Disusun Oleh:
Kelas: SA D
FAKULTAS SYARIAH
2021
BAB I
PEMBAHASAN
1
Ahmad Asrori, “Batas Usia Perkawinan menurut Fukaha dan Penerapannya dalam Undang-
Undang Perkawinan di Dunia Islam”, Al-‘Adalah Vol 12 No. 4, 2015, hal 808
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batas Minimal Usia Perkawinan di Indonesia
Batas perkawinan di Indonesia berbeda dengan negara lain
meskipun batas usia tersebut masih standard dengan negara negara
lain. Perbedaannya adalah karena batas usia perkawinan di
Indonesia, satu sisi menetapkan batasan normal, sementara sisi
lain, terdapat batas usia melebihi batas usia yang telah ditetapkan
undang-undang.
Batas usia standard adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16
tahun bagi perempuan. Sementara dalam pasal lain ditetapkan pula
bahwa perkawinan dapat terlaksana ketika perkawinan kedua
mempelai adalah 21tahun.
Pada dasarnya batasan usia perkawinan di Indoneia tidak
konsisten. Di satu sisi, pasal 6 ayat (2) menegaskan bahwa untuk
melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur
21 harus mendapatkan ijin kedua orang tua, di sisi lain pada pasal 7
ayat (1) menyebutkan perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Bedanya, jika kurang dari 21 tahun, yang
diperlukan ijin orang tua, dan jika kurang dari 19 tahun, perlu ijin
pengadilan. Secara lengkap pasal 6 yang membahas tentang
batasan usia perkawinan 21 tahun dan perlu ijin dari pihak orang
tua atau wali.2
B. Batas Minimal Usia Perkawinan di Malaysia
Batasan umur minimal diperbolehkan kawin dalam
perundang-undangan Malaysia membatasi usia perkawinan
minimal 16 tahun bagi mempelai perempuan dan 18 tahun bagi
mempelai laki-laki. Ketentuan ini berdasarkan Undang-Undang
Malaysia yang berbunyi: “Had umur perkawinan yang dibenarkan
2
Ibid, hal 809
bagi perempuan tidak kurang dari 16 tahun dan laki-laki tidak
kurang dari 18 tahun. Sekiranya salah seorang atau kedua-duanya
pasangan yang hendak berkawin berumur kurang daripada had
umur yang diterapkan, maka perlu mendapatkan kebenaran hakim
syariah terlebih dahulu.”3
C. Batas Minimal Usia Perkawinan di Maroko
Undang-Undang Hukum Keluarga Maroko menetapkan
bahwa kecakapan seseoorang untuk menikah, baik laki-laki
maupun perempuan, adalah sempurnanya akal dan mencapai usia
18 tahun. Dari ketetapan tersebut, Undang-Undang mengizinkan
pengadilan untuk memberikan persetujuan bagi pasangan yang
belum mencapai usia 18 tahun untuk menikah, dengan alasan yang
dapat dibuktikan untuk suatu kemaslahatan dan sebab-sebab yang
menuntut dilangsungkannya perkawinan, dengan terlebih dahulu
adanya persetujuan dari wali dan surat keterangan medis dari
dokter atau kebiasaan masyarakat adat. Izin hakim tersebut dapat
dimungkinkan ketika keduanya mampu secara jasmani, terutama
dalam memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap implikasi
perkawinan.
Selanjutnya, dalam memberikan izin kepada laki-laki atau
perempuan, hakim juga harus menilai aspek kecerdasan dari
keduannya, dengan bukti-bukti secara medis, demikian pula
dengan pihak lain, harus menerima keadaan masing-masing pihak
secara tertulis dengan perjanjian resmi.
Dalam hal seorang perempuan telah dewasa dan mampu
untuk bertindak secara rasional, Undang-Undang menetapkan
bahwa ia berhak atas perwaliannya, sesuai dengan pilihan dan
kemaslahatan yang dipertimbangkannya. Bagi seorang perempuan
3
Pretty Anggera Sasmita, Skripsi Studi Komparatif Perkawinan Dibawah Umur Perspektif Hukum
Perkawinan Di Indonesia Dan Hukum Perkawinan Di Malaysia, Purwokerto: IAIN Purwokerto,
2020, hlm. 34
yang cerdas (Rasyidah) boleh menikahkan dirinya sendiri dalam
akad atau dapat pula menyerahkannya kepada wali atau keluarga
dekatnya.4
6
Vita Fitria, Hukum Keluarga di Turku sebagai Upaya Perdana Pembaharuan Hukum Islam,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Hal, 7-8
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Analisis
Dari materi diatas dapat dianalisa bahwa dalam Islam (Al-
Qur’an dan Hadits) tidak disebutkan secara spesifik tentang
batas usia minimum untuk menikah. Persyaratan umum yang
lazim dikenal adalah baligh. Para ulama fuqaha menentukan
batas umur sebagai penentu usia baligh. Oleh karena itu
dibeberapa negara Muslim menentukan batas minimum
perkawinan berdasarkan madzhab mayoritas yang dianut oleh
masyarakat.
Batas minimum ini bukan sebagai “harga mati” untuk menikah,
artinya untuk seseorang yang berusia dibawah batas minimum
masih bias melakukan pernikahan dengan cara mengajukan
dispensasi (ijin) ke pengadilan atau otoritas yang
berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Amandemen Family Code 1984 tahun 2005, pasal 7 dalam Lynn Lynn
Welchman, Women and Muslim Family Laws in Arab States.