Anda di halaman 1dari 5

UAS Hukum Acara Peradilan Agama .

Navilda Putri Rahmasari


126103201024
HTN 5A
1. Perbedaan antara permohonan Talak dengan gugat cerai di Pengadilan Agama

a. Permohonan Talak
• Seorang suami yang akan menjatuhkan Talak kpd isterinya mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis kpd Pengadilan Agama wilayah tempat tinggal isteri
disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu (ps
129 Kompilasi Bk I)
• Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tsb dan terhadap
keputusan tsb dapat dimintakan Banding atau Kasasi.
• Sidang Pengadilan Agama dilakukan selambat2nya 30 hari setelah Permohonan
diterima dan memanggil Pemohon atau isterinya untuk meminta penjelasan berkaitan
maksud menjatuhkan Talak
• Setelah pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan
ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan Talak serta ybs tidak mungkin hidup rukun
dalam rumah tangga , pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang ijin bagi
suami untuk mengikrarkan talak
• Setelah keputusan berkekuatan tetap , suami mengikrarkan talaknya didepan sidang
PA dihadiri oleh isteri atau kuasanya
• Bila suami tidak mengucapkan Ikrar Talak dalam tempo 6 (enam) bulan setelah
putusan Agama tentang Ijin Ikrar Talak maka hak suami untuk mengikrarkan Talak
gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh
• Setelah sidang penyaksian ikrar Talak Pengadilan Agama membuat penetapan
tentang terjadinya Talak rangkap 4 (empat) yang merupakan bukti perceraian bagi
bekas suami dan isteri helai pertama beserta surat Ikrar dikirimkan kpd Pegawai
pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan ,
helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri dan helai
keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.
b. Gugatan perceraian
• Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pd Pengadilan Agama yang
daerah hukumnya mewilayahi tempat penggugat , kecuali isteri meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa ijin suami.
• Dalam hal tergugat berkediaman diluar negeri Ketua PA memberitahukan gugatan
kpd Tergugat melalui Perwakilan RI setempat;
• Gugatan perceraian krn alasan ps 116 huruf b (meninggalkan tempat) dapat diajukan
setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah;
• Gugatan dapat diterima apabila Tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak
mau lagi kembali kerumah kediaman bersama;
• Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat dan
Tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan Pengadilan
dapat menijinkan suami atau isteri tsb untuk tidak tinggal serumah;
• Selama berlangsungnya gugatan perceraian Penggugat atau Tergugat , pengadilan
Agama dapat menentukan nafkah yang ditanggung suami , menentukan hal2 yg perlu
untuk menjamin terpeliharanya barang bersama , barang hak suami/isteri.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur
lebih detai mengenai Perkawinan, salah satunya mengenai batasan umur atau usia
seseorang untuk menikah.  Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, perkawinan tersebut
dapat diizinkan dengan berbagai persyaratan serta prosedur tertentu. Pengaturan
batasan umur seseorang dapat dilihat pada Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan yang
berbunyi:
“Perkawinan akan diizinkan apabila pihak dari suami sudah mencapai umur 19 tahun,
serta pihak dari perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.”
Tujuan ketentuan ini adalah untuk menjaga kesehatan suami istri serta keturunan dari
mereka. Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan fisik serta kesehatan mental yang
erat kaitannya dengan kematangan seseorang sebelum melakukan perkawinan.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, yang dimaksud dengan perkawinan dibawah
umur adalah, perkawinan yang dilakukan sebelum pihak pria mencapai usia 19
(sembilan belas) tahun, serta pihak perempuan belum mencapai usia 16 (enam belas)
tahun. Dibawah batas minimal usia tersebut maka harus mengajukan dispensasi nikah.
Pasal 7 ayat (2) jo. Pasal 1 huruf b UU Perkawinan dan PP Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan
bahwa pengajuan dispensasi itu harus diajukan ke Pengadilan sesuai dengan wilayah
tempat tinggal Pemohon. Maka, dalam hal ini kedua orang tua dari pihak laki-laki
atau kedua orang tua dari pihak perempuan harus mengajukan “Dispensasi Nikah” ke
Pengadilan, bagi yang beragama Islam (muslim) mengajukan ke Pengadilan Agama
(PA), dan bagi yang bergama non muslim mengajukan ke Pengadilan Negeri (PN)
untuk melaksanaan perkawinan dibawah umur.
3. Perjanjian perkawinan

A. Taklik talak; (ps 46 Kompilasi Bk I) , catatan : perjanjian Taklik Talak bukan


perjanjian wajib (ps 46 ayat 3 Kompilasi Bk I)
B. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Catatan :
• Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat
membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat nikah mengenai
kedudukan harta dalam perkawinan .
Perjanjian ini dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta
pencarian sepanjang tdk bertentangan dengan hk Islam;
• Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama atau harta
syarikat maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga (ps 48 Kompilasi Bk I)
• Perjanjian perkawinan mengenai harta mengikat kpd para pihak dan pihak ketiga
terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan .( ps 50 Kompilasi Bk I).
• Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberikan hak kepada isteri untuk
membatalkan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke
Pengadilan Agama .(ps 51 Kompilasi Bk I)
4. Perhitungan membagi harta warisan
Dalam Kompilasi hukum Islam BK II Kompilasi disebutkan dalam BAB IV AUL dan
Rad untuk lebih jelas saya kutipkan permasalahan perhitungan membagi harta warisan
dari buku Hukum Waris Islam disusun Ahmad Azhar Basyir MA , beliau menjelaskan
membagai harta warisan menurut hk waris Islam memerlukan cara yang unik sebab
angka-angka yang akan kita hadapi adalah angka-angka pecahan dari bagian ahli
waris yang telah ditentukan dalam Al Qur’an atau sunnah Rasul (“ Dzawil Furudl ” )
seperti telah disebutkan angka-angka pecacahan itu hanya terdiri dari 2/3 ;1/2; 1/3 ;
1/4 ; 1/6 ; 1/8
Perhitungan membagai Harta warisan untuk memudahkan perhitungan berapa
bagian masing-masing ahli waris yang ada dicari angka kali persekutuan terkecil
(KPT) yang dalam ilmu Faraidl disebut “ Asal masalah “ dan sering disingkat
“masalah” saja .
Cara menentukan asal masalah
Untuk mengetahui bagaimana cara menentukan asal masalah dalam ilmu Faraidl
digunakan istilah dengan cara sebagai berikut :
a. Apabila faktor-faktor penyebut berlainan yang satu tidak dapat membagi yang lain
dan tidak mempunyai pembagi persekutuan , misalnya angka pecahan 1/2 dan 1/3
disebut Mubayanah atau Tabayun .
Dalam hal ini cara mencari asal masalahnya adalah dengan jalan mengalikan faktor-
faktor penyebut yang satu dengan yang lain misalnya apabila angka pecahan yang ada
terdiri dari 1/2 dan 1/3 asal masalahnya 2X3 = 6 , apabila angka-angka pecahan terdiri
dari 2/3 dan 1/8 asal masalahnya 3X 8 =24 .
b. Apabila faktor-faktor penyebut berlainan tetapi yang satu tepat dibagi yang lain
misalnya angka pecahan 2/3 dan 1/6 disebut Mudakhalah atau Tadakhul dalam hal ini
asal masalah diambil dari faktor penyebut terbesar .Apabila angka-angka pecahan 2/3
dan 1/6 asal masalahnya 6 ;
c. Apabila faktor penyebut berlainan tetapi mempunyai pembagi persekutuan
misalnya angka-angka pecahan 1/6 dan 1/8 disebut Muwafaqah atau Tawafuq dalam
hal ini untuk mencari asal masalahnya harus kita ketahui dulu angka pembagi
persekutuannya yaitu selalu 2 , kemudian kita lakukan perkalian 1/2X salah satu
penyebut X penyebut yang lain ,
Apabila angka-angka pecahan yang ada ialah 1/4 dan 1/6 asal masalahnya = 1/2 X 4
X 6 = 12.
Angka-angka pecahan 1/6 dan 1/8 asal masalahnya 1/2 X 6X 8 = 24 .
c. Apabila faktor –faktor penyebut bersamaan misalnya 1/2 dan 1/2 disebut
Mumatsalah
atau Tamatsul , dalam hal ini asal masalhnya diambil dari salah satu faktor penyebut
yang ada.
5. Karena dalam Islam tidak dikenal anak angkat maka tidak ada waris bagi
anak angkat dan Para Ulama Indonesia melalui BK II Kompilasi Hukum Kewarisan
sepakat sebagai terurai pasal 209 menentukan :
1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan ps 176 s/d ps 191 BK II
Kompilasi Hk Kewarisan sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima
wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan
anak angkatnya.
2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi Wasiat Wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan orang tua angkatnya.
Dalam Buku II Kompilasi HK Kewarisan disebutkan wasiat adalah pemberian suatu
benda dari Pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah Pewaris
meninggal dunia (vide ps 171 huruf f )

Anda mungkin juga menyukai