Anda di halaman 1dari 2

Equum Et Bonum,EstLex Legum.

Apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum.


Assalamualaikum Wr. Wb.
Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Yang mulia dewan juri yang
terhormat serta hadirin para pemerhati hukum sekalian. Saya sebagai pembicara ke-3 dari tim
kontra akan melanjutkan serta mempertegas argumentasi yang telah dibangun oleh pembicara
ke-2 dari tim kami.
Dewan juri yang terhormat, apabila kami tinjau berdasarkan Undang-undang
Perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 47 ayat (1) dan pasal 50 ayat (1) menyatakan bahwa masa
dewasa seseorang itu ketika ia berusia 18 tahun.
Selain itu, Undang-undang Perlindungan Anak no. 23 tahun 2002 juga tidak jauh
berbeda dengan Undang-undang tentang perkawinan bahwa batas usia dewasa seseorang
adalah usia 18 tahun. dalam Kompilasi Hukum Islam pun disebutkan bahwa seseorang
mencapai tahap dewasa di saat ia berusia 21 tahun atau sudah kawin, selama anak itu tidak
cacat fisik atau mental dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri yang mana secara
esensinya ketentuan dalam perundang-undangan di atas telah menetapkan batas perkawinan.
Adanya perbedaan tersebut dapat menimbulkan kerancuan bahwa kapan seseorang
dianggap dewasa di mata hukum? Hal ini berbeda dengan ketentuan hukum fikih, di mana
baligh menjadi patokan kedewasaan seseorang dalam semua bidang. Bahkan menurut
sebagain jumhur ulama patokan dewasa ketika sudah berusia 15 tahun.
Sedangkan menurut aspek pendidikan anak yang rata-rata usia 15 tahun masih berada
dibangku sekolah. Bukankah dalam undang-undang kemendikbud telah mengatru pendidikan
itu wajib 12 tahun atau sampai dengan umur 21 tahu hal ini sesuai dengan uu no 19 tahun
2016 pasal 2 huruf a.Bukankh dengan menikah di Usia 15 tahun itu akan mengurangi hak
seseorang dalam mencapai pendidikan.
Dari aspek sosilogi Faktor pendidikan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
perkawinan usia dini. Rendahnya tingkat pendidikan yang bersangkutan mendorong
terjadinya pergaulan bebas, karena yang bersangkutan memiliki banyak waktu luang,
dimana mereka seharusnya berada dilingkungan sekolah mereka memilih bermain dengan
pacarnya kemudian melakukan hal-hal yang bepotensi untuk hamil.
Walaupun pernikahan dini pada dasar hukumnya sah, akan tetapi ketika
memunculkan mafsadah maka hukumnya bisa menjdi makruh bahkan haram. Karena negara
membatasi usia nikah bertujuan untuk menghindari mafsadat yang sangat besar kemungkinan
terjadi pada pernikahan di bawah umur. Hal ini berdasarkan kaidah Ushūl Fiqh “dar`u al-
mafāsid muqaddamun ‘alā jalbi almashālih” (menolak mafsadat lebih didahulukan dari pada
mendatangkan kemaslahatan).
Dewan juri yang terhormat,atasb dasar itulah, pada tahun 2019 pemerintah melakukan
revisi terhadap Undang-undang perkawinan, dengan menetapkan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. Dalam Undang-undang revisi tersebut dinyatakan bahwa perkawinan hanya
diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Peraturan
perubahan tersebut resmi berlaku setelah diundangkan oleh pemerintah pada tanggal 15
Oktober 2019, batas usia diatas dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melakukan
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berahir pada
perceraian dan mendapatkan keturunan yang sehat dan berkualitas, Atas landasan itulah,
kami menyatakan mosi kita pada hari ini. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai