Anda di halaman 1dari 4

Nama : Surya Harya Nugraha Suwono

NIM : 233232049

Kelas : Hukum Perkawinan (A)

No. Urut : 22

TUGAS HUKUM PERKAWINAN (DISPENSASI PERKAWINAN)

PENETAPAN PENGADILAN KABUATEN MALANG NOMOR


0486/PDT.P/2021/PA.KAB.MLG

1. Isu Hukum

Isu hukum yang dapat ditemukan dalam isi Penetapan Pengadilan Kabupaten Malang
Nomor: 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg yang membahas perkara dispensasi perkawinan
adalah perkawinan dibawah umur. Dijelaskan pada duduk perkara penetapan tersebut
bahwa terdapat Pemohon bernama Imam Rahmad Bin Marilan yang hendak
mengkawinkan anak kandung perempuannya bernama Ima Krisnawati Binti Imam Rahmad
(18 tahun) dengan calon suami bernama Rico Hermansyah Bin Harmaji (20 tahun). Namun
hal ini menimbulkan permasalahan hukum karena anak kandung perempuan dari Pemohon
masih berumur 18 tahun sehingga Ia masih berstatus sebagai seorang anak sebagaimana
dijelaskan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang
Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin (selanjutnya disebut Perma No. 5
Tahun 2019). Hal tersebut tentunya bertentangan dengan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tentang
Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan).

Ditemukan fakta hukum juga bahwa kedua pasangan tersebut sudah menjalin hubungan
cinta dengan erat sejak 1 tahun yang lalu sehingga mengakibatkan anak kandung
perempuan Pemohon telah hamil 4 bulan. Hal ini tentunya dapat berakibat hukum pada
status anak tersebut yang dikandung oleh anak perempuan Pemohon. Artinya anak yang
dikandung tersebut ketika lahir, berpotensi tidak memiliki perlindungan hukum untuk
melindungi status dan keberadaannya. Dengan demikian, anak tersebut tidak akan diakui
oleh Negara sehingga dalam hal pewarisan anak tersebut tidak berhak umtuk menerima
warisan. Maka dari itu, dalil Pemohon memohon Pengadilan untuk segera memberikan
penetapan dispensasi perkawinan agar pasangan tersebut dapat segera melangsungkan
perkawinan dan anak yang dikandung tersebut akan mendapatkan status dan dilindungi
oleh Undang-Undang serta memiliki perwalian dengan ayah kandungnya, sehingga dalam
hal pewarisan anak tersebut juga berhak mendapatkan bagian waris.

2. Analisis Hukum

Menurut Pasal 1 Angka 1 Perma No. 5 Tahun 2019 menjelaskan bahwa anak adalah
seorang yang belum berusia 19 tahun atau belum pernag kawin menurut peraturan
perundang-undangan. Di dalam persyaratan dalam melangsungkan perkawinan, UU
Perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan jika laki-laki dan
perempuan masing-masing sudah mencapai umur 19 tahun. Namun hal tersebut dapat
disimpangi jika para pihak mendapatkan dispensasi perkawinan dari Pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan.
Hal tersebut termuat berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. Dispensasi
perkawinan yang dimaksud menurut Pasal 1 Angka 5 Perma No. 5 Tahun 2019 adalah
pemberian izin kawin oleh Pengadilan kepada calon suami/ isteri yang belum berusia 19
tahun untuk melangsungkan perkawinan. Pada dasarnya UU Perkawinan tidak
menghendaki adanya perkawinan dibawah umur. Alasan perlu ditetapkannya batas umur
minimal pihak laki-laki dan perempuan boleh melangsungkan perkawinan ketika mencapai
umur 19 tahun, selain demi terciptanya kepastian hukum juga dinilai merupakan batas umur
yang menandakan bahwa laku-laki dan perempuan telah memiliki jiwa dan raga yang
matang dalam mewujudkan tujuan dari perkawinan.

Jika menelisik pada Hukum Islam, tidak terdapat pengaturan terkait batasan usia dalam
melangsungkan perkawinan. Di dalam Islam perkawinan dianggap sah bukan atas dasar
terpenuhinya batas usia untuk melakukan perkawinan, namun melainkan sudah
terpenuhinya rukun syarat perkawinan. Rukun dan syarat perkawinan yang dimaksud
adalah adanya wali dan dua orang saksi, serta mahar dan akad pengantin yang sudah sah
menurut agama Islam. Selain itu kriteria kedewasaan menurut Hukum Islam ditentukan
bahwa orang tersebut sudah aqil dan baligh. Aqil artinya orang tersebut memiliki akal dan
dapat berpikir dengan baik, sedangkan baligh artinya orang tersebut sudah memiliki
kesiapan fisik dan mental dengan ditandainya ihtilam (mimpi basah pada laki-laki dan haid
pada perempuan). Selain itu, seseorang dapat dianggap sudah dewasasa jika sudah
dianggap memiliki mukallaf yang artinya orang tersebut mampu melaksanakan hak dan
kewajiban dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Jika ternyata terdapat perkawinan dilangsungkan oleh anak yang berada dibawah umur,
maka Pemerintah berdasarkan UU Perkawinan dapat memberikan kebijakan terkait
dispensasi perkawinan melalui Pengadilan. Namun hal tersebut tentunya harus melalui
proses dan berbagai pertimbangan yang lazim sehingga anak yang melangsungkan
perkawinan dibawah umur layak diberikan dispensasi perkawinan. Hal ini tentunya Hakim
tidak boleh sembarang memberikan dispensasi perkawinan mengingat anak dibawah umur
belum memiliki fisik, psikis, dan mental yang siap dan matang untuk melakukan
perkawinan. Apalagi tujuan dari perkawinan sendiri sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1
UU Perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Umumnya dispensasi perkawinan dapat dikabulkan oleh Pengadilan jika terdapat


alasan bahwa terdapat kehamilan di luar perkawinan. Dikabulkannya dispensasi
perkawinan yang diakibatkan adanya kehamilan di luar perkawinan bertujuan untuk
melindungi hak anak dari hasil hubungan di luar perkawinan tersebut. Jika tidak ada
kehamilan di luar perkawinan dan Pengadilan tetap memberikan dispensasi perkawinan,
maka dapat dikhawatirkan pasangan di bawah umur yang melangsungkan perkawinan
dapat berpotensi mengasilkan rumah tangga yang tidak harmonis karena belum siapnya
mental dan psikis yang dihadapi.

Perubahan batas umur perkawinan bagi perempuan yang awalnya mencapai usia 16
tahun menjadi sama dengan batas usia laki-laki yakni 19 tahun adalah adanya amanat dari
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017. Alasan utama di dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut merubah batas umur bagi perempuan menjadi 19 tahun
adalah menekan tingginya angka perkawinan dibawah umur. Karena dengan tingginya
angka perkawinan dibawah umur, dinilai juga dapat meningkatkan tingginya angka
kematian ibu dan bayi, tingginya angka perceraian dini akibat perkawinan dibawah umur,
dan rendahnya tingkat pendidikan perempuan yang berpotensi juga ke keturunannya. Umur
19 tahun dinilai sebagai umur yang sudah matang bagi laki-laki maupun perempuan dalam
mengelola mental dan psikis guna menciptakan bahtera rumah tangga yang harmonis

Jadi dalam Penetapan Pengadilan Kabupaten Malang Nomor:


0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg yang isinya mengabulkan permohonan pengajuan
dispensasi perkawinan antara Ima Krisnawati Binti Imam Rahmad (18 tahun) dengan calon
suami bernama Rico Hermansyah Bin Harmaji (20 tahun) adalah sah secara hukum. hal
tersebut dapat dibuktikan bahwa selain para pihak melengkapi syarat administrasi, Hakim
juga sudah memberikan nasihat terkait risiko perkawinan dibawah umur sebagaimana
diatur Pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Perma No. 5 Tahun 2019. Selain itu juga terdapat
keadaan yang genting berupa kehamilan di luar perkawinan, sehingga demi melindungi
status anak maka Hakim dapat memberikan dispensasi perkawinan untuk menyegerakan
dilangsungkannya perkawinan.

Menurut Penulis walaupun di dalam UU Perkawinan terdapat kebijakan yang


menghendaki laki-laki dan perempuan yang belum berumur 19 tahun dapat melangsungkan
perkawinan dengan meminta dispensasi perkawinan, hal tersebut patut untuk dihindari. Hal
ini karena berkaitan untuk melindungi dan menjamin hak-hak anak-anak. Maka jika
terdapat pasangan yang dibawah umur ingin mengajukan dispensasi perkawinan tanpa
adanya kehamilan di luar perkawinan, Pengadilan perlu menolak pengajuan tersebut dan
para pihak yang ingin melangsungkan perkawinan perlu untuk menunggu batas umur
mencapai umur 19 tahun.

Anda mungkin juga menyukai