Sania Husnu Rahmatika _33010180142 izin bertanya Apa kendala dan problematika dalam
proses penetapan keputusan pemberian Keadilan kepada anak hasil perkawinan yang tidak
dicatatkan?
2. Sangsi yang dapat di terima oleh pasangan yang mana terdapat ketahuan mendaftarkan
anak hasil perzinahan yang di daftarkan izbat nikah di PA.?
Saksinya belum ada sanksi khusus yg mengatur
3. Ijin bertanya Dasar pertimbangan yuridis maupun non-yuridis yang digunakan Mahkamah
Agung dalam memberikan keadilan kepada anak hasil Perkawinan yang tidak dicatatkan.
Bisa pk bisa kasasi
4. Saya Nur Zulia Afrida 33010180075 Bagaimana jika kawin Sirri terus kemudian akan
mengesahkan lagi di KUA, apakah akad ijab qobul nya di ulang lagi pak?
Ya
5. Amalia fatimah ramadani 33010180054 Izin bertanya : Mekanisme perlindungan terhadap
anak, dari perkawinan yang tidak dicatatkan.?
6. Rizka Diana 33010180056 Izin bertanya🙏 Apakah yang menghalangi dan bagai mana
solusinya ketika ada pasangan yang menikah siri dan ingin mengesahkannya tetapi setiap
mendaftar ke KUA selalu tidak di terima, sedangkan pernikahannya sudah hampir 5 tahun,
terima kasih🙏
Jawaban
5. Perkawinan tidak dicatatkan mempunyai akibat langsung pada anak sebagai subyek
hukum dan pribadi yang dijamin, diakui, dan dilindungi hak-haknya. Karena itu,
permasalahan tersebut bukan hanya berkisar hukum keluarga semata namun
berkenaan HAM dan hak-hak anak sehingga menjadi tanggungjawab dan kewajiban
Pemerintah sebagai penanggungjawab pemenuhan, perlindungan, pemajuan dan
penegakan HAM sesuai amanat Pasal 28I ayat (4) UUD 1945;.
6. Nikah siri tidak diakui secara hukum negara karena tidak tercatat dalam oleh catatan
negara, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1 ) dan ayat (2), bahwa pernikahan dinyatakan sah
apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak
dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka apabila
pernikahan dilakukan secara siri maka dianggap tidak ada perkawinan menurut
hukum negara. Selanjutnya bagaimana agar pernikahan siri tersebut menjadi
menjadi sah secara hukum negara dan tercatat oleh negara sesuai dengan
pertanyaan Saudara yaitu dapat dilakukan dengan itsbat nikah/pengesahan nikah.
·
7. Akibat Hukum atas Perkawinan Suami Kedua Kali Tanpa Izin Istri Pertama?
Secara hukum suami yang menikah lagi tanpa ada izin dari istri pertama (istri terdahulu) tidak dibenarkan
dan merupakan pelanggaran hukum.
Akibat hukum atas perkawinan kedua yang dilakukan suami tanpa izin dari istri pertama (terdahulu) adalah
batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Sebab menurut hukum, baik Undang-Undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, bila suami-suami ingin menikah lagi
(berpoligami) maka ia harus mendapat persetujuan/izin dari istri pertama (istri terdahulu), selengkapnya
sebagai berikut:
“Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2)
Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Pasal 5 UU Perkawinan:
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.
2. Istimbat
Hak-hak serta kewajiban suami-istri dan anak tanpa ada diskriminasi. Kelima,
Pengabulan permohonan itsbat nikah harus memenuhi syarat yang ketat agar
Yang alasannya sering bertentangan dengan UU pasal 4 tahun 1974 dan KHI
Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3).
4. (MUI)
Fatwa sebagai produk hukum Islam sangat berperan penting terhadap perkembangan
Hukum Islam dan media social engineering (rekayasa sosial). Sifat fatwa yang dinamis, dan
Responsif menjadikan fatwa menjadi lebih mudah diterima apalagi disaat terjadi kekosongan
Atau belum diatur secara jelas dalam hukum negara. Selain itu, tingkat dimensi keadilan
Dalam perspektif Tuhan (Allah) yang menyatu dengan dimensi keadilan sosial dianggap
Menjadi sebuah hal yang menarik dan diimani sebagai sesuatu yang benar dan wajib diikuti.
Sehingga fatwa menjadi bagian norma dalam masyarakat yang diyakini kebenarannya
Peran MUI sebagai rekayasa sosial (social engineering) tentang hukum keluarga
Pasca reformasi dapat dilihat dari adanya korelasi terhadap Undang-undang Perkawinan,
Beberapa putusan Mahkamah Konstitusi serta respon masyarakat terhadap fatwa tentang
Hukum keluarga. Berdasarkan penjelasan pembahasan di atas, maka fatwa MUI dapat
Memiliki fungsi rekayasa sosial, sebagai berikut: Sebagai kontrol sosial dan penguat UU
Perkawinan; Sebagai pedoman dalam hukum munakat dan jawaban atas kekosongan
Hukum perkawinan karena belum di atur secara jelas dalam UU Perkawinan; Fatwa sebagai
Sosial hukum perkawinan dan penyeimbang putusan MK di tengah kebingungan publik atas
Hak keperdataan yang diberikan kepada anak hasil zina; dan Mempertegas pelaksanaan
Fikih munakahat klasik, dan secara tidak langsung memperkuat substansi asas hukum
Kedudukan fatwa yang belum menjadi hukum nasional merupakan tantangan bagi
Fatwa sebagai media rekayasa sosial (social engineering). Sehingga pelaksanaan fatwa
Dikembalikan kepada setiap individu masing-masing dan juga tanpa sanksi secara langsung
Dari negara.