Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL OBSERVASI

A. Latar Belakang
Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 1 yaitu Ikatan lahir batin
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Ynag Maha
Esa.
Perkawinan juga merupakan suatu peristiwa

yang sangat bersejarah dalam

lembaran hidup bagi mereka yang telah melangsungkan sehingga menyebabkan


terlibatnya seluruh kerabat, bahkan anggota masyarakatpun kadang-kadang memberikan
doa yang berupa petuah-petuah dan nasehat pada pasangan suami dan istri itu agar
rumah tangga yang dibina hidp dalam kerukunan, bahagia dan sejahtera. UU perkawinan
dan penjelasan umum menjelaskan tentang prinsip-prinsip atau asas-asas perkawinan
sebagai berkut.
Asas- asas perkawinan menurut UU No. 1 th 1974
Asas- asas yang terkandung dalam UU perkawinan sesuai dengan falsafah
Pancasila dan UUD 1945, maka UU ini harus dapat mewujudkan prinsip- prinsip yang
terkandung dalam Pancasiladan UUD 1945, dan harus dapat menamoung segala yang
hidup dalam masyarakat. Asas- asas ini tercantum dalam pada penjelasan umum tiga UU
perkawinan.
Asas- asas yang tercantum adalah :
a. Bahwa perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Untuk
itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, keduanya dapat
mengembangkan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan yang bersifat
material dan spiritual.

b. Perkawinan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan
kepercayaannya, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut
perundangan yang berlaku.
c. Perkawinan harus memenuhi administrasi dengan jalan mencatatkan diri pada
kantor pencatatan yang telah ditentukan oleh perundang- undangan.
d. Perkawinan menurut asas monogami, meskipun tidak bersifat mutlak karena
masih ada kemungkinan untuk beristri lebih dari seorang, bila dikehendaki
olehpihak- pihak yang bersangkutan dan ajaran agamanya mengijinkan untuk itu
ketentuan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undangundang.
e. Perkawinan dilakukan oleh pihak yang telah matang jiwa raganya atau telah
dewasa, kematangan ini sesuai dengan tuntutan jaman di manabaru dilancarkan
keluarga berencana dalam rangka pembangunan nasional.
f. Memperkecil dan mempersulit perceraian.
g. Kedudukan suami istri dalam kehidupan perkawinan adalah seimbang baik
kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
Melaksanakan perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tetapi kadang terjadi sebaliknya, di
dalam rumah tangga yang terbentuk itu tidak terdapat kerukunan dimana suami dan istri ,
karena sebab-bebab tertentu yang tidak dapat diperbaiki oleh kedua belah pihak, sehingga
mengakibatkan perkawinan itu tidak dapat diteruskan lagi dan harus terputus di tengah
jalan.
Kehidpan perkawinan dalam masyarakat terkadang dengan suatu sebab atau
beberapa sebab menjadi buruk, bahkan kadang-kadang buruknya tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi, dan kehidupan antara suami dan istri tidak dapat di lanjutkan lagi, maka
terjadilah perceraian.
Undang-undang perkawinan mengatur secara ketat untuk mencegah dan
membatasi terjadinya perceraian serta tidak membolehkan mereka yang akan melakukan
perceraiann hanya dengan permufakatan serta ditetapkan oleh pengadilan. Maka bagi
mereka yang beragama Islam dapat di selesaikan di Kantor Pengadilan Agama.

Seiring dengan dipersulitnya perceraian, maka perceraian mungkin dilaksanakan


dengan salah satu alasan yang sah menurut peraturan yang berlaku. UU perkawinan yaitu
UU No. 1 tahun 1974 dengan aturan pelaksanaan PP No. 9 Tahun 1975 dalam pasal 919
mengemukakan secara rinci alasan-alasan untuk dapat melakukan tata cara perceraian,
yaitu pasal 14 s.d 36. dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa ada 2 macam
perceraian yaitu :
1 . Cerai Talak
Khusus bagi mereka yang beragama Islam, seperti dalam pasal 4 peraturan
pelaksanaan disebutkan, seorang suami akan menceraikan istrinya mengajukan surat
kepada pengadilan di tempat tinggalnya, ynag berisi pemberitahuan bahwa ia
bermaksud menceraikan istrinya dsertai dengan alasannya serta meminta kepada
pengadilan agar diadakan siding untuk keperluan itu.
1. Cerai Gugat
maksud dari cerai Gugat adalah perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan
lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan dengan putusan pengadilan
( Wantijk Salehh, 1981:40)
B. Tata Cara Perceraian di Pengadilan Agama Bantul
Tata cara perceraian diatur dalam UU Perkawinan pasal 39 s.d 41 dan peraturan
Pemerintah No. 9 Th. 1979 psl 14 s.d 36. UU No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 39 aayat 1
menyebutkan, bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan yang
bersangkutan berusaha, dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak . Pasal 40
ayat 1 menyatakan bahwa gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan. Pengadilan Agama
bagi mereka yang beragama Islam, dan Pengadilan Negeri bagi mereka yang selaina
agama Islam.
Dengan adanya UU perkawinan, maka setiap perceraian yang terjadi senantiasa
tidak akan terlepas dari proses pengadilan. Begitu juga perceraian yang terjadi di
Pengadilan Bantul.

Perceraian dilakukan oleh pasangan suami Isrtii dimuka persidangna pada


pengadilan yang berwenang , karena bersanbgkutan gagal dalam membina rumah tangga
dan untuk menghindari serta mengakhiri terjadinya perselisihan yang berlarut-larut yang
dapat membahayakan daripada kedua belah pihak dan demikebahagiaan suami istri yang
dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian.
Bagi psangan suami istri yang bertempat tinggal di Kabupaten Bantul, yang telah
melakukan perkawinan menurut agama Islam apabila maksud mengadakan perceraian
maka mereka dating ke Pengadilan Agama dan Meminta pengadilan agar diadakan sidang
demi keperluan itu dengan cara :
1. Mengajukan Surat Permohonan Cerai talak/cerai gugat.
Pasangan Suami Istri yang telah melangsungkan perkawinan san akan
melaksanakan perceraian terlebih dahulu mengajukan perceraian yang ditujukan
kepada ketua Pengadilan Agama Bantul. Surat permohonan itu di buat secara
tertulis dan ditandatangani sendiri oleh pemohon. Petugas yang ditunjuk adala
panitera. Panitera membuat surat tersebut secara tertulis tentang kehendak
pemohon tersebut dan yang menandatangani adalah pemohon untuk menunjukkan
KTP dan kutipan akta nikah untuk diperiksa apakan Pengadilan Berwenang
memeriksa dan mengadili perkara tersebut atau tidak. Panitera kembali
menanyakan apakah pemohon benar-benar akan cerai, apabila pemohon tetap
ingin bercerai surat permohonannya segera diproses :
Adapun surat isi gugatan permohonan tersebut adalah :
a. menerangkan telah terjadi perkawinan yang sah antara penggugat dan tergugat
b. menerangkan alas an-alasanya pemohon berkeinginan untuk bercerai, alas an
dibuat secara urut dari terjadinya pertengkaran ampai gugatan cerai.
c. Memohon kepada pengadilan agama agar tuntutannya atau permohonannya
diterima dan di beri keputusan yang seadil-adilnya.
Tidak ada perbedaan yang menonjol dala surat permohonan cerai. Dalam surat
permohonan cerai talak pemohon meminta kepada PA agar memberi ijin suami untuk
mengucapkan ikrar talak terhadap istri sehingga pernikahan itu putus karena perceraian.

Pada bagian akhir surat mengharapkan agar ketua Pengadilan agama membuka
persidangan dengan menghadirkan pemohon dan termohon, surat tersebut ditandatangani
pemohon sendiri.
Selanjutnya surat tersebut didaftarkan kepaniteraan Pengadilan Agama dengan
dilampiri surat-surat :
1. sutar keterangan tempat tinggal
2. foto copy KTP
3. foto copy Surat Akta Nikah
kewajiban pemohon membayar porsekot yang jumlahnya ditentukan. Adapun setelah
persyaratan lengkap, petugas panitera akan mencatat surat permohonan perceraian ke
dalam buku register gugatan yang telah disediakan di kepaniteraan.
2. Panggilan Sidangan
Surat permohonan perceraian atau gugatan perceraian diajukan kepada ketua
Pengadilan Agama untuk memperoleh penetapan Hakim yang akan memeriksa
dan mengadili. Pemohon harus menunggu pengadilan untuk sidang selambatlambatnya 30 hari setelah pendaftaran.
Ketua Pengadilan Agama yang telah menerima dan membaca surat
permohonan atau gugatan perceraian kemudian mengeluarkan surat penetapan
yang isinya menunjuk dari hakim yang terdiri dari : 1 hakim ketua dan 2 hakim
Anggota, hakim yang telah terbentu maka harus menetapakan :
a. HAri, tanggal, jam sidang guna memeriksa perkara yang sudah
diajukan
b. Memerintahkan kepada panitera atau panitera pengganti untuk
memanggil para pihak yang berperkara untuk menghadap ke muka
pengadilan serta membawa saksi saksi dan alat bukti dalam perkara
yang diperiksa.
c. Memerintahkan kepada panitera atau panitera pengganti yang ditunjuk
untuk memberitahukan kepada penggugat dan tergugat dengan
dilampiri sehelai turunan surat permohonan gugatan perceraian dengan
diberitahu apabila dikehendaki surat permohonan tersebut untuk

dijawab secara tertulis maupun melalui kuasanya dan harus diajukan


sewaktu sidang.
d. Tenggang waktu antara hari sidang dengan hari panggilan
Panitera pengganti atas Ketua Majelis Hakim akan memanggil para
pihak yangberperkara dengan surat panggilan supaya menghadap
sidang sesuai tanggal, jam, untuk menghadapkan saksi-saksi yang
diperlukan guna didengar kesaksiannya serta diikuti barang bukti yang
diperlukan.
3. Persidangan
Para pihak yang berperkara datang ke dalam persidangan pada hari,
tanggal dan jam persidangan yang telah ditentukan, maka persidangan dibuka
untuk umum.kepada termohon diserahkan sehelau surat turunan permohonan atau
gugatan perceraian yang telah diajukan penggugat dengan diterangkan bahwa
gugatan harus dijawab baik secara lesan atau tertulis serta ditandatangani oleh
termohon atau tergugat atau kuasanya pada hari persidangan.
Acara persdangan akan dilakukan dalam berbagai tahap. Adapun tahaptahap persidangan yang dilakukan adalah :
a. Pembacaan Surat Permohonan atau gugatan perceraian
pemanggillan oleh para pihak oleh juru sita atau juru sita pengganti harus
bertemu langsung untuk menanyakan kepada pemohon apakah diteruskan
atau tidak. Apabila diteruskan hakim menyatakan persidangan tertutup untuk
umum. Mulaillah acara persidangan antara tergugat dan pengugat yang
diawali dengan pembacaan surat permohonan oleh pemohon dihadapan
majelis hakim.
Pembacaan surat permohonan selesai hakim menanyakan kepada pemohon
apakah permohonannya perlu ditambah atau di ubah. Jika perlu ditambah ,
hakim segera menyuruh kepada pemohon untuk mengubah surat
permohonan tersebut, maksudnya agar dikemudian hari tidak ada hal yang
disesali setelah jatuhnya putusan.

b. Jawaban Tergugat
Surat permohonan yang diajukan pemohon sudah lengkap maka majelis
Hakim memberi kesempatan kepada tergugat untuk menjawab surat
permohonan secara lesan. Jawab menjawab secara lesan antara penggugat
dan tergugat berdasarkan surat permohonan yang dibacakan majelis hakim,
hal ini dilakukan di depan sidang pengadilan. Sekiranya jawab menjaawab
dicukupkan maka hakim menanyakan persidangan dilanjutkan pada tahap
berikutnya, tetapi kalau dalam tahap ini mengalami jalan buntu hakim akan
menanyakan sidang di tutup dan dilajutkan lain waktu menunggu panggilan
sidang.
c. Replik Pengugat
Proses persidangan tidak selalu antara penggugat dan tergugar hadir dalam
acara tersebut. Kadang kala salah satu pihak yang datang dan pihak lain
tidak datang, kadang-kadang kedua belah pihak datang. Proses persidangan
yang seperti ittu maka majelis hakim memutuskan kepada tergugat atau
kuasa hukumnya untuk memberikan jawaban secara tertulis atas gugatan
tersebut.
d. Duplik Tergugat
pertanyaan pertanyaan yang telah dijawab baik tanggapan yang telah
diberikan atas replik dari terguagat itu dimaksudkan tidak lain untuk
mengetahui dan menetukan pokok persengketaan. Sehingga jelas apa yang
menjadikan alasan seseorang mengajukan perceraian. Jawab menjawab
secara tertulis berlangsung sekurang-kurangnya sampai 3 kali sidang. Dari
jawab menjawab antara penggugat dan tergugat telah diketahui apa yang
menjadi pokok persengketaan, maka jawab menjawab cukup dan dinyatakan
selesai oleh hakim dan dimulailah dengan acara pembuktian.

e. Pembuktian
Berakhirnya jawab menjawab antara penggugat dan tergugat akan dapat
diketahui hakim apa yang sesungguhnya disengketakan. Tugas hakim
selanjutnya adalah mengkonstatir, mengkwalifisir, dan mengkonstituir,
berarti hakim harus mengenal terutama hukum acara.
Peristiwa atau fakta yang disajikan oleh para pihak, maka hakim harus pasti
akan peristiwa yang diajukan itu. Hakim harus mengukur kebenaran
peristiwa yang bersangkutan. Kebenaran itu dapat di peroleh dengan
pembuktian. Membuktikan disini berarti memberi dasar-dasar yang cukup
kepada hakim yang memeriksa suatu perkara yang bersangkutan untuk
memberi kepastian tentang kebenaran yang diajukan.
Pembuktian ini mempunyai tujuan agar putusan hakim yang diberikan
berdasarkan atas pembuktian tersebut, sehingga putusan tersebut diharapkan
bersifat objektif dan tidak memihak kepada salah satu pihak.
Hakim dalam proses ini harus menemukan dan menentukan peristiwanya
atau hubungan hukumnya dalam memberlakukan atau menerapkan
hukumnya terhadap peristiwa yang ditetapkan. Peristiwa-peristiwa relevan
itulah yang dibuktikan, sedang yang membuktikan adalah para pihak. Alat
bukti yang dapat digunakan antara lain alat bukti tertulis, pengakuan dan
saksi. Dari pembuktian itu hakim dapat mengetahui dan menentukan suatu
perkara dan memutuskannya perkara tersebut. Namun sebelum memutuskan
putusan hakim harus melakukan upaya perdamaian.
f. Upaya Perdamaian
Pemeriksaan dimulai dengan dibukannya persidangan oleh Ketua Majelis
hakim dengan menyatakan persidangan di buka untuk umum, kemudian
panitera pengganti memanggil untuk masuk menghadapi persidangan.
Hakim kemudian menanyakan kepada pihak yang berperkara tentang
identitas para pihak. Hakim memberi nasehat supaya tidak melakukan
perceraian dan mengupayakan supaya berfikir dan hidup rukun kembali.

Apa bila hakim tidak berhasil menasehati maka hakim akan menayakan
kebenaran dari keterangan para saksi kepada pemohon untuk membela diri
apabila keterangan para saksi tersebut ada yang tidak benar.
Setelah meminta keterangan saksi-saksi dirasa cukup, selanjutnya pengajuan
alat bukti. Hakim akan menayakan kebenaran alat bukti tersebut. Apabila
fotokopi, hakim akan mencocokkan dengan aslinya.
Hakim kemudian melanjutkan kembali upaya untuk menasehati pemohon
supaya memikirkan permohonannya. Apabila berhasil akan masalah ini BP4
yang akan ditunjuk, dan bagi yang tidak berhasil memberi nasehat, maka
hakim akan memberikan putusan berdasarkan pertimbangan yang diperoleh
dalam persidangan, sedangkan pemohon diberi sehelai turunan surat
permohonan.
g. Putusan hakim
Pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan hakim akan mendasari putusan
yang akan dijatuhkan. Sebelum hakim menjatuhkan putusannya sekali lagi
hakim berusaha menasehati pemohon. Pemohon atau pengugat setelah
ditanya hakim dan menjawab diteruskan, selanjutnya hakim menyatakan
sidang di buka untuk umum, yang dilanjutkan dengan pembacaan putusan
hakim. Putusan hakim pengadilan agama mengenai cerai talak adalah :
1) mengabulkan permohonan pemohon
2) memberi ijin kepada pemohon untuk mengikrarkan talak kepada istrinya
3) membebankan pemohon untuk membayar perkara.
Setelah putusan selesai dibacakan hakim, panitera membuat berita acara
dipersidangan dan salinan putusannya. Ikrar talak sebelum diucapakan pemohon, hakim
kembali berusaha menasehati pemohon, bila tidak berhasil hakim akan bertanya apakah
pemohon siap untuk menerima akibat dari perceraian. Hakim memerintahkan pemohon
untuk mengikrarkan talak di depan pengadilan.
Suami setelah selesai mengucapkan ikrar talak, hakim membacakan putusan
mengenai cerai talak. Putusan yang telah diucapkn oleh hakim tersebut mempunyai
kekuatan hukum tetap dan selanjutnya hakim menyatakan siding di tutup. Panitera

membuat salinan putusan dan mencatatkan sidang di tutup. Panitera membuat salinan
putusan dan mencatatkan register perceraian yang disediakan oleh pengailan Agama.
Putusan perceraian yang telah di catat, panitera akan mengirimkan salinan
keputusan perceraian de KUA tempat domisili dan KUA dimana perkawinan telah
berlangsung.
Keputusan hakim Pengadilan Agama akan memutuskan cerai gugat, telah
dibacakanya, kemudian panitera membuat berita acara persidangan dengan salinan.
Salinan keputusan tersebut dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi Agama
melalui pengadilan agama dalam waktu 14 hari. Setelah salinan putusan diberitahukan
kepada pihak atau satu bulan setelah ditempelkan di papan pengumuman pengadilan
agama . bila tidak ada upaya naik banding maka keputusan tersebut telah memiliki
kekuatan hukum tetap. Jika naik banding maka putusan tersebut belum mempunyai
kekuatan hokum tetap. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, panitera akan
mencatat dalam register perceraian.
C. Upaya lembaga BP4 dalam Pencegahan Perceraian
Lembaga penasehat perkawinan dan pelestarian ( BP4) bukan merupakan
badan/instansi pemerintah resmi, tetapi BP4 merupakan badan lembaga semi resmi yang
ada di lingkungan departemen agama. BP4 iini bertujuan untuk membantu memberikan
nasehat bagi pasangan suami istri yang tidak jadi bercerai. Melihat kenyataan yang ada
pada tingkat perceraian yang terjadi di Pengadilan agama yang dapat di damaikan, maka
BP4 membantu untuk menangani masalah tersebut. Upaya ynag dilakukan dalam
pencegahan percerain adalah dengan memberikan nasehat-nasehat, pengarahanpengarahan agar pasutri ini rukun kembali sehingga rumah tangga yang telah dibentuk
hidup dalam kerukunan , kebahagiaan dan kesejahteraan.

D. Akibat hokum perceraian terhadap Anak dan harta Perkawinan.


Berdasarkan keputusan hakim dan yang mempunyai ketetapan hukum berakibat terhadap
anak maupun harta perkawinan.

Akibat hukum terhadap anak pabila terjadi perceraian dalah :


1.

Bapak/ibu mempunyai kewajiban untu memelihara dan mendidik anak-ananya


demi masa depan.

2.

bapak bertanggungjawab ats semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang


diperlukan. Bapak yang tidak mampu, pengadilan menentukan ibu ikut
menanggyug biaya tersebut.

Akibat hukum terhadap harta perkawinan adalah pengadilan menyerahkan pembagian


kepada para pihak. Jika tidak ada kesepakatan hakim membantu dalam pembagiaan harta
itu dengan mempertimbangkan rasa keadailamn yang wajar.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas tentang cara/proses pelaksanaan perceraian di
Pengadilan Agama Bantul dalam tugas kuliah ini, maka dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut : Bahwa tata cara pelaksanaan perceraian yang telah dilaksanakan oleh
pengadilan Agam Bantul berpedoman pada ketentuan yang ada dalam UU No. 1 th 1974
dalam pasal 39 s.d 41 dan dalam peraturan Pemerintahan no. 9 Th 1975 pasal 14 s.d 36.
Ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut menjelaskan bahwa perceraian ada
2 macam yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak maupun cerai gugat kedunaya
harus mempergunakan salah satu alasan perceraian. Cerai talak adalah cerai yang
diajukan oleh pihak suami yang hendak menceraikan istrinya. Cerai gugat adalah cerai
yang diajukan oleh pihak istri yang hedak menceraikan suaminya.
Tata cara pelaksanaan perceraian yang telah dilaksanakan oleh pengadilan agama
kabupaten Bantul berpedman pada UU No. 1 tahun 1974 meliputi :
1. Surat pemberitahuan atau surat gugatan
2. Pemanggilan
3. Persidangan
4. Upaya perdamaian
5. Putusan hakim
Perceraian dianggap sah dan berlaku menurut pengadilan agama adalah :
1. Cerai talak semenjak suami mengucapkan ikrar talak di depan persidangan atau
dinyatakan di dalam persidangan.
2. Cerai gugat semenjak jatuhnya putusan pengadilan agama yang telah mempunyai
kekuatan hokum tetap.

Anda mungkin juga menyukai