Anda di halaman 1dari 11

Program Studi HUKUM KELUARGA

UINSI SAMARINDA

UU NOMOR 16 TAHUN 2019


TENTANG PEMBATASAN UMUR
PERNIKAHAN
Memperkenalkan bagaimana Transformasi
Digital dapat membantu bisnis Anda tetap
produktif dan kompetitif di era digital.

KELOMPOK 1
ANGGOTA KELOMPOK
AJI RIFKI PRADANA PUTRA
ALDIKA
DONNY MULYA
FAJAR ANUGERAH PRIBADI
MUHAMMAD ABDURRAHMAN
MUHAMMAD ALFIAN AMINI
DALAM PENETAPAN UU NO. 16 TAHUN 2019

MERUPAKAN PERUBAHAN DARI UU NO. 1 TAHUN 1974


perubahan tersebut bisa dilihat pada pasal 7 UU no. 1 tahun 1974 yaitu:

1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah


1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak 2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria
2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi
diubah kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai
dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau
menjadi bukti-bukti pendukung yang cukup.
Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak 3. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud
pria maupun pihak wanita. pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah
3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan 4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua
(4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai
permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan
permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (6).
ALASAN DIRUBAHNYA UU NO. 1 TAHUN 1974

MENGHINDARI MNYESUAIKAN
TERJADINYA KEBUTUHAN MASYARAKAT
DAN PERKEMBANGAN
PERNIKAHAN DINI ZAMAN
Dianggap memberikan
Disesuaikan dari aspek
dampak negatif dari aspek
sosial dan pendidikan
kesehatan dan psikis
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG
PENETAPAN UU NO. 16 TAHUN 2019
Sebelum membahas lebih lanjut, perlu kita ketahui hukum melakukan pernikahan dalam Islam ada 5 yaitu:

Jika seseorang tersebut sudah mampu lahir dan batin, sehat jasmani, dan siap
WAJIB menikah, jika tidak segera menikah khawatir akan berzina.

Jika seseorang tersebut sudah mampu lahir batin, sehat jasmani, rohani dan siap
SUNNAH menikah, walaupun jika tidak segera menikah tidak dikhawatirkan akan berzina.

MUBAH jika seseorang tidak memiliki keinginan serta biaya untuk menikah.

jika seseorang tidak ingin menikah, ditambah tidak memiliki biaya dan khawatir
MAKRUH tidak mampu menghidupi anak dan isterinya.

HARAM jika tujuan dari pernikahan tersebut untuk menyakiti atau balas dendam dsb.
1. PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP BATASAN USIA
PERKAWINAN DALAM PASAL 7 UU NO. 16 TAHUN 2019
Dalam kaitannya dengan makna dan tujuan yang mulia dari suatu
perkawinan, maka salah satu faktor terpenting dalam persiapan perkawinan
adalah faktor usia. Karena seseorang akan dapat ditentukan, apakah ia
cukup dewasa dalam bersikap dan berbuat atau belum. Karena dalam
perkawinan dituntut adanya sikap dewasa dan matang dari masing-masing
calon. Hal ini sejalan dengan pendapat Irfan Sidqon sebagai
berikut:"Apabila ditinjau perkawinan dan tugastugas yang dibebankan
kepada istri, seumpama ibu sebagai pendidik, teman dalam mengurus
rumah tangga dan sebagainya, maka jelaslah bahwa tugas tersebut
beraneka ragam dan sangat berat. Maka penderitaan sewaktu hamil sampai
melahirkan kandungan bagi calon istri, tentu membutuhkan tenaga dan
kekuatan jasmani dan rohaninya yang lebih baik lagi."
LA Pemerintah Republik Indonesia dalam usahanya
untuk menghindari pelaksanaan perkawinan usia
muda/bawah umur telah menentukan batas

NJ
minimal dalam usia perkawinan bagi seseorang
yang akan melaksanakan perkawinan.
Pernyataan di atas sebagaimana telah

UT
ditegaskan dalam undang-undang perkawinan
No. 16 tahun 2019 perubahan atas UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 7
ayat (1) yang berbunyi: perkawinan hanya di

AN
izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai
umur 19 (sembilhan belas) tahun.
DALAM ISLAM MENGENAI BATAS USIA
SESEORANG UNTUK MELANGSUNGKAN
PERKAWINAN TIDAK DISEBUTKAN SECARA
JELAS, AKAN TETAPI HANYA MENYEBUTKAN
DENGAN LAFADZ: "BALAGHU AL-NIKAH",
SEBAGAIMANA DISEBUTKAN DALAM FIRMAN
ALLAH PADA QS. AL-NISA' AYAT 6 :

"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup


QS. An-Nisa: 6
umur untuk kawin. Kemudian jika menurut ‫َو اْبَت ُلوا اْلَي ٰت ٰم ى َحّٰتٓى ِاَذ ا‬
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
‫ُت‬
‫ْس ْم‬ ‫َن‬ ‫ٰا‬ ‫ْن‬‫ِا‬ ‫َف‬ ‫َۚح‬‫ا‬ ‫َك‬‫ِّن‬‫ال‬ ‫وا‬ ‫ُغ‬‫َل‬ ‫َب‬
‫ِّم ْن ُه ْم ُرْش ًدا َف اْد َف ُع ْٓو ا‬
memellihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka harta-hartanya."
‫َل‬ ‫َا‬ ‫َل‬
ۚ ‫ِا ْي ِه ْم ْم َو ا ُه ْم‬
TERHADAP LAFAZ BALAGHU AL-NIKAHI ITU SAYYID MUHAMMAD RASYID
RIDLA MEMBERIKAN PENAFSIRAN SEBAGAI BERIKUT: "MERAKA MENCAPAI
UMUR DEWASA YAITU BILAMANA SUDAH MENCAPAI UMUR YANG
MENYEBABKAN SESEORANG SANGGUP MELAKSANAKAN PERKAWINAN,
YAITU SUDAH MENGALAMI IHTILAM (BERMIMPI KELUAR MANI)."
Dengan demikian dapat diketahui bahwa batas usia seseorang untuk melangsungkan
perkawinan bagi pria jika sudah mengalami keluar mani dan bagi wanita jika sudah
mengalami menstruasi (haid). Namun demikian, karena pada umumnya datangnya masa
ihtilam dan haid bagi pria dan wanita berkisar pada usia 12 (dua belas) atau 13 (tiga belas)
tahun. Sedangkan anak pada usia tersebut masih belum bisa atau belum mampu
menanggung beban dan tanggung jawab berat dalam melaksanakan perkawinan. Oleh
karenanya dalam perkawinan kiranya perlu dipertimbangkan adanya kemampuan dan
kematangan usia, baik fisik mapun mental serta mampu berpenghasilan. Oleh sebab itu,
dalam menentukan masa perkawianan, Islam tidak menitik beatkan pada usia, tetapi lebih
manekankan pada faktor kemampuan seseorang.
ara ulama mazhab memiliki pendapat yang berbeda
dalam menentukan usia baligh. Syafi’i dan Hambali lima

2.
belas tahun baik lakilaki maupun perempuan. Maliki
menetapkan bahwa usia dewasa seseorang adalah ketika

USIA berumur 18 tahun bagi laki-laki dan perempuan.


Sementara itu Hanafi menyatakan bahwa bahwa ciri

DEWASA kedewasaan itu datangnya mulai umur 19 tahun bagi laki-


laki dan umur 17 tahun bagi perempuan. Mazhab Ja’fari

PERNIKAHAN berpendapat bahwa seseorang dipandang telah dewasa


dan dapat melangsungkan perkawinan jika telah berumur

DALAM 15 tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan,


mazhab ini juga memandang bahwa seorang wali boleh
HUKUM mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur. Dari

ISLAM
perbedaan pendapat tersebut diatas, bahwa pendapat
Imam Abu Hanafiahlah yang memberikan batasan usia
tertinggi dibandingan pendapat lainnya. Dan pendapat
inilah yang dijadikan rujukan dalam perundang-undangan
perkawinan di Indonesia.
ADA PERTANYAAN?
"Selesai sudah presentasi kelompok kami hari ini, seperti kamu
dan dia yang selesai tanpa pernah dimulai"

Anda mungkin juga menyukai