Anda di halaman 1dari 2

Nama : Yaya Sunarya

NIM : 042188951

TUGAS 1
HUKUM PERDATA

Anang adalah seorang laki-laki muslim, menikah dengan Catarina yang beragama
Katolik. Mereka pertama kali menikah secara siri di hadapan seorang pemuka
agama Islam secara Hukum Islam, beberapa saat kemudian mereka dinikahkan
lagi tetapi di Gereja Katholik. Bukti pernikahan mereka adalah Kutipan Akta
perkawinan Catatan Sipil dan Surat Perkawinan Gereja. Dalam perjalanannya
masing-masing tetap mempertahankan keyakinannya. Kemudian karena terjadi
ketidakcocokan, maka Anang  berencana menceraikan istrinya.
Pertanyaan:
1. Pernikahan manakah yang sah menurut hukum positif di Indonesia?  
2. Bagaimanakah prosedur untuk perceraian dalam kasus tersebut?

Jawaban :
1. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan
harus dilakukan dihadapan petugas pencatat perkawinan sedangkan pada
perkawinan yang berdasarkan Hukum Islam, perkawinan cukup dilakukan
dihadapan ulama atau tokoh agama sesuai yang disyariatkan dalam Agama
Islam. Perbedaan tersebut membuat beberapa pasangan bebas memilih untuk
menghalalkan hubungannya, ada yang mengambil langkah untuk bertindak
menghalalkan hubungannya dengan nikah sirri. pernikahan yang
dilangsungkan tanpa menghadirkan petugas pencatat perkawinan dan
memakain hukum syari‟at Islam sebagai landasannya. (Ratnawaty L, 2015,
hlm. 13 Vol. 2)
Nikah sirri adalah sah secara agama, begitu juga ditinjau dari hukum positif
Indonesia yaitu berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dalam Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: : “Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu”.
Adapun masalah pencatatan perkawinan yang tidak dilaksanakan tidaklah
menggangu keabsahan suatu perkawinan yang telah dilaksanakan sesuai
Hukum Islam. Karena sekedar menyangkut aspek administratif saja. Hanya
saja jika suatu perkawinan tidak di catatkan, maka suami-istri tersebut tidak
memiliki bukti otentik bahwa mereka telah melaksanakan suatu perkawinan
yang sah. Akibatnya, dilihat dari aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak
diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. (Ratnawaty
L, 2015, hlm. 15 Vol. 2)
Berdasarkan uraian di atas pernikahan Anang dan Catherina sah menurut
agama dan hukum positif Indonesia. Hanya saja tidak di catatkan, maka
suami-istri tersebut tidak memiliki bukti otentik. Akibatnya, perkawinan
tersebut tidak diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum
2. Alasan-alasan yang dapat diajukan sebagai dasar perceraian diatur dalam
penjelasan pasal 39 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
Suami berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan. Suami meninggalkan istri selama 2
(dua) tahun berturut-turut tanpa ijin istri dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya. Suami mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
Suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak istri. Suami mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami. Antara suami istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Suami melanggar taklik talak atau
peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak-rukunan
dalam rumah tangga. (Agustina R, 2021, hlm. 5.4)
Pada kasus pernikahan sirri di atas yang mengajukan perceraiannya di
Pengadilan Agama, harus meminta surat keterangan dari KUA mengenai
surat permohonan isbat nikah dari KUA. Dalam hal ini harus diajukan
permohonan isbat nikah didalam surat gugatannya, karena tanpa adanya
isbat/penetapan nikah maka dalam hukum positif tidak dapat diajukan
perceraiannya ke pengadilan agama karena seyogyanya perceraian yang sah
secara hukum akan ada bila adanya pernikahan yang sah pula secara hukum
positifnya. Oleh karena itu, di dalam surat gugatannya harus diajukan
permohonan isbat nikah

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai