Vol 12 No. 4, 2015, hal 808
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batas Minimal Usia Perkawinan di Indonesia
Batas perkawinan di Indonesia berbeda dengan negara lain
meskipun batas usia tersebut masih standard dengan negara negara
lain. Perbedaannya adalah karena batas usia perkawinan di
Indonesia, satu sisi menetapkan batasan normal, sementara sisi
lain, terdapat batas usia melebihi batas usia yang telah ditetapkan
undang-undang.
Batas usia standard adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16
tahun bagi perempuan. Sementara dalam pasal lain ditetapkan pula
bahwa perkawinan dapat terlaksana ketika perkawinan kedua
mempelai adalah 21tahun.
Pada dasarnya batasan usia perkawinan di Indoneia tidak
konsisten. Di satu sisi, pasal 6 ayat (2) menegaskan bahwa untuk
melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur
21 harus mendapatkan ijin kedua orang tua, di sisi lain pada pasal 7
ayat (1) menyebutkan perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Bedanya, jika kurang dari 21 tahun, yang
diperlukan ijin orang tua, dan jika kurang dari 19 tahun, perlu ijin
pengadilan. Secara lengkap pasal 6 yang membahas tentang
batasan usia perkawinan 21 tahun dan perlu ijin dari pihak orang
tua atau wali.2
B. Batas Minimal Usia Perkawinan di Malaysia
Batasan umur minimal diperbolehkan kawin dalam
perundang-undangan Malaysia membatasi usia perkawinan
minimal 16 tahun bagi mempelai perempuan dan 18 tahun bagi
mempelai laki-laki. Ketentuan ini berdasarkan Undang-Undang
Malaysia yang berbunyi: “Had umur perkawinan yang dibenarkan

2
Ibid, hal 809
bagi perempuan tidak kurang dari 16 tahun dan laki-laki tidak
kurang dari 18 tahun. Sekiranya salah seorang atau kedua-duanya
pasangan yang hendak berkawin berumur kurang daripada had
umur yang diterapkan, maka perlu mendapatkan kebenaran hakim
syariah terlebih dahulu.”3
C. Batas Minimal Usia Perkawinan di Maroko
Undang-Undang Hukum Keluarga Maroko menetapkan
bahwa kecakapan seseoorang untuk menikah, baik laki-laki
maupun perempuan, adalah sempurnanya akal dan mencapai usia
18 tahun. Dari ketetapan tersebut, Undang-Undang mengizinkan
pengadilan untuk memberikan persetujuan bagi pasangan yang
belum mencapai usia 18 tahun untuk menikah, dengan alasan yang
dapat dibuktikan untuk suatu kemaslahatan dan sebab-sebab yang
menuntut dilangsungkannya perkawinan, dengan terlebih dahulu
adanya persetujuan dari wali dan surat keterangan medis dari
dokter atau kebiasaan masyarakat adat. Izin hakim tersebut dapat
dimungkinkan ketika keduanya mampu secara jasmani, terutama
dalam memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap implikasi
perkawinan.
Selanjutnya, dalam memberikan izin kepada laki-laki atau
perempuan, hakim juga harus menilai aspek kecerdasan dari
keduannya, dengan bukti-bukti secara medis, demikian pula
dengan pihak lain, harus menerima keadaan masing-masing pihak
secara tertulis dengan perjanjian resmi.
Dalam hal seorang perempuan telah dewasa dan mampu
untuk bertindak secara rasional, Undang-Undang menetapkan
bahwa ia berhak atas perwaliannya, sesuai dengan pilihan dan
kemaslahatan yang dipertimbangkannya. Bagi seorang perempuan

3
Pretty Anggera Sasmita, Skripsi Studi Komparatif Perkawinan Dibawah Umur Perspektif Hukum
Perkawinan Di Indonesia Dan Hukum Perkawinan Di Malaysia, Purwokerto: IAIN Purwokerto,
2020, hlm. 34
yang cerdas (Rasyidah) boleh menikahkan dirinya sendiri dalam
akad atau dapat pula menyerahkannya kepada wali atau keluarga
dekatnya.4

D. Batas Minimal Usia Perkawinan di Aljazair


Sebelum amandemen: Usia yang dilegalkan untuk
melaksanakan perkawinan adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 19
tahun bagi perempuan. Hakim dapat membebaskan mempelai dari
persyaratan umur di atas apabila demi kepentingan para pihak yang
bersangkutan atau hal tersebut harus sebaiknya dilakukan.
Sesudah amandemen: Kecakapan untuk menikah adalah sah
pada usia 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Terjadi penurunan batas usia minimal perkawinan bagi laki-laki
dan peningkatan usia minimal perkawinan bagi perempuan.5
E. Batas Minimal Usia Perkawinan di Turki
Undang-undang Turki menyebutkan batas minimal usia
pernikahan seorang gadis adalah 17 tahun dan 18 tahun untuk laki-
laki. Namun dalam kasus-kasus tertentu, pengadilan dapat
mengijinkan pernikahan anak-anak laki-laki 15 tahun dan
perempuan berusia 14 tahun, setelah mendapat keterangan dari
orangtua mereka.
Para Imam Madzhab menetapkan bahwa batas manusia
seseorang dalam melakukan tindakan hukum adalah baligh dan
berakal. Masing-masing madzhab mempunyai batas manusia yang
berbeda mengenai kriteria baligh. Bagi Syafi,i dan Hambali
menentukan usia 15 tahun bagi keduanya, sementara Maliki
menetapkan usia 17 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
Batasan ini merupakan batas maksimal, sedangkan batas minimal
laki-laki 12 tahun dan perempuan 9 tahun, dengan alasan pada usia
4
Pasal 22-25 Undang-Undang Hukum Keluarga Maroko 2004
5
Amandemen Family Code 1984 tahun 2005, pasal 7 dalam Lynn Lynn Welchman, Women and
Muslim Family Laws in Arab States, 161.
tersebut laki-laki sudah mimpi dan perempuan sudah haid sehingga
memungkinkan terjadinya kehamilan.
Masalah batas usia perkawinan ini memang tidak diatur
baik dalam Al-Quran maupun Hadis, sehingga dengan melibatkan
pengadilan dan adanya ijin dari wali, nampaknya Hukum Keluarga
Turki bisa lebih kompromis dengan memberikan jalan keluar yang
dilihat dari sudut kebutuhan dan kepentingan calon mempelai.6

6
Vita Fitria, Hukum Keluarga di Turku sebagai Upaya Perdana Pembaharuan Hukum Islam,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Hal, 7-8
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

No Negara Batas Minimal Usia


.
1. Indonesia Laki-laki berusia 19 tahun dan Perempuan
berusia 16 tahun
2. Malaysia Laki-laki berusia 18 tahun dan Perempuan
berusia 16 tahun
3. Maroko Laki-laki dan Perempuan sama, berusia 18
tahun.
4. Aljazair Laki-laki dan Perempuan sama, berusia 19
tahun
5. Turki Laki-laki berusia 18 tahun dan Perempuan
berusia 17 tahun

B. Analisis
Dari materi diatas dapat dianalisa bahwa dalam Islam (Al-
Qur’an dan Hadits) tidak disebutkan secara spesifik tentang
batas usia minimum untuk menikah. Persyaratan umum yang
lazim dikenal adalah baligh. Para ulama fuqaha menentukan
batas umur sebagai penentu usia baligh. Oleh karena itu
dibeberapa negara Muslim menentukan batas minimum
perkawinan berdasarkan madzhab mayoritas yang dianut oleh
masyarakat.
Batas minimum ini bukan sebagai “harga mati” untuk menikah,
artinya untuk seseorang yang berusia dibawah batas minimum
masih bias melakukan pernikahan dengan cara mengajukan
dispensasi (ijin) ke pengadilan atau otoritas yang
berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Ahmad. 2015. Batas Usia Perkawinan menurut Fukaha dan


Penerapannya dalam Undang-Undang Perkawinan di Dunia Islam. Al-‘Adalah
Vol 12 No. 4.

Anggera Sasmita, Pretty. 2020. Skripsi Studi Komparatif Perkawinan


Dibawah Umur Perspektif Hukum Perkawinan Di Indonesia Dan Hukum
Perkawinan Di Malaysia. Purwokerto (IAIN Purwokerto).

Undang-Undang Hukum Keluarga Maroko.

Amandemen Family Code 1984 tahun 2005, pasal 7 dalam Lynn Lynn
Welchman, Women and Muslim Family Laws in Arab States.

Fitria, Vita. Hukum Keluarga di Turki sebagai Upaya Perdana


Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta (Universitas Negeri Yogyakarta).

Anda mungkin juga menyukai