Anda di halaman 1dari 3

Materi Bahtsul Masail Qanuniyyah PWNU Jawa Timur

di PP Sunan Bejagung Semanding Tuban


Sabtu-Ahad, 24-25 Jumadal Ula 1439 H /10-11 Februari 2018 M
1. Menyoal Pasal-Pasal Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam/KHI (PCNU Kab. Pasuruan)
Deskripsi Masalah
Pernikahan adalah bagian dari hal yang tdak terpisahkan dari kehidupan makhluk hidup di
dunia. Sebagai makhluk yang beragama dan berbudaya, pernikahan tdak hanya sebagai simbol
budaya, tapi juga bernilai sakral dengan pengakuan dari agama. Manfaatnya, bukan hanya dari
sudut keterjagaan agama pelakunya dari perbuatan keji, tapi juga memelihara garis keturunan.
Dari itulah, pernikahan harus dijaga dan perzinahan menjadi hal yang tabu, baik dari sudut budaya,
terlebih dari sudut agama.
Sebagai negara mayoritas muslim, Indonesia mengatur cara pernikahan. Aturan tertuang
dalam kompilasi hukum Islam (KHI) yang tdak hanya bersifat administratf di catatan sipil, tapi
juga berkaitan dengan hukum Islam yang tertuang dalam pokok ajaran Al Qur'an dan Hadits. KHI
menjadi pedoman dalam keberlangsungan pernikahan, mulai dari peminangan hingga perceraian
dan pengurusan anak. Namun, dari aturan tersebut ada banyak hal yang masih dipertanyakan
keabsahannya dari sudut hukum Islam, khususnya aturan dalam perceraian (BAB XI).
Beberapa pasal yang mengatur perceraian, secara hukum sosial terbilang bagus dalam upaya
mendamaikan dan melestarikan pernikahan. Akan tetapi, di sisi yang lain, "bisa" terjadi benturan
antara keputusan hukum agama dan pengadilan. Ambil contoh, shighat sharih talak adalah hak
suami, meski dengan gurau. Akan tetapi, pada pasal 115, 117 dan 123 disebutkan bahwa
perceraian bisa terjadi jika dilakukan ikrar di sidang Pengadilan Agama.
Ini sangat mungkin, kata cerai telah terucap tapi di persidangan tdak diputuskan cerai;
hukum agama bertentangan dan peradilan agama, karena Pengadilan Agama dapat mengabulkan
atau menolak permohohan (Pasal 130). Pada Pasal 143 juga disebutkan bahwa dalam pemeriksaan
gugatan perceraian Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, tanpa memandang apa
suami sudah menjatuhkan talak. Ini belum tentang aturan gugatan cerai yang boleh dilakukan oleh
pihak keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri (Pasal 73),
berikut pembatalan nikah dalam nikah poligami lantaran tdak ada izin Pengadilan agama (Pasal
71).
Aturan lainnya, pada pasal 116 menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan
atau alasan-alasan antara lain, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya atau salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Hal ini bisa menjatuhkan cerai pada pasangan
yang secara agama belum cerai. Bisa jadi dengan alasan, sudah ada taliq dalam surat nikah, apakah
taliq sepert itu sahh
Termasuk juga, soal akibat-akibat setelah jatuhnya putusan Pengadilan Agama (pasal 146),
bukan sejak ucapan talak dari pihak suami. Akibat dimaksud tentu di antaranya adalah iddah,
padahal iddah terhitung sejak suami menjatuhkan talak bukan sejak putusan Pengadilan. Terlebih,
pemeriksaan di Pengadilan Agama akan dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah
penerimaan berkas [pasal 141], terlebih pihak tergugat tdak siap [pasal 116 b] gugatan ditetapkan
sekurang-kurangnya 6 bulan setelah gugatan [141]. Sangat mungkin, keputusan hakim iddah
sudah terlewat yang terhitung sejak pengucapan talak suami.

Materi BM Tuban 2018 1


Gugatan cerai dari pihak istri dan suami menolak untuk menceraikan dengan mangkir dari
panggilan terakhir sampai 3 (tga) bulan, melalui Pasal 138 Pengadilan bisa memenangkan
penggugat (istri) yang tentunya perceraian dijatuhkan, meski suami tdak mengucapkan kata talak.
Pasal 144 bahwa apabila terjadi perdamaian, maka tdak dapat diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui
oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. (Tidak memandang apa suami sudah
menjatuhkan talak).
Pasal 146 bahwa suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempuntai kekuatan hukum yang tetap. (Iddah
tdak dihitung sejak suami menjatuhkan talak, padahal pemeriksaan akan dilakukan selambat-
lambatnya 30 hari setelah penerimaan berkas [pasal 141], terlebih pihak tergugat tdak siap [pasal
116 b] gugatan ditetapkan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah gugatan [141]).
Pertanyaan
Bagaimana sebenarnya pandangan fkih, tentang peran hakim dalam memutuskan perceraian,
khususnya dalam hal berikut:
a. Talak tdak dianggap kecuali di depan hakim Pengadilan Agama, sehingga perceraian di luar
sidang tdak dianggap, ketka di persidangan bisa diislahkan atau suami tdak ikrar talak di
persidangan (Pasal 115, 117, 131 dan 144).
b. Talak yang dianggap wuqu' setelah ada ketok palu hakim, meski talak telah dijatuhkan suami,
bisa berpengaruh pada hitungan talak; tga ucapan talak diputuskan hanya satu talak.
c. Hitungan iddah tentunya juga dimulai dari ketok palu hakim, meski sebelumnya kata talak
sudah terucap.
d. Pemberlakuan talak ta'liq talak yang tertera dalam buku nikah, terkait pasangan yang
meninggalkan rumah dalam jangka waktu 2 tahun (Pasal 133).
e. Memenangkan penggugat ketka tergugat mangkir dari panggilan terakhir dengan jarak 3 bulan
(Pasal 138).
2. Putusan Verstek Cerai Terhadap Suami dalam Perspekti Fikih (PCNU Kab. Bangkalan)
Deskripsi Masalah
Dinamika kehidupan pasangan suami istri terkadang berujung perceraian. Masyarakat
modern khususnya di perkotaan tdak jarang memilih menempuh sidang di pengadilan dibanding
bercerai secara langsung, terlebih ketka yang menghendaki perceraian adalah istri, dimana
biasanya, karena suami menikah lagi tanpa seizinnya atau karena istri sudah tdak cinta lagi pada
suami. Dalam kondisi demikian, Istri mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Namun
tdak jarang, karena suami masih menghendaki menjalin hubungan dengan istri, suami tdak
menghadiri persidangan. Sehingga setelah dilakukan pemanggilan, hakim Pengadilan Agama
memutuskan terjadinya cerai meski tdak dihadiri suami yang dalam istlahnya dikenal dengan
sebutan putusan verstek.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tdak hadir atau tdak juga
mewakilkan kepada orang yang dikuasakannya untuk menghadap, meskipun ia sudah dipanggil
dengan patut. Apabila tergugat tdak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap
putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum
tetap. Berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat
menjatuhkan putusan verstek, jika suami (sebagai tergugat) sama sekali tdak datang dan juga
tdak mewakili sama sekali kepada kuasanya.
Materi BM Tuban 2018 2
Pada prinsipnya setap orang yang diajukan sebagai Tergugat mempunyai hak untuk
mengajukan pembelaan diri. Suatu putusan Verstek hanya dapat dijatuhkan dengan syarat:
Tergugat telah dipanggil secara sah dan patut, namun tdak hadir tanpa alasan yang sah, dan juga
Tergugat tdak mengajukan eksepsi kompetensi (kewenangan) pengadilan.
Dari keputusan ini, sudah banyak wanita yang menikah lagi dengan lelaki lain karena
menganggap dirinya sudah tdak bersuami.
Pertanyaan
a. Bagaimana pandangan fkih terkait dengan putusan verstek yang dijatuhkan hakim pengadilan
hanya karena istri tdak cinta lagi atau karena suami menikah lagi tanpa izinh
b. Bagaimana status pernikahan istri dengan suami barunya atas dasar keputusan verstek inih
c. Jika tdak sah, maka langkah apa yang harus dilakukan terkait pernikahan keduah
d. Bagaimana setatus anak yang dihasilkan dari pernikahan keduah
3. Problematka Wanita Karier (PCNU Kab. Bojonegoro)
Deskripsi Masalah
Sri dan Jarwo sepasang suami istri. Sejak menikah, Jarwo tdak pernah memberikan nafah lahir
sama sekali kepada istrinya. Hal ini karena Jarwo suka main judi hingga banyak terlilit utang. Akhirnya
Sri bekerja sendiri dan sikapnya menjadi sering lebih berani kepada suaminya. Ia tdak pernah
melakukan pekerjaan rumah tangga, bahkan sering menghina suaminya. Walaupun saat ini suaminya
sudah tobat tdak berjudi, akan tetapi dia tetap tdak berusaha bekerja untuk menafahi Sri, karena
Jarwo lebih sering melakukan semua tugas rumah tangga sedangkan istri bekerja di luar.
Pertanyaan
a. Bolehkah seorang istri bekerja tanpa izin suami dengan kondisi sepert di atash
b. Termasuk nusyuzkah jika istri lebih bersikap berani pada suami yang tdak pernah
menafahinyah
c. Apa hukum tndakan suami yang sengaja tdak mau menafahi istrinyah
4. Keputusan Menteri Agama RI No 255 Tahun 2016 Tentang Pemberian Izin Kepada Yayasan
Lembaga Amil Zakat Iniak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Sebagai Lembaga Amil
Zakat Skala Nasional (PWNU)
Apakah Keputusan Menteri Agama RI No 255 Tahun 2016 sudah memenuhi/mewakili
pengangkatan amil syar’i sebagaimana dalam kitab fkihh (Sebagai perbandingan dapat dilihat
Keputusan BM PWNU Jawa Timur Pacitan 2014 dan Draf PWNU Jawa Timur dalam Munas NU
2017 di Lombok)

Materi BM Tuban 2018 3

Anda mungkin juga menyukai