Anda di halaman 1dari 3

Status Hukum Nikah Siri Tanpa

Sepengetahuan Keluarga
Pertanyaan tentang apa saja syarat nikah siri cukup sering diajukan. Sebelum membahas perihal apa
syarat nikah siri, termasuk syarat nikah siri tanpa sepengetahuan keluarga, mari pahami syarat sah
menikah di Indonesia terlebih dahulu.

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya


Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000

Pada prinsipnya, pernikahan sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaan kedua calon mempelai.[1] Bagi yang beragama Islam, pernikahan sah jika dilangsungkan
menurut hukum Islam.[2]

Bagi yang beragama Islam, agar sah, pernikahan harus memenuhi rukun nikah berikut:[3]

1. Calon suami;
2. Calon istri;
3. Wali nikah;
4. 2 orang saksi; dan
5. Ijab dan kabul.

Calon suami dan istri yang hendak melangsungkan pernikahan tidak boleh memiliki halangan
perkawinan, di antaranya:[4]

a. Calon istri tidak beragama Islam; atau


b. Calon suami tidak beragama Islam.

Jadi, agar pernikahan sah menurut hukum Islam, kedua calon mempelai suami-istri harus beragama
Islam dan pernikahan yang dilangsungkan memenuhi rukun nikah, termasuk saksi dan wali nikah.
Syarat ini juga berlaku bagi pasangan nikah siri. Sebab, nikah siri hukumnya sah secara agama asalkan
syarat dan rukun nikah terpenuhi, sebagaimana ditegaskan dalam Fatwa MUI tentang nikah siri.

Baca juga: Nikah Tanpa ‘Restu’ Orang Tua dalam Islam, Sahkah?

Nikah Siri Tanpa Sepengetahuan Keluarga, Apakah Sah?

Selanjutnya, membahas mengenai syarat nikah siri tanpa sepengetahuan keluarga, sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya, nikah siri sah jika memenuhi syarat dan rukun nikah, di antaranya yaitu dihadiri
2 orang saksi dan adanya wali nikah yang sah.

Jika nikah siri dilangsungkan tanpa sepengetahuan keluarga, namun memenuhi syarat 2 orang saksi dan
dinikahkan oleh wali nikah yang sah, maka nikah siri tersebut sah menurut hukum agama.

Jadi, menjawab pertanyaan nikah siri tanpa sepengetahuan keluarga apakah sah atau tidak, nikah siri
tersebut sah jika memenuhi syarat dan rukun menikah. Sebaliknya, jika pernikahan dilangsungkan oleh
wali nikah yang tidak sah, maka nikah siri tidak sah.
Pernikahan Wajib Dicatatkan ke KUA

Selain memenuhi syarat nikah, pasangan suami istri juga wajib mencatatkan perkawinannya ke
Kantor Urusan Agama (pegawai pencatat nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti
pencatatan perkawinan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan:

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Karena nikah siri tidak dicatatkan ke KUA, maka pasangan yang menikah siri tidak memiliki buku
nikah sebagai bukti telah diakuinya pernikahan oleh negara.

Nikah Siri Beda Agama, Ini Konsekuensi Hukumnya

Dalam pertanyaan, Anda menyebutkan bahwa Anda nikah siri beda agama tanpa sepengetahuan
keluarga Anda. Sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya, dalam menjawab pertanyaan ini kami
asumsikan pernikahan tersebut dilangsungkan menurut hukum Islam.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa agar pernikahan sah menurut hukum Islam, kedua calon mempelai
suami-istri harus beragama Islam. Jika rukun tersebut tidak terpenuhi, maka terhadap pernikahan
tersebut dapat diajukan pembatalan perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 73 KHI:

Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah:

a. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami
atauisteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut
Undang-Undang.
d. para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam
rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.

Cara Bercerai bagi Pasangan Nikah Siri

Tapi, bagaimana jika pernikahan sudah dilangsungkan dengan memenuhi syarat nikah siri dan rukun
nikah, tetapi pernikahan belum dicatatkan dan pasangan nikah siri ingin bercerai?

Hal yang dapat dilakukan pasangan nikah siri yang ingin bercerai adalah terlebih dahulu mengajukan
permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.[5] Setidaknya, terdapat 5 Langkah Permohonan Itsbat
Nikah yang dapat Anda tempuh.

Permohonan itsbat nikah ini dapat diajukan oleh suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan
pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.[6]

Setelah itsbat nikah, barulah diajukan gugatan cerai, dan kemudian Pengadilan Agama setempat akan
memberikan akta cerai sebagai bentuk telah putusnya perkawinan karena putusan hakim. Anda dapat
menyimak lebih lanjut penjelasan tentang pengajuan gugatan cerai dan pengurusan akta cerai dalam
Cara Mengurus Surat Cerai Beserta Pengajuan Gugatannya.

Terakhir, perlu diperhatikan, kondisi tidak serumahnya pasangan suami istri dan tidak diberikannya
nafkah oleh suami tidak serta merta memutus hubungan perkawinan, sebab perkawinan baru putus
secara hukum jika telah ada putusan cerai dari pengadilan.[7]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan
pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan
nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra
Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana


diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
2. Kompilasi Hukum Islam.

[1] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

[2] Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

[3] Pasal 14 KHI

[4] Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 KHI

[5] Pasal 7 ayat (2) KHI

[6] Pasal 7 ayat (4) KHI

[7] Pasal 123 KHI

Anda mungkin juga menyukai