Tugas Kelas B
Dosen Pengampu:
Dr. H. M. Ismail, M.H, M.Si
Disusun Oleh :
Kelas B
Politik Agraria | i
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas berkat, rahmat, dan karunia dari Allah SWT. Kami dari
kelompok 1dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah POLITIK AGRARIA. Selain itu Kami menyusun
makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami.Mungkin makalah yang kami
buat ini belum sempurna karena kami juga masih dalam proses belajar, oleh karena itu
kami menerima saran ataupun kritikan dari segala pihak agar makalah selanjutnya bisa
lebih baik dari sebelumnya.
Kami berterimakasih kepada kakak senior kami yang telah memberikan beberapa
arahan dalam perampungan makalah, juga dalam mencari buku-buku sebagai sumber
refrensi, kami juga berterimakasih kepada bapak Dr. H.M. Ismail, M.H, M.Si selaku
dosen pengampu dalam mata kuliah Politik Agraria.
Penyusun
Politik Agraria | ii
DAFTAR ISI
BAB 1
A. Latar Belakang1
B. Sejarah Manusia dengan Tanah6
C. Geografi dan Demografi8
D. Pengertian Agraria 12
E. Pengertian Hukum Agraria 13
F. Pengertian Hukum Tanah 17
G. Pengertian Hukum Agraria 20
H. Pengertian Hukum Agraria Sebelum Adanya UUPA22
I. Sejarah Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria 30
J. Tujuan Undang-Undang Pokok Agraria 32
K. Asas-Asas dalam Undang-Undang Agraria 33
L. UUPA Sebagai Hukum Agraria Nasional34
DAFTAR PUSTAKA37
RINGKASAN50
BAB 2
A. Latar Belakang54
B. Pengertian Sejarah dan Politik Agraria 55
C. Politik di Bidang Agraria Sebelum Kemerdekaan58
D. Politik di Bidang Agraria Pada Zaman Penjajahan Belanda75
E. Zaman VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) Tahun 1602-179977
F. Zaman Gubernur General Mr. Herman Daendles (1808-1811)79
G. Zaman Raffles (1811-1815)81
H. Zaman Van Den Bosch (Cu Iturstelsel – 1930)81
I. Agrariche Wet S. 1870 No. 5583
J. Hak-Hak Tanah Menurut Hukum Adat84
K. Hak-Hak Tanah Menurut Hukum Barat87
L. Politik di Bidang Agraria Sesudah Kemerdekaan89
RINGKASAN95
DAFTAR PUSTAKA105
BAB 4
A. Latar Belakang158
B. Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut Hukum Agraria di Indonesia 158
C. Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah Menurut Hukum Agraria di Indonesia159
D. Pendaftaran Tanah dan Pelaksanaannya161
E. Obyek Pendaftaran Tanah162
F. Sistem Pendaftaran yang Digunakan163
G. Penyelenggaran dan Pelaksana Pendaftaran Tanah163
H. Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA169
I. Macam-Macam Hak Atas Tanah170
J. Hak-Hak yang Bersifat Sementara177
K. Sistematika UUPA178
RINGKASAN180
DAFTAR PUSTAKA194
Politik Agraria | iv
BAB 5
A. Latar Belakang199
B. Pengertian Kebijakan 201
C. Pengertian Administrasi Negara205
D. Hukum Administrasi Negara207
E. Hukum Agraria210
F. Pengertian Hukum Adat214
G. Hukum Barat221
H. Hukum Agraria Nasional224
I. Administrasi Agraria di Indonesia231
RINGKASAN237
DAFTAR PUSTAKA246
BAB 6
A. Latar Belakang253
B. Masa Kerajaan Kutai255
C. Masa Kerajaan Banjar260
D. Masa Kerajaan Sriwijaya267
E. Masa Kerajaan Majapahit271
F. Zaman VOC (1602-1870)280
G. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda285
H. Zaman Jepang294
I. Zaman Kemerdekaan304
J. Sejarah Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria310
RINGKASAN317
DAFTAR PUSTAKA326
Politik Agraria | v
BAB 7
A. Latar Belakang331
B. Tugas Pokok dan Fungsi Agraria di Indonesia332
C. Tata Tertib Pertahanan di Indonesia343
D. Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertahanan345
E. Penatagunaan Tanah Pertanian346
F. Penyediaan dan Penggunaan Tanah Bagi Keperluan Perusahaan348
G. Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah Untuk Tanaman-Tanaman Tertentu351
H. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah359
RINGKASAN364
DAFTAR PUSTAKA373
Politik Agraria | vi
Hubungan Manusia Dengan
Tanah
Nama Kelompok :
Adino Opie T.W (I91218062)
Ach Zamruddin (I71218037)
Adien Muliawati (I71218038)
Amar Aka (I91218064)
Politik Agraria | 1
BAB I
Hubungan Manusia Dengan Tanah
A. Latar Belakang
Manusia dengan tanah sejak dulu memiliki keterkaitan yang erat, Persoalan tentang
tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting oleh karena
sebagian besar daripada kehidupan manusia adalah sangat tergantung pada tanah.
Tanah dapat dilihat sebagai suatu yang mempunyai sifat permanent dan dapat
dicadangkan untuk kehidupan masa yang akan datang. Tanah adalah tempat
pemukimandari umat manusia disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka
yang mencari nafkah melalui pertanian serta pada akhirnya tanah pulalah yang
dijadikan tempat persemayaman terakhir bagi seorang yang meninggal dunia.1
Tanah mempunyai peranan peranan yang sangat besar dalam dinamika
pembangunan, maka didalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 3 Ayat (3) disebutkan
bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan
mengenai tanag juga dapat kita lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut
dengan UUPA.
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut
permukaan bumi.Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala
aspeknya, melainkan di sini mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam
pengertian yuridis disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal
4 ayat(1) UUPA yaitu “ Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hakatas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.2
Semua hak atas tanah itu mempunyai sifat-sifat kebendaan (zakelijk karakter),
yaitu: (1) dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, (2) dapat dijadikan jaminan
suatu hutang, dan (3) dapat dibebani hak tanggungan. Tanah merupakan salah satu
kebutuhan primer manusia untuk sarana berlindung serta melakukan berbagai aspek
kegiatan, manusia tidak bisa terlepas dari tanah, karena dengan tanah manusia dapat
melakuakn pembangunan atau melakukan perekonomian seperti melakukan
penanaman saham, baik dari aspek pertanian maupun pembangunan ruko lainnya.
Dalam pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan
meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sebagai capital
asset, tanah telah tumbuh. sebagai benda ekonomi yang sangat penting, tidak saja
sebagai bahan perniagaan tapi juga sebagai obyek spekulasi. Disatu sisi tanah
harusdipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat dan disisi lain harus dijaga kelestariannya.3
1
Abdurachman, Masalah Pencabutan Hak dan Pembebanan Atas Tanah di Indonesia, Seri
Hukum Agraria I, Alumni, Bandung, 1978, hlm. 11.
2
Urip santoso, S.H.,M.H. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, PT Fajar Interpratama
offset, Jakarta, hlm.10.
3
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Bayumedia,Malang,2007, hlm. 1
Politik Agraria | 2
Pengertian Manusia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Manusia adalah Makhluk yang berakal
budi/insanulkamil artinya makhluk yang paling sempurna. Manusia sebagai makhlauk
yang berpolitik (zon politicon), makhluk yang bermasyarakat, makhluk yang berbudaya,
makhluk yang berbahasa, makhluk yang berbicara (Nata, 2009 : 29).
Manusia adalah makhluk Allah, namun dia mempunyai kedudukan khusus dan
berperan dalam wujud kehidupan ini. Yang memberikan peran dan kedudukan ini adalah
penciptanya sendiri yaitu Allah SWT. Manusia dituntut untuk melihat manusia dengan
berpijak di atas dasar itu, dan memakai kacamata yang sama pula. Manusia adalah salah
satu jenis makhluk ciptaan Allah. Akan tetapi, di antara sekian makhluk, manusialah yang
termulia bagi Allah.4
Menurut Adz-Dzaky (2004 : 13), manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling
sempurna, baik dari aspek jasmaniyah lebih-lebih rohaniyahnya. Manusia adalah makhluk
paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT kesempurnaan yang dimiliki oleh
manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka
bumi ini (Adz-Dzaky 2004 : 13)
Pengertian Manusia Menurut Para Ahli
a) Ludwing Binswanger: Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan
untuk mengada, suatu kesadaran bahwa ia ada dan mampu mempertahankan
adanya di dunia.
b) Thomas Aquinas: Manusia adalah suatu substansi yang komplit yang terdiri dari
badan dan jiwa.
c) Marx: Manusia adalah entitas yang dapat dikenali dan diketahui.
d) Spinoza, Goethe, Hegel, dan Marx: Manusia adalah makhluk hidup yang harus
produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan tindakan mengekpresikan
kekuasaan manusiawinya yang khusus, dan menguasai dunia dengan kekuasaannya
ini. Karena manusia yang tidak produktif adalah manusia yang reseptif dan pasif,
dia tidak ada dan mati.
e) Betrand Russel: Manusia adalah maujud yang diciptakan dalam keadaan bersifat
mencari keuntungannya sendiri.
f) Jujun S. Suriasumantri: Manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan
among (unique) di dalam ekosistem, namun juga amat tergantung pada ekosistem
itu dan ia sendiri bahkan merupakan bagiannya.
Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan manusia adalah makhluk yang
paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah baik dari segi jasmani dan rohaninya
karena manusia adalah makhuk yang bermasyarakat dan makhluk yang berbudaya.
4
. Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm.
33
Politik Agraria | 3
Pengertian Tanah
Tanah merupakan lapisan teratas lapisan bumi. Tanah memiliki ciri khas dan sifat-sifat
yang berbeda antara tanah di suatu lokasi dengan lokasi yang lain. Menurut Dokuchaev
(1870) dalam Fauizek dkk (2018), Tanah merupakan kumpulan butiran (agregat) mineral
alami yang bisa dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat tersebut diaduk dalam air
atau kumpulan mineral, bahan organic dan endapan-endapan yang relative lepas (loose),
yang terletak diatas batuan dasar (bedrock).5
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah
mengalami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan
macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat
perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.
Menurut Das (1995), dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan
sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruangruang
kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Menurut Hardiyatmo (1992) dalam
Apriliyandi (2017), tanah adalah ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan
oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap di antara partikel-
partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya.
Menurut Bowles (1989) dalam Fauizek dkk (2018), tanah adalah campuran partikel-
partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
a) Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar
dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm,
fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
b) Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
c) Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari
kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
d) Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau
dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan
ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.
e) Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.
f) Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil dari
0,001 mm.
5
Foth, H. D., 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Purbayanti, E. D., D. R. Lukiwati, dan R.
Trimulatshih., penerjemah; Hudoyo. A. B., penyunting. Terjemahan dari: Fundamental of
Soil Science. Yogyakarta : UGM Press.
Politik Agraria | 4
Aspek dalam menguasai suatu tanah adalah merupakan salah satu bentukpolitik
Agraria, serta dengan memiliki tanah adalah salah satu bentuk kesejahteraan suatu
masyarakat. Maka dari itu sebagai masyarakat yang baik dan taat aturan agar memiliki
surat kepemilikan tanah yang diurus oleh pemerintah setempat agar
pemanfaatannyaatau pengguanaanya tidak dapat menimbulkan sengketa yang
berkelanjutan, sehingga dengan mempunyai surat kepemlikan tanah yang sah,
contohnya berupa sertifikat yang dilakukan dengan jual-beli, maka akan terhindar dari
sengketa tanah.
Selanjutnya menurut pendapat Sangsun dalam bukunya yang berjudul Tata Cara
Mengurus sertifikat Tanah disebutkan bahwa : “peralihan hak-hak atas tanah sangat
erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), karena dalam pemindahan
hak atas tanah melalui jual beli, maupun memalui pewarisan, pemisahan hak bersama,
dan yang lainya untuk memperoleh kepastian hukum atas sebidang tanah memerlukan
perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten sesuai
dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut dapat tercapai melalui
pendaftaran tanah6
Dalam kehidupan era modern seperti ini saja, masih marak masyrarakat yang buta
hukum, kurang pemahaman akan pentingnya sertifikat tanah, maka tidak jarang adanya
suatu perselisihan perdata tentang kepemilikan sebidang tanah yang tidak mempunyai
sertifikat, padahal sertifikat adalah salah satu tanda bukti. Menurut KBBI sertifikat
diartikan sebagai surat keterangan tanda buktipemegang atas hak atas tanah dan
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan penerbitan sertifikat tanah hakatas
tanah bahwa telah menerangkan seseorang itu mempunyai hakatas suatu bidang tanah.
Salah satu hak kebendaan atas tanah yang diatur dalamPasal 16 ayat (1) UUPA
adalah hak milik hak atas tanah yang paling kuat dan terpenuh.terkuat menunjukan
bahwa jangka waktu hak milik tidak terbatas, serta hakk milik juga terdaftar dengan
adanya “tanda bukti hak” sehingga memiliki kekuatan. Terpenuh maksudnya hak milik
memberi wewenang kepada empunya dalam hal peruntukannya tidak terbatas.6Dalam
Pasal 19 Ayat 2 huruf c UUPA bahwa pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Maksud bunyi pasal diatas dengan
adanyasertifikat menentukan kepemilikan bidang tanah dan merupakan alat bukti yang
kuat. Menurut teorikepastian hukum yang dianut oleh Otto teori kepastian hukum
dibagi kedalam tiga poin, dimana salah satunya menyebutkan “Warga secara prinsipil
menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.”
6
Sangsun, 2008, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visi media, Jakarta, hlm.10
Politik Agraria | 5
Tanah juga merupakan faktor terpenting bukan saja di saat manusia masih hidup
tetapi disaat manusia meninggal dunia, membutuhkan tanah sebagai tempat
peristirahatan yang terakhir. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia adalah
bahwa kehidupan manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan dari tanah. Mereka hidup
di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah 7 Hal
ini dapat di lihat dalam kehidupan masyarakt Indonesia pada masing-masing wilayah
tempat tinggal dan selain pada masyarakat Indonesia, tanah juga berdampak pada
pemerintah yang dalam hal ini pemerintah mempunyai kewenangan untuk menguasai
tanah di pergunakan dan diperuntukan pada masyarakat tapi kenyataan yang terjadi
masyarakat banyak di rugikan oleh pemerintah.
Sebagaimana yang sudah di jelakan diatas, maka keberadaan kehidupan
masyarakat dengan tanah merupakan suatu hubungan antara tanah dan penguasanya,
dalam hal ini adalah masyarakat hukum adat, dalam kehidupan sehari-hari menjalankan
aktifitas mereka berdasarkan aturan dan norma yang berbeda-beda sesuai dengan adat
tradisi yang dianut oleh masing-masing masyarakt hukum adat yang terpencar pencar
di seluruh belahan jiwa bangsa Indonesia.
Menurut J.B.A.F. Polak, bahwa hubungan manusia dengan tanah sepanjang sejarah
terjadi dalam 3 (tiga) tahap berikut ini.8 Yaitu :
1. Tahap pertama, yaitu tahap di mana manusia memperoleh kehidupannya dengan
cara memburu binatang, mencari buah-buahan hasil hutan, mecari ikan di sungai
atau di danau. Mereka hidup tergantung dari persediaan hutan, mereka hidup
mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain
2. Tahap kedua, yaitu bahwa pada tahap ini manusia sudah mulai mengenal cara
bercocok tanam. Manusia mulai menetap di suatu tempat tertentu selama
menunggu hasil tanaman. Ikatan terhadap tanahpun semakin erat oleh karena cara
beternak yang dikenal manusia dan bersamaan dengan pengenalan cara bercocok
tanam.
3. Tahap ketiga, yaitu tahap di mana manusia mulai menetap di tempat tertentu dan
tidak ada lagi perpindahan peroidik. Manusia sudah mulai terikat pada penggunaan
ternak untuk membantu usaha-usaha pertanian, untuk kelangsungan hidupnya
sudah mulai dari hasil pertanian dan peternakan. Juga, pada tahap ini manusia
mulai terjamin hidupnya dengan mengandalkan hasil - hasil pertanaian dan
peternakan daripada hidup mengembara. Mulai juga merasakan adanya surplus
hasil-hasil produksi, corak pertanian, mengelola sendiri, menunggu hasil pertanian
untuk jangka waktu yang lama, kemudian memungut hasilnya yang kemudian
mendorong ke arah pemilikan tanah (individual), meskipun masih tunduk pada
kehidupan persekutuan. Pada saat ini manusia mulai menetap dan mengenal
pertukangan, terdapat surplus hasil pertanaian dan kerajinan pada kelompok hidup
orang-orang yang telah menetap. Keadaan ini mendorong lahirnya kelompok
orang-orang yang mulai mengkhususkan dirinya sebagai penjaga keamanan dan
melindungi masyarakat dari gangguan keamanan dari perampok.
7
Muhibbin, Moh. (2011). Penguasaan atas tanah timbul ( aanslibbing ) oleh masyarakat
dalam perspektif hukum Agraria Nasional,Ringkasan Disertasi, Program Doktor Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, h.1.
8
Soeprapto, R.(1966). Undang-Undang Agraria Dalam Praktek, Jakarta, Mitra Sari, h. 36.
Politik Agraria | 6
Berdasarkan tahap-tahap hubungan manusia dengan tanah yang dikemukakan oleh
J.B.A.F. Polak tersebut, dapat dikemukan bahwa hubungan manusia dengan tanah
pada awalnya adalah pendudukan sebagai dasar usaha untuk menjadi sumber
Penghidupannya. Kemudian berkembang pengurusan yang berkaitan dengan
pemanfaatannya, dan akhirnya berkembang kepada penguasaan atas tanah. Dengan
berkembangnya penduduk, kebutuhan tanah semakin luas yang dikuasai.9
Selain mempunya arti yang sangat penting bagi manusia, tanah juga mempunyai
kedudukan yang penting bagi kehidupan masyarakat hukum adat secara komunal
maupun secara individu, Hukum adat mengenal adanya 2 (dua) hal yang menyebabkan
tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam hukum adat yang
disebabkan oleh:
1. Karena sifatnya, yang merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun
mengalami keadaan yang bagaimanapun juga akan tetap masih bersifat tetap dalam
keadaannya bahkan menjadi lebih menguntungkan
2. Karena faktanya, yaitu kenyataannya bahwa tanah itu adalah: a.Merupakan tempat
tinggal persekutuan (masyarakat) b.Memberikan penghidupan kepada persekutuan
(masyarakat) c.Merupakan tempat dimana para warga persekutuan (masyarakat)
yang meninggal dunia dikuburkan d.Merupakan tempat tinggal bagi para danyang -
danyang pelindung persekutuan (masyarakat) dan roh - roh para leluhur
persekutuan (masyarakat).
Berdasarkan uraian-uraian yang tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa tanah dan
masyarakat hukum adat yang berlaku sebelum kemerdekaan dan sebelum berlakunya
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (selanjutnya
disebut UUPA) adalah tanah adat yang dikuasai berdasarkan pada adat-istiadat masyarakat
persekutuan hukum adat baik secara komunal maupun secara individualitis dengan cara
membuka hutan, yang merupakan hak manusia sebagai mahkluk sosial.
Persoalan tanah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat hukum adat selama mereka
masih hidup dalam wilayah yang dihakinya tidak terlepas dari adat-istiadat, hukum adat,
persekutuan dan anggota persekutuan. Dalam sistim hukum yang dianut oleh Indonesia
yaitu hukum tertulis (statuta law), Indonesia juga menganut hukum yang tidak tertulis
(unstatuta law), yaitu hukum adat, menurut Koesnoe10
Adat adalah keseluruhan dari pada ajaran-ajaran dan amalannya yang mengatur cara
hidup orang Indonesia didalam masyarakat, ajaran dan amalan mana langsung dilahirkan
dari pada tanggapan rakyat, tentang manusia dan dunia, dalam hubungan ini adat adalah
tatanan hidup rakyat Indonesia Indonesia yang bersumber pada pada rasa susilanya.
9
Samosir, Djamanat. (2013). Hukum Adat Eksistensi Dalam Dinamika Perkembangan
Hukum Di Indonesia, Cetakan I, Bandung: Nuansa Aulia, h. . 99-100.
10
Koesnoe, H.Moh.(2002). Kapita Selekta Hukum Adat Suatu Pemikiran Baru, Varia Peradilan, Jakarta:
IKAHI, h.6.
Politik Agraria | 7
C. Geografi dan Demografi
Negara kesatuan Republik Indonesia yang membentang dari Barat ke Timur pada
antara garis Bujur Timur 95o- 141o atau kurang lebih 5.000 Km, yang berarti LU-11 o
L.S., atau sekitar 1.887 Km. Indonesia adalah negara kepulauan, yang dua pertiga dari
wilayahnya berupa laut. Luas teritorial Indonesia dengar perhitungan bbatas laut 12 mil
adalah sekitar 700 juta Ha. Luas daratan adalah sekitar 192,3 juta Ha (termasuk
Propinsi Timor Timur). Daratan tersebut berupa pulau-pulau, yang jumlahnya lebih dari
13.000 buah. Pulau-pulau yangjumlahnya 13.000 itu terdiri dari pulau-pulau besar dan
kecil, pulau-pulau yang luas antara lain : 11
Pulau Kalimantan 59 Juta Ha;
Irian Jaya 42 Juta Ha;
Sumatra 47 Juta Ha;
Sulawesi 19 Juta Ha;
Jawa dan Madura 13 Juta Ha;
Dari luas tanah tersebut yang telah dimanfaatkan dalam komposisi sebagai berikut:
Dari jumlah 192 Juta Ha daratan di Indonesia, yang telah diusahakan baru 28,3 juta Ha
atau sekitar 15% saja. Tanah yang sudah diusahakan itu berupa sawah 6 juta Ha, kampung
2,5 juta Ha, tanah kering 14 juta Ha dan perkebunan 164 Ha. Sedangkan sebagian besar
yang belum diusahakan untuk pertanian meliputi 164 juta Ha yang terdiri dari hutan 149
Ha, dan lain-lain 15 Ha berupa padang alang-alang, rumput semak belukar, dan rawa-rawa.
Jumlah penduduk pada sensus tahun 1980 di ndonesia 147 juta dengan rata-rata
perkembangan/pertambahan sekitar 2,34% (1971-1980). Kepadatan penduduk tidak
merata. Yang terpadat adalah :
Jawa 690 jiwa/Km2
Sumatra 59 jiwa/Km2
Kalimantan 12 jiwa/Km
Jumlah Kepala Keluarga sekitar 30 juta, sehingga rata-rata tiap Kepala Keluarga
terdiri dari 4,9 jiwa. Sekitar 803 dari rumah-tangga tersebut bermata pencaharian
sebagai petani. Dengan demikian bisa disebut bahwa ekonomi Indonesia masih
ditentukan oleh kegiatan agraris.
Geografi berasal dari bahasa yunani, yaitu geo(s) dan graphein. Geo(s) artinya
bumi, graphein artinya menggambarkan, mendeskripsikan ataupun mencitrakan.
Secara harfiah Geografi berarti ilmu yang menggambarkan tentang bumi. Menurut
Bintarto, Geografi adalah ilmu yang mempelajari/ mengkaji bumi dan segala sesuatu
yang ada di atasnya, seperti penduduk, flora, fauna, iklim, udara dan segala
interaksinya. Menurut seminar dan Lokakarya Ikatan Geografi Indonesia
(SEMILOKA IGI) tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang
persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dalam sudut pandang kelingkungan dan
kewilayahan dalam konteks keruangan12.
Geografi mempunyai dua obyek penelitian, yaitu obyek formal dan obyek
material; Obyek formal adalah dari sudut padang mana kajian ilmu tersebut dilihat,
sedangkan Obyek material adalah apa yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal
geografi mencakup pendekatan yang digunakan dalam memecahkan suatu persoalan
geografi, sedangkan obyek material geografi adalah geosfer. Geosfer adalah lapisan-
lapisan bumi, yang mencakup :
11
Soetomo, SH, Politik & Administrasi Agraria (Surabaya, Usaha Nasional) hal 11-12
12
Dikutip dari Modul Belajar Gepgrafi, oleh Hendro Murtianto
Politik Agraria | 8
1. Lapisan Kulit/ Kerak Bumi (lithosfer)
2. Lapisan Udara (atmosfer)
3. Lapisan Air (hidrosfer)
4. Lapisan Mahluk Hidup (biosfer)
5. Lapisan Manusia (antroposfer)
Geografi Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat
pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap,
menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya
adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia
terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya
dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau
kepulauan Indonesia.Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia
pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi
PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk
gunung berapi aktif. Sebag`ian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak
terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian
gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah
Indonesia. Catatan Geografi di kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau (6.000
dihuni); dilintasi katulistiwa; di sepanjang jalur pelayaran utama dari Samudra Hindia
ke Samudra Pasifik.13Peta kepadatan penduduk (Demografi) Indonesia berdasarkan
sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebesar 237.641.326 juta
jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Jumlah
ini diperkirakan akan terus bertambah sehingga diproyeksikan pada tahun 2015
penduduk Indonesia berjumlah 255 juta jiwa hingga mencapai 305 juta jiwa pada
tahun 2035.Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih
dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda. Sejak
kemerdekaannya Bahasa Indonesia (sejenis dengan Bahasa Melayu) menyebar ke
seluruh penjuru Indonesia dan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan dalam
komunikasi, pendidikan, pemerintahan, dan bisnis. Namun bahasa daerah juga masih
tetap banyak dipergunakan.
Dari segi kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar
antara lainPenyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat jarang di
Kalimantan dan Irian.Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan
remaja masih sangat besar.Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja
yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap
tahun.Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di
Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa.Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal;
belum mendapat perhatian serius. Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237 641 326 jiwa,
yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 118 320
256 jiwa (49,79 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 119 321 070 jiwa (50,21
persen).Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah pulau Sumatera yang
luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen
penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk,
13
Wikipedia, (Lihat: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia, diakses : 06 Maret 2021, Pukul 15.30 Wib)
Politik Agraria | 9
Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Sulawesi yang
luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang luasnya 4,1 persen
dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5
persen penduduk.14
Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, dan pengambil
kebijakansangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke
tahun. Sayangnya sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu
Sensus Penduduk (SP) pada tahun-tahun yang berakhiran dengan angka 0 (nol) dan
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada pertengahan dua sensus atau tahun-
tahun yang berakhiran dengan angka 5 (lima). Sumber data kependudukan lain yaitu
registrasi penduduk masih belum sempurna cakupan pencatatannya sehingga datanya
belum dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan nasional15. Seperti diketahui
bahwa hampir semua rencana pembangunan perlu ditunjang dengandata jumlah
penduduk, persebaran dan susunannya menurut kelompok umur penduduk yang
relevan dengan rencana tersebut. Data yang diperlukan tidak hanya menyangkut
keadaan pada waktu rencana itu disusun, tetapi juga informasi masa lampau dan yang
lebih penting lagi adalah informasi perkiraan pada waktu yang akan datang. Data
penduduk pada waktu lalu dapat diperoleh dari hasil survei dan sensus, sedangkan
untuk memenuhi kebutuhan data penduduk pada saat ini dan masa yang akan datang
perlu dibuat proyeksi penduduk, yaitu perkiraan jumlah penduduk dan komposisinya
di masa mendatang.
Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk tetapi suatu
perhitunganilmiah yang didasarkan pada asumsi dari komponen-komponen laju
pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian, dan perpindahan. Ketiga
komponen inilah yang menentukan besarnya jumlah penduduk dan struktur umur
penduduk di masa yang akan datang. Untuk menentukan masingmasing asumsi
diperlukan data yang menggambarkan tren di masa lampau hingga saat ini,
faktorfaktor yang mempengaruhi komponen-komponen itu, dan hubungan antara satu
komponen dengan yang lain serta target yang diharapkan tercapai pada masa yang
akan datang.
Badan Pusat Statistik (BPS) telah beberapa kali membuat proyeksi penduduk
berdasarkan data hasil SP71, SP80, SP90, SP2000 dan SUPAS85, SUPAS95, dan
SUPAS2005. Proyeksi penduduk yang terakhir dibuat adalah proyeksi penduduk
berdasarkan hasil SUPAS 2005 yang mencakup periode 2000-2025. Hasil SP 2010
mengkoreksi jumlah penduduk pada proyeksi penduduk 2000-2025. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan data bagi keperluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang diperlukan data jumlah penduduk sampai
dengan tahun 2035. Oleh karena itu, dipersiapkan proyeksi penduduk berdasarkan SP
2010 mencakup periode 2010–2035. Data dasar perhitungan proyeksi ini adalah data
penduduk hasil SP 2010 yang telah dilakukan penyesuaian ke bulan Juni 2010 dan
asumsi-asumsi yang dibentuk selain menggunakan data SP 2010 juga menggunakan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
14
Wikipedia, (Lihat: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia, diakses : 07 Maret 2021, Pukul 16.00 Wib)
15
Dikutip dari Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
Politik Agraria | 10
Proyeksi penduduk Indonesia menurut umur, jenis kelamin, dan provinsi yang
disajikan dalam publikasi ini merupakan angka final dan mencakup kurun waktu 25
tahun, mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2035. Pembuatan proyeksi dengan kurun
waktu yang panjang ini dimaksudkan agar hasilnya dapat digunakan untuk berbagai
keperluan terutama untukperencanaan jangka panjang. Disisipkan pula proyeksi kilas
balik untuk memenuhi tren masa laluhingga masa yang mendatang. Dengan terbitnya
publikasi ini, maka proyeksi-proyeksi sebelumnyayang masih mempunyai tahun
rujukan yang sama dengan publikasi ini dinyatakan tidak berlaku lagi.16
Terdapat 4 sifat dasar iklim Indonesia yang ditemukan oleh faktor-faktor letak dan
sifat kepulauan, yaitu :
1. Suhu rata-rata tahunan sebagai akibat daripada letak “dekat” khatulistiwa
2. Ada hembusan angina musim yang membawa musim hujan dan musim kemarau
sebagai akibat daripada perbedaan tekanan udara di daratan dan lautan
3. Bebas dari hembusan angina taufan karena kepaulauan Indonesia sebagai besar
terletak tidak lebih dari 10 LU / 10 LS
4. Kadar kelembaban udara senantiasa tinggi sebagai akibat dari sifat kepulauan.
Luasnya lautan dan selat-selat serta suhu yang selalu tinggi mengakibatkan
jumlah penguapan selalu tinggi pula
Berdasarkan paparan diatas tentunya terdapat pengaruh yang timbul akibat dari
letak astronomis tersebut, yang antara lain dapat dibagai berdasarkan :
1. Garis Lintang
a. Seluruh wilayah Indonesia terletak di dearah beriklim tropic (panas), hal ini
dikarenakan letak Indonesia sendiri yang terletak pada lintang rendah
b. Kelembaban udara rata-rata tinggi, hal ini dikarenakan pulau-pulau di
Indonesia mudah dipengaruhi peredaran udara yang dating dari laut-laut yang
mengelilinginya, sehingga banyak menerima hujan
c. Karena banyak menerima hujan hal ini menyebabkan wilayah Indonesia kaya
akan flora dan fauna.
2. Garis Bujur
a. Merupakan negara yang ada di bagian bumi sebelah timur.
Adanya perbedaan waktu tiap daerah, hal ini berdampak pada aktivitas penduduk.
Dimana penduduk yang berada di daerah bagian timur lebih dulu melakukan aktivitas
dibandingkan penduduk yang berada dibagian barat.
16
Ibid
Politik Agraria | 11
D. Pengertian Agraria
Sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dalam bahasa latin ager
artinnya tanah atau sebidang tanah Agrarius berarti persawahan, perladangan,
pertanian17
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanian atau
tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.Sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris
agrarianselalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan
agraria laws juga seringkali dipergunakan untuk mengarah kepada perangkat peraturan-
peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanahyang luas dalam
rangkameratakan penguasaan dan pemilikannya.
Pengertian agraria juga dapat dilihat dari segi terminologi bahasa, pengertian
agraria dapat juga ditemukan pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hal
tersebut diketemukan apabila membaca peraturandan pasalyang terdapat didalam
peraturan Undang-undang Pokok Agraria.Hukum agraria mempunyai arti atau makna
yang luas. Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi
dibawahnya serta yang berada dibawah air (pasal 1 ayat (4). Pasal 4 ayat (1))
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam campuran atau gabungan antara
sumber daya alam hayati dan non hayati. Tanah bisa menjadi sumber daya alam
terperbaharui selama unsur-unsur atau komponen-komponen hayati tanah dapat
dipelihara dandipertahankan. Tanah mempunyai peranan penting dalam hidup dan
kehidupan masyarakat diantaranya sebagai perumahan dan jalan. Tanah merupakan
tempat pemukiman dari sebagian besar umat manusia, disamping sebagai sumber
penghidupan bagi manusia yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan,
yang akhirnya tanah juga yang dijadikan persemayaman terakhir bagi seseorang yang
meninggal dunia18
Tanah yang terdiri atas ke bawah berturut-turut dapat sisiran garapan dengan
sedalam bajak lapisan pembentuk humusdan lapisan dalam disebut dengan tanah
bangunan. Tanah bangunan merupakan tanah yang digunakan untuk mendirikan sebuah
bangunan diatasnya. Tanah garapan disebut juga sebagai tanah pertanian, tanah
pekarangan, tanah garapan juga dimanfaatkan untuk menanamitumbuhan dan
merupakan bagian dari lapisan bumi yang paling atas. Hal tersebut sesuai dengan
pengertian tanah secara geologis-agronomis.
Boedi Harsono, 2013, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti, hlm.4
17
Abdurrahman, 1983. Masalah Hak-hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Bandung,
18
Alumni, hlm.1
Politik Agraria | 12
E. Pengertian Hukum Agraria
Menurut Soedikno Mertokusumo, Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah-
kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur Agraria.
Bachsan Mustofa menjabarkan kaidah hukum tertulis adalaha Hukum Agraria dalam
bentuk hukum undang-undang dan peraturan-peraturan tertulis lainnya yang dibuat
oleh Negara, sedangkan kaidah hukum yang tidak tertulis adalah Hukum Agraria dalam
bentuk Hukum Adat Agraria yang dibuat oleh masyarakat adat setempat dan yang
pertumbuhan, perkembangan, serta berlakunya dipertahankan oleh masyarakat adat
yang bersangkutan. Hukum agraria tidak hanya mengatur tentang tanah saja, tetapi
lingkupnya meliputi seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya. Sedangkan hukum tanah hanya menyangkut pengaturan
tentang tanah yakni permukaan bumi. Oleh sebab itu, hukum agraria merupakan genus
dari spesies hukum tanah atau hukum agraria meliputi pula hukum tanah dan hukum
tanah merupakan bagian dari hukum agraria (Urip, 2012 : 5).19
Menurut Soebakti dan R. Tjitrosoedibio, Hukum Agraria, adalah keseluruhan dari
ketentuan – ketentuan hukum, baik Hukum Perdata maupun Hukum Tata Negara
maupun pula Hukum Tata Usaha Negara yang mengatur hubungan – hubungan antara
orang termasuk badan hukum dengan bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh
wilayah Negara dan mengatur pula wewenang – wewenang yang bersumber pada
Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum
Agragia merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing – masing
mengatur hak – hak penguasaan atas sumber – sumber daya alam tertentu yang
termasuk pengertian agrarian. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas
(Urip, 2012 : 6) : 20
a. Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti
permukaan bumi.
b. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
c. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak – hak penguasaan atas bahan –
bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan.
d. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam
yang terkandung di dalam air.
e. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-Unsur dalam Ruang Angkasa,
mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa yang dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA.
19
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia (Jurnal Hukum
dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari-Maret 2012)
20
Dr. Urip Santoso, S.H., M.H. Hukum Agraria Kajian Komprehensif (Prenada Media,
Jakarta, 2012) hal 5.
Politik Agraria | 13
Menurut E. Utrecht yang dikutip oleh Boedi Harsono, Hukum Agraria dakam arti
yang sempit sama dengan Hukum Tanah. Hukum Agraria dan Hukum Tanah menjadi
bagian dari Hukum Tata Usaha Negara, yang menguji perhubungan – perhubungan
hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat yang bertugas
mengurus soal – soal tentang agraria, melakukan tugas mereka itu.
Termasuk pula dalam kajian Hukum Agraria adalah Hukum Kehutanan yang
mengatur hak–hak penguasaan atas hutan (hak penguasaan hutan) dan hasil hutan (hak
memungut hasil hutan). Hukum Agraria dari segi objek kajiannya tidak hanya
membahas tentang bumu dalam arti sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas juga
tentang pengairan, pertambangan, perikanan, kehutanan, serta pengguasaan atas tenaga
dan unsur – unsur dalam luar angkasa (Aminuddin, 2011).21
G. Kartasapoetra menyatakan bahwa : “hukum agraria adalah hukum yang
mempersoalkan masalah pertanahan atau yang terdiri dari sekumpulan norma yang
mengatur manusia dalam masalah pertanahan agar tanah tersebut bermanfaat bagi
kesejahteraan manusia.” Definisi ini ternyata sangat sempit karena penyebutan “tanah”
padahal hukum agraria meliputi tidak hanya tanah atau permukaan bumi saja tetapi
juga meliputi air, ruang angkasa dan kekayaan alam lainnya (Darwin, 2012).22
Pengertian Hukum Agraria menurut Boedi Harsono adalah Keseluruhan kaidah-
kaidah hukum, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai
agraria.Agraria ini meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
bahkan dalam batas-batas yang ditentukan, serta mengenai ruang angkasa.
Menurut Gouw Giok Siong, Pengertian Hukum Agraria adalah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai agraria secara lebih luas, tidak hanya
mengenai tanah saja. Misalnya persoalan jaminan tanah untuk hutang, seperti ikatan
kredit atau ikatan panen, sewa menyewa antar golongan, pemberian izin untuk
peralihan hak-hak atas tanah dan barang tetap dan sebagainya.
S. J. Fockema Andrea mengemukakan pengertian hukum agraria, Hukum Agraria
ialah keseluruhan peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar
dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata dan hukum pemerintahan) dimana
disajikan sebagai suatu kesatuan untuk keperluan studi tertentu yang bertalian dengan
pertanian dan pemilikan hak atas tanah.
Pengertian Hukum Agraria menurut E Utrecht, Hukum Agraria adalah bagian dari
hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara yaitu hukum yang menguji
hubungan-hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan pejabat
atau petugas mengurus soal-soal agraria.
Menurut Lemaire, Hukum agraria berisi segi-segi hukum perdata, hukum tata
negara dan hukum tata usaha negara dan dibicarakan secara golongan hukum
tersendiri.Dalam Seminar Tata Guna Sumber Alam 1 pada Tahun 1967, Pengertian
Hukum Agraria adalah hukum yang mengatur tanah dan hak-hak agraria lainnya,
wewenang menggunakan tanah, hubungan manusia dengan tanah.Objeknya ialah tanah
dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanah dan lingkungan sekitarnya.
Menurut C.S.T Kansil hukum agraria didefinisikan sebagai berikut : hukum
agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur agraria.” Sedangkan agraria menurut Kansil meliputi bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan didalam batas-batas yang
ditentukan juga ruang angkasa. Kaidah-kaidah hukum yang dimaksud adalah norma
baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Norma yang tidak tertulis adalah hukum adat
yang bersangkut paut dengan masalah pertanahan (Darwin, 2012).23
21
Ibid, Urip Santoso, hal 6
22
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia (Jurnal Hukum
dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari-Maret 2012)
23
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia (Jurnal Hukum
dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari-Maret 2012)
Politik Agraria | 14
Ruang lingkup Hukum Agraria dalam ketentuan UU pokok agraria meliputi bumi,
air dan juga kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan dalam batas-batas
tertentu juga meliputi ruang angkasa.Jadi, dapat disimpulkan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam lainnya, serta ruang angkasa merupakan bagian dari ruang lingkup
hukum agraria (Aminuddin, 2011).24
Kata agraria mempunyai arti yang berbeda antara bahasa satu dengan yang
lainnya. Dalam bahasa latin agraria berasal dari kata agger dan agrarius. Kata agger
berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius memiliki arti sama dengan
perladangan, persawahan, pertanian. Dalam bahasa indonesia terminologi agraria
berarti urusan tanah, pertanian, perkebunan. Dalam bahasa inggris kata agraria
diartikan agrarian yang berarti tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.
Pengertian agrarian sama dengan agrarian laws bahkan sering digunakan untuk
menunujuk kepada seperangkat peraturan hukum yang bertujuan mengadakan
pembagian tanah yang luas dalam rangka pemerataan penguasaan dan kepemilikan
tanah. Selain dari segi terminologi pengertian agraria dapat diketemukan dalam
konsiderans dan pasal-pasal dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria).Dalam
UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) pengertian agraria meliputi bumi, air, ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.(Pasal 1 ayat 2).
Politik hukum agraria tidak lain adalah kewenangan atau kekuasan untuk mengatur
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan unsur-unsur agraria yang
meliputi bumi, air dan ruang angkasa (dalam batas-batas tertentu) yang tertuang dalam
kebijakan (policy) yang dalam kenyataanya tertuang di dalam kaidah-kaidah hukum
agraria. Dalam konteks Indonesia, politik hukum agraria nasional harus ditujukan
kepada kebahagiaan dan kemakmuran rakyat Indonesia berdasarkan falsafah bangsa
yaitu Pancasila. Kemudian, politik hukum agraria nasional tersebut dijelmakan dalam
sebuah aturan undang-undang untuk dijadikan dasar hukum bagi pelaksanaan politik
agraria tersebut, dengan konsekuensi harus dapat melenyapkan dualisme hukum dalam
pemberlakuan politik agraria, sehingga kepentingan dalam pola kepemilikan,
penguadaan dan penggunaan tanah serta kesengsaraan petani tidak terulang kembali di
masa-masa kemerdekaan ini yang sesuai dengan tujuan cita-cita dari politik hukum
agraria (Muchsin, 2010).25
Sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam pengertian UUPA
Hukum Agraria bukan hanya meru-pakan satu perangkat bidang hukum. Hukum
agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agrar-ia
merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur
hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu. Kelompok tersebut terdiri
atas :
a. Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti
permukaan bumi;
b. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
c. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak pen-guasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh UU Pokok pertambangan;
d. Hukum perikanan yang mengatur hak-hak pengua-saan atas kekayaan alam
yang terkandung didalam air
e. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang
dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA (Boedi Har-sono, 1999: 8).
24
Aminuddin Salle, dkk. Bahan Ajar Hukum Agraria (Penerbit ASPublishing : Makassar, 2011)
25
Muchsin, dkk, Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010)
Politik Agraria | 15
Hukum agraria menurut Bachsan Mustofa adalah kaidah hukum yang tertulis
adalah hukum agraria dalam bentuk hu-kum undang-undang dan peraturan-peraturan
yang tertulis lainnya yang dibuat oleh negara. Sedangkan kaidah hukum yang tidak
tertulis adalah hukum agraria dalam bentuk hukum adat agraria yang dibuat oleh
masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan serta berlakunya
dipertah-ankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian dari hukum agraria tersebut berdasarkan berbagai rumusan dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria(UUPA), pasal dan penjelasan
Undang-Undang Pokok Agraria atau Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.Penjelasan
yang didefinisasikan oleh para ahli tentang menjelaskan tentang hukum agraria
adalahGouwgiokssiong dalam Buku Agrarian Law 1972, menjelaskan bahwa agraria
merupakan hukum yang identik dengan tanah.Buku pengantar dalam Hukum Indonesia
16, E. Utrecht memberikan definisiyang sama terhadap hukum agraria dan hukum
tanah, bahwa hukum agraria menjadi hukum tata usaha negara.
W.L.G Lemaire dalam buku Het Recht in Indonesia1952 membahas hukum agraria
adalah suatu kelompok hukum yang meliputi bagian dari hukum privat maupun bagian
dari hukum tata negara serta HAN, sedangkan Bachsan Mustafa, SH., memberikan
definisibahwa hukum agraria adalah sebagai himpunan aturan yang mengatur
bagaimana pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas di bidang agraria.Boedi
Harsono, memberikan definisi terhadap hukum agraria bahwa hukum agraria bukan
hanya satu perangkat bidang hukum saja. Hukum agraria merupakan satu kelompok
berbagai bidang hukum yang mengatur penguasaan atas sumber daya alam tertentu
yang termasuk didalam definisi agraria.
Berbagai definisi tentang hukum agraria tersebut dapat kita ketahui bahwa
sebenarnya hukum agraria memiliki definisi baik dalam pengertian hukum agraria
secara luas maupun pengertian hukum agraria secara sempit.Berkaitan dengan
pengertian hukum agraria tersebut, pokok tujuandari adanyaUUPA, adalah:
1. Membuat dasar bagi penyusunan dari hukum agraria nasional yang merupakan alat
untuk membawakan kebahagiaan, kemakmuran dan keadilan bagi negara serta
rakyat terutama petani, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur;
2. Membuat dasar untuk mengadakan kesatuan, serta kesederhanaan pada hukum
pertanahan nasional;
3. Membuat dasar untuk memberi kepastian hukum tentang hak-hak atas tanah bagi
masyarakat keseluruhan.
4. Sumber hukum agraria nlainnya merupakan peraturan pelaksanaan UUPA dan
peraturan yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan melainkan diperlukan
dalam praktek.Peraturan lama dengan syarat tertentu berdasakan peraturan atau
pasal peralihan yang masih berlaku.Hukum agraria yang tidak tertulis ialah
kebiasaan baru yang timbul setelahberlakunya.
Politik Agraria | 16
girik milik adat dan sejenisnya pada masa lampau dan saat ini. 26 Jadi setiap tanah yang
ada di Indonesia merupakan tanah kepemilikan dari earga negara indonesia.
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut
peemukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di disini bukan mengatur tanah dalam
segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumu disebutkan
dalam PAsal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam ha katas permukaan
bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum”. Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu
hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan
hukum yang konkret, beraspek publik dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari
secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu
sistem.27 Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah
perukaan bumi sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan
bumi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sedangkan
ruang dalm pengertian yuridis, yang berbatas, berdimensi tiga yaitu panjang, lebar, dan
tinggi, yang dipelajari dalam Hukum Penataan Ruang. Yang dimaksud dengan ha katas
tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.
Hukum Tanah mengatur segi tertentu dari tanah itu sendiri, yakni menyangkut Hak
Penguasaan atas Atas Tanah (HPAT). Hukum yang berlaku dalam HPAT mencita-
citakan hukum yang tertulis, agar lebih mudah diketahui. Dalam pada itu, untuk
menjamin kepastian hukum maka Hukum Tanah Nasional (HTN) sejauhmungkin diberi
bentuk tertulis. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa sampai sekarang kita belum
mampu mengatur semua hukum mengenai HPAT di Indonesia secara tertulis. Dengan
perkataan lain, ada juga pengaturan HPAT dalam bentuk Hukum Adat, bahkan dalam
Hukum Kebiasaan-kebiasaan baru (yang bukan Hukum Adat). Oleh karena itu, sampai
saat ini hukum yang berlaku mengenai HPAT dalam HTN, terdiri atas :
a. Hukum tertulis, yang meliputi :
1) Pasal 33 UUD 1945.
2) UUPA.
3) Peraturan-peraturan pelaksanaan.
4) Peraturan-peraturan lama sebelum UUPA yang berlaku berdasarkan
peraturan peralihan dari UUD 1945.
b. Hukum yang tidak tertulis, yang meliputi :
1) Hukum Adat yang sudah disaneer.
2) Hukum kebiasaan-kebiasaan baru yang bukan Hukum Adat. Boedi Harsono
menyatakan bahwa dalam tiap Hukum Tanah terdapat pengaturan mengenai
berbagai Hak Penguasaan Atas Tanah (HPAT). Semua Hak Penguasaan Atas
Tanah (HPAT) berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan/atau larangan
bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.28
26
Supriadi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal 8
27
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 10-11.
28
Oloan Sitorus, Widhiana H. Puri, Hukum Tanah, Cetakan Kedua (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,
2014) hlm 3-4.
Politik Agraria | 17
“Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak
penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok pembeda di antara hak-hak
penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah.29
Perkataan “mempergunakan” mengandung pengertian bahwa hak bangunan,
sedangkan perkataan “mengambila manfaat” mengandung pengertian bahwa ha katas
tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan, misalnya
pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan. Atas adasar ketentuan Pasal 4 ayat (2)
UUPA, kepada pemegang ha katas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang
diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan pertauran-peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi,yangdisebut
permukaan bumi.Tanah yang dimaksud di sini bukanmengatur tanahdalam segala
aspeknya, melainkan hanya mengatur salahsatu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian
yuridis yang disebut hak.Tanah sebagai bagian dari bumi disebut dalam Pasal 4 ayat (1)
UUPA,yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksuddalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaanbumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai olehorang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang-orang lainserta badan-badan hukum”. Dengan demikian jelaslah
bahwa tanah dalampengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas
tanahadalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas,berdimensi dua
dengan ukuran panjang dan lebar.30
Tanah yang dimaksud disini adalah hanya mengatur tentanghaknya saja, yaitu hak
atas tanah tersebut yang sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 4 ayat
(1).Dimana hak-hak atas tanah/hakatas permukaan bumi terdiri dari beberapa macam,
yang dapat didapatdimiliki dan dikuasai oleh seseorang ataulebih dan badan-badan
hukum.
Effendi Perangin menyatakan bahwa Hukum Tanah adalahkeseluruhan peraturan-
peratuuran hukum baik yang tertulis maupun tidaktertulis yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tanah yang merupakanlembaga-lembaga hukum dan hubungan-
hubungan hukum yang konkret.
Objek Hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah.Yangdimaksud dengan hak
penguasaan atas tanah adalah hak yang berisiserangkaian wewenang, kewajiban
dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki.Sesuatu yangboleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi
hakpenguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur pembeda di antarahak-hak
penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.
Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum,baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objekpengaturan yang sama yaitu hak
penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum
yang konkret, beraspekpublik dan privat, yangdapat disusun dan dipelajari secara
sistematis,hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem.31
Atas pernyataan dari Effendi Peranginan diatas, dapat disimpulkanbahwa hukum
tanah ialah himpunan peraturan-peraturan yang tertulis atautidak tertulis serta
29
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Cetakan Kesembilan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 23.
30
Urip Santoso,Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 9-10
31
Ibid hlm 9-10
Politik Agraria | 18
mengatur tentang hak-hak Penguasaan atas tanah. Dan yang menjadi objek Hukum
Tanah adalah hak penguasaan atas tanah yangdibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum; dan
b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret.
Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang tertulis bersumber pada UUPA dan
peraturan pelaksanaannya yang secara khusus berkaitandengan tanah sebagai sumber
hukum utamanya, sedangkan ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang tidaktertulis
bersumber pada Hukum Adattentang tanah dan yurisprudensi tentang tanah sebagai
sumber hukum pelengkapnya.
32
UUPA ketentuan yang mengatur Hak Milik (HM) ditemukan dalam Pasal 20-27. Selanjutnya, di dalam
Pasal 50 ayat (1) dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai HM akan diatur ‘dengan undang-
undang’.
33
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Cetakan VI, Penerbit
Mandar Maju, Bandung, 1991, hlm. 122.
Politik Agraria | 19
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh wajib atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak penguasa
itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas
tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.34
Politik hukum agraria jaman kolonial Belanda dan mempengaruhi penguasaan tanah di
Indonesia, maka jenis-jenis penguasaan tanah masih bercorak ragam. Biro Pusat Statistik
dalam usahanya untuk setiap rumah - tangga, telah membuat klasifikasi penguasaan
menjadi 3 kelas yaitu pertama, Milik sendiri, kedua, milik orang lain, dan ketiga, milik
sendiri dan orang lain. Sedangkan luas pengusahaannya dibedakan 3 klas yaitu :
1. 0,25 Ha.
2. 0,25 – 0,05 Ha
3. 0,50 Ha. Lebih
Hak pengelolaan merupakan satu diantara jenis hak-hak penguasaan atas tanah yang
kini berlaku berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
indonesia:
1. Hak penguasaan atas Tanah
Hak pengelolaan sebagai bagian dari hak penguasaan atas tanah yang kini berlaku di
Indonesia, tidak dapat dipisahkan begitu saja dari hak-hak penguasaan atas tanah
pada umumnya. pada hakikatnya merupakan efleksi dari pandangan manusia
terhadap dirinya sebagai manusia dalam hubunganya dengan padanganya terhadap
tanah. ada yang menitikberatkan kepada manusia sebagai individu, dan ada pula yang
menitikberatkan kepada manusia sebagai mahluk sosial.35
2. Perjanjian Tanah
Perjanjian Tanah atau disebut juga dengan “Transaksi Tanah” adalah mengenai
tentang perbuatan kepemilikan dan peralihan hak-hak atas tanah. Pemilikan tanah
merupakan perjanjian sepihak yang menyebabkan timbulnya hak milik tanah antara
dua pihak, sebagaimana disebut dalam bahasa hukum adat seperti jual lepas, jual
gadai, jual tahunan, pemberian tanah, pertukaran tanah dan lain sebagainya. dari
sinilah akan muncul istilah hak milik tanah atau hak penguasaan tanah. Berikut
adalah pengertian dari beberapa istilah dalam perjanjian tanah:
a. Pemilikan Tanah
Dikatakan sebagai perjanjian sepihak karena pihak yang satu berbuat sedangkan
yang lainya diam. perbuatan sepihak itu dapat dilakukan secara berkelompok
atau dilakuakn perseorangan.
b. Jual Lepas
Ialah jual beli tanah yang menyebabkan beralihnya hak milik tanah kepada orang
lain untuk selama-lamanya. Dalam bahasa Jawa disebut “adol plas atau adol
jugil” (Ngoko), “sade plas atau sade jugil” (Kromo).
c. Jual Gadai
34
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010)hlm.74
35
Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA (Jakarta: PT. RINEKA Cipta, 1995) hal 39
Politik Agraria | 20
Dalam bahasa Jawa (adol sende), Sunda (ngajual akad atau gade), yang
mengandung arti penyerahan tanah untuk dikuasai orang lain dengan menerima
pembayaran tunai, dimana sipenjual (penggadai, milik tanah) tetap berhak untuk
menebus kembali tanah tersebut.
d. Jual Tahunan
Dalam istilah Jawa (adol taunan, oyodan, troeongan, kemplongan) ialah
perjanjian penyerahan sebidang tanah (sawah atau kebun) oleh seseorang kepada
orang lain dan setelah beberapa tahun sebagaimana ditentukan tanah itu
dikembalikan lagi kepada yang menyerahkan semula.
e. Pemberian Tanah
Ialah penyerahan tanah kepada anggota kerabat atau orang lain bukan karena
adanya suatu kebutuhan pembayaran uang melainkan suatu sebab yaitu tanda
pengabdian, tanda kekeluargaan, sebagai pembayaran denda, pemberian
perkawinan, seabagi barang bawaan dalam perkawinan dan lain-lain.
f. Pembuktian Tanah
Dalam hukum adat tidak disyaratkan harus diatas kertas dalam bentuk surat,
tetapi cukup dengan kesaksian anggota kerabat tentangga dan tua-tua adat.
Politik Agraria | 21
Kemudian pengertian hukum Agraria sebelum adanya UUPA yakni Hukum dan
kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa diorentasikan pada
kepentingan dan keuntungan mereka penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang.
Mereka sebagai penguasa sekaligus merangkap sebagai pengusaha menciptakan
kepentingan-kepentingan atas segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia yang
menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan
banyak kepentingan rakyat Indonesia.38
Hukum agraria kolonial memiki sifat dualisme hukum, yaitu dengan berlakunya
Hukum Agraria yang berdasarkan atas hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan
berdasarkan atas hukum barat.39
Sebelum berlakunya UUPA, tanah adat masih merupakan milik dari suatu
persekutuan dan perseorangan. Tanah adat tersebut mereka pergunakan sesuai dengan
kebutuhan mereka dalam memanfaatkan dan mengolah tanah itu, para anggota persekutuan
berlangsung secara tertulis. Selain itu dalam melakukan tindakan untuk menggunakan
tanah adat, harus terlebih dahulu diketahui atau meminta izin dari kepala adat. Dengan
demikian sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih tetap milik anggota persekutuan
hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya tanpa adanya pihak yang melarang.
Demikian pula sistem hukum adat yang berlaku dapat dikatakan terpengaruh oleh
pandangan masyarakat yang kapitalis dan feodal itu.Dalam hukum adat sana-sini kita
saksiakan corak feodal yang kini tak sesuai dengan jaman.Sebagai contoh tentang corak-
corak feodal dalam hukum adat adalah diwilayah Verstenlenden, khusus berkenaan dengan
hubungan pemakian tanah oleh pengusaha-pengusaha besar dan rakyat. Setelah diadakan
reorganisasi agrarian diwilayah swapraja telah diintrodusir suatu hak atas tananh dari
pengusaha kebun besar barat yang terkenal dengan nama “hak konversi”. Seluruh stelsel
hukum tanah yang berkenaan dengan hak konversi di swapraja Surakarta dan Yogyakarta
memperlihatkan ciri-ciri feodal.Dengan sistem ini maka si pengusaha barat yang
mengadakan perjanjian dengan swapraja dan pejabat-pejabatnya memperoleh tanah dan air
berikut buruh untuk mengerjakannya.Buruh ini dipekerjakan secara paksa dan tak dibayar.
Rakyat turut bekerja secara paksa tanpa dibayar.Bagi para pengusaha barat yang menyewa
tanah dari pemangku-pemangku jabatan feodal.Sistem konversi ini dapat berjalan karena
disandarkan atas pengertian feodal bahwa semua tanah itu pada hakekatnya berada dalam
kekuasaan Sultan. Rakyat hanya dipandang sebagai “pachter” yang memberikan separoh
daripada hasil pekerjaanya kepada “Raja” dalam hubungannya ini adalah terkenal dengan
sistem “apanage” dan para bekel-bekel yang mengeruk keuntungan daripada hasil
pekerjaan rakyat penduduk tanah yang bersangkutan.
Politik Agraria | 22
menetapkan, terikat dan tunduk pada tata hukumya sendiri. Masyarakat hukum adat
adalah yang timbul secara spontan di wilayah tertentu yang berdirinya tidak
ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa
lainnya dengan rasa solidaritas yang sangat besar di antara para anggota yang
memandang bukan anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan
wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya
oleh anggotanya. Pemanfaatan oleh orang luar harus dengan izin dan pemberian
imbalan tertentu berupa recohnisi dan lain-lain.
3) Menurut UUPA yang dimaksud dengan hukum adat ialah hukum aslinya golongan
rakyat pribumi yang meupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan
mengandung unsur-unsur nasional asli yaitu sifat kemasyarakatan dan kekluargaan
yang berdasarkan keseimbangan serta diliputi oleh suasan keagamaan.
Dalam rangka unifikasi hukum, hukum adat dijasikan dasar pemebntukan hukum
agrarian nasional dalam UUPA terdapat bebrapa tempat penyebutan Hukum Adat antara
lain:
1. Dalam konsideran/pertimbangannya
Untuk menjamin kepastian hukum agrarian perlu adanya hukum agaraia nasioanal
yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanh yang sederhan dan menjamin kepastian
hukum bagi seluruh rajyat Indonesia dengantidak mengabaikan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.
2. Pasal 5
Hukum agrarian berlaku terhadap bumi, air, runag angkasa, dan kekayaaan alam
yang terkandung di dalamnya ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan Negara denag sosialisme Indonesia serta dnegan peraturan lainya
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
3. Penjelasan umum Angka III
Oleh karena rakyat Indonesia sebagian terbesar tunduk pada hukum adat maka
hukum agararia yang baru tersebut akan disandarkan pula pada ketentuan hukum adat itu
sebagai hukum yang asli yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan
masyarakat dalam Negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia
internasional serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia.
Hukum tanah nasional berdasarkan hukum adat menunjukkan adanya hubungan
fungsional antara hukum adat dan hukum tanah nasional. Dalam pembangunan hukum
tanah nasional hukum adat berfungsi sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-
bahan yang diperlukan. Sedang dalam hubungannya dengan hukum tanah nasional positif
hukum adat berfungsi sebagai bahan hukum yang melengkapi.
Sebelum adanya UUPA di Indonesia ada dualisme hukum yang mengatur tentang
pertahanan, yang mengatur bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya, yaitu
hukum adat dan hukum Barat. Sifat dualisme dalam hukum agraria di Indonesia ini, adalah
sebagai warisan dari jaman kolonial, “akibat dari politik hukum pemerintahan jajahan”.
Dualisme dalam hukum agraria ini memberikan tempat berkembangnya “hukum antar
golongan”, juga tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang telah
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1982. Sejarah hukum agraria lama
tersebut dalam banyak hal, tidak merupakan alat penting untuk membangun masyarakat
Politik Agraria | 23
yang adil dan makmur, bahkan merupakan penghambat pencapaiannya. Hal itu terutama
disebabkan karena:
1) Sejarah Hukum agraria lama itu sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-
sendi dari pemerintah jajahan, sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat
didalam melaksanakan pembangunan nasional.
2) Sejarah Hukum agraria lama bersifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan hukum
adat disamping peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat.
3) Bagi rakyat asli sejarah hukum agraria penjajahan tidak menjamin kepastian hukum
seluruh rakyat Indonesia.
Dalam membicarakan hak dan kewajiban atas tanah, kita tinjau lebih dahulu
beberapa hak atas tanah yang penting harus kita ketahui yang berasal dari hukum agraria
sebelum adanya UUPA. Antara lain adalah :
1. Hak Ulayat ialah hak atas tanah yang dipegang oleh seluruh anggota masyarakat
hukum adat secara bersama-sama (komunal). dengan hak ulayat ini masyarakat
hukum adat yang bersangkutan menguasai tanah tersebut secara menyeluruh.
Adapun hak warga masyarakat atas tanah yang terwujud dalam dalam hak ulayat ini
pada dasarnya berupa :
a. Hak untuk meramu atau mengumpulkan hasil hutan yang ada di wilayah atau
wewenang hukum masyarakat mereka yang bersangkutan.
b. Hak untuk berburu dalam batas wilayah atau wewenang hukum masyarakat
mereka.
2. Hak milik atau Hak Pakai
Hak milik (Adat) atas tanah adalah suatu hak atas tanah yang dipegang oleh
perorangan atas sebidang tanah tertentu yng terletak didalam wilayah hak ulayat
maskarakat hukum adat yang bersangkutan. Contohnya tanah yang dikuasai dengan hak
milik dalam hukum adat itu berupa sawah dan beralih turun menurun.
Hak pakai (Adat) atas tanah adalah suatu hak atas tanah menurut hukum adat yang
telah memberikan wewenang kepada seseorang tertentu untuk memakai sebidang tanah
tertentu bagi kepentingannya. biasanya tanah yang dikuasai dengan hak pakai dalam
hukum adat itu berupa ladang.
Hukum perdata Barat demikian juga hukum tanahnya bertitik tolak dari pengutamaan
kepentingan pribadi (individualistis /liberalistis), sehingga pangkal dan pusat pengaturan
terletak pada eigendom-recht (hak eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan
mutlak, di samping domein verklaring (pernyataan domein) atas pemilikan tanah oleh
Negara.
Hukum Adat demikian juga hukum adat tanahnya sebagai bagian terpenting dari
hukum adat, bertitik tolak daripemungutan kepentingan masyarakat (komonalitas) yang
berakibat senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan umum dan kepentingan
perorangan. Dalam hukum tanah adat, hak ulayat, yang merupakan hak persekutuan hukum
atas tanah, merupakan pusat pengaturan. Hak perorangan warga masyarakat adat,
memperoleh hak milik garapannya, setelah memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila
warga tersebut terus menggarap bidang tanah termaksud secara efektif, maka hubungan
hak miliknya menjadi lebih intensif dan dapat turun temurun. Akan tetapi apabila warga
tersebut menghentikan kegiatan menggarapnya, maka tanah itu kambali ke dalam cakupan
hak ulayat persekutuan hukumnya dan hak miliknya melebur. Jadi dengan demikian ada
landasan filsafat yang berlainan antara hukum perdata barat dengan :
1. Hak-hak atas tanah yang terpenting menurut hukum perdata barat
Politik Agraria | 24
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kedudukan tanah-tanah sebelum
berlakunya UUPA, perlu diketahui terlebih dahulu macam-macam hak atas tanah pada
zaman kolonial, yang dikenal dengan hak-hak Barat diatur dalam Burgerlijk Wetboek,
diantaranya hak eigendom, hak postal, hak erfpacht dan sebagainya.
a. Hak Eigendom
Hak eigendom adalah hak kebendaan yang paling luas. Pasal 570 B.W.
menerangkan,bahwa eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan
(menikmati) suatu benda sepenuhpenuhnya dan untuk menguasainya seluas-luasnya, asal
tidak bertentangan dengan undang-undang atauperaturan-peraturan umum yang ditetapkan
oleh instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya, serta tidak mengganggu hak-hak
orang lain, semua itu kecuali pencabutan eigendom (onteigening) untuk kepentingan
umum dengan pembayaran yang layak menurut peraturan-peraturan umum.
Dalam pasal ini ditetapkan dengan tegas, bahwa eigendom itu adalah suatu hak
kebendaan (zakelijk recht), artinya orang yang mempunyai eigendom itu mempunyai
wewenang untuk :
1) Menggunakan atau menikmati benda itu dengan batas dan sepenuh-penuhnya;
2) Mengasai benda itu dengan seluas-luasnya.
3) Onteigening (dicabut) harus untuk kepentingan umum dengan ganti kerugian yang
layak dan menurut peraturan-peraturan hukum.
b. Hak Erfpacht
Dalam Pasal 720 BW Hak Erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya kegunaan sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban untuk membayar
setiap tahun sejumlah uang atau hasil bumi kepada pemilik tanah sebagai pengakuan atas
hak eigendom dari pemilik itu.
c. Hak Opstal
Menurut pasal 711 BW hak postal adalah suatu hak kebendaan (zakeijk recht) untuk
mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas tanah milik orang lain.
3. Hak-hak tanah yang terpenting menurut hukum Adat. Sedangkan hukum adat
mengenal peristilahan
A. Hak persekutuan atas tanah :
1) Hak ulayat;
2) Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas.
B. Hak perorangan atas tanah :
1) Hak milik, hak yasan (inland bezetrecht),
2) Hak wewenang pilih, hak kima-cek, hak mendahulu (voorkeursrecht),
3) Hak menikmati hasil (genotsrecht),
4) Hak pakai (gebruiksrecht), dan hak menggarap/mengolah (ontginningsrecht),
5) Hak imbalan jabatan (ambtelijk profijtrecht),
6) Hak wewenang beli (naastingsrecht).
Selain itu UUPA juga di bentuk berdasarkan hukum adat, badan pembentuk undang-
undang pada waktu pembentukan UUPA itu menggunakan pola pikiran hukum adat,
dimana kekurang-kekurangan yang terdapat dalam hukum adat yaitu hukum agraria adat
“dilengapi” oleh hukum agraria barat, baik yang tercantum dalam KUHS buku kedua
maupun dalam undang-undang sediri dari luas KUHS atau dengan nama lain, resepsi
hukum agraria asing (Barat) ke dalam hukum agraria Indonesia sifatnya hanya melengkapi
saja. jadi hakikatnya UUPA No. 5/1960 adalah hukum agraria adat dengan “kostum baru”
yaitu hukum agraria adat yang diberi bentuk tertulis atau bentuk undang-undang. sebab
Politik Agraria | 25
hukum undang-undang (tertulis) itu semuanya berasal dari hukum kebiasaan (tidak
tertulis), sedangkan hukum adat adalah hukum kebiasaan yang berasal dari nenek moyang
bangsa Indonesia, bukan dari kebiasaan (barat) seperti misalnya sewa-beli (Huurkoop) dan
penyerahan hak milik dengan kepercayaan (Fiducia), karena hal demikian maka pola pikir
hukum adat ini dicantumkan dalam pasal 5 UUPA No. 5/1960 yang menetapkan bahwa
pada pokok hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional negara.
Oleh karena itu adat merupakan hukum adat yang telah disempurnakan dan
disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat modern yang tidak lepas kebutuhan
ekonomi dan keuangan dalam negeri. bukan hanya dalam negeri, lintas internasional juga
ikut andil, seperti pada Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu
Undang-undang No. 78 tahun 1958 LN 1958/138 dan Undang-undang No. 1 tahun 1967
LN 1967/1, TLN 2818 dimana perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia
memerlukan tanah untuk usaha-usaha perkebunan, peternakan, untuk pembangunan
perumahan-perumahan, pabrik-pabrik dan lainya.
Hukum adat mengenai pertahananmasyarakat dalam pertumbuhanya dapat
digolongkan dalam 3 bentuk yaitu :
a. masyarakat geneologis terbentuk karena ada hubungan keluarga sehingga
memiliki hubungan yang sangat erat.
b. masyarakat teritorial terbentuk karena para individunya berkeinginan yang sama
untuk menempati suatu wilayah
c. masyarakat gabungan merupakan gabungan dari geneologis dan teritorial.
Hubungan antara satu orang dengan yang lainya dalam masyarakat akan menjadi
lebih erat ketika para manusianya menginginkan dan mampu membentuk persekutuan
hukum, persekutuan hukum tersebut masing-masing menyesuaikan kebebasanya sesuai
dengan kendali yang teah disepakati bersama untuk hidup dengan tertib dan tenang dalam
suatu masyarakat tersebut. Dalam masyarakat geneologis masalah pertanahan tidak akan
muncul karena diantara mereka memiliki hubungan yang erat, namun dalam masyarakat
teritorial masalah pertanahan akan sangat terlihat karena ikatan mereka hanya sebatas
kesamaan dalam menempati suatu wilayah. oleh karena itu para individu yang terhimpun
dalam suatu kelompok masyarakat untuk kelangsungan hidup dan perkembangan
pertumbuhanya sangat memerlukan hal-hal sebagai berikut:
1. sumber-sumber alami yang menyediakan bahan-bahan bagi kepentingan hidupnya.
dan tanahlah yang merupakan pengandung sumber-sumber tersebut. sehingga tanah
sebagai tempat tinggal dan tanah sebagai pengandung sumber-sumber tersebut
merupakan wilayah (teritorial) mereka yang tidak boleh dianggap oleh pihak lain
(pihak luar).
2. kebudayaan, yang pada waktu itu tumbuh dan dikembangakan oleh para anggota
masyarakat itu sendiri.
Dalam kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat, akan tercipta
peraturan-peraturan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam usaha
memanfaatkan dan mendayagunakan tanah, seperti misalnya :
a. Hak memungut hasil hutan
b. diatur pula secara demikian rupa mengenai pemberian-pemberian kesempatan kepada
para anggota masyarakat untuk membuka hutan di lingkungan masyarakatnya.
c. Hak mennggembalakan ternak dikawasan hutan yang di bawah persekutuan hukum.
Undang – undang pokok agrarian di dasarkan atas hukum adat, dengan dicabutnya
peraturan dan keputusan agraria kolonial, maka tercapailah kesatuan hukum agrarian yang
berlaku di Indonesia, yang sesuai dengan kepribadian dan persatuan bangsa Indonesia.
Politik Agraria | 26
Dalam rangka mewujudkan kesatuan hukum tersebut, hukum adat tentang tanah
dijadikan dasar pembentukan hukum agrarian nasional. Hukum adat dijadikan dasar karena
hukum tersebut dianut sebagian besar rakyat Indonesia. Sehingga hukum adat tentang
tanah mempunyai kedudukan yang istimewa dalam pembentukan hukum agraria nasional.
Hukum adat sebagai dasar bagi pembentukan Hukum Agraria nasional mempunyai 2
kedudukan, yaitu :
1) Hukum adat sebagai dasar utama
Penunjukan hukum adat sebagai dasar utama dalam pembentukan hukum agraria
nasional dapat disimpulkan dalam konsideran UUPA di bawah perkataan “Berpendapat”
huruf a, yaitu: “bahwa berhubungan dengan apa yang disebut dalam pertimbangan –
pertimbangan diatas perlu adanya Hukum Agraria nasional, yang berdasarkan atas hukium
adat tentang tanah, yang sederhana, dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur –unsure yang bersandar pada nhukum agraria.
Disamping itu juga dapat dilihat dalam Penjelasan Umum III No 1, yaitu: “…dengan
sendirinya Hukum Agraria baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat
banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian terbesar tunduk pada Hukum Adat, maka
Hukum Agraria yang baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan – ketentuan
Hukum Adat itu, sebagai hukum yang asli, yang di sempurnakan dan di sesuaikan dengan
kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia
internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia.
Hukum adat sebagai dasar pembentukan Hukum Agraria nasional memang
menghadapi kesulitan-kesulitan tertentu. Kesulitan tersebut berkaitan dengan sifat
pluralisme hukum Adat itu sendiri, masing-masing masyarakat hukum adat mempunyai
hukum adatnya sendiri-sendiri yang tentunya terdapat perbedaan. Untuk itu perlu dicari
persamaan-persamaannya, yaitu dengan merumuskan asas-asas/konsepsi, lembaga-
lembaga hukum dan sistem hukumnya. Hal-hal inilah yang diambil dalam hukum adat
untuk dijadikan dasar utama dalam pembentukan Hukum Agraria nasional.
Asas-asas/konsepsi, lembaga-lembaga, dan sistem hukum adat tersebut dituangkan
dalam pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan dalam UUPA sebagai hukum positif. Berkaitan
dengan hal ini, Soedikno Mertokusumo menejlaskan:40
a. Asas-asas hukum adat yang diambil sebagai dasar:
1. Menurut konsepsi adat, hubungan manusia dengan kekayaan alam seperti tanah
mempunyai sifat religiomagis, artinya kekayaan alam itu merupakan kekayaan yang
dianugerahkan Tuhan pada masyarakat Hukum Adat. Konsepsi ini kemudian dimuat
dalam pasal 1 ayat 2 UUPA.
2. Di dalam Lingkungan masyarakat Hukum Adat dikenal hak ulayat. Hak ulayat adalah
hak dari masyarakat hukum adat yang berisi wewenang dan kewajiban untuk
menguasai, menggunakan, dan memelihara kekayaan alam yang ada dalam
Lingkungan wilayah hak ulayat tersebut. Jadi hak ulayat bukan untuk memiliki, tetapi
hanya merupakan hak menguasai. Hak ulayat ini kemudian dijadikan dasar dalam
menentukan hubungan negara dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Konsep ini kemudian dimuat dalam
pasal 2 UUPA.
3. Di dalam konsepsi Hukum Adat disamping ada hak masyarakat Hukum Adat yaitu
hak ulayat juga, ada hak perseorang atas tanah yang diakui. Masing – masing
individu diberi kesempatan untuk mempunyai hak atas tanah. Konsepsi ini kemudian
dimuat dalam pasal 4 jo pasal 16 UUPA. Di dalam hukum adat dikenal suatu asas; “di
dalam hak individu terlekat hak masyarakat”. Hal ini merupakan perwujudan dari
40
Urip santoso,Hukum Agraria dan Hak – hak atas tanah (Jakarta: Prenada Media Group,
2005) hal 66-68
Politik Agraria | 27
sifat kemasyarakatan Indonesia. Asas ini mengandung arti bahwa penggunaan hak
individu harus memerhatikan dan bahkan tidak boleh merugikan kepentingan
masyarakat. Konsepsi ini kemudian dimuat dalam pasal 6 UUPA.
4. Dalam masayarakat hukum adat terdapat asas gotong royong. Setiap usaha yang
menyangkut kepentingan individu dan masyarakatselalu dilakukan melalui gotong
royong. Hal ini untuk mencegah adanya persaingan dan pemerasan anatara golongan
yang mampu terhadap golongan yang tidak mampu. Konsepsi ini kemudian dimuat
dalam pasal 12 ayat 1 UUPA.
5. Asas lain yang terdapat dalam hukum adat adalah ada perbedaan antara warga
masyarakat dan warga asing dalam kaitannya dengan penguasaan, penggunaan
kekayaan alam. Warga masayarakat dapat mengolah, memetik hasil hutan, dan
bahkan mempunyai tanah. Sedangkan warga asing tidak mempunyai hak atas tanah,
mereka hanya dapat memetik hasil hutan dan itu pun dengan syarat harus
memperoleh izin dari kepala adat masyarakat yang bersangkutan. Dalam konsepsi
ada perbedaan kedudukan antara warga masyarakat dengan warga asing dalam
hubungannya dengan penguasaan tanah. Konsepsi ini dimuat dalam pasal 9 UUPA.
b. Lembaga – lembaga Hukum Adat
Lembaga hukum adat yang diambil sebagai dasar utama pembentukan hukum
agrarian nasional adalah susunan macam – macam hak atas tanah. Macam – macam hak
atas tanah yang ada dalam hukum adat seperti hak milik / hak yasan, hak pakai, hak sewa,
hak membuka tanah, hak menikmati hasil hutan. Susunan macam – macam hak atas atanah
yang demikian ini kemudian diangkat dan dijadikan dasar dalam penyusunan hak-hak atas
tanah dalam hukum agraria nasional sebagaiamana diatur dalam pasal 16 UUPA.
Namun demikian, macam – macam hak atas tanah yang ada dalam hukum adat
tersebut masih perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia
yang menuju masayarakat modern. Penyempurnaan tersebut adalah adanya tambahan hak
baru, yaitu hak guna usaha dan hak guna bangunan. Juga adanya keharusan pendaftaran
tanah terhadap macam-macam hak atas tanah tersebut.
c. Sistem hukum adat terutama mengenai sistematika hubungan manusia dengan tanah
Di dalam sistem hukum adat, tanah merupakan hak milik bersama masyarakat
hukum adat atau yang dikenal dengan hak ulayat. Hak ini merupakan hak tertinggi
kedudukannya. Hak ulayat ini mengandung 2 unsur, yakni unsur kepunyaan artinya semua
anggota masyarakat mempunyai hak untuk menggunakan, dan unsur kewenangan artinya
untuk mengatur, merencanakan, dan memimpin penggunaannya. Sistem hukum adat ini
diangkat sebagai sistem hukum agrarian nasional, yang dimuat dalam pasal 2, pasal 4,
pasal 16 UUPA.
2) Hukum adat sebagai hukum pelengkap
Pembentukan hukum agrarian nasional menuju kepada tersediannya peangkat hukum
yang tertulis, yang mewujudkan kesatuan hukum, memberikan jaminan kepastian hukum,
dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah merupakan suatu
proses yang memakan waktu. Selama proses tersebut belum selesai, hukum tertulis yang
sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan pelengkap agar tidak terjadi
kekosongan hukum.
Dalam hubungannya dengan hukum agrarian nasional tertulis yang belum lengkap
itulah norma – norma hukum adat berfungsi sebagai pelengkapnya. Hal ini telah
dinyatakan dalam pasal 56 UUPA, yaitu: “selama undang – undang mengenai hak milik
sebagai tersebut dalam paasal 50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah
ketentuan – ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai
hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang
Politik Agraria | 28
dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-
ketentuan undang-undang ini”.
Oleh karena itu, hukum adat yang berlaku di Indonesia beraneka ragam dan memiliki
kekurangannya masing-masing, maka hukum adat yang dijadikan dasar hukum agraria
nasional ialah hukum adat yang telah disaneer, yang berarti hukum adat yang telah
dibersihkan dari cela-celanya serta ditambah kekurangan-kekurangannya agar supaya dapat
berlaku umum untuk seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Soedalhar, berlakunya hukum adat tersebut bukanlah hukum adat yang
murni, akan tetapi hukum adat yang tealh disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara yang sedang membangun.
Persyaratan dan pembatasan berlakunya hukum adat dalam hukum agraria nasional
secara tegas dimuat dalam pasal 5 UUPA, yaitu:
a) Tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara
b) Tidak bertentangan dengan sosialisme Indonesia
c) Tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam UUPA itu sendiri
d) Tidak bertentangan dengan peraturan agrarian lainnya
e) Harus mengindahkan unsur – unsur yang bersandar pada hukum agama.
Panitia ini dibentuk dengan penetapan presiden no. 16 tahun 1948 tanggal 21 mei
1948 berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo, kepala bagian
Agraria kementrian dalam negeri. Panitia ini mengusulkantentang asas-asas yang akan
menjadi dasar-dasar hukum agraria yang baru, yaitu :
1. Meniadakan asas domein dan pengakuan hak ulayat.
2. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat,
yaitu hak milik yang dapat dibebani hak tanggungan.
3. Mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap Negara Negara lain, terutama
Negara – Negara tetangga, sebelum menentukan apakan orang – orang asing dapat
pula mempunyai hak milik atas tanah.
Dr. Santoso Urip, S.H., M.H, Hukum Agraria Kajian Komprehensif,(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
41
Politik Agraria | 29
2. Mengadakan ketentuan batas maksimum pemilikan tanah, yaitu 25 hektar untuk satu
keluarga.
3. Pertanian rakyat hanya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan tidak
dibedakan antara warga Negara asli dan bukan asli.
4. Bangunan hukum untuk pertanian rakyat ialah hak milik, hak usaha, hak sewa, dan
hak pakai.
5. Pengaturan hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar Negara dengan suatu
undang-undang.
c. Panitia Soewahjo
d. Rancangan Soenarjo
e. Rancangan Sadjarwo
Berdasarkan dekrit persiden tanggal 5 juli 1959 kita kembali kepada UUD 1945.
Berhubung rancangan Soenarjo yang telah diajukan kepada DPR beberapa waktu yang lalu
disusun berdasarkan UUDS 1950, maka dengan surat presiden tanggal 23 maret 1960
rancangan tersebut ditarik kembali dan disesuaikan dengan UUD 1945.
42
Ibid, hal 43.
Politik Agraria | 30
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan disempurnakan dengan bahan – bahan
dari berbagai pihak, maka rancangan undang undang pokok agraria yang baru diajukan
oleh menteri agrarian Sadjarwo kepada kabinet. Rancangan Sadjarwo ini disetujui oleh
kabinet inti dalam sidangnya tanggal 1 agustus 1960. Kemudian dengan amanat presiden
Soekarno tanggal 1 agustus 1960 nomor 2584/HK/60, rancangan tersebut diajukan kepada
dewan perwakilan rakyat gotong royong.
Dalam siding pleno sebanyak 3 kali, yaitu 12, 13 dan 14 september 1960 diadakan
pemeriksaan pendahuluan. Kemudian dengan suara bulat DPRGR menerima baik
rancangan undang undang pokok agraria. Pada hari sabtu tanggal 14 september 1950 yang
telah disetujui oleh DPRGR itu disahkan oleh presiden menjadi undang undang no. 5 tahun
1960 tentang peraturan dasar pokok pokok agraria, LNRI tahun 1960 no. 104 – TLNRI no.
2043, yang menurut dictum kelimanya disebut undang undang pokok agraria (UUPA)43.
J. Tujuan Undang – Undang Pokok Agraria
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam
pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah
satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut,
ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada
tercapainya cita-cita diatas. Hal itu disebabkan terutama:
a. Karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi
olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam
melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan revolusi nasional
sekarang ini;
b. Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria
tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan dari
hukum-adat disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum
barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan yang serba
sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
c. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
Berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum agraria baru yang nasional, yang
akan mengganti hukum yang berlaku sekarang ini, yang tidak lagi bersifat dualisme,
yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi
bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula
dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya, menurut permintaan
zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional harus mewujudkan
penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta
khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-
undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara yang tercantum didalam
Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 dan ditegaskan didalam
Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.
43
Ibid, hal 45.
Politik Agraria | 31
Berhubung dengan segala sesuatu itu maka hukum yang baru tersebut sendi-sendi
dan ketentuan-ketentuan pokoknya perlu disusun didalam bentuk undang-undang, yang
akan merupakan dasar bagi penyusunan peraturan-peraturan lainnya.
Sungguhpun undang-undang itu formil tiada bedanya dengan undang-undang lainnya
- yaitu suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat - tetapi mengingat akan sifatnya sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria yang
baru, maka yang dimuat didalamnya hanyalah azas-azas serta soal-soal dalam garis
besarnya saja dan oleh karenanya disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Adapun
pelaksanaannya akan diatur didalam berbagai undang-undang, peraturan-peraturan
Pemerintah dan peraturan-perundangan lainnya.44
Tujuan diundangkan UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria nasional dimuat dalam
penjelasan umum UUPA, yaitu :
a. Meletakkan dasar dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional, yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi
Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.
b. Meletakkan dasar dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertahanan.
c. Meletakkan dasar dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak ha katas
tanah bagi rakyat seluruhnya.
K. Asas – Asas dalam Undang – Undang Agraria
Dalam UUPA dimuat sebelas asas dari hukum Agraria nasional. Asas asas ini karena
sebagai dasar dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari UUPA dan segenap
peraturan pelaksanaannya. Sebagai asas tersebut, adalah sebagai berikut :
a. Asas Kenasionalan
b. Asas pada tingkatan tertinggi, bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara.
c. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dari pada kepentingan perseorangan atau golongan.
d. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
e. Asas hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah.
f. Asas persamaan bagi setiap warga Negara Indonesia.
g. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya
sendiri dan mencegah cara cara yang bersifat pemerasan.
h. Asas tata guna tanah atau penggunaan tanah secara berencana.
i. Asas kesatuanan hukum.
j. Asas jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
k. Asas pemisahan Horizontal.45
44
Penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Rancangan Undang-Undang Pokok
Agraria
45
Soimin Sudaryo, S.H.,Status hak dan pembebasan tanah, (Jakarta: sinar grafika, 1994) hal 66.
Politik Agraria | 32
Hak pengelolahan sebagai bagian dari hak-hak penguasaan atas tanah yang kini
berlaku di indonesia, tidak dapat dipisahkan begitu saja dari hak-hak penguasaan atas tanah
pada umumnya. Hak-hak penguasaan atas tanah pada umumnya pada hakikatnya
merupakan refleksi dari pandangan manusia terhadap dirinya sebagai manusia dalam
hubungannya dalam pandangannya terhadap tanah.pada umumnya pandangan terhadap
manusia ada yang menitik beratkan kepada manusia sebagai individu, dan ada pula yang
menitik beratkan kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Menurut koesnoe (1979 : 4) bahwa hukum barat berpangkal pada pandangan bahwa
seorang itu adalah makhluk yang bebas atau merdeka dan sama satu dengan yang lain,
akibat sebagai pengalaman sebagai manusia yang hidup bersama dengan lain individu,
maka setiap individu berusaha untuk sedapatnya mempertahankan kebebasannya atau
kemerdekaannya itu, sehingga kemerdekaan dan kebebasan masing-masing dapat saling
terganggu. Hal ini hanya dapat dihindari dengan mengadakan perjanjian masyarakat,
dimana satu sama lain akan menghormati kemerdekaan masing-masing dalam berusaha
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing yang beraneka ragam. Pedoman
hidup yang menetapkan syarat-syarat yang disertai dengan sanksi disebut dengan hukum.
Kehadiran hukum didalam masyarakat diantaranya untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan tersebut. pengorganisasian kepentingan-
kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut. hukum
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mealokasikan suatu kekuasaan kepadanya
untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Hak penguasaan yang dikonfersi menjadi hak pengelolaan oleh peraturan mentri
agreria no 9 tahun 1965 semula diatur oleh peraturan pemerintah no 8 tahun 1953 yang
ditetapkan pada waktu sebelum berlakunya undang-undang pokok agrria no 5 tahun 1960.
Istilah pengelolaan memang ada disebut didalm penjelasan umum undang-undang pokok
agraria no 5 tahun 1960. Hal itu dapat dibaca dipenjelasan umurm II angka (2) yang
menyatakan bahwa dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas negara dapat
memberikan tanah demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak
menurut peruntukan dan keperluannya misalnya hal milik, hak guna usaha, hak bangunaan,
dan hak pakai atau memberikannya dalam pengelolahan kepada suatu badan penguasa
untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (pasal 2 ayat 4) (boedi
harsono 1983 : 29-30).Pasal 2 ayat 4 undang-undang pokok agraria nomer 5 tahun 1960
telah memberikan kemungkinan untuk memberikan suatu hak baru yang namanya ketika
itu belum ada. Hak itu merupakan suatu dilegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai
menguasai negara kepada daerah- daerah otonom dan masyarakat hukum adat.
Politik Agraria | 33
a. Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasioanl dan
pemberian jaminan kepastian hukum.
b. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
c. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
d. Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan hukum
yangberhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenal dengan program landreform;
e. Perncanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya serta penggunaan secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan
kemampuannya.
Sebagai undang-undang nasional, UUPA memiliki sifat nasional material dan formal.
Sifat nasional material berkenaan dengan substansi UUPA. Sedangkan nasional formal
berkenaan dengan pembentukan UUPA.46
Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus
mengandung asas-asas berikut :47
a. Berdasarkan hukum tanah adat;
1) Sederhana.
2) Menjamin kepastian hukum.
3) Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama.
4) Memberi kemungkinan suapya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai
fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.
5) Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia.
6) Memnuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal
agraria.
7) Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-
cita bangsa seperti yang tercantum dalam undang-undang.
8) Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto
Politik.
9) Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Sifat nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPA yang memenuhi
sifat sebagai berikut: 48
46
Imam Sotiknjo, Pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria dala Rangka Menyukseskan Pelita V, Makalh
Ceramah Sehari, Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, 1989, hlm. 2-3 dalam UripSantoso.
47
Boedi Harsono, hukum Agraria Indonesia-sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan
Pelaksanaanya. Jilid 1 : Hukum Tnaha Nasional, edisi revisi, (Jakarta Djambatan, 2003)
48
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan
Penjelasannya, Djambatan, Jakarta, Jilid 1, 1999.
Politik Agraria | 34
a. Dibuat oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR;
b. Disusun dalam bahasa nasional Indonesia;
c. Dibentuk di Indonesia;
d. Bersumber pada UUD 1945;
e. Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Politik Agraria | 35
RINGKASAN
Sejarah Manusia Dengan Tanah
Manusia dengan tanah sejak dulu memiliki keterkaitan yang erat, Persoalan
tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting oleh karena
sebagian besar daripada kehidupan manusia adalah sangat tergantung pada tanah. Tanah
dapat dilihat sebagai suatu yang mempunyai sifat permanent dan dapat dicadangkan untuk
kehidupan masa yang akan datang. Tanah adalah tempat pemukimandari umat manusia
disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui
pertanian serta pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan tempat persemayaman terakhir bagi
seorang yang meninggal dunia.
Tanah mempunyai peranan peranan yang sangat besar dalam dinamika pembangunan,
maka didalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 3 Ayat (3) disebutkan bahwa Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan mengenai tanag juga
dapat kita lihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut
permukaan bumi.Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala
aspeknya, melainkan di sini mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian
yuridis disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat(1)
UUPA yaitu “ Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hakatas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia, dengan tanah manusia dapat
berpijak dalam melakukan semua aktifitasnya sehari-hari, dan seperti kita ketahui bahwa
pada kenyataannya tanah adalah benda mati akan tetapi mempunyai sumber nilai dan
manfaat yang sangat signifikan bagi seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini.
Tanah juga merupakan faktor terpenting bukan saja di saat manusia masih hidup
tetapi disaat manusia meninggal dunia, membutuhkan tanah sebagai tempat peristirahatan
yang terakhir. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia adalah bahwa kehidupan
manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan
memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah Hal ini dapat di lihat
dalam kehidupan masyarakt Indonesia pada masing-masing wilayah tempat tinggal dan
selain pada masyarakat Indonesia, tanah juga berdampak pada pemerintah yang dalam hal
ini pemerintah mempunyai kewenangan untuk menguasai tanah di pergunakan dan
Politik Agraria | 36
diperuntukan pada masyarakat tapi kenyataan yang terjadi masyarakat banyak di rugikan
oleh pemerintah.
Sebagaimana yang sudah di jelakan diatas, maka keberadaan kehidupan masyarakat
dengan tanah merupakan suatu hubungan antara tanah dan penguasanya, dalam hal ini
adalah masyarakat hukum adat, dalam kehidupan sehari-hari menjalankan aktifitas
mereka berdasarkan aturan dan norma yang berbeda-beda sesuai dengan adat tradisi yang
dianut oleh masing-masing masyarakt hukum adat yang terpencar pencar di seluruh
belahan jiwa bangsa Indonesia.
Pengertian Agraria
Sebutan agraria tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dalam bahasa latin ager
artinnya tanah atau sebidang tanah Agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanian atau tanah
pertanian, juga urusan pemilikan tanah.Sebutan agraria ataudalam bahasa Inggris
agrarianselalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan
agraria laws juga seringkali dipergunakan untuk mengarah kepada perangkat peraturan-
peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanahyang luas dalam
rangkameratakan penguasaan dan pemilikannya.
Pengertian agraria juga dapat dilihat dari segi terminologi bahasa, pengertian
agraria dapat juga ditemukan pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hal
tersebut diketemukan apabila membaca peraturandan pasalyang terdapat didalam
peraturan Undang-undang Pokok Agraria.Hukum agraria mempunyai arti atau makna
yang luas. Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi
dibawahnya serta yang berada dibawah air (pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (1))
Pengertian hukum Agraria sebelum adanya UUPA yakni Hukum dan kebijakan
pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa diorentasikan pada kepentingan
dan keuntungan mereka penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang. Mereka
sebagai penguasa sekaligus merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-
kepentingan atas segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia yang
menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan
banyak kepentingan rakyat Indonesia.
Upaya pemerintah Indonesia untuk membentuk hukum Agraria nasional yang akan
mengganti Hukum Agraria kolonial, yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945
sudah dimulai pada tahun 1948 dengan membentuk kepanitiaan yang diberi tugas
menyusun Undang –Undang Agraria. Setelah mengalami beberapa penggantian
kepanitiaan yang berlangsung selama 12 tahun sebagai suatu rangkaian proses yang
cukup panjang, maka baru pada tanggal 24 September 1960 pemerintah berhasil
membentuk Hukum Agraria Nasional, yang dituangkan dalam undang undang pokok
agrarian.
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam
pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah
satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut,
ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada
tercapainya cita-cita diatas. Hal itu disebabkan terutama:
Politik Agraria | 38
a. Karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi
dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara
didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan
revolusi nasional sekarang ini;
b. Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria
tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan
dari hukum-adat disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas
hukum barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan
yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
c. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam campuran atau gabungan antara
sumber daya alam hayati dan non hayati. Tanah bisa menjadi sumber daya alam
terperbaharui selama unsur-unsur atau komponen-komponen hayati tanah dapat
dipelihara dandipertahankan. Tanah mempunyai peranan penting dalam hidup dan
kehidupan masyarakat diantaranya sebagai perumahan dan jalan. Tanah merupakan
tempat pemukiman dari sebagian besar umat manusia, disamping sebagai sumber
penghidupan bagi manusia yang mencari nafkah melalui usaha tani dan perkebunan,
yang akhirnya tanah juga yang dijadikan persemayaman terakhir bagi seseorang yang
meninggal dunia
Tanah yang terdiri atas ke bawah berturut-turut dapat sisiran garapan dengan
sedalam bajak lapisan pembentuk humusdan lapisan dalam disebut dengan tanah
bangunan. Tanah bangunan merupakan tanah yang digunakan untuk mendirikan
sebuah bangunan diatasnya. Tanah garapan disebut juga sebagai tanah pertanian, tanah
pekarangan, tanah garapan juga dimanfaatkan untuk menanamitumbuhan dan
merupakan bagian dari lapisan bumi yang paling atas. Hal tersebut sesuai dengan
pengertian tanah secara geologis-agronomis.
Politik Agraria | 39
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut
peemukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di disini bukan mengatur tanah dalam
segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumu disebutkan
dalam PAsal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai
yang dimaksud dalam Pasal2 ditentukan adanya macam-macam ha katas permukaan
bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum”. Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu
hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan
hukum yang konkret, beraspek publik dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari
secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu
sistem. Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah
perukaan bumi sedangkan ha katas tanah adalah ha katas sebagian tertentu permukaan
bmi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Sedangkan
ruang dalm pengertian yuridis, yang berbatas, berdimensi tiga yaitu panjang, lebar, dan
tinggi, yang dipelajari dalam Hukum Penataan Ruang. Yang dimaksud dengan ha katas
tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemeganf haknya untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.
Hukum Tanah mengatur segi tertentu dari tanah itu sendiri, yakni menyangkut
Hak Penguasaan atas Atas Tanah (HPAT). Hukum yang berlaku dalam HPAT mencita-
citakan hukum yang tertulis, agar lebih mudah diketahui. Dalam pada itu, untuk
menjamin kepastian hukum maka Hukum Tanah Nasional (HTN) sejauhmungkin
diberi bentuk tertulis. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa sampai sekarang kita
belum mampu mengatur semua hukum mengenai HPAT di Indonesia secara tertulis.
Dengan perkataan lain, ada juga pengaturan HPAT dalam bentuk Hukum Adat, bahkan
dalam Hukum Kebiasaan-kebiasaan baru (yang bukan Hukum Adat). Oleh karena itu,
sampai saat ini hukum yang berlaku mengenai HPAT dalam HTN, terdiri atas :
M. Hukum tertulis, yang meliputi :
1) Pasal 33 UUD 1945.
2) UUPA.
3) Peraturan-peraturan pelaksanaan.
4) Peraturan-peraturan lama sebelum UUPA yang berlaku berdasarkan
peraturan peralihan dari UUD 1945.
N. Hukum yang tidak tertulis, yang meliputi :
1) Hukum Adat yang sudah disaneer.
2) Hukum kebiasaan-kebiasaan baru yang bukan Hukum Adat. Boedi
Harsono menyatakan bahwa dalam tiap Hukum Tanah terdapat pengaturan
mengenai berbagai Hak Penguasaan Atas Tanah (HPAT). Semua Hak
Penguasaan Atas Tanah (HPAT) berisi serangkaian wewenang, kewajiban,
dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai
tanah yang dihaki.
Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum,baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objekpengaturan yang sama yaitu hak
penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum
yang konkret, beraspekpublik dan privat, yangdapat disusun dan dipelajari secara
sistematis,hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem.
Politik Agraria | 40
Penguasaan dan Pengusahaan Tanah
Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik juga dalam arti yuridis.
Juga beraspek privat dan beraspek public. Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihaki, tidak diserahkan kepada orang lain. Ada penguasaan yurudis, yang
biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik pada
kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang
memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada
pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan
tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis
yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara
fisik misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai
penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan) akan tetapi secara fisik
penguasaanya tetap ada pada pemegang hak katas tanah.
Penguasaan yuridis tentang tanah beraspek pada Pasal 20 ayat (1) UUPA
menyatakan bahwa Hak Milik (HM) adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA
yakni mengenai fungsi sosial dari setiap hak atas tanah. Isi dan sifat HM disebutkan
‘turun-temurun, terkuat, dan terpenuh’. Sudargo Gautama memaknai ‘turun-temurun’
sebagai hak yang ‘dapat diwarisi dan diwariskan’. Boedi Harsono menegaskan bahwa
HM tidak hanya akan berlangsung selama hidup orang yang mempunyainya, tetapi
hak itu dapat pula diwariskan dan diwarisi. A.P. Parlindungan menafsirkan
‘turuntemurun’ tersebut sebagai hak yang “dapat diwariskan berturut-turut ataupun dan
diturunkan kepada orang lain tanpa perlu diturunkan derajatnya ataupun hak itu
menjadi tiada atau harus memohon haknya kembali ketika terjadi pemindahan hak”.
Serta penguasaan yuridis yang beraspek publik yaitu penguasaan atas tanah
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD dan Pasal 2 UUPA. Hak
penguasaa atas tanah berisi serangkaian wewenang kewajiban dan atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang
boleh wajib atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak penguasa itulah
yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas
tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.
Pengertian Hukum Agraria Sebelum Adanya UUPA
Hukum tidak lagi suatu yang mistik seperti halnya pada zaman purbakala, akan
tetapi hukum pada saat ini sudah merupakan suatu yang rasional yang mampu
dijangkau oleh setiap manusia yang hidup dalam masyarakat secara sadar sebagai suatu
penataan tentang kehidupan sosial manusia.
Namun menurut John Austin (1790-1859) tokoh positivisme mengutarakan bahwa
jenis-jenis hukum terbagi menjadi:
1. Hukum Allah, Hukum ini lebih merupakan suatu moral hidup manusia kepada
penciptanya.
Politik Agraria | 41
2. Hukum Manusia, yakni menyangkut segala sesuatu yang dibuat dan diatur oleh
manusia sendiri.
Hukum mengandung arti kemajemukan, sebab terdapat beberapa bidang hukum
disamping negara, walaupun bidang-bidang itu tidak memiliki hukum dalam arti yang
penuh. Hukum dalam arti yang sesungguhnya adalah hukum yang berasal dari negara
dan yang di kukuhnya oleh negara. meskipun terdapat hukum-hukum yang lain akan
tetapi mereka tidak mempunyai arti yang yuridis.
Kata Agraria memiliki yang sangat berbeda anatara bahasa satu dengan lainya.
Dalam bahasa latin agraria berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti tanah
atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius berarti perladangan, persawahan dan
pertanian. Dalam terminologi bahasa Indonesia kata agraria mempunyai arti urusan
tanah pertanian dan perkebunan. Sedangkan dalam bahasa inggris kata agraria
(agrarian) diartikan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.
Dari pengertian dua kata diatas maka Hukum Agraria adalah himpunan
peraturan yang mengatur semua hal tentang agraria, dan yang berhak menjalankan
tugas adalah pemerintah. Disini yang dimaksud dengan pejabat pemerintah adalah
keseluruhan jabatan pemerintah yang diseahi tugas keagrariaan seperti para camat,
para petugas pajak tanah atau ipeda, notaris, dan sebagainya.
Kemudian pengertian hukum Agraria sebelum adanya UUPA yakni Hukum dan
kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa diorentasikan pada
kepentingan dan keuntungan mereka penjajah, yang pada awalnya melalui politik
dagang. Mereka sebagai penguasa sekaligus merangkap sebagai pengusaha
menciptakan kepentingan-kepentingan atas segala sumber-sumber kehidupan di bumi
Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan
mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia.
Hukum agraria kolonial memiki sifat dualisme hukum, yaitu dengan berlakunya Hukum
Agraria yang berdasarkan atas hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan
berdasarkan atas hukum barat.
Sebelum berlakunya UUPA, tanah adat masih merupakan milik dari suatu
persekutuan dan perseorangan. Tanah adat tersebut mereka pergunakan sesuai dengan
kebutuhan mereka dalam memanfaatkan dan mengolah tanah itu, para anggota
persekutuan berlangsung secara tertulis. Selain itu dalam melakukan tindakan untuk
menggunakan tanah adat, harus terlebih dahulu diketahui atau meminta izin dari
kepala adat. Dengan demikian sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih tetap
milik anggota persekutuan hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya tanpa
adanya pihak yang melarang.
Demikian pula sistem hukum adat yang berlaku dapat dikatakan terpengaruh oleh
pandangan masyarakat yang kapitalis dan feodal itu.Dalam hukum adat sana-sini kita
saksiakan corak feodal yang kini tak sesuai dengan jaman.Sebagai contoh tentang
corak-corak feodal dalam hukum adat adalah diwilayah Verstenlenden, khusus
berkenaan dengan hubungan pemakian tanah oleh pengusaha-pengusaha besar dan
rakyat. Setelah diadakan reorganisasi agrarian diwilayah swapraja telah diintrodusir
suatu hak atas tananh dari pengusaha kebun besar barat yang terkenal dengan nama
“hak konversi”. Seluruh stelsel hukum tanah yang berkenaan dengan hak konversi di
swapraja Surakarta dan Yogyakarta memperlihatkan ciri-ciri feodal. Dengan sistem ini
maka si pengusaha barat yang mengadakan perjanjian dengan swapraja dan pejabat-
pejabatnya memperoleh tanah dan air berikut buruh untuk mengerjakannya.Buruh ini
dipekerjakan secara paksa dan tak dibayar. Rakyat turut bekerja secara paksa tanpa
dibayar.Bagi para pengusaha barat yang menyewa tanah dari pemangku-pemangku
jabatan feodal.Sistem konversi ini dapat berjalan karena disandarkan atas pengertian
feodal bahwa semua tanah itu pada hakekatnya berada dalam kekuasaan Sultan.
Rakyat hanya dipandang sebagai “pachter” yang memberikan separoh daripada hasil
Politik Agraria | 42
pekerjaanya kepada “Raja” dalam hubungannya ini adalah terkenal dengan sistem
“apanage” dan para bekel-bekel yang mengeruk keuntungan daripada hasil pekerjaan
rakyat penduduk tanah yang bersangkutan.
Panitia ini dibentuk dengan penetapan presiden no. 16 tahun 1948 tanggal 21 mei
1948 berkedudukan di Yogyakarta diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo, kepala bagian
Agraria kementrian dalam negeri. Panitia ini mengusulkantentang asas-asas yang akan
menjadi dasar-dasar hukum agraria yang baru, yaitu :
1. Meniadakan asas domein dan pengakuan hak ulayat.
2. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat,
yaitu hak milik yang dapat dibebani hak tanggungan.
3. Mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap Negara Negara lain, terutama
Negara – Negara tetangga, sebelum menentukan apakan orang – orang asing dapat
pula mempunyai hak milik atas tanah.
Politik Agraria | 43
5. Pengaturan hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar Negara dengan suatu
undang-undang.
c. Panitia Soewahjo
e. Rancangan Sadjarwo
Berdasarkan dekrit persiden tanggal 5 juli 1959 kita kembali kepada UUD 1945.
Berhubung rancangan Soenarjo yang telah diajukan kepada DPR beberapa waktu yang
lalu disusun berdasarkan UUDS 1950, maka dengan surat presiden tanggal 23 maret
1960 rancangan tersebut ditarik kembali dan disesuaikan dengan UUD 1945.
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan disempurnakan dengan bahan – bahan
dari berbagai pihak, maka rancangan undang undang pokok agraria yang baru diajukan
oleh menteri agrarian Sadjarwo kepada kabinet. Rancangan Sadjarwo ini disetujui oleh
kabinet inti dalam sidangnya tanggal 1 agustus 1960. Kemudian dengan amanat
presiden Soekarno tanggal 1 agustus 1960 nomor 2584/HK/60, rancangan tersebut
diajukan kepada dewan perwakilan rakyat gotong royong.
Dalam siding pleno sebanyak 3 kali, yaitu 12, 13 dan 14 september 1960 diadakan
pemeriksaan pendahuluan. Kemudian dengan suara bulat DPRGR menerima baik
Politik Agraria | 44
rancangan undang undang pokok agraria. Pada hari sabtu tanggal 14 september 1950
yang telah disetujui oleh DPRGR itu disahkan oleh presiden menjadi undang undang
no. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok pokok agraria, LNRI tahun 1960 no.
104 – TLNRI no. 2043, yang menurut dictum kelimanya disebut undang undang
pokok agraria (UUPA)
Tujuan Undang-Undang Pokok Agraria
Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk
membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam
pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah
satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut,
ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada
tercapainya cita-cita diatas. Hal itu disebabkan terutama:
1. Karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi
dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara
didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam rangka menyelesaikan
revolusi nasional sekarang ini;
2. Karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria
tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan
dari hukum-adat disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas
hukum barat, hal mana selain menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan
yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa;
3. Karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian
hukum.
Berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum agraria baru yang nasional,
yang akan mengganti hukum yang berlaku sekarang ini, yang tidak lagi bersifat
dualisme, yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya
fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai
pula dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya, menurut
permintaan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional
harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita
Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan
dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada
ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada
haluan Negara yang tercantum didalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal
17 Agustus 1959 dan ditegaskan didalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960
Asas-Asas Dalam Undang-Undang Agraria
Dalam UUPA dimuat sebelas asas dari hukum Agraria nasional. Asas asas ini
karena sebagai dasar dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari UUPA dan
segenap peraturan pelaksanaannya. Sebagai asas tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Asas Kenasionalan
2. Asas pada tingkatan tertinggi, bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara.
Politik Agraria | 45
3. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dari pada kepentingan perseorangan atau golongan.
4. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
5. Asas hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah.
6. Asas persamaan bagi setiap warga Negara Indonesia.
7. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya
sendiri dan mencegah cara cara yang bersifat pemerasan.
8. Asas tata guna tanah atau penggunaan tanah secara berencana.
9. Asas kesatuanan hukum.
10. Asas jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
11. Asas pemisahan Horizontal.
Hak pengelolahan sebagai bagian dari hak-hak penguasaan atas tanah yang kini
berlaku di indonesia, tidak dapat dipisahkan begitu saja dari hak-hak penguasaan atas
tanah pada umumnya. Hak-hak penguasaan atas tanah pada umumnya pada hakikatnya
merupakan refleksi dari pandangan manusia terhadap dirinya sebagai manusia dalam
hubungannya dalam pandangannya terhadap tanah.pada umumnya pandangan
terhadap manusia ada yang menitik beratkan kepada manusia sebagai individu, dan
ada pula yang menitik beratkan kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Menurut koesnoe (1979 : 4) bahwa hukum barat berpangkal pada pandangan bahwa
seorang itu adalah makhluk yang bebas atau merdeka dan sama satu dengan yang lain,
akibat sebagai pengalaman sebagai manusia yang hidup bersama dengan lain individu,
maka setiap individu berusaha untuk sedapatnya mempertahankan kebebasannya atau
kemerdekaannya itu, sehingga kemerdekaan dan kebebasan masing-masing dapat
saling terganggu. Hal ini hanya dapat dihindari dengan mengadakan perjanjian
masyarakat, dimana satu sama lain akan menghormati kemerdekaan masing-masing
dalam berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing yang beraneka
ragam. Pedoman hidup yang menetapkan syarat-syarat yang disertai dengan sanksi
disebut dengan hukum.
Kehadiran hukum didalam masyarakat diantaranya untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan tersebut. pengorganisasian kepentingan-
kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut.
hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mealokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Politik Agraria | 46
perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya. UUPA juga merupakan
undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena di dalamnya memuata
program yang dikenal dengan Panca Program Agraria Reform Indonesia, yang
meliputi:
a) Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasioanl
dan pemberian jaminan kepastian hukum.
b) Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
c) Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
d) Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan
hukum yangberhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan
pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenal dengan program
landreform;
e) Perncanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta penggunaan secara terencana, sesuai dengan daya
dukung dan kemampuannya.
Sebagai undang-undang nasional, UUPA memiliki sifat nasional material dan
formal. Sifat nasional material berkenaan dengan substansi UUPA. Sedangkan
nasional formal berkenaan dengan pembentukan UUPA.
Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus
mengandung asas-asas berikut :
Berdasarkan hukum tanah adat;
1. Sederhana.
2. Menjamin kepastian hukum.
3. Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama.
4. Memberi kemungkinan suapya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai
fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.
5. Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia.
6. Memnuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala
soal agraria.
7. Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan
cita-cita bangsa seperti yang tercantum dalam undang-undang.
8. Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
Manifesto
9. Politik.
10. Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Politik Agraria | 47
4. Peraturan Lama yang Dicabut oleh UUPA.
DAFTAR PUSTAKA
Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Foth, H. D., 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Purbayanti, E. D., D. R. Lukiwati, dan
R. Trimulatshih., penerjemah; Hudoyo. A. B., penyunting. Terjemahan dari: Fundamental
of Soil Science. Yogyakarta : UGM Press.
Politik Agraria | 48
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Bayumedia,Malang,2007,
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Penjelasannya, Djambatan, Jakarta, Jilid 1, 1999.
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Cetakan VI,
Penerbit
Mandar Maju, Bandung, 1991,
Sangsun, 2008, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visi media, Jakarta,
Muhibbin, Moh. (2011). Penguasaan atas tanah timbul ( aanslibbing ) oleh
masyarakat dalam perspektif hukum Agraria Nasional,Ringkasan Disertasi, Program
Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Soeprapto, R.(1966). Undang-Undang Agraria Dalam Praktek, Jakarta, Mitra Sari
Koesnoe, H.Moh.(2002). Kapita Selekta Hukum Adat Suatu Pemikiran Baru, Varia
Peradilan, Jakarta: IKAHI
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum
Adat di Indonesia (Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari-Maret
2012)
Dr. Urip Santoso, S.H., M.H. Hukum Agraria Kajian Komprehensif (Prenada
Media,
Jakarta, 2012)
Politik Agraria | 49
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum
Adat di Indonesia (Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari-Maret
2012)
Aminuddin Salle, dkk. Bahan Ajar Hukum Agraria (Penerbit ASPublishing :
Makassar, 2011)
Muchsin, dkk, Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (Bandung : PT
Refika Aditama, 2010)
Supriadi, Hukum Agraria (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal 8
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 10-11.
Oloan Sitorus, Widhiana H. Puri, Hukum Tanah, Cetakan Kedua (Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, 2014)
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Cetakan
Kesembilan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003
Urip Santoso,Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013)
UUPA ketentuan yang mengatur Hak Milik (HM) ditemukan dalam Pasal 20-27.
Selanjutnya, di dalam Pasal 50 ayat (1) dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
HM akan diatur ‘dengan undang-undang’.
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Cetakan VI,
Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1991
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2010)
Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA (Jakarta: PT. RINEKA Cipta,
1995)
D.R Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 1982 )
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama
Offset, Jakarta, 2009
I Ketut Sudiarta,Hukum Agraria, Denpasar Juli 2017
Dr. Santoso Urip, S.H., M.H, Hukum Agraria Kajian Komprehensif,(Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup 2012)
Penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Rancangan
Undang-Undang Pokok Agraria
Soimin Sudaryo, S.H.,Status hak dan pembebasan tanah, (Jakarta: sinar grafika,
1994)
Politik Agraria | 50
Imam Sotiknjo, Pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria dala Rangka
Menyukseskan Pelita V, Makalh Ceramah Sehari, Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya,
1989,
Boedi Harsono, hukum Agraria Indonesia-sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaanya. Jilid 1 : Hukum Tnaha Nasional, edisi revisi,
(Jakarta Djambatan, 2003)
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Penjelasannya, Djambatan, Jakarta, Jilid 1, 1999.
Politik Agraria | 51
Sejarah Politik Di Bidang
Agraria
Nama Kelompok :
Ali Akbar Rafsanjani (I71218039)
Alivia Rizki (I71218040)
Atik Nur Avivah (I91218065)
BAB II
Sejarah Politik Di Bidang Agraria
A. Latar Belakang
B. BAB I
C. PENDAHULUAN
Politik Agraria | 52
D. 1.1 Latar Belakang
E. Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat di negara manapun.
Ia merupakan
F. upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Jika memandang
seseorang
G. dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu
yang hidup
H. dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai seorang
politikus. Di
I. dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya
sendiri, urusan
J. orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan
pemikiran-
K. pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun
negara yang
L. memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah
mereka) bisa
M. disebut sebagai politikus. Dapat dikenali hal ini dari tabiat aktivitasnya,
kehidupan yang
N. mereka hadapi serta tanggung jawabnya. Islam sebagai agama yang juga
dianut oleh
O. mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang
mengatur hubungan
P. manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasah (yang mengatur
hubungan antara
Q. sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan
dari aturan
R. yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang
mengurusi ibadah
S. mahdloh individu saja. Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum
muslimin. Di
T. dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat dapat
terpelihara
U. dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan hukum pemerintahan, ekonomi,
kesehatan,
V. pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu pria dan wanita
serta seluruh
W. kepentingan umat lainnya. Dengan demikian memperhatikan politik dalam negeri
ini berarti
X. menyibukkan diri dengan urusan-urusan kaum muslimin secara umum. Yaitu
memperhatikan
Y. kondisi kaum muslimin dari segi peranan pemerintah dan penguasa terhadap
mereka. Jika
Z. melihat kondisi politik yang ada sekag ini sangatlah memprihatinkan, politik yang
hanya
AA. men- Tuhankan uang dan tidak membawa kaidah apapun bagi negeri ini.
Hal ini dikarenakan
BB. tidak diterapkannya nilai-nilai dasar politik dalam ajaran Islam. Dimana
nilai-nilai tersebut
Politik Agraria | 53
CC. mencakup segala peraturan tentang berpolitik dengan menjauhkan dari
segala larangan Allah
DD. SWT dan menerapkan sistem politik yang ada pada zaman Rasulullah
EE. BAB I
FF. PENDAHULUAN
GG. 1.1 Latar Belakang
HH. Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat di negara
manapun. Ia merupakan
II. upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Jika memandang
seseorang
JJ. dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu
yang hidup
KK. dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai
seorang politikus. Di
LL. dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi
urusannya sendiri, urusan
MM. orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya,
ideologi dan pemikiran-
NN. pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu, kelompok, organisasi
ataupun negara yang
OO. memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-
wilayah mereka) bisa
PP. disebut sebagai politikus. Dapat dikenali hal ini dari tabiat aktivitasnya,
kehidupan yang
QQ. mereka hadapi serta tanggung jawabnya. Islam sebagai agama
yang juga dianut oleh
RR. mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang
mengatur hubungan
SS. manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasah (yang mengatur
hubungan antara
TT. sesama manusia dan dirinya sendiri). Oleh karena itu Islam tidak bisa
dilepaskan dari aturan
UU. yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang
mengurusi ibadah
VV. mahdloh individu saja. Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum
muslimin. Di
WW. dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat
dapat terpelihara
XX. dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan hukum pemerintahan,
ekonomi, kesehatan,
YY. pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu pria dan
wanita serta seluruh
ZZ. kepentingan umat lainnya. Dengan demikian memperhatikan politik dalam
negeri ini berarti
AAA. menyibukkan diri dengan urusan-urusan kaum muslimin secara umum.
Yaitu memperhatikan
BBB. kondisi kaum muslimin dari segi peranan pemerintah dan penguasa
terhadap mereka. Jika
CCC. melihat kondisi politik yang ada sekag ini sangatlah memprihatinkan,
politik yang hanya
Politik Agraria | 54
DDD. men- Tuhankan uang dan tidak membawa kaidah apapun bagi negeri ini.
Hal ini dikarenakan
EEE. tidak diterapkannya nilai-nilai dasar politik dalam ajaran Islam. Dimana
nilai-nilai tersebut
FFF. mencakup segala peraturan tentang berpolitik dengan menjauhkan dari
segala larangan Allah
GGG. SWT dan menerapkan sistem politik yang ada pada zaman Rasulullah
Pada zaman kerajaan, Pada mulanya kepemilikan tanah di Indonesia bersifat
kolektif. Pemilikan tanah oleh masyarakat awal ini yang kemudian disebut sebagai
tanah komunal. Di desa, tanah dimiliki secara komunal. Kegiatan produksi
(pertanian) dikerjakan secara gotong-royong. Bung Hatta menyebutkan corak
kolektif masyarakat desa asli di Indonesia tersebut merupakan ciri dari: Sosialisme
Indonesia. Tanah kepunyaan masyarakat dan bukan kepunyaan orang-seorang.
Kepemilikan pribadi atas tanah selalu dibatasi oleh hak ulayat/bersama. Karena sifat
tanah yang berfungsi sosial tadi maka tanah tidak diperbolehkan untuk
dikomoditikan.
Di abad ke 14 muncul sistem kepemilikan “tanah raja”, khususnya di Jawa,
kaum priyayi diberikan tanah lungguh (apnage). Tanah lungguh diberikan bukan
menurut luasnya, melainkan menurut jumlah penduduknya (cacah). Karena itu,
kemakmuran priyayi ditentukan bukan berdasarkan luas tanahnya, melainkan jumlah
rakyatnya.49
Namun, semua itu berubah ketika bangsa Belanda datang ke Indonesia. Tepatnya
pada bulan April 1595 empat buah pasukan Belanda yang dipimpim Coenels De
Houtman berlabuh di Banten. Tujuan awal Belada yaitu untuk berdagang. Dengan
berbagai siasat Belanda dapat mempermainkan pasar. Dan pelan namun pasti
Belanda mulai menjajah Indonesia. Kekuatan Belanda telah menguasai Indonesia.
Sehingga Indonesia mau tidak mau harus menuruti apa saja yang diperintah oleh
Belanda. Banyak hal yang telah dibuat oleh Belanda untuk Indonesia yang mana
merugikan bangsa Indonesia. Semua aspek telah diperimtah oleh Belanda.
Tanah merupakan suatu benda tak bergerak yang mampu memberikan hidup,
tempat tinggal, tempat bertahan hidup dengan cara mengusahakannya, sehingga
sebagian besar kebutuhan manusia tergantung pada tanah. Mengingat pentingnya arti
tanah bagi manusia, maka diperlukan suatu peraturan atau norma-norma tertentu
dalam penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah. Pengertian tanah menurut
penjelasan pasal 1 Undang- Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, yang dimaksud denga n tanah adalah permukaan bumi. 50
Agraria merupakan lembaga yang menyatakan hal-hal yang terkait dengan
pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan
pertanahan. Dalam banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam
pengertian luas, agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena terkait
dengan pengolahan lahan.51 Masalah agraria adalah masalah yang sangat penting
untuk dibahas. Karena pertanahan adalah sumber penghidupan. Dari lahan yang
dimilikinya bisa untuk dibangun rumah. Lahan yang lain juga bisa untuk dibuat
ladang untuk penghasilan dan untuk keperluan hidup sehari – hari.
Tanah merupakan faktor pendukung utama dalam kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat52. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal,
tetapi juga tempat tumbuh kembang, sosial, politik dan budaya seseorang maupun
49
Agus Pranata. “Tanah, Neokolonialisme, dan Reforma Agraria”.
(http://mimbarprotes.blogspot.com/2013/02/tanah-neokolonialisme-dan-reforma.html, diakses pada 8
Maret 2021 Pukul 09.33).
50
Redaksi Sinar Grafik. Undang – Undang Agraria (Sinar Grafika: Jakarta. 2008) Hal. 2.
51
Wikipedia. “Agraria”. (https://id.wikipedia.org/wiki/Agraria, diakses pada 8 Maret 2021 Pukul 8.37).
52
Winahyu Herwiningsih. Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia Diindonesia (Jakrta: FE UI.
1997) Hal. 28-31.
Politik Agraria | 55
suatu komunitas masyarakat. Tanah sebagai pendukung utama kehidupan ketika
dijamah kolonial belanda dan setelh merdeka banyak diperbincangkan, entah dari
sejarah filosofisnya atau dari segi berlakunya, indonesia telah banyak menuai “asam-
manis” kerasnya kehidupan menuju kehidupan yang berkeadilan dan sejahtera.
Indonesia telah banyak melewati masa-masa yang sangat keras. 53 Seperti masa-masa
diberlakukanya Agrarische Wet pada tahun 1980, Regelings Reglement, dan Indische
Staat Regeling. Dan bahkan Indonesia telah mempunyai undang-undang khusus
tentang Agraria yaitu Undang-undang pokok agraria (UUPA), yang dimana UU itu
muncul setelah indonesia memperoleh kemerdekaannya. Sebagai realisasi dan
keinginan pemerintah jajahan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya
dari hasil pertanian di Indonesia pemerintah berusaha mempersempit kesempatan
pihak-pihak pengusaha swasta untuk memperoleh jaminan yang kuat atas tanah-
tanah yang diusahainya, seperti untuk memperoleh hak eigendom. Kepada para
pengusaha oleh pemerintah hanya dapat diberikan hak sewa atas tanah-tanah kosong
dengan waktu yang terbatas yaitu tidak lebih dari 20 tahun sebagai hak personalitas.
Tanah tersebut tidak dapat dijadikan jaminan hutang. Demikian juga dengan hak
erfpacht oleh pemerintah tidak dapat diberikan,karena masih menghargai hak-hak
adat yang tidak rnengenal adanya hak erfpact.54
Salah satunya yaitu politik di Bidang Agraria. Pemerintahan Belanda
mengeluarkan Undang-Undang pertanahan yang tentunya sangat merugikan bangsa
Indonesia. Berbagai upaya penolakan telah dilakukan oleh bangsa Indonesia. Namun
sebelum kemerdekaan berhasil didapatkan oleh bangsa Indonesia, niscaya upaya
tersebut akan sia – sia.
Setelah kemerdekaan telah didapat oleh Indonesia, pemerintahan Indonesia
mulai menata kembali politik agraria yang sebelumnya dikeluarkan oleh pihak
Belanda. Banyak revisi-revisi perundang-undangan yang dilakukan. Yang mana
gunanya hanya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
Maka dari itu, pembahasan ini sangat menarik guna menambah wawasan tentang
perpolitikan dalam hal agraria. Bagaimana kejamnya hukum yang agraria yang
diterapkan di Indonesia ketika pemerintahan Belanda. Serta dapat mengetahui
bagaimana usaha pemerintah Indonesia ketika merevisi Undang – Undang yeng telah
dibuat oleh Belanda yang gunanya untuk mengembalikan hak kepemilikan tanah
rakyat Indonesia. Yang mana wawasan ini nantinya dapat dijadikan pijakan untuk
membedakan politik agraria zaman Belanda dan pada zaman kemerdekaan.
53
Winahyu Herwiningsih. Hak Menguasai Negara Atas Tanah. (Yogyakarta: Total media dan FH UII. 2009).
Hal. 1.
54
Ibid. Hal. 2.
55
Tengku Iskandar. Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka. (Kuala Lumpur. 1996) Hal. 1040.
Politik Agraria | 56
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu
atau silsilah, terutama bagi raja-raja.56
Kata sejarah menurut pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut: J. Bank
berpendapat bahwa Sejarah merupakan semua kejadian atau peristiwa masa lalu.
Sejarah untuk memahami perilaku masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan
datang. Robin Winks berpendapat bahwa Sejarah adalah studi tentang manusia
dalam kehidupan masyarakat. Leopold von Ranke berpendapat bahwa Sejarah
adalah peristiwa yang terjadi.57
Sir Charles Firth berpendapat bahwa Sejarah merekam kehidupan manusia,
perubahan yang terus menerus, merekam ide-ide, dan merekam kondisi-kondisi
material yang telah membantu atau merintangi perkembangnnya. John Tosh
berpendapat bahwa Sejarah adalah memori kolektif, pengalaman melalui
pengembangan suatu rasa identitas sosial manusia dan prospek manusia tersebut
di masa yang akan datang.
Henry Steele Commager berpendapat bahwa Sejarah merupakan rekaman
keseluruhan masa lampau, kesusatraan, hukum, bangunan, pranata sosial, agama,
filsafat. Moh. Hatta berpendapat bahwa Sejarah adalah pemahaman masa lalu
yang mengandung berbagai dinamika dan problematika manusia.58 Sedangkan
Moh. Ali mempertegas pengertian sejarah, yakni :
1. Jumlah perubahan, kejadian atau peristiwa di sekitar kita.
2. Cerita perubahan, kejadian, atau peristiwa di sekitar kita.
3. Ilmu yang menyelidiki perubahan, kejadian, peristiwa di sekitar kita.59
Dari sini dapat kita simpulkan bahwasanya pengertian sejarah saat ini, yang
setelah dilihat secara umum dari para ahli ialah memiliki makna sebagai cerita,
atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Namun yang jelas,
bahwasanya sejarah merupakan suatu penggambaran ataupun rekonstruksi
peristiwa, kisah, maupun cerita yang benar-benar terjadi pada masa lalu.
56
Ibid. Hal. 1041.
57
Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif. Jakarta:
Gramedia.
58
Hardjasaputra A. Sobana. 2008. Meode Penelitian Sejarah di dalam Materi Penyuluhan Workshop
Penelitian dan Pengembangan Kabudayaan. BPSBP: Bandung.
59
R. Moh. Ali. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia (Yogyakarta : Penerbit Lkis. 2003) Hal. 53.
60
Urip Santoso. Hukum Agraria Kajian Komprehensif (Kencana: Jakarta). Hal.24.
Politik Agraria | 57
adalah, mengingat keadaan alam dan luas tanah dalam negara, dalam
hubungannya dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah, bagaimana cara
memelihara, mengawetkan, memperuntukan, mengusahakan mengurus dan
membagi tanah serta hasilnya sedemikian rupa sehingga menguntungkan bagi
kesejahteraan rakyat dan negara.
Dalam Politik Agraria, permasalahan diatas adalah permasalahan pokok
yang ingin dipecahkan. Politik agrarian mempunyai objek, hubungan manusia
dengan tanah, beserta segala persoalan dan Lembaga-lembaga masyarakat yang
timbul karenanya, yang bersifat politis, ekonomis, social dan budaya. Secara
ringkas dapat disimpulkan fokus utama politik agrarian ada pada 3 faktor
berikut:61
1. Adanya hubungan antar manusia dengan tanah yang merupakan suatu realita
yang selamanya akan ada.
2. Manusia dari sudut politis, social, ekonomis, kultural dan mental.
3. Alam khususnya tanah.
Agraria menjadi salah satu fokus atau kajian di dalam ilmu politik yang
cukup penting untuk dibahas. Boleh jadi agraria menjadi salah satu hal penting
yang cukup kompleks untuk dibahas. Banyak persoalan sosial maupun hukum
yang selalu mewarnai pemberitaan di media di Indonesia terkait dengan agraria.
Istilah atau pengertian agraria berasal dari bahasa Yunani yaitu Ager yang
berarti tanah atau ladang.62 Selain itu, pengertian agraria menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) berarti urusan pertanian atau urusan kepemilikan
tanah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian agraria secara sempit
berarti tanah. Pengertian tersebut tentu masih bersifat multitafsir karena ada
beberapa orang yang boleh jadi menganggap tanah sebagai sesuatu yang ada di
permukaan bumi saja. Di sisi lain, pengertian agraria secara luas mempunyai
makna atau cakupan yang lebih besar lagi, tidak hanya tanah, tetapi juga hal-hal
yang terkandung di dalam tanah itu sendiri. Secara lebih ringkas, pengertian
agraria secara luas mencakup berbagai hal seperti bumi, air, angkasa, dan
kekayaan alam yang ada di dalamnya sesuai dengan UUPA.
Dari perspektif politik, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi
politik. Politik dalam hal ini dimaknai sebagai kekuasaan (power). Dalam
perspektif ini, fokus kajiannya adalah cara mengelola sumber daya atau agraria
yang sudah ada. Hal itu bisa dilakukan apabila seseorang atau sekelompok orang
mempunyai kekuasaan yang besar untuk mengatur hal tersebut. Dengan
demikian, mereka mempunyai wewenang untuk mengatur sebuah kebijakan yang
terkait dengan agraria. Selain itu, orang-orang yang memiliki kekuasaan boleh
jadi karena kepemilikan atas beberapa bagian agraria seperti tanah, air, atau
pertambangan. Dari hal tersebut, seseorang mampu memberikan influence
kepada orang lain supaya tunduk dalam artian orang-orang yang mempunyai
resource tadi secara tidak langsung sedang mengelola kekuasaannya.
Dari paparan diatas, dapat diambil beberapa poin penting yang menyangkut
tentang pengertian dan perspektif agraria. Agraria pada umumnya dapat
didefinisikan secara sempit (sebagai tanah) dan secara luas (tanah, air, angkasa,
dan kekayaan yang ada di dalamnya). Selain itu, Sitorus juga membagi dua
dimensi dalam mempelajari agraria yaitu dari sisi objek (kekayaan SDA atau
sumbersumber agraria) dan subjek (pemerintah, komunitas, dan swasta).
61
Noer Fauzi. Petani dan Penguasa (Insist Press: Jogjakarta. 1999) Hal. 256.
62
Ali Achmad Chomzah. Hukum Agraria Pertanahan Indonesia. Jilid 2. Hal. 64.
Politik Agraria | 58
Selanjutnya, dari adanya subjek tersebut, maka dapat diambil 3 tipe struktur
agraria atau hubungan sosial agraria yaitu tipe kapitalis, sosialis, dan populis.
Terakhir, agraria dapat didefinisikan atau dipandang dari multidisiplin ilmu
seperti dari ilmu hukum, ekonomi, sosial, sejarah, antropologi, dan politik.63
63
Arief Rahman. Buku Ajar Politik Agraria (Jambi: Salim Media Indonesia. 2019). Hal. 17-18.
64
Urip Santoso. Hukum Agraria Kajian Komperhensif (Kencana: Jakarta. 2012 ) Hal. 1.
65
Ibid.
66
J. B Daliyo. Hukum Agraraia I Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: Gloria. 2001) Hal. 5.
67
Ibid.
68
Urip Santoso. Hukum Agraria kajian komprehensif (Jakarta: Kencana Prenada Group. 2013) Hal. 1.
Politik Agraria | 59
mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha
memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
4. Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalamnya
Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi disebut bahan, yaitu unsur –
unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk
batuan-batuan mulia yang merupakan endapan – endapan alam.
Menurut Soedikno Mertokusumo (2013)69, hukum Agraria adalah Keseluruhan
kaidah-kaidah hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur
agraria. Bachsan Mustofa menjabarkan kaidah hukum yang tertulis adalah Hukum
Agraria dalam bentuk hokum undang-undang dan peraturan-peraturan tertulis lainnya
yang dibuat negara, sedangkan kaidah hokum yang tidak tertulis adalah Hukum
Agraria dalam bentuk hokum Adat Agraria yang dibuat oleh masyarakat adapt
setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan serta berlakunya dipertahankan oleh
masyarakat adat yang bersangkutan. Boedi Hasono menyatakan Hukum Agraria
merupakan satu kelompok berbagai bidang hokum, yang masing-masing mengatur
hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian
agrarian.
Pada zaman kolonial terdapat tanah-tanah yang merupakan hak barat seperti
tanah eigendom, tanah erfpacht, tanah opstal. Sedangkan tanah-tanah yang merupakan
hak Indonesia seperti tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan, tanah
bengkok, tanag agraricsh eigendom dan lain-lain. Tanah-tanah eropa hampir semuanya
terdaftar di kantor Ordonansi Balik Nama. Tanah-tanah barat ini tunduk pada
ketentuan hukum agraria barat misalkan, seperti cara memperoleh, pemeliharaan,
lenyapnya, pembebanan dan lain-lain. Perbuatan hukum yang dapat dilakukan terbatas
sesuai dengan ketentuan agraria barat. Misalkan tanah egeindom tidak dapat
digadaikan, tetapi dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotik menurut
BW.
Tanah Indonesia adalah tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, tanah Indonesia
hampir semuanya belum terdaftar, kecuali tanah-tanah agrarisch eigendom, seperti
tanah milik di dalam kota Yogyakarta dan Surakarta. Tanah Indonesia tunduk pada
ketentuan hukum adat Indonesia. Namun tidak seluruh tanah Indonesia memiliki status
sebagai hak-hak asli adat, ada juga yang bukan merupakan hak asli adat seperti tanah
agrarissh eigendom yang merupakan ciptaan pemerintah. Selain dua macam tanah
diatas terdapat juga tanah lain, seperti tanah Tionghoa. Menurut Eddy Ruchiyat dalam
bukunya “ Politik Petenahan sebelum dan sesudahnya UUPA” (Eddy Rucchiyat,
1986:7) Tanah Tionghoa adalah tanah-tanah yang dimiliki dengan landerijenbezitrecht.
Landerijenbezitrecht adalah hak yang dengan sendirinya diperoleh seorang timur asing
pemegang hak usaha di tanah partikelir, yang sewaktu-waktu tanah partikelir bisa
dibeli kembali oleh pemerintah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah tersebut pada
asasnya adalah hak milik Indonesia namun subjeknya terbatas pada golongan timur
asing.70
Perkembangan hukum agraria sudah dimulai sejak zaman kerajaan, di mana
tanah bukanlah benda yang diperdagangkan karena masih melimpahnya tanah-tanah
yang belum dimiliki.Masyarakat pada masa kerajaan menjalani kehidupannya
69
Ibid. Hal. 57.
70
Ruchhiyat, Eddy. Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA (Bandung: Penerbit Alumni.
1986). Hal. 7.
Politik Agraria | 60
berdasarkan ketentuan raja.Sebagai pemimpin tertinggi dalam sebuah wilayah, raja
berdaulat penuh atas semua hal yang ada dalam wilayah yuridiksinya. Begitupun
dalam pengurusan tanah (Gunawan Wiradi, 2009:66) raja telah menentukan batas dan
bagian masing-masing bagi rakyatnya.Pola pembagian wilayah yang menonjol pada
masa awal-awal kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam beragam
penguasaan atau pengawasan, yang diberikan ke tangan pejabat- pejabat yang ditunjuk
oleh raja atau yang berwenang di istana.71
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan banyaknya sumber daya
alam. Indonesia kaya akan pulau – pulaunya, macam ragam budaya serta hasil
pertaniannya. Banyak kalangan Eropa yang berdagang di Indonesia guna mendapatkan
rempah – rempah dengan kualitas yang tinggi. Yang mana akan mereka bawa ke
negaranya untuk menghangatkan badan dengan suhu udara yang dingin serta
digunakan untuk obat – obatan.
Salah satu negara Eropa yang tertarik dengan Indonesia adalah Belanda. Belanda
datang pertaman kali ke Indonesia pada bulan April 1595 menggunakan empat buah
kapal yang dipimpin oleh cournelis De Houtman dan berlabuh di Banten. Belanda
menggunakan alsan berdangan dalam perjalanannya yang menjadikan rakyat Banten
menyambut baik kedatangan mereka. Karena sikap tidak baik ditunjukkan kepada
rakyat Banten akhirnya Belanda diusir dalm berlayar kembali menuju arah timur dan
berlabuh ke Bali. Rombongan kedua dari Belanda dengan delapan kapal datang lagi ke
Banten dibawah pimpinan Jacob Van Neck dan Van Waewyck. Karena hubungan
Banten dengan portugis memburuk yang menyebabkan pemimpin Belanda dapat
mengambil hati pemimpin Banten dan memulai perdagangan disana. Belanda juga
mengirimkan pasukannya di Maluku.72
Tujuan awal Belanda adalah berdagang. Namun, setelah mereka mendapatkan
hasil yang melimpah, serta menemukan daerah sumber – sumber rempah – rempah,
Belanda melakukan aksi monopoli perdagangan dan sejarah penjajahan Belanda di
Indonesiapun dimulai. Dengan berbagai politik yang dilalukan oleh Belanda kepada
penduduk Indonesia, yang mana digunakan untuk melanggengkan kekuasaan belanda
yang ada di Indonesia.73 Dalam sejarah Indonesia, sejak zaman kerajaan hingga
sekarang, tanah merupakan sumber aset yang sangat penting bagi semua penguasa.
Hal ini yang mendorong para penguasa yang mengeluarkan peraturan tentang hukum
pertanahan. Hukum pertanahan ini sangat berguna bagi semua rakyat serta perintah itu
sendiri.
Menurut Drs. Sunyoto dalam bukunya hukum agrarian hal 2 yang
mengemukakan sustu definisi berikut:74 Hukum agrarian adalah keseluruhan kaidah –
kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agrarian. Sedangkan
menurut dr. E. Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam hukum Indonesia pag 495
memberkan definisi hukum agararua sebagai berikut: hukum agraria menguji
hubungan istimewa yang diadaan memungkinkan pejabat (administrasi) yang bertugas
mengurus soal – soal tentang agrarian, melakukan tugas mereka.Pada pembahasan
71
Gunawan Wiradi, Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir, Diterbitkan bersama oleh: Konsorsium
Pembaruan Agraria (Jaksel). Sajogyo Institute (Bogor). AKATIGA (Bandung). Edisi Baru. 2009. Hal. 66.
72
Noname. Perlawanan Terhadap Belanda. (http://herlinaherli.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 25
Meret 2016 pukul 19.32).
73
https://portalsejarah.com/ .
74
Bachsan Mustafa. Hukum Agraraia dalam Perspektif Remadja (Bandung: Karya CV. 1988).
Politik Agraria | 61
selanjutnya akan dijelaskan tentang berbagai perkembangan hukum agraria. Mulai dari
zaman kerajaan, zaman penjajahan sampai pada zaman kemerdekaan.
75
Rosnia Agus Sari. Jurnal Beraja Niti. Status Hukum Tanah Grant Sultan Kutai Kertanegara Ing Martadipura
Dalam Hukum Agraria Indonesia (Studi Lapangan Di Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura). Volume
3 Nomor 6 (2014). Hal. 1.
76
Ibid. Hal. 2.
77
Wang Gungwu. The Nanhai Trade: A study of Early Hiistory of Chinese Trade in South China Sea. 1958. Hal.
135.
Politik Agraria | 63
hak atas tanah, raja dianggap sebagai pemilik, sedangkan rakyat sebagai pemakai
(penggarap) yang harus membayar upeti kepada raja sebagai pemilik.
78
Eka Asih Putrina Taim. Studi Kewilayahan dalam Penelitian Peradaban Sriwijaya.
79
Daliyo, J. B. 2001. Hukum Agraraia I Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gloria. Hal. 41.
Politik Agraria | 64
Dengan demikian kemungkinan besar “Minanga” berada di suatu tempat di tepi
Batang Kuantan.80
Pada beberapa tahun terakhir, di tepi Batang Kuantan Indragiri Hulu ada satu
situs yang memiliki indikasi kuat berasal dari masa Sriwijaya adalah Situs Padang
Candi. Secara administratif Situs Padang Candi berada pada Dusun IV Betung,
Desa Sangau, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi,
sedangkan secara astronomis situs berada pada koordinat 00°39,578’LS dan
101°28,978’BT. Situs ini berada di areal permukiman penduduk dan lahan
pertanian, yang ditanami palawija dan karet.81 Dekat situs mengalir Sungai/ Batang
Salo, yang masih merupakan DAS Batang Kuantan. Pada beberapa tahun terakhir
di Dusun Botuang, Desa Padang Candi, Kabupaten Batang Kuantan dilaporkan
oleh masyarakat setempat, akan adanya temuan-temuan peninggalan purbakala di
desa mereka. Berdasar keterangan masyarakat, di Situs Padang Candi sering
didapat beragam pecahan keramik serta bata berbagai ukuran. Dusun Botuang ini
banyak tinggalan-tinggalan arkeologi yang sering ditemukan penduduk setempat
secara tak sengaja, sewaktu menggali tanah untuk berkebun dan atau hanya
sekedar menata halaman rumah, seperti perhiasan yang terbuat dari emas: cincin,
kalung, gelang, juga jarum penjahit dan mata kail. Dari hasil penelitian terakhir
atas kerjasama Puslitbang Arkenas, Balai Arkeologi Medan, BP3 Batu Sangkar
dan Pemda Riau Daratan tahun 2010, ditemukan beberapa sisa struktur bangunan
bata dengan temuan pecahan tembikar dan keramik asing dari masa Tang Akhir
abad ke 9-10 M hingga Masa Song abad ke 12-13 M, selain lembaran prasasti dari
bahan emas (Taim, 2010).
80
Halim, A. Ridwan. 1988. Hukum Agraria Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 27-28.
81
Ibid.
82
Noname. Sosialisme Suatu Jalan Keempat?, Rakyat Kecil Dunia Ketiga Berjuang Demi Keadilan
(Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta. 2002). Hal. 67.
Politik Agraria | 65
Kejayaan Politik Kerajaan Majapahit83
Raja Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit ketika masih berusia
17 tahun. Tepatnya, Hayam Wuruk menjadi raja setelah Tribhuana
Wijayatunggadewi turun tahta untuk kembali menjabat sebagai Bhre Kahuripan
yang tergabung ke dalam Saptaprabhu pada tahun 1351 M. Pada tahun tersebut,
Gayatri berpulang ke alam kelanggengan. Semasa pemerintahan Hayam Wuruk,
Majapahit mengalami puncak kejayaan berkat peran Patih Amangkubhumi Gajah
Mada. Puncak kejayaan Majapahit yang ditandai dengan terwujudnya gagasan
penyatuan wilayah-wilayah Nusantara. Suatu gagasan yang pernah direalisasikan
oleh Kertanegara dan Tribhuwana Wijayatunggadewi
Zaman keemasan Majapahit melekat erat dengan masa pemerintahan Hayam
Wuruk, raja keempat Majapahit. Bersama orang yang mengasuhnya sejak kecil,
Gajah Mada, Hayam Wuruk membangun Majapahit ke puncak kejayaan
berdasarkan falsafah kenegaraan Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma
mangrwa. Hayam Wuruk lahir tahun 1334, beberapa bulan sebelum Gajah Mada
dikukuhkan sebagai Mahapatih Amangkubumi. Pada saat Gajah Mada
mengucapkan sumpah sakral Amukti Palapa bayi Hayam Wuruk baru saja
menikmati udara Majapahit. Di tangannyalah kemudian seluruh perairan nusantara
bersatu menentang penjajahan bangsa asing, terutama Tiongkok.
Kebesaran Majapahit sebagai negara pemersatu bangsa, nusantara raya,
dikenal hampir di seluruh mancanegara pada zamannya dari tahun 1293 sampai
1478. Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik menarik perhatian
beberapa negara sahabat, pada zamannya maupun abad-abad belakangan ini.
Kebesaran Majapahit, berarti kebesaran Gajah Mada, Patih yang telah mengabdi
kepada tiga pimpinan pemerintahan selama lebih dari tiga puluh tahun.84
Pada tahun 1343, Majapahit menyerang Bali. Pasukan Majapahit dipimpin
oleh bangsawan bernama Usana-Jawa, mengalahkan pasukan Dalem Bedahulu,
Raja Pejeng. Usana-Jawa ditemani enam komandan, salah satunya Arya Damar.
Majapahit menang, dan keluarga bangsawan Bali ditawan. Arya Damar disebut
juga Adityawarman. Nama Adityawarman pertama kali disebut dalam patung yang
berasal dari tahun 1343 terletak di Candi Jago, Jawa Timur, sebagai perwujudan
Bodhisatwa Manjusri. Menurut Pararaton, Adityawarman adalah anak laki-laki
dari seorang putri Melayu bernama Dara Jingga yang menikah dengan pangeran
Jawa bernama Adwayarman.85
Tentara inti Jawa dalam upaya menaklukan wilayah lain disesuaikan dengan
medan yang dihadapi. Setiap pengiriman pasukan, baik dalam jumlah besar
maupun jumlah kecil, selalu diperhitungkan dengan matang. Dalam banyak
peperangan, tentara Jawa memperoleh kemenangan karena dibantu oleh negara
lain. Ketika Majapahit mengalahkan Singapura, bantuan Radjuna Tapa begitu
besar. Begitu pula ketika mengalahkan Negara Dipa, pangeran dan rakyat Negara
Dipa memberikan bantuan kepada tentara Jawa. Karena itu, pengiriman pasukan
83
Agus Susilo dan Andriana Sofiarini. Gajah Mada Sang Maha Patih Pemersatu Nusantara di Bawah
Majapahit Tahun 1336 M - 1359 M. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora (KAGANGA)
Volume 1. No 1. Juni 2018.
84
Harsono, Boedi. 1997. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi
dan Pelaksanaannya) Jakarta: Djambatan. Hal. 18.
85
Ibid.
Politik Agraria | 66
tidak selalu dalam kekuatan maksimal. Dalam membantu menaklukan Negara
Dipa, tentara Jawa yang dikirim tidak lebih dari 1.000 orang.86
Pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka penyatuan Nusantara mencapai
kemantapannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Daerah-daerah yang
belum bernaung di bawah kekuasaan Majapahit berhasil disatukan. Pemberitaan
Prapanca dalam kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa wilayah kekuasaan
Majapahit sangat luas. Daerah tersebut meliputi hampir seluas wilayah Republik
Indonesia sekarang, yakni Sumatera di bagian Barat, sampai Maluku dan Irian di
bagian Timur. Hayam Wuruk sering melakukan perjalanan ke daerah-daerah dalam
rangka konsilidasi. Wilayah yang luas, pembinaan perhadap setiap wilayah harus
dilakukan agar tetap memiliki kesetiaan terhadap pemerintahan pusat di
Majapahit. Adanya kunjungan tersebut, wilayah-wilayah di setiap daerah akan
merasa diperhatikan oleh Raja Hayam Wuruk.
Berkat jasa Patih Gajah Mada, Raja Rajasanagara berhasil membawa
Kerajaan Majapahit ke puncak kebesarannya. Gagasan politik luar negeri
mengenai perluasan cakrawala mandala, dilakukannya dengan baik. Gagasan
penyatuan Nusantara oleh Gajah Mada satu demi satu ditundukkan. Dari
pemberitaan Negarakretagama pupuh XIII – XV diketahui bahwa pengaruh
kekuasaan Majapahit sangat luas. Daerah-daerah itu hampir seluas wilayah
Indonesia sekarang.87
Masyarakat Majapahit umumnya merupakan masyarakat yang majemuk.
Wilayah Kerajaan Majapahit yang sangat luas, dengan segala karakteristik
wilayahnya, menjadikan Majapahit memiliki keragaman yang ditentukan oleh
banyak hal, wilayah di pedalaman yang bersendikan agraris, akan memiliki pola
kebudayaan yang berbeda dengan daerah pantai yang bersendikan perdagangan.
Masyarakat pedalaman lebih bersifat tertutup dengan kebudayaan siklus (berputar
tetap). Sementara masyarakat pantai yang secara geografis sering berhubungan
dengan bangsa asing, lebih bersifat terbuka terhadap hal-hal baru. Kehidupan
keagamaan Majapahit menunjukkan pula hubungan dengan sendi-sendi toleransi
yang kuat. Majapahit mengakui dan menghormati dua agama besar saat itu, yakni
Hindu dan Buddha, dalam bentuk pengangkatan pejabat keagamaan dalam struktur
pemerintahannya.88
Semasa menjabat menjadi raja, Hayam Wuruk tidak hanya menerapkan
kebijakan untuk meningkatkan bidang pertahanan dan keamanan di dalam negeri.
Meningkatkan bidang pertahanan dan keamanan, Majapahit di masa pemerintahan
Hayam Wuruk terbebas dari ancaman baik dalam maupun luar negeri. Tidak ada
pemberontakan yang digenncarkan dari dalam negeri, maupun dari luar negeri
Majapahit. Hubungan kerja sama di bidang ekonomi dengan negara-negara
tetangga sangatlah penting bagi Majapahit. Hal ini karena Majapahit merupakan
sumber barang dagangan yang sangat laku di pasaran. Barang dagangan seperti
beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkih, pala, kapas, dan kayu
86
Kartodirdjo, A. Sartono. 1969. Struktur Sosial dari Masyarakat radisonal dan Kolonial, dalam Lembaran
Sejarah, Yogyakarta: Seksi Penelitian Jurusan Sejarah UGM. Hal. 78.
87
Kartodordjo, A. Sartono.1977. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 26.
88
Ibid.
Politik Agraria | 67
cendana. Bidang perdagangan, Majapahit memiliki peranan ganda yang sangat
penting, yakni sebagai produsen dan perantara.89
89
Kreasi Wacana Yogyakarta. Sosialisme Suatu Jalan Keempat?, Rakyat Kecil Dunia Ketiga Berjuang Demi
Keadilan. 2002. Hal. 35.
90
Ibid.
91
Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau, Jakarta: Pustaka
Jaya. Hal. 56.
92
Ibid.
Politik Agraria | 68
dipersatukan dalam rangka kepentingan-kepentingan perdagangan, bukan dalam
arti pertuanan atau kekuasaan. Daerah-daerah kekuasaan Majapahit memberikan
dukungan ekonomi kepada istana yang ditukar dengan penjagaan keamanan di
jalur-jalur perdagangan. Pemerintah pusat memandang perlu memberikan
perlindungan kepada daerah-daerahnya dengan menempatkan pasukan khusus
untuk menjaga segala tindak kejahatan yang terjadi pada wilyahnya. Hal ini untuk
memonitor segala aktivitas daerah seiring dengan meningkatnya aktivitas
perdagangan yang melibatkan daerah-daerah di Nusantara dengan sejumlah
pelabuhan di Asia Tenggara, India, dan Pantai Laut Tengah (Pinuluh, Esa Damar,
2010). Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit ditandai dengan terwujudnya gagasan
penyatuan wilayah-wilayah Nusantara. Suatu gagasan yang pernah direalisasikan
oleh Kertanegara (Raja Singasari terakhir) dan Tribuana Wijayatunggadewi (raja
ke tiga Majapahit). Adanya topangan spirit Sumpah Palapa serta politik Patih
Amangkubhumi Gajah Mada, Kerajaan Majapahit semasa pemerintahan Hayam
Wuruk tersebut berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya di seluruh
Nusantara. Sempat terjadi perang Bubat karena saat bersitegang antara Kerajaan
Majapahit dengan Kerajaan Sunda Pajajaran yang menewaskan Prabu
Linggaubuana, Dyah Pitaloka beserta pembesar istana Sunda Pajajaran.93
Pada tahun 1389, setelah mengantarkan Majapahit ke percaturan sejarah
dunia, serta menjalankan roda pemerintahan Majapahit dengan gemilang, Hayam
Wuruk dikabarkan meninggal di usia 55 tahun. Tampuk kekuasaan Majapahit
kemudian diturunkan oleh Kusumawardani. Akan tetapi, Wikramawardhanalah
yang tercatat menggantikan kursi pemerintahan Majapahit selanjutnya.
Sepeninggalan Hayam Wuruk, kejayaan Majapahit berangsur-angsur surut.
Kesurutan yang menyebabkan terlepasnya beberapa wilayah bawahan Majapahit
itu dikarenakan perselisihan antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi yang
merupakan saudara tiri Kusumawardhani. Perselisihan yang mengakibatkan
perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1401 M (Adji, Krisna Bayu, dkk,
2013).
93
Parlindungan, 1990. Konversi Hak – Hak Atas Tanah, Bandung: Mandar Maju. Hal. 71.
94
Deny Yudo Wahyudi. Kerajaan Majapahit Dinamika Dalam Sejarah Nusantara. Sejarah dan Budaya Tahun
Ketujuh. No 1 Juni 2013.
Politik Agraria | 69
para orang kaya yang terlihat dari struktur rumahnya, benda-benda yang
ditemukan dan lokasinya yang dekat dengan bagian yang diduga sebagai keraton.95
Perkembangan ekonomi pada masa ini juga telah memperlihatkan variasi pe-
kerjaan dan juga aktivitas perdagangan yang terlihat dari temuan-temuan situs dan
informasi yang digambarkan dalam beberapa sumber tertulis (Munandar, 1990;
Wahyudi, 2005). Sebagai salah satu pemain ekonomi global pada tingkat regional
nusantara, Majapahit terlihat cukup dominan. Wilayah- wilayah yang tersebut
dalam sumber tertulis menampakkan telah terjadi interaksi dengan Majapahit
apakah dalam bidang politik dan juga ekonomi. Kecanggihan maritim Majapahit
diakui sebagai salah satu yang termaju di jamannya, pelabuhan-pelabuhan laut
maupun sungai memperlihatkan jaringan perdagangan global yang cukup maju.96
Sebagai negara besar tentunya sektor produksi dan konsumsi juga menjadi
per-hatian dalam kerangka pengembangan. Tradisi agraris yang cukup tua
tentunya sudah sangat berkembang pada masa ini. Pembangunan ataupun
perawatan bangunan-bangunan air rupanya dalam rangka kemajuan kebudayaan
agraris tersebut. Sektor jasa juga berkembang seiring ke-majuan kualitas hidup
masyarakat, hal ini tercermin baik dari penyebutan bidang-bidang pekerjaan dalam
sumber-sumber tertulis maupun apa yang dapat digambarkan dalam relief-relief
baik yang terdapat pada candi-candi maupun temuan lepas. Tradisi yang
memperkuat Majapahit sebagai ke-rajaan maritim tergambar pada hubungan
dagang dan misi diplomatik yang cukup luas. Sarana transportasi dan pelabuhan
juga menjadi pendukung sistem perdagangan maritim ini. Ekspedisi-ekspedisi
dalam rangka perluasan wilayah tentunya juga dapat tergambarkan sebagai usaha
kemajuan dalam bidang kelautannya.97
Kemajuan dalam bidang budaya tercermin dari keragaman temuan artefak,
gambaran dalam sumber tertulis maupun tradisi-tradisi yang diwariskan.
Gambaran kehidupan dalam sistem perkotaan terekam cukup lengkap dari situs
Trowulan maupun gambaran sumber tertulis. Sistem kanal yang canggih semakin
memperlihatkan selain masalah fungsional bisa jadi juga masalah cita rasa dalam
membangun kota. Kota-kota lain tentunya juga berkembang sebagai sentrum-
sentrum aktifitas manusia. Belum lagi desa-desa atau wanua-wanua yang tersebar
cukup banyak dan luas.
Kemajuan dalam bidang per-kembangan religi juga tercermin dari berbagai
agama yang berkembang, variasi aliran dan juga bangunan-bangunan suci yang
dibangun. Komunitas keagamaan juga nampak dalam beberapa potret sumber
tertulis yang memberitakannya. Temuan-temuan mandala kadewaguruan
merupakan bentuk lain dari aktivitas pendidikan dan keagamaan, hal ini juga
gambaran bahwa kuil-kuil keagamaan juga didukung oleh komunitas agamawan15
(Noorduyn, 1982).
Gambaran perkembangan seni ter-cermin dari variasi arsitektur baik
bangunan sakral maupun profan, perkembangan seni dekorasi dan pahat,
perkembangan seni sastra maupun seni pertunjukan. Seni dapat menjadi
pendukung urusan kepercayaan namun banyak juga yang berkaitan dengan cita
rasa atau kegiatan menikmati hidup. Perkembang-an dalam bidang ini juga
melahirkan be-berapa identitas ke-Majapahitan sehingga mempermudah
95
Patittingi, Farida. 2012. Dimensi Hukum Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, Yogyakarta: Rangkang Education.
Hal. 67.
96
Santoso, Urip. 2012. Hukum Agraria Kajian Komperhensif. Jakarta: Kencana. Hal. 23.
97
Soemarsaid Moetono. 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau; Studi tentang Masa
Mataram II, Abad XVI sampai XXI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 89.
Politik Agraria | 70
menafsirkan sebagai bagian dari peradaban Majapahit atau melacak proses
akulturasinya.98
Nagarakretagama99
Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama), atau juga disebut dengan nama
kakawin Desawarnana (Deśawarṇana) bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa
Kuno karya Empu Prapañca yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang
paling banyak diteliti pula. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali
ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan
Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Ia menyelamatkan isi
perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja akan dibakar
oleh tentara KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger). Kakawin ini
menguraikan keadaan di keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu
Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantara. Ia bertakhta dari
tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu
kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara. Bagian terpenting teks ini tentu
saja menguraikan daerahdaerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus
menghaturkan upeti. Naskah kakawin ini terdiri dari 98 pupuh. Dilihat dari sudut
isinya pembagian pupuh-pupuh ini sudah dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1
sampai dengan pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya.100
Pupuh 8 sampai 16 menguraikan tentang kota dan wilayah Majapahit. Pupuh
17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang. Pupuh 40 sampai 49
menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk, dengan rincian lebih detailnya pupuh 40
sampai 44 tentang sejarah rajaraja Singasari, pupuh 45 sampai 49 tentang sejarah
raja-raja Majapahit dari Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Pupuh 1
- 49 merupakan bagian pertama dari naskah ini. Bagian kedua dari naskah kakawin
ini yang juga terdiri dari 49 pupuh, terbagi dalam uraian sebagai berikut: Pupuh 50
sampai 54 menguraikan kisah raja Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan
Nandawa. Pupuh 55 sampai 59 menguraikan kisah perjalanan pulang ke
Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai
daerah yang dikunjungi. Pupuh 61 sampai 70 menguraikan perhatian Raja Hayam
Wuruk kepada leluhurnya berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh
71 sampai 72 menguraikan tentang berita kematian Patih Gadjah Mada. Pupuh 73
sampai 82 menguraikan tentang bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali.
Pupuh 83 sampai 91 menguraikan tentang upacara berkala yang berulang kembali
setiap tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. Pupuh 92
sampai 94 tentang pujian para pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam
Wuruk. Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga
prapanca yang menulis naskah tersebut.101
Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra menyanjung dan
mengagung-agungkan Raja Majapahit Hayam Wuruk, serta kewibawaan kerajaan
Majapahit. Akan tetapi karya ini bukanlah disusun atas perintah Hayam Wuruk
sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri ataupun legitimasi kekuasaan.
98
Ibid.
99
Kakawin Nagarakertagama. Kitab Negarakertagama.
100
101
Ibid.
Politik Agraria | 71
Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca yang ingin
menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang Raja ingat
sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit. Artinya naskah ini
disusun setelah Prapanca pensiun dan mengundurkan diri dari istana. Nama
Prapanca sendiri merupakan nama pena, nama samaran untuk menyembunyikan
identitas sebenarnya dari penulis sastra ini. Karena bersifat pujasastra, hanya hal-
hal yang baik yang dituliskan, hal-hal yang kurang memberikan sumbangan bagi
kewibawaan Majapahit, meskipun mungkin diketahui oleh sang pujangga,
dilewatkan begitu saja. Karena hal inilah peristiwa Pasunda Bubat tidak
disebutkan dalam Negarakretagama, meskipun itu adalah peristiwa bersejarah,
karena insiden itu menyakiti hati Hayam Wuruk. Karena sifat pujasastra inilah
oleh sementara pihak Negarakretagama dikritik kurang netral dan cenderung
membesar-besarkan Hayam Wuruk dan Majapahit, akan tetapi terlepas dari itu,
Negarakretagama dianggap sangat berharga karena memberikan catatan dan
laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit.102
Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi
(Agama) yang suci". Nama Nagarakretagama itu sendiri tidak terdapat dalam
kakawin Nagarakretagama. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya
Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh
pengarangnya tersebut terbukti telah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga
sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama
tercantum pada kolofon terbitan Dr. J.L.A. Brandes: Iti Nagarakretagama Samapta.
Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada
bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama
disalin dengan huruf Bali di Kancana.
Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September –
Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca,
berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa
penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra , bekas pembesar urusan agama
Buddha di istana Majapahit. Dia adalah putera dari seorang pejabat istana di
Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis naskah ini
menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam pertapaan di
lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya
diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca" adalah penulis Nagarakretagama.103
Teks ini semula dikira hanya terwariskan dalam sebuah naskah tunggal yang
diselamatkan oleh J.L.A. Brandes, seorang ahli Sastra Jawa Belanda, yang ikut
menyerbu istana Raja Lombok pada tahun 1894. Ketika penyerbuan ini
dilaksanakan, para tentara KNIL membakar istana dan Brandes menyelamatkan isi
perpustakaan raja yang berisikan ratusan naskah lontar. Salah satunya adalah
lontar Nagarakretagama ini. Semua naskah dari Lombok ini dikenal dengan nama
lontar-lontar Koleksi Lombok yang sangat termasyhur. Koleksi Lombok disimpan
di perpustakaan Universitas Leiden Belanda. Naskah Nagarakretagama disimpan
di Leiden dan diberi nomor kode L Or 5.023. Lalu dengan kunjungan Ratu Juliana,
Belanda ke Indonesia pada tahun 1973, naskah ini diserahkan kepada Republik
102
Suharsosno. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta (1830 - 1920),
Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 56.
103
Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 44
Politik Agraria | 72
Indonesia. Naskah disimpan di Perpustakaan Nasional RI dan diberi kode NB 9. 104
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar
Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.
104
Ibid.
105
Anoniem. Tedhakan Pranatan Tuwin Serat Warni-Warni Tumrap Nagari Surakarta (Surakarta: Koleksi
Perpustakaan Radya Pustaka. No. Katalogus 165) Hal. 6.
106
A. Sartono Kartodirdjo. Struktur Sosial dari Masyarakat Radisonal dan Kolonial dalam Lembaran Sejarah
(Yogyakarta: Seksi Penelitian Jurusan Sejarah UGM. 1969) Hal. 26.
107
Opo.cit. Tedhakan Pranatan Tuwin Serat Warni-Warni Tumrap Nagari Surakarta. Hal. 16.
Politik Agraria | 73
Mengenai pembagian wilayah, sebelum semakin berkurang sebagai akibat
aneksasi wilayah-wilayah kerajaan Mataram Islam oleh Belanda, terutama pada
jaman pemerintahan Sultan Agung sebagai raja ketiga yang memerintah Matara
Islam dari tahun 1613 – 1645, wilayah kekuasaan kerajaan Mataram masih
meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta sebagian Jawa Barat. Pada
masa pemerintahan raja-raja pengganti Sultan Agung wilayah kerajaan Mataram
itu secara berangsur-angsur semakin menyusut sebagai akibat aneksasi yang
dilakukan oleh Belanda.108
Dalam sistem pemerintahan kerajaan Mataram Islam wilayah kerajaan dibagi
menjadi 4 bagian. Yang perama adalah wilayah Kuthagara atau Kutha Negara,
yan merupakan wilayah inti kerajaan Mataram. Di Kuthagara inilah terletak istana
atau kraton yang sekaligus merupakan tempat tingal raja beserta keluarga
besarnya, dan para pejabat tinggi kerajaan. Kuthagara juga merupakan pusat atau
ibukota kerajaan, dan tempat raja serta para pejabat tinggi kerajaan mengendalikan
pemerintahan. Diluar wilayah Kutha Negara terdapat apa yang disebut wilayah
Negara Agung, yang juga masih termasuk sebagai wilayah inti kerajaan, yang
letaknya mengitari Kuthagara. Di wilayah inilah terletak tanah lungguh atau
apanage (yang akan dibahas di belakang) para bangsawan kraton dan pejabat
tinggi kerajaan yang bertempat tinggal di Kutha Negara. Daerah daerah yang
termasuk wilayah Negara Agung adalah Mataram (kira-kira sama dengan
Yogyakarta yang sekarang ini), Pajang (terletak di sebelah Barat Daya Surakarta),
Sukowati (terletak di sebelah Timur Laut Surakarta sekarang ini), Begelen, Kedu,
Bumi Gede atau Siti Ageng (daerah yang terletak di sebelah Barat Laut Surakarta
di tambah dengan daerah di sebelah Barat Daya Semarang dengan garis batas kira-
kira antara Ungaran dengan Kedung Jati.
Yang ketiga di luar wilayah Negara Agung terdapat wilayah yang disebut
dengan istilah Manca Negara. Sesuai dengan posisi arahnya dari pusat kerajaan
yaitu Kutha Negara, wilayah Manca Negara dibagi menjadi dua yaitu wilayah
Manca Negara Wetan (Timur) dan Manca Negara Kulon (Barat). Tidak seperti
wilayah Negara Agung, di Manca Negara tidak terdapat tanah-tanah lungguh atau
apanage dari para bangsawan Kraton dan pejabat tinggi kerajaan. Akan tetapi pada
waktu kerajaan Surakarta diperintah oleh Paku Buwana IV (1788-1820), terdapat
tanah apanage yang berlokasi di wilayah Manca Negara. Hal itu sebagi akibat
perang perebutan kekuasaan di Kasultanan Yogyakarta, antara raja Hamengku
Buwana (HB) II melawan putranya sendiri yaitu Pangeran Adipati Anom, yang
mengiginkan kedudukan tahta dari ayahnya. Adipati Anom meminta bantuan
kepada Ingtgris, sedangkan raja H.B. II meminta bantuan kepada Paku Buwana
IV. Dalam pertempuran pada tahun 1812 antara kedua belah fihak yang
bersengketa, H.B. II ditangkap oleh Inggris dan kraton Yogyakarta berhasil
diduduki. Akhirnya Adipati Anom berhasil menjadi raja menggantikan ayahnya.
Sementara itu Paku Buwana IV yang telah membantu raja Yogyakarta H.B. II
dituntut oleh Inggris unuk membayar ganti rugi perang dan menyerahkan tanah di
Kedu, Wisobo dan Blora. Penyerahan itu dituangkan melalui perjanjian 1 Agustus
1812. dan untuk penyerahan itu P.B. IV mendapat ganti rugi sebesar 12.000
ringgit. Sebagai ganti tanah lungguh para pejabat tinggi kerajaan di Kedu yang
108
A. Sartono Kartodordjo (et al.). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV (Jakarta: Balai Pustaka. 1977) Hal. 1.
Politik Agraria | 74
diambil alih Inggris, Sunan memberikan tanah-tanah di daerah Madiun dan
Kediri.109
Pada masa pemerintahan raja Paku Buwana II di Mataran Kartasura yang
memerintah dari tahun 1726 – 1749, wilayah Manca Negara ini secara keseluruhan
meliputi daerah daerah sebagai berikut:
a. Manca Negara Barat: Banjar, Banyumas dan pasir (Purwakerta), Ngayah,
Kalibeber, Modern (Timur Banyumas), Roma (Karanganyar), Karangbolong,
Warah, Tersana, Karencang, Lebalsiyu, Balapulang, Bobotsari, Kartanegara,
Bentar dan Dayaluhur.
b. Manca Negara Timur: Panaraga, Kediri, Madiun, Pacitan, Magetan,
Caruban, Kaduwang, Pace, Kertasana, Sarengat dan Blitar, Jipang, Grobogan,
Warung, Sela, Blora, Rawa, Kalangbret, Japan, Wirasaba (Majaagung),
Barebeg dan Jagaraga.
Di luar wilayah Mancanegara dan yang letaknya paling jauh dari pusat
kerajaan terdapat apa yang disebut dengan istilah wilayah Pasisiran (pantai).
Wilayah ini juga dibagi menjadi dua bagian yaitu Pasisiran Wetan (Timur),
meliputi daerah-daerah pantai dari Demak ke barat, dan Pasisiran Kulon (Barat)
yaitu wilayah dari daerah Jepara ke timur. Pada masa pemerintahan Paku Buwana
II daerah-daerah Pasisiran barat terdiri dari daerah-daerah: Brebes, Bentar,
Labaksiyu, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Demak, dan Kaliwungu. Sementara
wilayah Pasisiran timur terdiri dari daerah-daerah: Jepara, Kudus, Cengkal, Pati,
Juwana, Rembang, Pajangkungan, Lasem, Tuban, Sedayu, Lamongan, Gresik,
Surabaya, Pasuruhan, Bangil, Banyuwangi, Blambangan dan Madura. Wilayah
Pasisiran kerajaan Mataram secara berangsur-angsur menjadi menyusut sejak
jaman pemerintahan Paku Buwana II sebagai akibat anenksasi oleh Belanda
(VOC).110
Eksploitasi Tanah
Pada masa kerajaan Mataram Islam yang agraris, kegiatan ekonomi
sebagian besar masih dilakukan dengan cara tukar-menukar, upeti yang terdiri
dari hasil panen dan tenaga kerja. Meskipun sudah ada organisasi/ lembaga
keuangan di pusat kerajaan, akan tetapi belum berfungsi sebagai alat
perekonomian kerajaan yang utama. Bagi raja kekayaan adalah alat yang ditimbun
dan kadang-kadang digunakan untuk membeli dukungan., sehingga tidak pernah
dianggap sebagai alat efisiensi dalam organisasi ekonomi kerajaan.111
Sementara itu dalam konsep kekuasaan Jawa, raja adalah pemilik tanah
dengan kekuasaanya yang mutlak. Tanah itu dibagi-bagikan kepada para pejabat
birokrasi dan para bangsawan sebagai tanah apanage, dan kemudian diserahkan
kepada rakyat untuk dikerjakan. Hasil panen dari tanah-tanah yang dikerjakan
rakyat di pedesaan, upeti atau penyerahan wajib lainya diserahkan oleh para
kepala desa (petingi atau bekel) kepada para atasanya yaitu para Demang. Para
demang ini kemudian menyerahkan lagi kepada para atasanya yaitu para Panji,
109
Mudjiono. 2007. Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi
Badan Peradilan. Jurnal Hukum No. 3 Vol.14.
110
Rosnia Agus Sari. 2014. Jurnal Beraja Niti, Status Hukum Tanah Grant Sultan Kutai Kertanegara Ing
Martadipura Dalam Hukum Agraria Indonesia (Studi Lapangan Di Kerajaan Kutai Kartanegara Ing
Martadipura), Volume 3 Nomor 6.
111
Onghokham. Pungutan Dalam Sejarah dalam Harian Kompas. 14 Juli 1963. Hal. 2.
Politik Agraria | 75
yang biasanya bergelar Tumenggung. Kepala dari para panji adalah Wedana yang
selanjutnya bertangung jawab secara langsung kepada Patih. (Schrieke, 1951, part
II: 191-194). Agar bisa mengontrol tanah-tanahnya yang dikerjakan oleh rakyat di
pedesaan, raja mengangkat petugas-petugas khusus, yaitu apa yang disebut
dengan istilah bekel, petinggi dan sebagainya, yang sekaligus berfungsi sebagai
pemungut pajak.
Mereka ini tentu saja juga diberi imbalan jasa atau semacam gajih, yaitu
bagian dari hasil tanah desa di wilayah kerja mereka masing-masing. Untuk para
bekel ini raja memberikan tanah bebas pajak yang luasnya seperlima dari tanah
sawah yang ada di wilayah kerja mereka masing-masing. Kemudian separoh dari
sisanya, yaitu sebesar 2/5 bagian menjadi hak para petani penggarap yang mereka
nikmati pada setiap panen. Sisanya lagi yang tinggal 2/5 bagian, harus dipotong
lagi 1/5 bagian untuk bupati sebagai kepala daerah dan 1/5 lagi menjadi bagian
para kepala distrik seperti Demang dan Ngabehi. Dengan demikian raja tinggal
memperoleh bagian 2/5 x 100 % - 2/5 x 40 % = 40 % - 16 % = 24 % dari seluruh
hasil panen di suatu kabupaten. Sistem tanah bebas pajak atau hak guna tanah
yang seluas 1/5 bagian dari seluruh tanah sawah yang ada di wilayah kerja bekel
atau petinggi (atau jabatan setingkat) itu dinamakan sistem perlimaan. Sistem
kesatuan tanah di Jawa pada jaman raja-raja Mataram Islam pra kolonial adalah
“jung” yang arti harafiah atau yang sesungguhnya adalah kaki, yang kira-kira
sama dengan 50 x 50 cengkal = 2.500 roede persegi. Satu jung masih bisa dibagi
lagi menjadi 5 bau (bau = lengan). Pengertian harafiah bau atau lengan adalah
lengan pekerja seperti petani atau peladang, yang kemudian juga disebut dengan
istilah karya, yang berarti tugas kerja. Satu bahu luasnya kira-kira sama dengan
500 roede persegi. Akan tetapi dalam administrasi pertanahan Jawa yang masih
sederhana tanah, tanah bebas pajak dari para bekel tidak pernah diperhitungkan
dalam menentukan luas tanah desa. Oleh karena itu dalam daftar pajak yang resmi
hanya diperhitungkan 1 jung sama dengan 4 bau atau karya (G.P. Ruffaer, XXXIV,
1931: 72). Artinya untuk ukuran satu jung yang sesungguhnya masih harus
ditambah bagian bekel sebesar 1 bau, sehingga menjadi 5 bau.
Politik Agraria | 76
mereka selaku penjajah, maka tidak mengherankan jika banyak hal melemahkan
sendi-sendi hukum yrang asli milik orang-orang pribumi. Oleh karena itu, terjadilah
dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Hukum barat bagi orang Eropa dan
golongan asing lainnya yang dipersamakan dengan orang Eropa, dan di pihak lain
berlaku hukum adat bagi orang pribumi yang terdapat pada Buku II KUH Perdata
yang merupakan hukum tertulis.113
Sebagaimana yang dilansir oleh para sejarawan pada umumnya, banyak negara
di Eropa pada abad XVI dan XVII114 mulai menemukan bentuk dan identitas
nasionalnya. Salah satu prasyarat bagi tegaknya identitas nasional suatu negara
(bangsa), adalah memperkuat kedudu-kannya di dalam negeri yang diwujudkan serta
sedikit banyak ditentukan oleh hubungannya dengan luar negeri atau negara lain.
Senada dengan itu, pada abad yang sama rute perdagangan internasional pindah dari
laut Tengah ke samudra Atlantik dan yang pertama mendapat kesempatan untuk itu
yakni Spanyol, Belanda dan Inggris. Raja-raja penganut paham merkantilisme yakni
Karel V (Spanyol), Ratu Elizabet (Inggris), Prins Maurits (Wali negara Belanda) dan
disusul Louis XIV (Prancis). Tampillah mereka sebagai mercu suar pada masanya,
yang ditandai dengan mengalirnya kekayaan logam mulia ke Eropa115.
Pada masa kolonial Belanda, hukum agraria di Hindia – Belanda (Indonesia)
terdiri dari 2 hukum. Yaitu hukum agraria Adat dan hukum agraria Barat. Hukum
Agraria yang merupakan keseluruhan kaidah – kaidah hukum agraria yang
bersumber pada hukum Adat dan beraku terhdap tanah – tanah yang dipunyai dengan
hak – hak atas tanah yang diatur oleh HukumAdat, yang selanjutnya sering disebut
tanah adat atau tanah Indonesia. Hukum agraria adat terdapat dalam hukum adat
tentang tanah dan air (bersifat Intern), yang memberikan pengaturan bagi sebagian
negara terbesar tanah di negara. Hukum agraria adat diberlakukan bagi tanah – tanah
yang tunduk pada hukum adat. Misalnya tanah ulayat, tanah milik perseorangan yang
tunduk pada hukum adat. Hukum agraria barat, yaitu keseluruhan dari kaidah –
kaidah hukum agraria yang bersumber pada hukum perdata Barat, khususnya yang
bersumber pada Burgerlijk Wetboek (BW). Hukum ini terdapat dalam BW (bersifat
eksteren) yang memberikan pengaturan bagi sebagian kecil tanah tetapi bernilai
tinggi. Hukum agraria barat ini diberlakukan atas dasar kebijakan barat. misalnya
tanah hak Eigemdom, hak Opsal dll. 116 Alasan diberlakukannya dua hukum di
Indonesia karena adanya perbedaan golongan rakyat oleh Belanda, sebagaimana
dimuat dalam Pasal 163 I.S (indischestaatsregeling ) yakni: (1) Golongan Eropa dan
dipersamakan dengannya; (2) Golongan timur-asing, yang terdiri dari timur asing
golongan Tionghoa dan bukan Tionghoa seperti Arab, India, dan lain -lain; (3)
Golongan bumi putera, yaitu golongan orang Indonesia asli yang terdiri atas semua
suku-suku bangsa yang ada di wilayah Indonesia. Berdasarkan Pasal 131 IS
(indischestaatsregeling) ayat 2 dinyatakan bahwa bahwa berlaku hukum Belanda
bagi warga negara Belanda yang tinggal di Hindia -Belanda dengan asas
konkordansi, ayat 3 dinyatakan bahwa membuka kemungkinan untuk unifiksasi
hukum yaitu menghendaki penundukan pada golongan bumi putera dan timur asing
untuk tunduk kepada hukum eropa, serta ayat 4 diyatakan bahwa memberlakukan
hukum adat bagi golongan bumi Putera.
Politik hukum di bidang agraria, pada zaman penjajahan Indonesia sangat
merugikan bagi masyarakat pribumi (Inlander). Pemerintahan dan perundang –
undangan Belanda sangat menyudutkan masyarakat Indonesia, sangat jauh dari kata
keadilan. Termasuk dalam hal pertanahan sangat menguntungkan pihak penjajah
(Belanda). Karena mengatur tanah sama dengan mengatur perekonomian yang akan
menghasilkan banyak keuntungan bagi Belanda karena sumber perekonomian
113
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2015) Hal. 28.
114
Ahmadin. Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial. Vol. IV. No. 1. Januari-Juni 2007. Hal. 57.
115
Ibid. Hal. 57.
116
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komperhensif (Jakarta: Kencana. 2012 ) Hal. 7.
Politik Agraria | 77
Indonesia berasal dari pertanian. 117 dengan dasar perekonomian ini Belanda
mengambil kebijakan untuk mendirikan lembaga yang mengatur khusus tentang
perekonomian untuk Belanda. Lembaga tersebut bernamakan VOC. Yang bertugas
untuk mengatur perekonomian Indonesia yang menguntungkan Belanda. Selanjutnya
akan dijelaskan mengenai seluk beluk VOC yang didirikan oleh Belanda.
Belanda yang pada saat itu terlibat dalam kompetisi perdagangan inter-nasional
dituntut untuk tetap eksis, dan ekspansi serta imperialisme merupakan syarat mutlak
yang mereka harus tempuh. Singkat cerita, ekspansi barat sejak abad ke-15
memunculkan Belanda dengan VOC-nya sebagai pemegang hegemoni politik di
Nusantara (Kartodirdjo, 1993)118. Kehadiran VOC inilah yang telah menimbulkan
berbagai problema, serta merusak sendi-sendi hukum agraria di Indonesia
(Parlindungan, 1993: 56).
Verenidge Oost Indisch Compagnie (VOC) yang didirikan sejak 1602 sebagai
sindikat dagang Timur Jauh, inilah yang berfungsi sebagai wadah yang diberi
wewenang untuk mengatur perekonomi-an dalam persaingan di pasar inter nasional
(Eropa). Berbagai kebijakan segera muncul untuk mengatur roda perekonomian di
tanah jajahan, sehingga sindikat dagang ini seakan tampil sebagai “state in state”
(negara dalam negara).
Pada awalnya mereka hanya tertarik untuk berdagang, sehingga sasaran
utamanya hanya terbatas pada kota-kota pelabuhan (daerah pantai). Pada tahun 1660
Maluku berhasil dikuasai, sehingga raja-raja diwajibkan membayar upeti. Namun
demikian, permintaan pasar dunia yang semakin meningkat, men-dorong mereka
untuk mengembangkan sektor pertanian dan akhirnya daerah Jawa, Madura Sumatra
Timurlah yang menjadi sasaran dan perioritas untuk mengembangkan usaha
perkebunan. Ricklefs dalam bukunya “A History of Modern Indonesia (1981: 119)”
men-jelaskan bahwa pada tahun 1859, terdapat sekitar 17.285 orang Eropa di
Indonesia, dan pada tahun 1900 melonjak menjadi 62.477 orang119.
Data tersebut menunjukkan bahwa dalam aktivitas perekonomian masa itu,
peranan orang-orang Eropa di Hindia Belanda (Indonesia) menjadi sangat penting.
Bahkan keterlibatan dan inter-vensi lebih jauh dalam aktivitas per-ekonomian
(perdagangan), semakin nyata tatkala sindikat perdagangan bernama VOC
mendukungnya. Mengetahui peran penting VOC dalam aktivitas per-dagangan,
sangat penting karena melalui peran itulah juga menjadi dasar penetapan berbagai
kebijakan politik dalam bidang agraria.
117
Soetomo. Politik dan Administrasi Agraria (Surabaya: Usaha Nasional Indonesia. 1986) Hal. 16.
118
Ahmadin, Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial. Vol. IV. No. 1. Januari-Juni. 2007. Hal. 57.
119
Ibid. Hal. 58.
Politik Agraria | 78
diperlukan seperti berupaya membangun benteng-benteng, loji, gudang penyimpa-nan hasil
bumi, pabrik dan juga rumah tempat tinggal (Djuliati, 1991: 143).
Dalam merealisasi keinginannya, untuk pertama kali VOC menuntut pengerahan tenaga
rakyat dari para Bupati. Tenaga rakyat ini digunakan untuk menebang dan mengumpulkan
kayu dari hutan jati. Blandbong adalah istilah yang dipergunakan untuk menyebut kerja
wajib umum ini. Kerja sebagai blandbong hanya mendapat upah relatif kecil yang tidak
sesuai dengan kerja yang harus mereka lakukan. Kerja wajib umum selalu dituntut oleh
penguasa pribumi terhadap para sikep. Bahkan di beberapa wilayah, tuntutan terhadap tenaga
kerja wajib tanam tidak saja didasarkan pada pemilikan tanah tetapi juga bagi mereka yang
hanya memiliki rumah (numpang karang atau indung tempel) (Djuliati, 1991: 263).
Kebijakan politik ini dalam versi Geertz (1963: 48-49) disebutnya “menumpangkan”, karena
alasan bahwa yang dilakukan oleh Belanda dari tahun 1619 hingga masuk-nya Jepang tahun
1942 adalah mencari produk pertanian di Indonesia khususnya Jawa untuk dijual di pasaran
dunia tanpa mengubah stuktur ekonomi pribumi secara asasi. 120
Untuk memperoleh sebuah cinema-tografi mengenai kebijakan kolonial di sektor
agraria, berikut diuraikan kondisi perkebunan pada beberapa wilayah di Indonesia: (1) di
Maluku sumber cengkeh dan pala dibatasi serta diberikan hukuman kolektif bagi
penyelundup dan diharuskan kerja rodi; (2) di daerah lada seperti Banten, Lampung dan
Sumatra Tengah diadakan perjanjian dengan raja di kota-kota pelabuhan untuk menetap-kan
kuota berikut harga ditetapkan oleh VOC; (3) di tanah pegunungan Priangan dibuka kebun-
kebun kopi dengan menggunakan bangsawan sebagai kontraktor untuk menyediakan buruh;
(4) di daerah Jakarta dan sekitarnya termasuk daerah-daerah pantai, terdapat hampir 100
buah tanah sewaan yang dikelola oleh pegawai setempat (yang diangkat oleh VOC); (5)
pemilik perkebunan hampir semua perkebunan yang punya hak istimewa sebagai tuan besar
atas penduduk desa; (6) di Jawa Tengah yang baru setengah takluk oleh VOC, mengenakan
pajak sederhana berupa padi, kayu, katun, benang, kacang-kacangan, dan uang. 121
Keinginan Belanda untuk melakukan monopoli dibidang perdagangan
dikawasan Nusantara, ternyata tidak hanya merupakan keingan Belanda sendiri,
tetapi juga negara lainnya, seperti Inggris. Bahkan Inggris telah mendahului langkah
VOC dengan membentuk sebuah perserikatan dagang untuk kawasan Asia di tahun
1600 yang diberi nama EIC (East India Company), yang mana telah menimbulkan
kekawatiran dikalangan para pedagang Belanda sehingga persaingan yang tadinya
ada diantara mereka sendiri berubah menjadi kesepakatan untuk membentuk sebuah
badan dagang guna membendung EIC. Untuk menghilangkan persaingan antar
pedagang Bealnda dan untuk mengahdapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa
lainya, maka pada tanggal 20 Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Olden
Barneveld didirikan kongsi perdagangan bernama Verenigde Oost-Indische
Compagnie-VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri
dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di
kepalai oleh Francois Wittert.
VOC didirikan sebagai landasan perdagangan untuk menghindari dan mencegah
persaingan diantara pedagang Belanda. Menurut Octroi (23 – 03- 1602) VOC diberi
kekuasaan atas nama Staten General untuk mengadakan perjanjian dengan negara
dan raja – raja asing. Mempunyai dan memelihara tentara, mengeluarkan uang
sendiri, mengangkat gubernur dan pegawai tinggi lainnya. 122 Tujuan didirikannya
VOC di Indonesia antara lain sebagai berikut123 :
120
Suharsosno. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta (1830 - 1920),
Yogyakarta: Tiara Wacana. Hal. 21.
121
Ahmadin. Masalah Agraria Indonesia: Konsepsi dan Sejarahnya. (Makassar: Bahan Mata Kuliah Jurusan
Sejarah UNM. 2001).Hal. 23.
122
Ibid. Hal. 17.
123
Noname. Pengertian Sejarah dan Sejarah VOC. (http://www.pengertiansejarah.com/sejarah-voc.html#
diakses pada tanggal 8 Maret 2021 pukul 20.00).
Politik Agraria | 79
1. Menghindari persaingan dagang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda
sehinggan keuntungan maksimal dapat diperoleh.
2. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dagang dengan
bangsa Eropa lainya.
3. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spayol
yang masih menduduki Belanda.
VOC mulai menaklukan raja-raja dari kerajaan-kerajaan kecil dengan cara
mengharuskan menandatangani perjanjian (tractaat) bahwa mereka (raja dan
rakyatnya) harus tunduk dan patuh kepada VOC dengan sistem perdagangan
Verpelichte Leverantie dan Contingenten, yaitu menyerahkan hasil bumi dengan
harga yang sudah dipatok atau ditentukan dan hasil bumi yang diserahkan dipandang
sebagai pajak tanah. Kemudian hukum perdata Belanda (Burgerlijk Wetboek) mulai
diberlakukan untuk seluruh wilayah kekuasaan VOC, penekanan praktek
penegakkannya adalah pada perolehan tanah untuk hubungan keagrariaan bagi
pengumpulan hasil bumi untuk dijual di pasaran Eropa.124
Dengan hukum barat itu, maka hak-hak tanah yang dipegang oleh rakyat dan
raja-rajaIndonesia tidak dipedulikan.Namun rakyat Indonesia masih dibiarkan untuk
hidup menurut hukum adat dan kebiasaannyaVOC mengadakan hukum secara barat
didaerah-daerah yang dikuasainya, dalam hal ini tidak memperdulikan hak-hak tanah
yang dipegang oleh rakyat dan raja-raja Indonesia. Pada zaman VOC dikenal
kebijaksanaan yang berkaitan dengan politik pertanian yang sangat menindas rakyat.
Kebijaksanaan dalam pertanian tersebut antara lain berupa :
a. Contingenten, yaitu berupa pajak atas hasil pertanian ysng harus diserahkan
kepada pengusaha kolonial (kompeni). Petani pribumi harus menyerahkan
sebagian hasil taninya kepada kompeni tanpa bayar sesen pun.
b. Verpilichte leverenten, yaitu suatu bentuk ketentuan yang diputuskan
olehbkompeni dengan para raja tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil-
hasil panen dengan pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara
sepihak. Rakyat tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak berkuasa atas apa yang
mereka hasilkan.
c. Roerendiensten, atau dikenal dengan nama kerja rodi, yang dibebankan kepada
rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.
Pada tanggal 31-12-1799 tamatlah riwayat kompeni, badan perdagangan VOC
pecah dan daerahnya serta hutang-hutangnya diserahkan kepada Bataafse Republik 1
januari 1980. Runtuhnya disebabkan oleh hal-hal berikut :
1. Banyak pegawai VOC yang korupsi.
2. VOC terjerat banyak hutang.
3. Pengeluaran VOC yang semakin besar akibat melukakan perang.
124
Supomo dan Djoksutono. Sedjarah Politik Hukum Adat 1609-1848 (Jakarta: Djambatan. Cetakan ke-4.
1955) Hal. 1.
125
Wikipedia. Herman Willem Daendelsam. (https://id.wikipedia.org/wiki/Herman_Willem_Daendelsam
Diakses pada tanggal 8 Maret 2021 Pukul 20.30)
Politik Agraria | 80
menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya ia mencapai
pangkat Jenderal dan pada tahun 1795 ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik
Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut
mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia
mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia
di provinsi Noord-Holland berakibat buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan
diserang oleh berbagai pihak. Akhirnya ia kecewa dan mengundurkan diri dari
tentara pada tahun 1800. Ia memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.
Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk)
untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan
provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada
tanggal 28 Januari1807 atas saran KaisarNapoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia
Belanda sebagai Gubernur-Jenderal.
Pada jaman ini dikenal pemerintahan Gubernur General Daendels yang
mengeluarkan kebijaksanaan yang benar – benar langsung menyangkut pengusahaan
atas tanah oleh bangsa lain di Indonesia. Suatu politik pertanahan yang dijalankan
dengan cara menjual tanah kepada orang-orang yang mempunyai modal besar
terutama Cina, Arab dan Belanda. Tanah-tanah yang dijual ini disebut tanah
partikelir. Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki oleh orang – orang swasta
Belanda dan orang – orang pribumi yang mendapat hadiah tanah karena dianggap
berjasa kepada belanda. tanah eigendom (hak untuk dengan bebas mempergunakan
atau menikmati benda sepenuhpenuhnya dan untuk menguasai seluas-luasnya, asal
saja tidak bertentangan dengan undang – undang atau peraturan-peraturan umum
yang ditetapkan oleh instansi yang berhak menetapkannya) yang mempunyai sifat
dan corak istimewa. Menurut Soetomo (Soetomo, 1986:16) Yang membedakan
dengan tanah eigendom lainnya ialah adanya hak-hak pada pemiliknya yang bersifat
kenegaraan yang disebut landheerlijke rechten atau hak pertuanan.126 Dengan politik
ini Belanda hendak melahirkan tuan – tuan taah yang lebih lagi menindas rakyat,
muncullah semacam negara – negara kecil dan rakyat di wilayahnya diperlakukan
seperti budak-budak.127
Menurut Clifford Geertz dalam bukunya “Involusi Pertanian” (Clifford Geertz,
1963:43)128, membagi pandangan mengenai pemilikan tanah menjadi dua bagian.
Wilayah Jawa dan Madura yang disebutnya sebagai “Indonesia dalam”, beranggapan
bahwa tanah adalah hak milik dan alat produksi, dan demi tanah setiap orang
bersedia mempertaruhnya nyawa untuk memper-tahankan tanah tersebut. Di sisi lain,
beliau istilahkan dengan “Indonesia luar” (di luar Jawa dan Madura) yakni kolonial
beranggapan bahwa kepemilikan tanah tidak jelas dan ditentukan oleh jenis tanaman
tertentu. Dalam pengertian bahwa tanah adalah milik umum, sehingga siapa yang
mengolah (menanami) itulah pemiliknya.
Perbedaan persepsi mengenai kepemilikan tanah inilah yang di kelak kemudian
hari menjadi bom waktu yang siap meledak, seperti aksi protes berupa
pemberontakan Ratu Adil, Perang Diponegoro, Pemberontakan Petani Banten,
sampai kepada aksi protes dengan organisasi modern seperti pemogokan di
Keresidenan Madiun, Keresidenan Yogyakarta, Keresidenan Pasuruan, dan lain-lain.
Herman Willem Daendels (1808-1811)129 menetapkan ber-bagai kebijakan sebagai
berikut: (1) meletakkan dasar pemerintahan dengan sistem barat, (2) pusat
pemerintahan di Batavia, (3) di pulau Jawa dibentuk 9 keresidenan, (4) membentuk
pengadilan keliling, (5) Kesultanan Banten dan Cirebon dijadikan daerah
Gubernemen.130
126
Soetomo. Politik dan Administrasi Agraria (Surabaya: Usaha Nasional Indonesia. 1986) Hal. 16.
127
Ibid. Hal. 19.
128
Ahmadin. Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial. Vol. IV. No. 1. Januari-Juni 2007. Hal. 59.
129
Ibid. Hal. 60.
130
Ibid.
Politik Agraria | 81
G. Zaman Raffles (1811-1815)
Pada masa pemerintahan Thomas Stamford Rafles yang menjabat selaku
Gubernur Jenderal di Jawa dan sekitarnya pun menetapkan kebijakan berbeda yakni:
(1) membagi Jawa menjadi 18 keresidenan, (2) para bupati dijadikan pegawai negeri
dan gaji ditetapkan oleh pemerintah kolonial, (3) melarang pungutan paksa. Berbagai
kebijakan pemerintah kolonial tersebut, rupanya mengalami kegagalan dan tidak
mencapai target yang diharapkan. Penyebab kegagalan tersebut disebabkan oleh
terbatasnya pegawai yang cakap, perekonomian desa yang belum memungkinkan
untuk sistem penyewa-han berupa uang, dan masih banyaknya kepemilikan tanah
didasarkan pada ketentuan hukum adat.
Sir Thomas Stamford Bingley Raffles adalah gubernur – Letnan Hindia Belanda
ke – 39 yang dinobatkan sebagai gubernur terbesar. Beliau lahir 6 Juli 1781 di
Jamaica dan meninggal di London Inggris tahun 1826 pada umur 44 tahun. Beliau
dikatakan juga pendiri kota dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang
paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar. Selama menjabat sebagai
penguasa Hindia Belanda beliau telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara
lain adalah sebagai berikut : mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan
perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintahan kolonial Belanda,
menyelidiki flora dan fauna di Indonesia serta meneliti peninggalan – peninggalan
kuno. Seperti borobudur, candi Prambaman dll.
Thomas Stamford Raffles (1811-1816) mewujudkan suatu pikiran adanya fiscal
(pajak), ia mengadakan lan drente yang ditetapkan besarnya:131
1. Bagi sawah ½, 2/5 atau 1/3 dari panen.
2. Bagi tanah kering, dari ¼ sampai ½ hasil tanah.
Menurut Raffles, semua tanah adalah eigendom Gubernemen, tanah di daerah
yang ditaklukkan maupun daerah yang dikuasai menurut perjanjian disebut dengan
tanah Gubernemen.
131
Santoso, Urip. 2012. Hukum Agraria Kajian Komperhensif. Jakarta: Kencana. Hal. 90.
132
Ibid. Hal. 20.
Politik Agraria | 82
perkebunan ini diambil oleh penanam-penanam modal swasta Belanda (Onghokham
dalam Sediono dan Gunawan Wiradi, 1983: 4; Onghokham, 1979).
Kebijakan baru kolonial yakni sistem tanam paksa yang memuat beberapa
ketentuan: (1) penduduk desa diharuskan menyediakan 1/5 tanahnya untuk ditanami,
(2) tanah yang disedia-kan untuk tanaman dagangan dibebas- kan dari pajak tanah,
(3) tanaman dagangan diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda, (4) wajib
tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk pengangkutan ke pabrik, (5)
penggarap-an tanah diawasi langsung oleh kepala-kepala pribumi.133
Tanaman yang dipaksakan meliputi 2 kategori besar, yakni tanaman tahunan
seperti tebu, nila dan tembakau yang ditanami secara bergiliran dengan padi dan
tanaman keras (berumur panjang) yakni jenis tanaman yang tidak dapat digilirkan
dengan padi (kopi, teh dan lada). Ketidakteraturan penanaman, me-nyebabkan 2 jenis
tanaman mengembang-kan dua gaya yang saling berpengaruh dan bertentangan
dengan komunitas biotis yang sudah mapan. Karena, itu kesuburan tanah tidak dapat
diper-tahankan dan produksi hasil pertanian menurun.
Dalam sumber lain, juga dijelaskan mengenai ketentuan kerja wajib yang
diterapkan pada masa kolonial. Adapun mengenai jenis-jenisnya dapat dibedakan
dalam 4 kategori: (1) kerja wajib umum (heerendiensten) meliputi kerja dalam
pekerajaan umum, pelayanan umum dan penjagaan keamanan; (2) kerja wajib
pancen (pancendiensten) khusus untuk melayani rumah tangga pejabat; (3) kerja
wajib tanam (cultuurdiensten) tediri dari berbagai jenis kerja dibidang penanaman,
pengolahan dan pengangkutan tanaman wajib; (4) kerja wajib desa (desadiensten,
gemeentediensten) meliputi jenis kerja untuk kepentingan kepala desa dan ber-
macam-macam pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan warga desa dan
lingkungan desa pada umumnya.
Tanam paksa dihapus sedikit demi sedikit dan sebagai gantingan diadakan
hukum yang baru, yang dijadikan dasar hukum bidang agraria dalam masa colonial.
Adanya monopoli pemerintah dengan sistem tanam paksa dalam lapangan pertanian
telah membatasi modal swasta dalam lapangan pertanian besar. Di samping pada
dasarnya para penguasa itu tidak mempunyai tanah sendiri yang cukup luas dengan
jaminan yang kuat guna dapat mengusahakan dan mengelola tanah dengan waktu
yang cukup lama. Usaha yang dilakukan oleh pengusaha swasta pada waktu itu
adalah menyewa tanah dari negara. Tanah-tanah yagn biasa disewa adalah tanah-
tanah negara nyang masih kosong.
133
Ahmadin. Masalah Agraria Indonesia: Konsepsi dan Sejarahnya (Makassar: Bahan Mata Kuliah Jurusan
Sejarah UNM. 2001) Hal. 32.
134
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2015) Hal. 24.
135
Ibid. Hal. 31.
Politik Agraria | 83
memperoleh tanah – tanah yang luas. Undang – undang ini diberlakukan atau
dikodifikasikan dalam Burgerlij Wetboek yang bermaksud dalam hukum tertulis dan
punya dasar hukum yang kuat dan mengikat, sedangkan hukum yang berlaku untuk
bumi putra adalah hukum adat.dengan demikian terjadinya dualisme hukum.136
Berlakunya Agrarische Wet politik monopoli (politik kolonial konservatif)
dihapuskan dan digantikan dengan politik liberal yaitu pemerintah tidak ikut
mencampuri di bidang usaha, pengusaha diberikan kesempatan dan kebebasan
mengembangkan usaha dan modalnya dibidang pertanian di Indonesia. Agrarische
Wet merupakan hasil rancangan dari wet (undang-undang 0 yang diajukan oleh
Menteri jajahan de Waal. Agrarische Wet diundangkan dalam Stb.1870 No.55,
sebagai tambahan ayat-ayat baru pada Pasal 62 Regering Reglement (RR) Stb.1854
No.2. Pasal 62 RR ini kemudian menjadi Pasal 51 Indische Staatsregeling (IS),
Stb.1925 No. 447.
Isi pasal 51 IS adalah sebagai berikut :137
a. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah.
b. Dalam tanah diatas tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang
diperuntukkan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan kegiatan-
kegiatan usaha.
c. Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuanketentuan yang
ditetapkan dengan Ordonasi.
d. Menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Ordonasi diberikan tanah
dengan Hak Erfpacht selama tidak lebih dari 75 tahun..
e. Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang
melanggar hak-hak pribumi.
f. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat.
g. Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi dengan hak pakai pribadi
yang turun temurun (yang dimaksud adalah hak milik adat) atas permintaan
pemiliknya yang sah dapat diberikan kepada nya dengan hak eigendom.
h. Persewaan atau serah pakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non pribumi
dilakukan menurut ketentuan yng diatur dengan ordonasi.Agrarische Besluit
Stb.1870 No.118.
Salah satu ketentuan pelaksanaan Agrarische Wet adalah Agrarische Besluit,
yang dimuatdalam Stb.1870 Nomor 118. Pasal 1 Agrarische Besluit memuat
suatu pernyataan yang dikenal dengan Domein Verklaring (pernyataan kepemilikan),
yang pada garis besarnya berisi asas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak
dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya adalah domain (milik) Negara.
136
Soetomo, SH. Politik dan Adminitrasi Agraria (Surabaya: Usaha Nasional) Hal. 20.
137
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2015) Hal. 38.
138
Supomo. Sejarah Hukum Adat Jilid 1, (Jkarta: Pradnya Paramita. 1982) Hal. 32.
Politik Agraria | 84
1. Prof . Dr. Supomo
Dalam bukunya yang berjudul Beberapa catatan mengenai kedudukan
hukum, beliau memberikan batasan tentang hukum adat bahwa hukum adat
adalah sebagai hukum yang tidak tertulis didalam peraturan legislatif (unstanstry
low) meliputi perauran-peraturan hidup yang meskipun tidak di tetapkan oleh
yang berwajib tetapi harus ditaati dan di dukung oleh rakyat berdasarkan
keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan
hukum.
4. Dr. Sukanto
Dalam bukunya yang berjudul Meninjau Hukum Adat Indnesia batasan
hukum Adat menurut beliau bahwa Hukum adat sebagai complex adat-adat yang
kebanyakan tidak di kitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan,
mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.
5. Prof. Mr. C. Van Vollen Hoven
Dalam bukunya yang berjudul “Het Adatrecht van Nederland Inde” jilid I
halaman 7 beliau memberi pengertian bahwa hukum adat adalah hukum adat
tidak bersumber dari peraturan-peraturan yang di buat oleh Pemerintah Hindia
Belanda dahulu atau adat-adat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan
didasarkan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.139
6. Mr. B Ter Haar Bzn
Beliau memberikan defenisi tentang hukum bahwa hukum adat itu adalah
keputusan-keputusan yang lahir dan di pelihara oleh masyarakat yang membantu
perbuata perbuatan hukum dalam rangka jika timbul pertentangan dalam hal
kepentingan hakim.
3. Bercorak Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan,
kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan
pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai system
139
Ibid. Hal. 36.
140
http://iusyusephukum.blogspot.com/2013/06/makalah-hukum-adat-pada-jaman-kerajaan.html Diakses
pada tanggal 8 Maret 2021 pukul 13.00)
Politik Agraria | 85
pemerintahan. Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa
berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
4. Bercorak Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat
yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan
secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan
bermasyarakat.
5. Bercorak Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau
keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan
dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji,
semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan
yang lainnya.
Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak atas tanah sebagai
lembaga hukum adalah sebagai berikut :141
1. Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan, misalnya hak milik,
hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai.
2. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang
untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya.
3. Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh jadi pemegang
haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya.
4. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
Sedangakan hak – hak adat mengenai peristilahan yang lain sekali 142
a. Hak persekutuan atas tanah
1. Hak ulayat
2. Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas
b. Hak perseorangan atas tanah
1. Hak milik, hak yyaasan (inland bezitrecht)
2. Hak wewenang pilih, hak kima-cek, hak mendahulu, (vookeursrecht)
3. Hak menikmati hasil (genotsrecht)
4. Hak pakai (gebruisrecht) dan hak menggara/ mengolah (ontginningsrecht)
5. Hak imbalan jabatan (ambtelijk profijt recht)
6. Hak wenang beli (naatingsrecht)
Disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUPA. Secara khusus lagi diatur
dalam Pasal 20-27 UUPA. Hak milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak
turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan
mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA. Turun temurun artinya hak milik atas
tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya
meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang
memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat, artinya hak milik atas tanah
lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya, tidak mempunyai batas
waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lian, dan tidak mudah
hapus. Terpenuh, artinya hak milik atas tanah memberikan wewenang kepada
pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat
menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang
lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah
yang lain.
Ini adalah hak hukum adat pada zaman penjajahan. Mengenai pengaturan hukum
adat terkait urusan keagrariaan, Ter Haar dan para muridnya yang belajar di Sekolah
141
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2015) Hal. 32.
142
J. B Daliyo. Hukum Agraraia I Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: Gloria. 2001) Hal. 21.
Politik Agraria | 86
Tinggi Hukum di Jakarta (yang pada waktu itu bernama Rechtshogeschool te
Batavia) mulai bekerja di lapangan untuk mencatat kaidah-kaidah sosial (adat)
komunitas-komunitas dengan sanksi-sanksi.Van Vollenhoven telah menjelaskan sifat
atau ciri khusus sebagai tanda-tanda pengenal Hukum Pertanahan dan Keagrariaan
Adat Indonesia, yaitu:143
1. Masyarakat hukum dengan pimpinan dan warganya dapat dengan bebas
menggunakan dan mengusahakan semua tanah hutan belukar yang belum
dikuasai seseorang dalam lingkungan masyarakat hukum untuk membukanya,
mendirikan perkampungan atau desa, berburu, mengumpulkan hasil hutan,
menggembala dan merumput.
2. Orang asing hanya dapat melakukan hal-hal yang disebutkan sebelumnya setelah
mendapatkan izin dari masyarakat hukum, karena setiap pelanggarannya
dinyatakan sebagai suatu pelanggaran adat yang disebut maling utan.
3. Setiap orang asing, tetapi kadang-kadang terhadap warga masyarakat hukum
pun, diharuskan membayarkan uang pemasukan, untuk dapat memungut dan
menikmati hasil tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat.
4. Masyarakat hukum adat bertanggung jawab atas setiap pelanggaran hukum yang
terjadi dalam wilayah masyarakat hukum adat.
5. Masyarakat hukum adat tetap berhak menguasai dan mengawasi tanah-tanah
pertanian dalam lingkungan masyarakat hukumnya
6. Tanah masyarakat hukum adat tidak boleh dijual lepaskan kepada pihak lain
untuk selama-lamanya.
Berkat perjuangan Van Vollenhoven dan Ter Haar serta para penerusnya, pada
zaman Hindia Belanda itu hukum negara yang diterapkan (oleh badan-badan yudisial
pemerintah kolonial) menjadi tidak – atau tidak banyak – menyimpang dari hukum
yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
143
Soetandyo Wignjosoebroto dalam monograf Untuk Apa Pluralisme Hukum? Regulasi, Negosiasi, dan
Perlawanan dalam Konflik Agraria di Indonesia (Jakarta: Epistema Institute. 2011) Hal. 29.
144
Ibid. Hal. 22.
145
Mudjiono. Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan
Peradilan. Jurnal Hukum No. 3 Vol.14. Juli 2007. Hal : 458 – 473.
Politik Agraria | 87
suatu hak atas tanah menurut hukum adat yang telah diberikan kepada seseorang
tertentu untuk memakai sebidang tanah bagi kepentingannya, biasanya tanah
yang dipakai dalam hukum adat dengan dasar hak pakai, dan biasanya terhadap
tanah sawah ladang. Van Dijk menyebutkan bahwa hak atas tanah adat dapat
dibedakan atas (a) Hak persekutuan atau hak pertuanan; (b) Hak persekutuan
yang berakibat keluar ialah: (1) Larangan terhadap orang luar untuk menarik
keuntungan dari tanah ulayat, kecuali setelah mendapat izin dan sesudah
membayar uang pengakuan (recognitie); (2) Larangan pembatasan atau berbagai
peraturan yang mengikat terhadap orang- orang untuk mendapatkan hak – hak
perorangan atas tanah pertanian.
3. Hak perorangan atas tanah adat terdiri dari :
a. Hak milik adat (inland bezitrecht) adalah, hak perorangan atas tanah, di mana
yang bersangkutan tenaga dan usahanya telah terus menerus ditanamnya pada
tanah tersebut, sehingga kekuatannya semakin nyata dan diakui oleh anggota
lainnya, dan kekuasaan kaum/persekutuan semakin menipis, dan kekuasaan
perorangan semakin kuat.
b. Hak memungut hasil tanah (genotrecht) ialah, suatu hak pribadi yang
mempunyai kekuatan tertentu, yaitu tentang menikmati hasil tanah saja,
sedangkan kekuasaan atas tanah yang berada pada persekutuan, hak ini
mempunyai kekuatan sementara.
c. Hak menarik hasil ialah, suatu hak yang diperdapat dengan suatu persetujuan
para pemimpin persekutuan dengan orang yang mengelola sebidang tanah
untuk satu atau dua kali panen.146
Tanah yang diatur menurut hukum perdata barat itu ada beberapa macam hak,
antara lain:
1. Hak Recht van Eigendom.
Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa Hak
eigendom adala h hak untuk menikmati suatu kebendaan dengan leluasa, dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal
tidak bertentangan dengan undangundang atau peraturan umum yang ditetapkan
oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-
hak orang lain, kesemuanya itu tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan
hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang – undang dan
dengan pembayaran ganti rugi.
2. Hak Recht van Opstal
Hak Opstal atau disebut juga dengan recht van opstal adalah suatu hak
kebendaan (zakelijk recht) untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan
dan tanaman di atas tanah milik orang lain. Hak Optsal menurut pasal 711 KUH
Perdata merupakan hak numpang karang yaitu suatu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman diatas
perkarangan orang lain. Bagi pemegang Hak Opstal, mempunyai kewajiban antara
lain147 :
a. Membayar Canon (uang yang wajib dibayar pemegang hak opstal setiap
tahunnya kepada negara)
b. Memelihara tanah opstal tersebut dengan sebaik-baiknya
c. Opstaller daapat membebani haknya kepada hipotik
d. Opstaller dapat membebani tanah itu dengan pembebanan perkarangan
selama hak opstall itu berjalan
e. Opstaller dapat mengasingkan hak opstall itu kepada orang lain.
146
Soetomo,SH. Politik dan Adminitrasi Agraria (Surabaya: Usaha Nasional). Hal. 23.
147
Hasanah ulfiah. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konverensi Hak Barat Berdasarkan UU No.5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No.24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 3 No.1. Hal. 7.
Politik Agraria | 88
3. Hak Recht van Erfpacht
Hak erfpacht, menurut Pasal 720 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu
barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti
tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa
uang, baik berupa hasilatau pendapatan.
4. Tanah Recht van Vruchgrebuick
Menurut Pasal 756 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, recht van
gebruik adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan menarik
segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, sehingga seolah-olah dia
sendiri pemilik kebendaan itu,dan dengan kewajiban memeliharanya sebaik-
baiknya.148
5. Hak pinjam pakai (Bruikleen)
Hak ini diatur dalam pasal 1740 BW “hak pinjam pakai adalah suatu
perjanjian dalam mana pihak yang meminjamkan menyerahkan benda dengan
cuma-cuma kepada pihak yang meminjam untuk dipakainya dengan kewajiban
bagi yang meminjam setelah benda itu dipakai untuk mengembalikannya dalam
waktu tertentu”.
148
Ibid. Hal. 24.
149
H. M. Arba. Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2015) Hal. 29.
150
Ibid. Hal. 33.
Politik Agraria | 89
mencabut beberapa peraturan di bidang hukum agraria yang merupakan warisan
penjajah.151
1. Panitia Agraria Yogya
Usaha-usaha nyata untuk menyusun hukum agraria nasional yang akan
menggantikan hukum agraria kolonial telah dimulai tiga tahun setelah Indonesia
merdeka. Panitia Agraria Yogya dibentuk dengan penetapan Presiden Republik
Indonesia tanggal 21 Mei 1948 No. 16. Terbentuknya undang-undang pokok
Agraria melalui proses yang panjang. Dibentuknya Panitia Agraria Yogya yang
bertugas untuk menyusun hukum Agraria baru dan menetapkan kebijaksanaan
politik Agraria negara. Panitia ini diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo, dengan
anggota yang terdiri dari pejabat utusan dari kementrian dan jawatan-jawatan,
wakil organisasi-organisasi petani yang juga anggota KNIP wakil dari serikat buruh
perkebunan dan ahli-ahli hukum, khususnya ahli hukum adat. Panitia Agraria
Yogya dapat menghasilkan karya dalam sebuah laporan yang disampaikan kepada
Presiden 3 Febuari 1950.
Panitia Agraria Yogya mempunyai tugas Antara lain :
a. Mempertimbangkan pertimbangan kepada Pemerintah tentang hukum tanah
pada umumnya.
b. Merencanakan dasar-dasar hukum dan politik Agraria negara Republik
Indonesia.
c. Merencanakan penggantian, perubahan maupun pencabutan peraturan-
peraturan lama tentang tanah yang tidak sesuai dengan kedudukan Negara
Republik Indosnesia sebagai negara yang merdeka.
Hasil kerja panitia Agraria Yogya ialah, panitia ini telah mengusulkan suatu
konsepsi mengenai asas-asas yang menjadi dasar hukum agraria Republik
Indonesia ialah152 :
a. Menjelaskan asas domein dan pengakuan terhadap hak ulayat.
b. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak milik perseorangan
yang dapat dibebani hak tanggungan.
c. Mengadakan penyelidikan terutama dinegara-negara tetangga tentang
kemungkinan pemberian hak milik atas tanah kepada orang asing.
d. Mengadakan penetapan luas minimum pemilikan tanah agar supaya para
petani kecil dapat hidup layak (untuk Jawa dua hektar).
e. Menerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan oleh Ketua Panitia
Agraria Yogya.
f. Mengadakan penetapan luas maksimum pemilikan tanah, tidak memandang
macam tanahnya (untuk Jawa 10 hektar sedangkan untuk luar Jawa masih
diperlukan penelitian lebih lanjut).
g. Diadakan pendaftaran tanah milik dan hak-hak menumpang yang penting.
Politik Agraria | 90
Pantia ini telah diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo pada 1953 dan digantikan oleh
Singgih Praptodihardjo yang beranggotakan pejabat-pejabat dari berbagai
kementrian dan jawatan serta wakil-wakil organisasi-organisasi tani.153 Dalam
laporannya kepada pemerintah telah dikemukakan oleh panitia mengenati tanah
pertania rakyat yaitu:154
a. Mengadakan batas minimum pemilikan tanah (2 hektar) dengan mengadakan
peninjauan lebih lanjut sehubungan dengan berlakunya hukum adat dan
hukum waris.
b. Mengadakan penentuan batas maksumum pemilikan tanah (25 hektar untuk
satu keluarga).
c. Pertanian rakyat hanya dapat dimiliki oleh warganegara Indonesia dan tidak
dibedakan antara warga negara asli dan bukan asli. Badan hukum tidak
diperkenankan mengerjakan tanah pertanian rakyat.
d. Bangunn hukum untuk pertanian rakyat yaitu hak milik, hak usaha, hak sewa
dan hak pakai.
e. Pengaturan hak ulayat sesuai dengan pokok-pokok dasar negara dengan suatu
undang-undang.155
153
Ibid.
154
Soetomo, SH. Politik dan Adminitrasi Agraria (Surabaya: Usaha Nasional) Hal. 27.
155
Ibid.
156
Ibid.
Politik Agraria | 91
Pada asasnya para pemilik tanah harus mengerjakan sendiri tanah
pertaniannya.
Mengadakan pendaftaran tanah dan merencanakan penggunaan tanah.
Rancangan undang-undang pokok Agraria diajukan kepada dewan
Perwakilan Rakyat pada tanggal 24 April 1958 dan disusun berdasarkan undang-
undang dasar sementara pada tahun 1950. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
untuk kembali ke undang-undang dasar 1945 rancangan undang-undang pokok
Agraria yang diajukan kepada dewan Perwakilan Rakyat ditarik kembali dan
disesuaikan dengan undang-undang dasar 1945. Setelah mengalami perubahan pada
tanggal 1 Agustus 1960 rancangan undang-undang pokok Agraria diajukan kembali
pada dewan Perwakilan Rakyat dan tanggal 14 September 1960 telah disetujui oleh
dewan Perwakilan Rakyatdan selanjutnya pada tanggal 24 September 1960
disahkan oleh dewan Perwakilan Rakyat dengan sebutan “Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria”. Dan kemudian undang-undang ini dikenal dengan nama “Undang-
undang Pokok Agraria” atau Undang-undang No.5 tahun 1960 (Lembaga Negara
Tahun 1960 No. 104).157
4. Panitia penyusun Undang – Undang Agraria lanjutan
Bukan hanya terdapat 2 panitia yang ada di bentuk untuk menyusun Undang-
Undang Agraria setelah kemerdekaan didapatkan oleh pemerintah Indonesia. Ada
beberapa panitia lanjutan yang dibentuk untuk menyusun Undang-Undang Agraria
yang baru. Yang mana dambeil dari zaman penjajahan dan diubah sesuai karaktaer
dan dasar negara Indonesia. Panitia tersebut anatar lain158:
1. Panitia Soewahjo.Berdasarkan Keputusan Presiden No. 1Tahun 1956 tanggal
14 januari 1956 dibentuklah Panitia Negara Urusan Agraria berkedudukan di
Jakarta yang diketuai Soewahjo Soemodilogo,Sekretaris Jendral Kementrian
Agraria.
2. Rancangan Soenarjo. Setelah dilakukan beberapa perubahan mengenai
sistematika dan perumusan beberapa pasalnya, maka rancangan Panitia
Soewahjo oleh Menteri Agraria Soenarjo diajukan kepada Dewan Menteri
pada tanggal 14 Maret 1958.
3. Rancangan Sadjarwo. Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 kita
kembali kepada UUD 1945. Berhubung Rancangan Soenarjo yang telah
diajukan kepada DPR beberapa waktu yang lalu disusun berdasarkan UUDS
1950, maka dengan surat Presiden tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut
ditarik kembali dan disesuaikan dengan UUD 1945.
Sesuai persetujuan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949,
Pemerintah Indonesia tidak akan menggugat dan tidak akan menganggu
beroperasinya perusahaan asing yang dimiliki oleh Belanda di Indonesia.
Pemerintah republik Indonesia hanya dapat mengambil alih lahan jika mereka
bersedia memberikan uang ganti rugi. Pada saat itu pula, perlawanan petani
semakin diperkuat dengan adanya kebebasan berorganisasi, seperti Barisan Tani
Indonesia (BTI), Rukun Tani Indonesia (RTI), Sarekat Buruh Perkebunan Indonesia
(Sarbupri), dan Persatuan Tani Nasional Indonesia (Petani). Organisasi-organisasi
yang berkutat dalam memperjuangkan agraria ini berafiliasi dengan partai-partai
politik sehingga perlawanan mereka semakin kuat, contohnya adalah munculnya
Peristiwa Tanjung Morawa pada tanggal 16 Maret 1953 yang menyebabkan
jatuhnya kabinet Wilopo teraentuknya Kementrian Urusan Agraria.159 Dengan
adanya perlawanan dari masyarakat dalam memperjuangkan hak lahan, maka
157
Ibid. Hal. 28-30.
158
http://ardinal.net/hukum-agraria-hak-hak-atas-tanah/ Diakses Diakses tanggal 5 April 2021 Pukul 11.33).
Politik Agraria | 92
pemerintah mengeluarkan undang-undang darurat dengan nomor 8 tahun 1954
yang menyatakan bahwa pemakaian lahan perkebunan tidak melanggar hukum dan
proses penyelesain yang dilakukanoleh pemerintah untuk kepentingan semua rakyat
adalah pemberian hak atas tanah dan perundingan terhadap yang bersengketa.
Di era Orde Lama dimana Soekarno menjadi presiden Republik Indonesia
dikeluarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Isi dari
undang-undang tersebut melandaskan pada hukum adat dalam masyarakat yang
telah disempurnakan sehingga semua bentuk hak-hak tanah di zaman pemerintahan
Belanda dihapuskan serta diubah menjadi hak-hak rakyat yang diatur oleh UUPA.
Dalam pelaksanaan reformasi lahan sebagaimana penjelasan sebelumnya,
para tuan tanah berusaha menghindari ketentuan-ketentuan UUPA dengan berbagai
cara. Pada saat itu pula pelaksanaan reformasi lahan menjadi bagian dari strategi
Partai Komunis Indonesia untuk menuai dukungan dari kalangan masyarakat
pedesaan. PKI menggunakan isu land reform (reformasi lahan) untuk menduelkan
penduduk desa versus tuan tanah (penguasa tanah) yang dalam konsepnya menjadi
“tuan tanah setan desa” versus “petani.” Konflik antara PKI dan masyarakat desa
terjadi ketika pemerintah dianggap tidak mampu mereformasi lahan dan akhirnya
PKI melakukan tindakan sepihak atas nama partai yang memperjuangkan aspirasi
masyarakat.160
Pemerintahan republik Indonesia di tangan Soeharto melakukan perubahan
mengenai politik agraria secara nasonal. Dalam pemerintahan Soeharto Kebijakan
pertanahan kembali mengalami perubahan ketika terjadi pergantian pemerintahan.
Pemerintah Orde Baru cenderung melakukan kebijakan pembangunan untuk
peningkatan pendapatan ekonomi negara. Tanah-tanah luas yang dikelola rakyat
oleh orde baru dianggap sebagai wadah investasi besar dan alat akumulasi modal
bagi para pengusaha.161
Politik agraria di era orde baru berlanjut dengan dikelaurkannya undang-
undang yang bertentangan dengan UUPA sebagai undang-undang agraria pembela
petani atau rakyat kecil. Contohnya ialah UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang
memberikan kesempatan pada berbagai kalangan untuk memperoleh Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH).
Kepentingan masyarakat terklahkan oleh kepentingan kapitalis yang mempunyai
hukum sah dari pemerintah.
Pada periode kepemimpinan orde baru, konflik agraria berkembang dari yang
semula tuan tanah versus masyarakat desa menjadi “pemilik tanah(rakyat/petani)”
versus “pemilik modal besar dan pemerintah negara.” 20 Hasil penelitian sengketa
tanah di Jawa Barat menunjukkan bahwa 57% adalah konflik antara rakyat dengan
negara, 30% rakyat dengan pemodal swasta, 11% antara sesama rakyat dan 1%
antara sesama perusahaan swasta.162
Isu dalam konflik pertanahan beragam, contohnya ialah penggusuran yang
sewenang-wenang, ganti rugi, izin lokasi, pemaksaan untuk menanam tanaman
159
Karl J. Pelzer. Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
1991).
160
Ririn Darini. Sengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan dari Masa ke Masa. Hal 7.
161
Ririn Darini. Sengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan dari Masa ke Masa. Hal 9.
162
Gunawan Wiradi. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir (Yogyakarta: Insist. 2000) Hal. 148.
Politik Agraria | 93
tertentu dan pelecehan hak-hak masyarakat adat lainnya. Sengketa tanah
perkebunan yang banyak terjadi khususnya di daerah-daerah kantong perkebunan
seperti di Jawa dan Sumatra, ini muncul karena adanya penetapan baru,
perpanjangan, maupun pengalihan Hak Guna Usaha atas lahan perkebunan dan/atau
bekas lahan perkebunan yang sudah digarap oleh rakyat. Wilayah sengketa juga
semakin meluas, tidak hanya terjadi pada masyarakat pedesaan tetapi juga pada
masyarakat perkotaan. Penggusuran rumah tinggal di berbagai kota besar misalnya,
yang digunakan untuk keperluan para pemilik modal, pengembang perumahan-
perumahan mewah, maupun sejumlah proyek milik pemerintah. UU No. 20 Tahun
1961 mengenai Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di
atasnya ditafsirkan sedemikian rupa sehingga dalam praktek, untuk kepentingan
umum atau bahkan untuk kepentingan swasta, pejabat setingkat gubernur atau
bupati dapat melakukan pencabutan hak atas tanah.163
Pada masa ini perlawanan yang dilakukan rakyat berkaitan dengan sengketa
agraria terjadi dengan hadirnya kelompok mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum,
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam era orde lama, dalam
memperjuangkan hak atas tanahnya para petani mendapat dukungan dari partai
politik.164
163
Ririn Darini. Sengketa Agraria: Kebijakan dan Perlawanan dari Masa ke Masa. Hal 10.
164
Ibid.
Politik Agraria | 94
RINGKASAN
Latar Belakang
Tanah merupakan suatu benda tak bergerak yang mampu memberikan hidup,
tempat tinggal, tempat bertahan hidup dengan cara mengusahakannya, sehingga
sebagian besar kebutuhan manusia tergantung pada tanah. Mengingat pentingnya arti
tanah bagi manusia, maka diperlukan suatu peraturan atau norma-norma tertentu dalam
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah. Pengertian tanah menurut penjelasan
pasal 1 Undang- Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, yang dimaksud denga tanah adalah permukaan bumi.
Agraria merupakan lembaga yang menyatakan hal-hal yang terkait dengan
pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan
pertanahan. Dalam banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam
pengertian luas, agrikultur), karena pada awalnya, keagrariaan muncul karena terkait
dengan pengolahan lahan. Masalah agraria adalah masalah yang sangat penting untuk
dibahas. Karena pertanahan adalah sumber penghidupan. Dari lahan yang dimilikinya
bisa untuk dibangun rumah. Lahan yang lain juga bisa untuk dibuat ladang untuk
penghasilan dan untuk keperluan hidup sehari – hari.
Tanah merupakan faktor pendukung utama dalam kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal, tetapi
juga tempat tumbuh kembang, sosial, politik dan budaya seseorang maupun suatu
komunitas masyarakat. Tanah sebagai pendukung utama kehidupan ketika dijajah
kolonial belanda dan setelah merdeka banyak diperbincangkan, entah dari sejarah
filosofisnya atau dari segi berlakunya, Indonesia telah banyak menuai “asam-
manis” kerasnya kehidupan menuju kehidupan yang berkeadilan dan sejahtera.
Indonesia telah banyak melewati masa-masa yang sangat keras. Seperti masa-masa
diberlakukanya Agrarische Wet pada tahun 1980, Regelings Reglement, dan Indische
Staat Regeling. Dan bahkan Indonesia telah mempunyai undang-undang khusus
tentang Agraria yaitu Undang-undang pokok agraria (UUPA), yang dimana UU itu
muncul setelah indonesia memperoleh kemerdekaannya. Sebagai realisasi dan
keinginan pemerintah jajahan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dari
hasil pertanian di Indonesia pemerintah berusaha mempersempit kesempatan pihak-
pihak pengusaha swasta untuk memperoleh jaminan yang kuat atas tanah-tanah yang
diusahainya, seperti untuk memperoleh hak eigendom. Kepada para pengusaha oleh
pemerintah hanya dapat diberikan hak sewa atas tanah-tanah kosong dengan waktu
yang terbatas yaitu tidak lebih dari 20 tahun sebagai hak personalitas. Tanah tersebut
tidak dapat dijadikan jaminan hutang. Demikian juga dengan hak erfpacht oleh
pemerintah tidak dapat diberikan, karena masih menghargai hak-hak adat yang tidak
rnengenal adanya hak erfpact.
Politik Agraria | 95
dan masa yang akan datang. Robin Winks berpendapat bahwa Sejarah adalah studi
tentang manusia dalam kehidupan masyarakat. Leopold von Ranke berpendapat
bahwa Sejarah adalah peristiwa yang terjadi.
Pengertian sejarah ialah memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang
benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Namun yang jelas, bahwasanya sejarah
merupakan suatu penggambaran ataupun rekonstruksi peristiwa, kisah, maupun
cerita yang benar-benar terjadi pada masa lalu.
- Pengertian Politik Agraria
Politik Agraria adalah garis besar kebijaksanaan yang dianut oleh Negara
dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil
manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk
hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara, yang bagi Negara
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945. Politik
Agraria dapat dilaksanakan, dijemalkan dalam sebuah Undang-Undang mengatur
agrarian yang memuat asas-asas, dasar-dasar, dan soal-soal agraria dalam garis
besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, ada
hubungan yang erat antara politik dan hukum.
Politik Agraria | 96
Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi disebut bahan, yaitu unsur –
unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk
batuan-batuan mulia yang merupakan endapan – endapan alam.
Politik Agraria | 98
juga negara lainnya, seperti Inggris. Bahkan Inggris telah mendahului langkah VOC
dengan membentuk sebuah perserikatan dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600
yang diberi nama EIC (East India Company), yang mana telah menimbulkan
kekawatiran dikalangan para pedagang Belanda sehingga persaingan yang tadinya ada
diantara mereka sendiri berubah menjadi kesepakatan untuk membentuk sebuah badan
dagang guna membendung EIC.
Untuk menghilangkan persaingan antar pedagang Bealnda dan untuk
mengahdapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya, maka pada tanggal 20
Maret 1602, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Olden Barneveld didirikan kongsi
perdagangan bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie-VOC (Perkumpulan
Dagang India Timur). Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602
VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang di kepalai oleh Francois
Wittert.Tujuan didirikannya VOC di Indonesia antara lain sebagai berikut :
1. Menghindari persaingan
dagang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda sehinggan keuntungan
maksimal dapat diperoleh.
2. Memperkuat posisi Belanda
dalam menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya.
3. Membantu dana pemerintah
Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spayol yang masih menduduki
Belanda.
Politik Agraria | 99
atau peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi yang berhak
menetapkannya) yang mempunyai sifat dan corak istimewa.
2. Dr. Sukanto
Dalam bukunya yang berjudul Meninjau Hukum Adat Indnesia batasan hukum
Adat menurut beliau bahwa Hukum adat sebagai complex adat-adat yang
kebanyakan tidak di kitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan,
mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.
3. Prof. Mr. C. Van Vollen Hoven
Dalam bukunya yang berjudul “Het Adatrecht van Nederland Inde” jilid I
halaman 7 beliau memberi pengertian bahwa hukum adat adalah hukum adat tidak
bersumber dari peraturan-peraturan yang di buat oleh Pemerintah Hindia Belanda
dahulu atau adat-adat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan didasarkan
sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
4. Mr. B Ter Haar Bzn
Beliau memberikan defenisi tentang hukum bahwa hukum adat itu adalah
keputusan-keputusan yang lahir dan di pelihara oleh masyarakat yang membantu
perbuata perbuatan hukum dalam rangka jika timbul pertentangan dalam hal
kepentingan hakim.
Buku
Abdullah, T. dan A. Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan
Perspektif. Jakarta: Gramedia
Ahmadin. 2001. Masalah Agraria Indonesia: Konsepsi dan Sejarahnya. Makassar: Bahan
Mata Kuliah Jurusan Sejarah UNM.
Anoniem. Tedhakan Pranatan Tuwin Serat Warni-Warni Tumrap Nagari Surakarta,
Surakarta: Koleksi Perpustakaan Radya Pustaka, No. Katalogus 165.
Arba, H. M. 2015. Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Chomzah, Ali Achmad. Hukum Agraria Pertanahan Indonesia.
Daliyo, J. B. 2001. Hukum Agraraia I Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gloria.
Deny Yudo Wahyudi. 2013. Kerajaan Majapahit Dinamika Dalam Sejarah Nusantara.
Eka Asih Putrina Taim. 2019. Studi Kewilayahan dalam Penelitian Peradaban Sriwijaya.
Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa Yogyakarta: Insist Press.
Halim, A. Ridwan. 1988. Hukum Agraria Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Harsono, Boedi. 1997. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) Jakarta: Djambatan.
Iskandar, Tengku. 1996. Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur.
Kakawin Nagarakertagama. 2019. Kitab Negarakertagama.
Karl J. Pelzer. 1991. Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Kartodirdjo, A. Sartono. 1969. Struktur Sosial dari Masyarakat radisonal dan Kolonial,
dalam Lembaran Sejarah, Yogyakarta: Seksi Penelitian Jurusan Sejarah UGM.
Kartodordjo, A. Sartono.1977. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka.
Kreasi Wacana Yogyakarta. Sosialisme Suatu Jalan Keempat?, Rakyat Kecil Dunia Ketiga
Berjuang Demi Keadilan. 2002.
Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau,
Jakarta: Pustaka Jaya.
Mustafa, Bachsan. 1988. Hukum Agraraia dalam Perspektif. Bandung: CV. Remadja
Karya.
Noname. 2002. Sosialisme Suatu Jalan Keempat?, Rakyat Kecil Dunia Ketiga Berjuang
Demi
Keadilan. Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta.
Soemarsaid Moetono. 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau;
Studi tentang Masa Mataram II, Abad XVI sampai XXI. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Soetomo. 1986. Politik dan Administrasi Agraria, Surabaya: Usaha Nasional Indonesia.
Suharsosno. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta (1830 -
1920), Yogyakarta: Tiara Wacana.
Supomo, dan Djoksutono. 1955. Sedjarah Politik Hukum Adat 1609-1848. Jakarta:
Djambatan.
Supomo. 1982. Sejarah Politik Hukum Adat Jilid 1, Jakarta: Pradnya Paramita.
Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.
Wang Gungwu. 1958. The Nanhai Trade: A study of Early Hiistory of Chinese Trade in
South
China Sea.
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2011. Dalam Monograf Untuk Apa Pluralisme Hukum?
Regulasi, Negosiasi, dan Perlawanan dalam Konflik Agraria di Indonesia. Jakarta:
Epistema Institute.
Winahyu Herwiningsih. 1997. Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia
Diindonesia.
Jakrta: FE UII.
Winahyu Herwiningsih. 2009. Hak Menguasai Negara Atas Tanah. Yogyakarta: Total
media dan FH UII.
Jurnal
Agus Susilo, Andriana Sofiarini, Gajah Mada Sang Maha Patih Pemersatu Nusantara Di
Bawah Majapahit Tahun 1336 M - 1359 M, Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset
Sosial Humaniora (KAGANGA) Volume 1, No 1, Juni 2018.
Ahmadin. Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial. Vol. IV. No. 1. Januari-Juni 2007.
Hasanah Ulfiah. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konverensi Hak Barat Berdasarkan UU
No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan
Dengan PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Ilmu Hukum.
Volume 3 No.1.
Mudjiono. 2007. Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Indonesia Melalui
Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan. Jurnal Hukum No. 3 Vol.14.
Rosnia Agus Sari. 2014. Jurnal Beraja Niti, Status Hukum Tanah Grant Sultan Kutai
Kertanegara Ing Martadipura Dalam Hukum Agraria Indonesia (Studi Lapangan Di
Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura), Volume 3 Nomor 6.
Website
Agus Pranata. “Tanah, Neokolonialisme, dan Reforma Agraria”.
(http://mimbarprotes.blogspot.com/2013/02/tanah-neokolonialisme-dan-reforma.html,
diakses pada 8 Maret 2021 Pukul 09.33).
Noname. Pengertian Sejarah dan Sejarah VOC.
(http://www.pengertiansejarah.com/sejarah- voc.html# diakses pada tanggal 24 Maret
2016 pukul 20.00).
Noname. Perlawanan Terhadap Belanda. (http://herlinaherli.blogspot.com/ Diakses pada
tanggal25 Meret 2016 pukul 19.32).
Wikipedia. “Agraria”. (https://id.wikipedia.org/wiki/Agraria, diakses pada 8 Maret 2021
Pukul 8.37).
Wikipedia. Herman Willem Daendelsam.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Herman_Willem_Daendelsam Diakses pada tanggal 8
Maret 2021 Pukul 20.30)
https://portalsejarah.com/ .
http://iusyusephukum.blogspot.com/2013/06/makalah-hukum-adat-pada-jaman-
kerajaan.html (Diakses pada tanggal 8 Maret 2021 pukul 13.00)
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya lebih dikenal
dengan sebutan UUPA. Dalam UUPA kita lihat adanya perbedaan pengertian bumi
dan tanah. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat dari kedua pasal dibawah ini :
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan : “Dalam pengertian
bumi, selain permukaan bumi, termasuk tubuh bumi dibawahnya serta yang berada
dibawah air.” Pasal tersebut diatas memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan istilah bumi.
165
Adrian Sutedi, Peralihan Hak, 117-122.
Hak rakyat ini mengandung aspek hukum privat, yaitu unsur kepunyaan yang
termasuk bidang hukum perdata dan aspek hukum publik yaitu tugas kewenangan
untuk mengatur penguasaan dan memimpin tanah bersama termasuk bidang hukum
administrasi negara, dimana pelaksanaannya dilimpahkan kepada kepala adat sendiri
166
Syafruddin Kalo, Kebijakan Kriminalisasi Dalam Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Di Indonesia : Suatu
Pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006, halaman 2.
167
Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah, 265. Menurut A.P. Parlindungan, peralihan hak atas tanah baik
melalui jual beli, hibah, tukar menukar ataupaun karena diwakafkan merupakan sarana administratif oleh BPN.
Tugas-tugas ini disebut dengan recording of titla (Pendaftaran alas hak) dan continous recording (pendaftran
yang berkelanjutan karena peralihan hak). Lihat, A.P. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, 24.
168
Urip Santoso, Hukum Agraria; Kajian Komprehensif, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hal. 278.
Hak-hak perseorangan atas sebagian tanah tersebut baik langsung maupun tidak
langsung adalah bersumber dari padanya. Dalam Pasal 3 UUPA No. 5 Tahun 1960
dinyatakan dengan tegas bahwa hak ulayat masih berlaku sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan nasional,
kepentingan negara, persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan undang-undang
yang lebih tinggi. Dengan demikian, hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu
masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataannya masih ada yang
dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari, pelaksanaan hak ulayat dibatasi sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.
Pada pasal 33 UUD 1945 sudah dijelaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, sepangjang perjalanan sejarah
umat manusia selalu merupakan sumber daya alam yang amat penting dalam
kelangsungan hidupnya. Fakta tentang adanya hubungan antara manusia dan bumi, air
dang ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, telah
merangsang para ahli untuk melakukan pemikiaran tentang hal itu sejak
dulu.pemikiran itu telah beralangsung sejak zaman yunani. Pemikiran pemikiran itu
pun telah melahirkan bermacam-macam aliran didalam ilmu pengaetahuan.170
169
Arie S. Hutagalung (Selanjutnya disebut Arie S.. Hutagalung-I), Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum
Tanah, (Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, Agustus 2005), hal. 81.
170
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), halaman
201 – 202.
171
Maria SW Sumardjono (selanjutnya disebut Maria S.W Sumardjono -1), “kepastian hukum dan perlindungan
hukum dalam pendaftaran tanah,” makalah, seminar nasional kebijakan baru pendaftaran tanah dan pajak-pajak
yang terkait: suatu proses sosialisasi dan tantangannya, kerjasama fakultas hukum Universitas Gajah Mada dan
badan pertahanan nasional, Yogyakarta, 13 september 1997, hal 1
1. Wilayah indonesia yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya merupakan satu kesatuan tanah air dari
rakyat indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia (pasal 1 UUPA).
2. Bumi air ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
merupakan karunia tuhan yang maha esa kepada bangsa indonesia dan
merupakan kekayaan nasional. Untuk itu kekayaan tersebut harus dipelihara
dan digunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal1,2,14, dan 15
UUPA).
3. Hubungan antara bangsa indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnyabersifat abadi, sehingga tidak
dapat diputuskan oleh siapa pun (pasal 1 UUPA).
4. Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa dan rakyat indonesia diberi
wewenang untuk menguasai bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam
172
Mhd yamin lubis dan abd Rahim lubis, hukum pendaftaran tanah, (Bandung: Mandar
Maju, , 2008), hal 15.
173
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peranan Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta : Kurniaesa, 1981), halaman
28.
174
Asri Agustiwi, Hukum dan Kebijakan Hukum Agraria di Indonesia, hal 2.
175
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2009, Hal 24.
176
Asri Agustiwi, Hukum dan Kebijakan Hukum Agraria di Indonesia, Hal 3.
177
Ibid, hal 4.
178
G. Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tana, Jakarta: 1991, Rineka
Cipta Jakarta Hal 101
179
G. Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Jakarta: 1991, Rineka
Cipta Jakarta Hal 104
180
Efendi Perangin, SH, Hukum Agrria di Indonesia (suatu telaah dari praktisi hukum), Jakarta: 1991,
Rajawali, Hal 194
Hubungan orang dengan tanah dari satu individu ke individu yang lain dapat
beraneka ragam, keaneka ragaman orang desa dengan tanah ppertanian ini akan
menyebabkan peranan-peranan yang berlainan.
Dengan adanya UUPA maka peranan-peranan yang berlainan dapat
dibimbing kearah yang satu yatu, sosialisme Indonesia, karena itu ditentukan
bahwa setiap tanah mempunyai fungsi sosial. Sebagai hukum, UUPA tidak hanya
mengatur hak seseorang atas tanah yang diwenangkan sebagai miliknya.181
Hak-hak yang diatur dalam UUPA yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa dan beberapa hak lainnya yang berhubungan
dengan tanah. Pemerintah menyadari bahwa dengan pengaturan hak-hak tersebut
harus disertai dengan kemampuan para pemegang hak tersebut untuk
mendayagunakan tanah yang menjadi haknya dengan baik dan untuk melakukan
kewajiban-kewajiban terhadap tanahnya. Dengan keluarnya UUPA maka terjadilah
perubahan besar dalam hukum tanah di Indonesia. Sebelum keluar UUPA ada dua
hukum tanah yang berlaku:
1. Hukum tanah bersumber dari hukum barat.
2. Hukum tanah bersumber dari hukum adat.
Jadi, terdapat dualisme dalam hukum tanah. Ada dua perangkat hukum tanah
yang berlaku bersamaan disutau Negara. Hukum tanah barat mengatur hubungan-
hubungan hukum (hak penguasaan) atas sebagian tanah di Indonesia ( yang disebut
tanah hak barat). Hukum tanah adat mengatur hak penguasaan atas sisa tanah diluar
tanah barat (yang disebut tanah Indonesia). Tanah-tanah barat hanya sebagian kecil,
merupakan pulau di Indonesia. Hukum tanah barat terbagi atas :
1. Hukum tanah barat administrative
181
G. Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tana, Jakarta: 1991, Rineka
cipta Jakarta, Hal 106
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, agraria berarti urusan pertanian atau
tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.182 Maka sebutan agrarian atau dalam
bahasa Inggris agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan uasaha
pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk
kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan
pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan
pemilikannya.
Dalam Black Law Dictionary arti agraria adalah segala hal yang terkait
dengan tanah, atau kepemilikan tanah terhadap suatu bagian dari suatu kepemilikan
tanah (agraria is relating to land, or land tenure to a division of landed property).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043), atau yang lebih dikenal
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan landasan hukum
tanah nasional tidak memberikan definisi atau pengertian mengenai istilah agraria
secara tegas. Walaupun UUPA tidak memberikan definisi atau pengertian secara
tegas tetapi dari apa yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal dan
penjelasanya dapat disimpulkan bahwa pengertian agaria dan hukum agraria
dipakai dalam arti yang sangat luas.
Pengertian Agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.183 Dalam pengertian yang disebutkan dalam pasal 48 UUPA bahkan
meliputi juga ruang angkasa, yaitu ruang diatas bumi dan air yang mengandung
tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.184
Dalam UUPA, pengertian agraria menjadi lebih luas lagi dari pengertian
dalam teks bahasa Inggris. Pembuat undang-undang memasukan faktor sumber
daya alam dalam definisi agraria, menurut penulis hal tersebut dimaksudkan untuk
membuat landasan hukum terhadap kekayaan sumber daya alam Indonesia. Jadi
bila ingin memanfaatkannya kekayaan sumber daya alam tersebut, negara harus
ikut berperan dalam pengaturanya sesuai dengan jiwa Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945.
182
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1994.
183
Ibid
184
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960, LN No.104 Tahun 1960 TLN No. 2043 , Pasal 48.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, agraria berarti urusan pertanian atau
tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.186 Maka sebutan agrarian atau dalam
bahasa Inggris agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan uasaha
pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk
kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan
pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan
pemilikannya.
Istilah agraria juga berasal dari kata akker (Bahasa belanda), agros (Bahasa
Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti perladangan,
persawahan, pertanian, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.187
Menurut Subekti dan R.Tjirtrosoediblo, agrarian adalah urusan tanah dan segala
apa yang ada di dalamnya dan di atasnya.188Apa yang ada di dalam tanah misalnya
batu, kerikil, tambang, sedangkan yang ada di atas tanah bisa berupa tanaman,
bangunan.
Biarpun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari apa yang tercantum dalam
konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya, dapatlah disimpulkan bahwa
pengertian agraria dan hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat
luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam pasal 48, bahkan
meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang diatas bumi dan air yang mengandung:
tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.189 Pengertian bumi
meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah) tubuh bumi dibawahnya serta yang
185
Mhd yamin lubis dan abd Rahim lubis, hukum pendaftaran tanah, (Bandung: Mandar Maju, , 2008), hal 15.
186
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1994.
187
UripSantoso, HukumAgraria: kajianKomprehensif. (Jakarta : Kencana), 2012, h 1
188
Subektidan R. Tjirtrosoediblo, KamusHukum, (Jakarta : PradnyaParamita), 1983, h 12
189
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan), 2008, hal 7.
Dalam hubungan dengan kekayaan alam di dalam tubuh bumi dan air
tersebut perlu dimaklumi adanya pengertian dan lembaga Zone Ekonomi Eksklusif,
yang meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis
pangkal laut wilayah Indonesia. dalam ZEE ini hak berdaulat untuk melakukan
eksplorasi, eksploitasi, dan lain-lainnya atas segala sumber daya alam hayati dan
nonhayati yang terdapat di dasar laut serta tubuh bumi di bawahnya dan air di
atasnya, ada pada negara Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor 5 Tahun
1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif).
UUPA merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang
dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1,
bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalam nya
itu pada tingkat antar tinggi dikuasai oleh negara, segala organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.192 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi
pembentukan politik dan hokum agrarian nasional, yang berisi perintah kepada
negara agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang
diletakkan dalam penguasaan Negara itu digunakan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran seluruh rakyat indonesia.
UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yiatu pertama, tidak
memberlakukan lagi atau mencabut hukum agrarian colonial, yang kedua,
membangun hukum agrarian nasional.Menurut Boedi Harsono, dengan berlakunya
UUPA Maka terjadi lah perubahan yang fundamental padahukum agrarian di
Idnonesia.Terutama hukum di bidang pertahanan, perubahan yang fundamental ini
mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isisnya.193
194
Notonagoro, 1984 Hukum dan Pembangunan Agrana di lndonesia, Jakarta: Aksara, him. 75-80
198
Ibid
199
Efendi Perangin, SH, Hukum Agrria di Indonesia (suatu telaah dari praktisi hukum), Jakarta: 1991, Rajawali,
Hal 212
200
Supriadi, S.H, M.Hum, Hukum Agraria, Jakarta: 2015, Sinar Grafika Hal 9
G.
201
Ibid,hal 10
202
Loc.Cit
203
Supriadi, S.H, M.Hum, Hukum Agraria, Jakarta: 2015, Sinar Grafika, hlml 11
204
Sigit Sapto Nugroho, Hukum Agraria Indonesia, (Solo: Kafilah Publishing; 2017) , hlm.13
205
Supriadi, Op.Cit hlm 11
206
Sigit Sapto Nugroho, Hukum Agraria Indonesia, (Solo: Kafilah Publishing; 2017 , hlm. 44
207
Ibid , hlm. 40
208
Widhi Handoko, Kebijakan Hukum Pertanahan Sebuah Refleksi Keadilan Hukum Progresif, Thafa Media,
Jogjakarta, 2014, hlm 37
209
Ibid, hlm 75
210
Op.Cit
211
Soetomo, SH, politik dan administrasi Agraria, Malang: 1986, Usaha Nasional Surabaya, hal 31
212
H.AliAchmadChomzah, HukumAgraria (Pertanahan Indonesia) jilid 1, Jakarta : Prestasi Pustaka 2004, hlm
28
213
Soedjadi, 1999, Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Lukman Offset, Yogyakarta, hlm.138-
139
226
Sudargo Gautama. 1980. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria. Pt Citra Aditya, Bandung.
Hak-hak perseorangan atas sebagian tanah tersebut baik langsung maupun tidak
langsung adalah bersumber dari padanya. Dalam Pasal 3 UUPA No. 5 Tahun 1960
dinyatakan dengan tegas bahwa hak ulayat masih berlaku sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan harus disesuaikan dengan kepentingan nasional,
kepentingan negara, persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan undang-undang
yang lebih tinggi. Dengan demikian, hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu
masyarakat hukum adat tertentu, sepanjang menurut kenyataannya masih ada yang
dapat diketahui dari kegiatan sehari-hari, pelaksanaan hak ulayat dibatasi sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara. hukum agraria nasional yang meliputi
kesatuan hukum di bidang agraria yang bersifat nasional, hukum adat yang menjadi
hukum dasar nasional dalam penetuan undang-undang pokok agraria. Yang di
dalamnya mengatur tentang berbagai macam hal atau aspek tentang hak-hak yang ada
dalam undang-undang tersebut, beserta dengan contoh dan realitas yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat luas. Ruang lingkup dari hukum agraria itu
sendiri mencakup dari aspek hak atas tanah , hak kepemilikan tanah, hak bangunan,
hak guna air yang sesuai pasal 47 UUPA dan hak guna ruang angkasa yang sesuai
dengan pasal 48 UUPA.
235
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2009, Hal 24.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, agraria berarti urusan pertanian atau
tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agrarian atau dalam
bahasa Inggris agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan uasaha
pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk
kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Pengertian Agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Dalam pengertian yang disebutkan dalam pasal 48 UUPA bahkan
meliputi juga ruang angkasa, yaitu ruang diatas bumi dan air yang mengandung
tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
Dalam UUPA, pengertian agraria menjadi lebih luas lagi dari pengertian dalam
teks bahasa Inggris. Pembuat undang-undang memasukan faktor sumber daya alam
dalam definisi agraria, menurut penulis hal tersebut dimaksudkan untuk membuat
landasan hukum terhadap kekayaan sumber daya alam Indonesia. Jadi bila ingin
memanfaatkannya kekayaan sumber daya alam tersebut, negara harus ikut berperan
dalam pengaturanya sesuai dengan jiwa Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Di
Indonesia sebutan agraria di lingkungan administrasi pemerintahan dipakai dalam arti
tanah, baik tanah pertanian maupun nonpertanian. Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum
Agraria di lingkungan administrasi pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan
perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam
melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan. Maka perangkat hukum tersebut
merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. tahun 1988 dibentuk Badan
Pertanahan Nasional dengan keputusan Presiden nomor 26 tahun 1988, yang sebagai
Istilah agraria juga berasal dari kata akker (Bahasa belanda), agros (Bahasa
Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti perladangan,
persawahan, pertanian, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.
Menurut Subekti dan R.Tjirtrosoediblo, agrarian adalah urusan tanah dan segala apa
yang ada di dalamnya dan di atasnya. Apa yang ada di dalam tanah misalnya batu,
kerikil, tambang, sedangkan yang ada di atas tanah bisa berupa tanaman, bangunan.
Biarpun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari apa yang tercantum dalam
konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya, dapatlah disimpulkan bahwa pengertian
agraria dan hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas.
Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam pasal 48, bahkan meliputi
juga ruang angkasa. Yaitu ruang diatas bumi dan air yang mengandung: tenaga dan
unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu. Pengertian bumi
meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah) tubuh bumi dibawahnya serta yang
berada di bawah air (pasal 1 ayat 4). Dengan demikian, pengertian “tanah” meliputi
permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air,
termasuk air laut. Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut
wilayah Indonesia (pasal 1 ayat 5). Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974
tentang pengairan (LN 1974-65) pengertian air tidak dipakai dalam arti yang seluas
itu. Pengertiannya meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-
sumber air baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak
meliputi air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3). Kekayaan alam yang terkandung
di dalam bumi disebut bahan-bahan galian, yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral,
biji-biji dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan
endapan-endapan alam (Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan pokok pertambangan. LN 1967-227, TLN 2831). Kekayaan alam yang
terkandung di dalam air adalah ikan dan lain-lain kekayaan alam yang berada di
dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia. (Undang0undang Nomor 9
Tahun 1985 tentang perikanan).
UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yiatu pertama, tidak
memberlakukan lagi atau mencabut hukum agrarian colonial, yang kedua,
membangun hukum agrarian nasional.Menurut Boedi Harsono, dengan berlakunya
UUPA Maka terjadi lah perubahan yang fundamental padahukum agrarian di
Idnonesia.Terutama hukum di bidang pertahanan, perubahan yang fundamental ini
mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isisnya.
Dengan pemakaian sebuah agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka dalam
pengertian UUPA Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang
hukum. Kukum Agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang
Hukum agraria menurut Bachsan Mustofa adalah kaidah hukum yang tertulis
adalah hukum agraria dalam bentuk hukum undang-undang dan peraturan-peraturan
yang tertulis lainnya yang dibuat oleh negara. Sedangkan kaidah hukum yang tidak
tertulis adalah hukum agraria dalam bentuk hukum adat agraria yang dibuat oleh
masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan serta berlakunya
dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.236
Sumber hukum agraria dibagi menjadi 2 yakni hukum tertulis dan tidak tertulis.
Hukum Tertulis :
Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang tertulis bersumber pada UUPA dan
peraturan pelaksanaannya yang secara khusus berkaitan dengan tanah sebagai sumber
hukum utamanya.
UUD 1945 Khusnya Pasal 33 Ayat 3
Perihal “dipergunakan” sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Oleh sebab itu. A.P.
perlindungan237berkomentar bahwa, sungguhpun dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3)
tidak mencantumkan dengan tegas kata-kata lain fungsi sosial , namun harus
ditafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak milik itu tidak boleh di biarkan merugikan
kepentingan masyarakat.
Menurut Notonagro “hak milik adalah fungsi sosial, akan tetapi dalam arti
bahwa itu bukannya menghilangkan sifat diri, melainkan di dalam hak miik tersendiri
sifar diri. Dan disamping itu mempunyai sifat kolektif. Jadi sebenarnya perumusan
yang cocok dengan maksud itu, hubungan dengan kekuasaan manusia terhadap tanah
mempunyai sifat perseorangan dan mempunyai sifat sosial. Jelas bahwa antara konsep
Individualitas dan Kolektivitas terlindungi tanah harus equilibirum atau bercorak dwi
tunggal.
Berbagai Undang-Undang pokok meliputi :
a. UUPA nmer 5 tahun 1940
b. UUP pertambangan (UU nomer 11 1967)
c. UU pertambangan minyak undang-undang bumi nomer 44 tahun 1960
d. UUP kehutanan nmer 5 tahun 1967
Peraturan pelaksanaaan dari Undang-undang pokok tadi serta peraturan lainnya
yang bukan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan kareana suatu masalah. Misalnya
Sigit Sapto Nugroho, Hukum Agraria Indonesia, (Solo: Kafilah Publishing; 2017), hlm 12
236
Darwin Ginting Paradigma, Kebijakan Pembangunan Baru Hukum Agrari Nasional Dosen Sekolah Tinggi
237
Hukum Bandung
Dalam Penjelasan Umum ini ditegaskan bahwa Bumi, air dan ruang angkasa
dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa
sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari Bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata
menjadi hak dari para pemiliknya saja. Demikian pula tanah-tanah di daerah-daerah
dan pulau-pulau, tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari pulau-pulau,
tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang
bersangkutan. Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan
bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan Hak Ulayat,
yang diangkat pada tingkatan paling atas, yaitu tingkatan mengenai seluruh wilayah
Negara. Pernyataan tersebut berarti bahwa dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional,
hak bangsa merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Sehingga hak-hak
Diktum pertama dari UUPA berupa pencabutan peraturan hukum agraria lama,
karena peraturan-peraturan ini dianggap tidak sesuai dengan alam bangsa Indonesia
yang sudah merdeka dan berdaulat sehingga banyak menimbulkan berbagai persoalan.
Adapun undang-undang maupun peraturan-peraturan yang dicabut pada waktu
menetapkan UUPA ditegaskan dalam dictum UUPA, yaitu:
I. Agrarische Wet Stb. 1870 Nomor 55
Harus di ingat bahawa peraturan hukum adat itu berlaku bagi suatu masyarakat
yang sederhana. Maka apa yang di ambl dari hukum adat perlu dimodernisasi. Yang
tidak sesuai dengan perkembangan zaman di tinggalkan. Yang tidak ada (kurang) di
ambilkan dari luar hukum adat, asal merupakan penambahan kekayaan nasinal dan
tidak bertentangan dengan konsepsi dan asas hukum adat, dan harus sesuai pancasila.
Jadi UUPA merupakan unifikasi hukum tanah berdasarkan hukum adat yang
disempurnakan.
Hukum adat tumbuh dari cita-cita dan alam pikiran masyarakat Indonesia. Maka
hukum adat dapat dilacak secara kronologis sejak Indonesia terdiri dari kerajaan-
kerajaan, yang tersebar di seluruh nusantara. Realitas sosial budaya dikonstruksi oleh
pujangga yang satu dikonstruksi oleh pujaga yang lain, serta dikonstruksi kembali
pujangga berikutnya.238 Masa Sriwijaya, Mataran Muno, Masa Majapahit beberapa
inskripsi (prasasti) menggambarkan perkembangan hukum yang berlaku (hukum asli),
yang telah mengatur beberapa bidang, antara lain :
1. Aturan aturan keagamaan, perekonomian dan pertambangan, dimuat dalam Prasasti
Raja Sanjaya tahun 732 di Kedu, Jawa Tengah;
2. Mengatur keagamaan dan kekaryaan, dimuat dalam prasasti Raja Dewasimha
tahun 760;
3. Hukum Pertanahan dan Pertanian ditemukan dalam Prasasti Raja Tulodong, di
Kediri., 784 dan prasasti tahun 919 yang memuat jabatan pemerintahan, hak raja
atas tanah, dan ganti rugi;
4. Hukum mengatur tentang peradilan perdata, dimuat dalam prasasti Bulai Rakai
Garung, 860.
238
Dominikus Rato., Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat di Indonesia) , Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2011, hal 110.
Darwin Ginting Paradigma, Kebijakan Pembangunan Baru Hukum Agrari Nasional Dosen
Sekolah Tinggi Hukum Bandung
Effendi Perangin. Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Praktisi Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers
Handoko, Widhi. 2014. Kebijakan Hukum Pertanahan Sebuah Refleksi Keadilan Hukum
Progresif, Jogjakarta: Thafa Media
Hutagalung, Arie S. 2005. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta:
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia
Kalo, Syafruddin. 2006. Kebijakan Kriminalisasi Dalam Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah
Di Indonesia : Suatu Pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam
Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Kartasapoetra, G. dkk, 1991. Hukum Tanah UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tana,
Jakarta:, Jakarta: Rineka Cipta
Mustafa, Bachsan. 1988S Hukum Agraria dalam Perspektif”. Bandung: Remadja Karya.
Lubis, Mhd yamin dan abd Rahim lubis, 2008. hukum pendaftaran tanah, Bandung: Mandar
Maju
Nugroho, Sigit Sapto. 2017. Hukum Agraria Indonesia, Solo: Kafilah Publishing
Perangin, Efendi. 1991Hukum Agrria di Indonesia (suatu telaah dari praktisi hukum),
Jakarta: Rajawali
Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta : Kompas
Rato, Dominikus, 2011. Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat di
Indonesia) , Yogyakarta: Laksbang Pressindo
Salindeho. John. 1993 .“Masalah Tanah dalam pembangunan”. Jakarta : Sinar Grafika
Santoso, Urip. 2009. Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama Offset,
Jakarta
Santoso, Urip. 2015 Hukum Agraria; Kajian Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia Group
Soekanto, Soerjono. 1981. Kedudukan dan Peranan Hukum Adat di Indonesia, Jakarta :
Kurniaesa Wignjodipoero, Soerojo, 1984. Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat.
Jakarta: Gunung Agung
Soetomo, 1986. Politik dan Administrasi Agraria, Malang: Usaha Nasional Surabaya
Soedjadi, 1999, Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Lukman Offset,
Yogyakarta
Zainal, Ramli 1995.Hak Pengelolaan dalam system UUPA. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nama Kelompok :
Fuafatul Riza Nuriya (I71218049)
Evan Faros Salfata (I71218048)
Gilang Ramawardana (I71218050)
240
Nurhayati. A, “Fungsi Pendaftaran Tanah Terhadap Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA TAHUN 1960”, Jurnal
Warta Edisi : 60 April 2019.
241
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan Kedua, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm.17-18.
242
Boedi Harsono, op.cit, hlm. 72.
243
Benedicta Putri Dumatubun,”Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali (Konversi Hak Milik Atas
Tanah Adat) Dalam Rangka Memberikan Jaminan Kepastian Hukum di Kabupaten Merauke.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.2004 hlm 4
Indra Yudha Koswara, ”Pendaftaran Tanah Sebagai Wujud Kepastian Hukum dalam Rangka
244
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan), 2008,hal 477.
247
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria Presiden Republik Indonesia (Pasal 19),
248
hlm 7
Pasal 40
1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta
yang bersangkutan, Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) wajib
menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.
2) Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) wajib menyampaikan pemberitahuan
tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana di-maksud pada
ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan.254
253
Ibid, hlm 20-21
254
Ibid, hlm 21
255
Ibid, hlm 24
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
berlaku juga untuk pembuatan akta yang dimaksud pada ayat (1). 256 Dan Pasal 62
(sanksi administrative jika dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-
ketentuan yang berlaku) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997
sebagai berikut:
Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) yang dalam melaksanakan tugasnya
mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39
dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai
pemberhentian dari jabatannya sebagai Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT),
dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak
yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabai-kannya ketentuan-ketentuan
tersebut.257
Dalam UU 4/1996 (Undang-Undang Hak Tanggungan) juga terdapat
ketentuan mengenai kedudukan dan tugas Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT)
serta pelaksanaannya. Dalam pasal 1 ayat 4 UU tersebut untuk pertama kali PPAT
ditegaskan statusnya sebagai Pejabat Umum yang diberi wewenang membuat akta-
akta yang disebutkan di atas. Dinyatakann dalam penjelasan umum angka 7 UU
tersebut, bahwa akta yang dibuat merupakan akta otentik.258
Karena kegiatan pendaftaran tanah merupakan kegiatan Tata Usaha Negara,
maka sebagai pejabat yang bertugas khusus dibidang pelaksanaan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Ketentuan pasal 6 ayat 2
bahwa dalam melaksanakan pendaftran tanah kepala kantor pertanahan dibantu oleh
Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), menimbulkan salah pengertian pada
sementara, seakan-akan dia merupakan pembantu dalam arti bawahan Kepala Kantor
Pertanahan. Tugas Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) membantu Kepala Kantor
Pertanahan harus diartikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
yang dalam pasal 6 ayat 1 ditugaskan kepada Kepala Kantor pertanahan.
Dalam melaksanakan tugasnya mendaftar hak tanggungan dan memelihara
data yuridis yang sudah terkumpul dan disajikan di kantornya, yang disebabkan
karena pembebanan dan pemindahan hak diluar lelang, kecuali dalam hal yang
khusus sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 37 ayat 2, kepala kantor pertanahan
mutlak memerlukan data yang harus disajikan dalam bentuk akta yang hanya boleh
dibuat oleh seorang Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT). Dalam memutus akan
membuat atau menolak membuat akta mengenai perbuatan hukum yang akan
dilakukan di hadapnnya, Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) mempunyai
256
Ibid, hlm 27
257
Ibid, hlm 31
258
Maria SW Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya, (Jakarta : Kompas,
2008), halaman 172.
Ayat (2)
pendaftaran tersebut (1) pasal ini meliputi:
a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.
259
Maria SW Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya, (Jakarta : Kompas,
2008), halamanhal. 485
260
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan), 2008, hal, 486.
261
Soetomo, SH, politik dan administrasi Agraria, Malang: 1986, Usaha Nasional Surabaya hal 43
Ayat (3)
“pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengikat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Mentri Agraria”.
Pendaftaran tanah adalah perlu demi untuk kepastian hukum , dilakukan
secara sederhana dan mudah dimengerti. Pelaksanaannya tidak sekaligus
untuk seluruh wilayah R.I., tetapi secara berangsur-angsur pendaftaran
dikota-kota didahulukan, hal ini adalah sesuai dengan mendesaknya
keperluan lalu-lintas. Pelaksanaan sesuatu sekitar pendaftaran ini diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961.
H. Pengertian Hak Atas Tanah Menurut Undang undang Pokok Agraria (UUPA)
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada Negara.
Terbentuknya Undang-Undang Pokok Agaria melalui proses yang panjang
(Harson,1970, 94). Dengan demikian bahwa sumber hukum adat yang diakui dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah nilai-nilai yang sesuai dengan tujuan
fungsi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; berupaya meningkatkan kesejahteraannya,
memerdekakan masyarakat dalam arti ekonomi maupuun politik, serta menganut
paham kebangsaan yang menolak penguasaan dan pemilik tanah di tangan segelintir
masyarakat saja; penggunaan tanah lebih ditunjukan untuk rakyat, khususnya rakyat
tani. Dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dapat dilihat adanya upaya untuk
mewujudkan kehendaak kemerdekaan dan mensejahterakan rakayat dan
menghapuskan praktek-praktek eksploitasi pemerintah kolonial, baik kaum kapitalis
asing maupun kaum feodal.262
Untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air
dan ruang angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4
Noer Fauzi, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
262
263
Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi Dan Implementasi, (Jakarta : Kompas,
2005), hal.62
264
Ibid 7.
265
Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, (Jogjakarta : DIVA PRESS, 2013), hlm 15
Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi “orang asing yang sesudah berlakunya
undang-undang ini memperoleh hak milik karena perkawinan, demikian pula
warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UU ini
kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu
satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut
dihapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara dengan ketentuan bahwa
hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung”.
Pasal 21 ayat (4) berbunyi tentang “selama seseorang disamping
kewarganegaraan indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak
dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat
(3) pasal ini.
Sesuai Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hak milik dihapus bila:
a. Tanahnya jatuh kepada Negara:
1. Karena pencabutan hak berdasar pasal 18
b. Tanahnya musnah.268
266
Ibid, hlm 18
267
Soetomo, SH, politik dan administrasi Agraria, Malang: 1986, Usaha Nasional Surabaya hal 44-46
268
Ibid, hal 46-47
Ayat 2
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1
tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak ini kepada orang lain yang memenuhi
syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh usaha jika ia
tidak memenuhi syarat tersebut.
Ayat 3
Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak di lepaskan atau di alihkan dalam
jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, yang ketentuan-ketentuan
yang di tetapkan dengan peraturan pemerintah.
pasal 33270
hak guna usaha dapat di jadikan jaminan hutang dengan di bebani tanggungan. Pasal
34
Hak guna usaha di hapus karena :
a. Jangka waktunya berakhir
b. Di hentikan sebelum jangka waktunya berkahir karena sesuatu syarat yang
tidak di penuhi
c. Di lepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
d. Di cabut untuk kepentingan umum.
e. Di telantarkan.
f. Tanahnya musnah
g. Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Hak Guna Bangunan (HGB) di Indonesia. Ini berarti badan hukum yang
didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia tetapi tidak berkedudukan di
269
Ibid, hal 47
270
Ibid, hal 48-49
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan di atas yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Selain itu, Hak
guna banguanan (HGB) dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dapat
dijadikan jaminan dengan dibebani hak tanggungan.Selaras dengan ketentuan
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diatas Pasal 25 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1966 tentang Hak Guna Usaha (HGB), dan Hak Pakai
Atas Tanah, menyebutkan bahwa sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan
Perpanjangannya. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) PP Nomor 40
Tahun 1996 berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan
Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.271
Sesuai pasal 35 ayat 1 hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun
Ayat 2 berbunyi Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta
keadaan banguan-bangunannya jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat di
perpanjang dengan waktu 20 tahun.
Ayat 3 Hak guna bangunan dapat beralih dan di alihkan kepada pihak lain.
Pasal 36 ayat 1
Yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah
a. Warga negara indonesia
b. Badan hukum yang di dirikan menurut huku indonesia
Ayat 2
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi
syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak lain yang memeperoleh hak guna
banguanan jika ia tidak memeperoleh syarat-syarrat tersebut. jika hak guna
banguanan yang bersangkutan tidak di lepaskan atau di alihkan dalam jangka waktu
tersebut, maka hal itu di hapus karena hukum dengan ketentuan bahwa hak-hak
pihak lain akan di pindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang di tetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 37
Hak guna banguanan terjadi
a. Mengenai tanah yang di kuasai langsung oleh negara, karena penetapan
pemerintah.
Jurnal Hukum, Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna Bangunan yang Telah Habis Masa Berlakunya
271
Pasal 38 ayat 1
Hak guna bangunan termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga
setiap peralihan dan di haspusnya hak tersebut harus di daftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang di maksud dalam pasal 19.
Ayat 2
Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai di hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut,
kecuali dalam hak itu di hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 39272
Hak guna bangunan dapat di jadikan jaminan hutang dengan di bebani hak
tanggungan.
Pasal 40
Hak guna bangunan di hapus karena :
a. Jangka waktunya berakhir
b. Di berhentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang
tidak dapat di penuhi.
c. Di lepas oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d. Di cabut untuk kepentingan umum
e. Di terlantarkan
f. Tanah yang musnah
g. Ketentuan dalam pasal 36 ayat 2
Ayat 3
“Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-
unsur pemerasan.”
Pasal 42
Yang mempunyai hak pakai adalah
a. Warga negara indonesia
272
Ibid, hal 51
273
Ibid, hal 51-53
Pasal 43 ayat 1
“sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara,maka hak
pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan ijin pejabat yang berwenang.”
Ayat 2
“Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal
itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan .”
Kepemilikan property oleh orang asing sebagaimana diatur secara khusus
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 mengenai pemilikan Rumah
Tempat Tinggal atau Huniam oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.
Adapun dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah 41, Tahun 1996. Jenis Rumah yang
diperbolehkan untuk dimiliki oleh orang asing:
1. Rumah yang dibangun diatas tanah Negara;
2. Rumah yang dibangun berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak milik
atas tanah. Perjanjian tersebut harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
3. Satuan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pakai atas tanah Negara.274
Ayat 3
“perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai
syarat-syarat yang mengandung unsur –unsur pemerasan.”
Pasal 45
Yang menjadi pemegang hak sewa adalah.
a. Warga negara indonesia
b. Orang asing yang berkedudukan di indonesia
c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum islam indonesia dan
berkedudukan di indonesia
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di indonesia.
274
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Aspek Hukum Pengelolaan Hak Pakai atas Tanah dalam Rnagka
Pemanfaatan Lahan Secara Optimal, Edisi 1, Volume 2, Tahun 2014, hal 2-3.
275
Ibid, hal 53-54
6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan diatur pada pasal 46
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa, hak
membuka tanah dan mengatur hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara
indonesia daan diatur dengan peraturan pemerintah. Hak membuka tanah adalah hak
yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia untuk membuka lahan tanah yang diatur
berdasarkan peraturan pemerintah.
7. Hak Guna Air (HGA), pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur pada
pasal 47 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk
memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagi keperluaan. Hak
guna air (HGA) dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas
air.Tetapi hanya sebatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan sejumlah air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah
kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak
wajib izin.277
Pasal 47 : Hak Guna-air, Pemeliharaan & Penangkapan Ikan
Ayat 1: Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat 2 :
Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Pasal 48 :
Hak Guna Ruang Angkasa
Ayat 1 :
Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan atau mengalirkan air itu
keatas tanahorang lain.
Ayat 2 :
Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak sendirinya
diperoleh hak milik atas tanah itu.278
8. Hak Guna Air (HGA) serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 47 ayat (1) :
Hak guna air adalah ha memperoleh air untuk keperluan dan/atau mengalirkan air itu
di atas tanah orang lain
Ayat (2) :
276
R. Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hal 30-31.
277
Erina Pane ,Hak Guna Air dalam Hubungan dengan Privatisasi Peengelolaan Sumberdaya Air. Hal 2.
278
Ibid, hal 54.
10. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial diatur dalam paasal 49
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Pasal 49 ayat (1)
Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjan dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaandan sosial, diakui dan dilindungi. Badan
tesebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan
usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Ayat (2) :
Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sbagai dimaksud
dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai oleh Negara dengan hak
pakai.
Ayat (3) :
Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
Pemerintah.281Prinsip bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
merupakan adopsi dari hukum adat. Masyarakat adat menempatkan tanah tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan individu pemegang hak, akan tetapi juga
untuk kepentingan kolektif.282
J. Hak-Hak Yang Bersifat Sementara
Hak-hak atas tanah tersebut di atas yang bersifat sementara diatur lebih lanjut
dalam Pasal 53 ayat (1), yaitu : “Hak-hak yang bersifatnya sementara sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h, ialah Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil,
Hak Menumpang dan Hak sewa tanah Pertanian diatur untuk membatasi sifat-
sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut
diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat”.283
Hak-hak yang bersifat sementara adalah hak-hak atas tanah yang diatur pada
Pasal 53 UUPA.Hak atas tanah yang bersifat sementara ini adalah hak yang sangat
279
Ibid, hal 54
280
www.notarisdanppat.com/hak -atas-rauang-angkasa-indonesia.
281
Ibid, hal 54-55
282
Jurnal Ilmiah Hukum Refleksi Hukum Edisi April 2012. Hal43
283
Afra Fadhillah Dharma Pasambuna, “IMPLEMENTASI HAK PENGELOLAAN DAN
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA”, Lex et Societatis, Vol. V, No. 1,Jan-Feb,2017. Hlm.30
Latar Belakang
Dalam pembangunan jangka panjang kedua peranan tanah bagi pemenuhan
berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk
kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan
berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum
yang tertulis, lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa
dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret
diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para
pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang
dikuasainya, da bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon
kreditor.
Begitu pula dengan peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran
tanah, juga tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah.
Menurut A.P. Perlindungan, Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre (Bahasa
Belanda Kadaster) Suatu istilah teknis untuk suatu Record (rekaman), Menunjukkan
kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang
tanah. kata ini berasal dari bahasa Latin "Capistratum" yang berarti suatu register tau
capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam arti yang tegas,
cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang hak nya
dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang
tepat memberikan uraian dan identifikasi dari uraian tersebut dan juga sebagai
continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) Dari hak atas tanah. Menurut
Mhd, Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Dari segi istilah, ditemukan istilah
pendaftaran tanah dalam bahasa Latin disebut "Capistratum", Di Jerman dan Italia
disebut "Catastro", Di Perancis disebut "Cadastre", di Belanda dan juga di Indonesia
dengan istilah "kadastrale” atau "kadastre". Maksud dari Capistratum atau Kadaster
Dari segi bahasa adalah suatu registrer atau capita atau unit yang diperbuat untuk
pajak tanah Romawi, yang berarti suatu istilah teknis untuk suatu rekaman yang
menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan atau pemegang hak suatu bidang
tanah, sedangkan Kadaster yang modern bisa terjadi atas peta yang ukuran besar dan
daftar daftar yang berkaitan. Sebutan pendaftaran tanah atau land registration
menimbulkan kesan, seakan-akan objek utama pendaftaran atau satu-satunya objek
pendaftaran adalah tanah. memang mengenai pengumpulan sampai penyajian data
fisik, tanah yang merupakan objek pendaftaran, yaitu untuk dipastikan letaknya, batas
batasnya, luasnya dalam peta pendaftaran dan disajikan juga dalam daftar tanah.
Upaya untuk meletakan dasar bagi pendayagunaan obyek hukum agraria yaitu
bumi, air, luar angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tahun
1960 telah diundangkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria yang merupakan induk dan dasar politik dan hukum agraria nasional.
286
Urip Santoso. Hukum Agraria. Jakarta: Kencana Prenadamedia 2012. Hlm 286
287
Bachsan Mustafa, SH. “Hukum Agraria dalam Perspektif”. Bandung: 1988.
Remadja Karya. Hal: 48.
288
Ibid.
4. Asas Mutakhir
Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan
keadaan yang mutakhir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan Pencatatan
perubahan perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya
data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data
yang Tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
5. Asas terbuka.
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di kantor
Pertanahan kabupaten atau kota.
Dalam UUPA dimuat 8 asas dari hukum agraria nasional. Asas – asas ini kerena
sebagai dasar dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari UUPA dan segenap
peraturan pelaksanaannya. Delapan asas tersebut, adalah sebagai berikut:
6. Asas kenasionalan
7. Asas pada tingkat tertinggi,bumi,air, dan kekayaan alam tyang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara
8. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dari pada kepentingan perseorangan atau golongan.
9. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
10. Asas hanya negara indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah.
11. Asas persamaan bagi setiap warga negara indonesia.
12. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya
sendiri dan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan.
13. Asas tata guna tanah/pengunaan tanah secara berencana.
Indra Yudha Koswara, ”Pendaftaran Tanah Sebagai Wujud Kepastian Hukum dalam Rangka
289
291
Ibid,, hal 487
292
FX. Sumarja, S.H, M.H. Hukum Pendaftaran Tanah, (Universitas Lampung: Lapung, 2010). Hlm. 45.
293
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan), 2008,hal 477.
294
FX. Sumarja, S.H, M.H. Hukum Pendaftaran Tanah, (Universitas Lampung: Lapung, 2010). Hlm. 45.
295
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria Presiden Republik Indonesia (Pasal 19),
hlm 7
296
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Pasal 6),
hlm 5
Pengertian Hak Atas Tanah Menurut Undang undang Pokok Agraria (UUPA)
Pendaftaran berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah
teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan
(atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin
“Capitastrum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk
pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam artian Cadastre adalah record
(rekaman dari pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk
kepentingan perpajakan)298.
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada Negara.
Terbentuknya Undang-Undang Pokok Agaria melalui proses yang panjang
(Harson,1970, 94). Dengan demikian bahwa sumber hukum adat yang diakui dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah nilai-nilai yang sesuai dengan tujuan
fungsi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; berupaya meningkatkan kesejahteraannya,
memerdekakan masyarakat dalam arti ekonomi maupuun politik, serta menganut
paham kebangsaan yang menolak penguasaan dan pemilik tanah di tangan segelintir
masyarakat saja; penggunaan tanah lebih ditunjukan untuk rakyat, khususnya rakyat
tani. Dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dapat dilihat adanya upaya untuk
mewujudkan kehendaak kemerdekaan dan mensejahterakan rakayat dan menghapuskan
praktek-praktek eksploitasi pemerintah kolonial, baik kaum kapitalis asing maupun
kaum feodal.299
Untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1).
Pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan
297
Ibid (Pasal 7), hlm 5
298
Muhammad Fauzi Rizal, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali Secara Sporadik Pada Tanah
Yang Belum Bersertifikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Banjarnegara, Universitas Sebelas Maret Surakarta
2007, hal. 23
299
Noer Fauzi, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1999) Hal 69.
1. Faktor formal
Keadaan hukum agraria diindonesia sebelum diundangkannya UUPA
merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan-
peraturan yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-perturan peralihannn
yang terdapat dalan pasal 142 undang-undang dasar sementaraa (UUDS) 1950, pasal
192 konstitusi Republik indonesia serikat (KRIS) dan pasal 2 aturan peralihan UUD
1945 , yang semuanya itu bersama-sama menentukan dalam garis besarnya bahwa
peraturan-peraturan hkum yang berlaku pada zaman hindia belanda memegang
kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.
2. Faktor material
Hukum agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum ini
dapat meliputi hukum, subjek maupun objek. Menurut hukumnya, yaitu disuatu pihak
berlaku hukum agraria barat yang diatur dalam KUH perdata maupun agrarische wet,
di pihak lain berlaku hukum agraria adat yang diatur dalam hukum adat tentang tanah
masing – masing. Menurt subjeknya, hukum agraria barat berlaku bagi orang – orang
yang tunduk pada hukum barat, dipihak lain hukum agraria adat berlaku bagi orang –
orang yang tunduk pada hukum adat.
Menurut objeknya, di satu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntukan bagi
orang-orang yang tunduk hukum barat, di pihak lain ada hak-hak ats tanah yang
diperuntukkan bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat. Adanya sifat
dualisme hukum ini membawa konsekuensi, baik dari sistem hukum maupun segi hak
dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan
persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus-menerus.
3. Faktor ideal
Dari faktor ideal (tujuh negara),sudah tentu tujuan hukum agraria tidak cocok
dengan tujuan negara indonesia yang tercantum dalam alinea IV pembukaan UUD
dan tujuan penguasaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya ,
seperti yang tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA”, Lex et Societatis, Vol. V, No. 1,Jan-Feb,2017. Hlm.30
303
Ibid, hlm.32
Ardiwilaga. Roestandi, 1962, Hukum Agraria indonesia, cet. Ii. Bandung : Masa Baru
Bachsan Mustafa, SH. 1998 “Hukum Agraria dalam Perspektif”. Bandung, Remadja Karya.
Bachsan Mustafa. S.H. 1988. Hukum Agraria Dalam Perspektif. Remadja Karya: Bandung.
Fuad, Ahmad. 2004, Dimensi Sains Al-quran: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-quran,
Solo: Tiga Serangkai
Hadikusuma. Hilman. 1990, Hukum Perjanjian Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Kartasa poetra. G. 1991. Hukum Tanah Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan
Tanah. Penerbit PT Rineka Putra. Jakarta.
Maria SW Sumardjono, 2008. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya,
Jakarta : Kompas
Mufid sofyan anwar. 2010, ekologi manusia dalam perspektif sektor kehidupan dan ajaran
islam. Bandung, PT REMAJA ROSDAKARYA
Muljadi. Kartini dan Widjaja Gunawan. 2004, Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kecana Prenada
Media Group.
Purbacaraka. Purnadi dan Halim Ridwan, 1985, Sendi-sendi Hukum Agraria. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Santoso,Urip.2010, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group
Shihab, Quraish. 2011, Membumikan Al-quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati
Soerjono Soekanto, 2010. Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Sutanto, Rachman. 2005, Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan, Yogyakarta:
Kanisius
Zein. Ramli, 1995, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA. Jakarta: PT. RINEKA Cipta
Erina Pane ,Hak Guna Air dalam Hubungan dengan Privatisasi Peengelolaan Sumberdaya
Air. Hal 2
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Aspek Hukum Pengelolaan Hak Pakai atas Tanah dalam
Rnagka Pemanfaatan Lahan Secara Optimal, Edisi 1, Volume 2, Tahun 2014.
Jurnal Hukum, Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna Bangunan yang Telah Habis Masa
Berlakunya Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Hal 3
Noer Fauzi, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999) Hal 69
R. Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hal
30 31
www.notarisdanppat.com/hak -atas-rauang-angkasa-indonesia
Benedicta Putri Dumatubun. 2004. ”Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali (Konversi
Hak Milik Atas Tanah Adat) Dalam Rangka Memberikan Jaminan Kepastian
Hukum di Kabupaten Merauke”. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Indra Yudha Koswara. 2016.”Pendaftaran Tanah Sebagai Wujud Kepastian Hukum dalam
Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomu ASEAN (MEA)”. Jurnal
HukumUniversitas Singaperbangsa Karawang. hlm 28
Hairan, “Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi Hak Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”, Makalah disampaikan di Fakultas
HukumUniversitas Mulawarman. Kalimantan Timur, 5 Februari 2012, hlm.2.
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan Pertama, (Jakarta :
Sinar Grafika, 2007), hlm.112.
Mhd.Yamin Lubis & Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Cetakan Kedua,
(Bandung : CV.Mandar Maju, 2010)., hlm.91.
nge Dwisvimiar, “Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol.11, Edisi No.3, (2011), hlm.506.
A. Latar Belakang
Secara umum Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hasil
bumi yang melimpah dan negara kepulauan yang memiliki hasil laut yang beraneka
ragam, Indonesia juga kaya akan hasil tambang sehingga apabila diolah secara efektif
dan efesien dapat menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Dalam konteks
pertanahan, tanah merupakan permukaan bumi yang berupa daratan tempat manusia
berdiri, bertempat tinggal, bercocok tanam dan segala jenis usaha untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya juga yang terpenting adalah tempat dimana
suatu negara berdiri untuk melindungi, mengayomi rakyatnya dan untuk mencapai
tujuan hidup yaitu kemakmuran dan kesejahteraan melalui usaha yang dilakukan oleh
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam mengatur
warga negaranya secara hukum dan administrasi.305
Sejarah hukum agraria dan administrasi agraria di Indonesia sangatlah
panjang. Dinamika yang harus dilalui dari jaman ke jaman selalu berubah–ubah.
Dinamika tersebut dimulai dari jaman kerajaan–kerajaan. Pada jaman ini, hukum adat
sangat berlaku dalam bidang keagrariaan. Dimana kerajaan–kerajaan yang berkuasa
saat itu mempunyai undang–undang atau peraturan yang berbeda–beda dalam
mengatur masalah pertanahan. Kerajaan–kerajaan yang berkuasa di Indonesia dimulai
dari Kerajaan Kutai yang mengenal kitab undang–undang Brajanti atau Brajaniti,
kemudian Kerajaan Banjar dengan menganut kitab undang–undang Sultan Adam,
setelah itu Kerajaan Sriwijaya dengan kitab Simbur Cahaya hingga Kerajaan
Majapahit yang mengenal kitab Undang – undang Pratigundala.
Kedatangan Voc dan para penjajah Belanda serta Jepang ke Indonesia
merupakan jaman selanjutnya setelah jaman kerajaan–kerajaan. Dimana lahir hukum
barat yang melunturkan hukum adat pada jaman sebelumnya. Masalah pertanahan
seperti, hukum pertanahan, hak kepemilikan tanah, kewajiban pemilik tanah, dan
Asep Hidayat, Engkus, Hasna Afra. N, Implementasi Kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang tentang
305
Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah sistematis lengkap di kota Bandung, ( Jurnal: Pembangunan Sosial,
Volume 1 Nomor 1,2018) hal. 100
306
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, hlm 31.
307
Asep hidayat, Ibid, hal.101
308
Arie Sukanti Hutagalung, Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Dibidang Pertanahan, PT
Rajagrafindo, Jakarta, 2008, hlm. 112. Lihat juga Supriyanto, Kewenangan Bidang Pertanahan dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 2 Mei 2009, hlm. 159-167.
B. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum
tentang Kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum
tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada
seseorang untuk bergerak. Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata
policy. Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi
309
Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Hubungan Manusia dengan Tanah Berdasarkan Pancasila,
Gajahmada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 11.
310
Ronald Z. Titarelu, Penetapan Asas-Asas Hukum Umum dalam Penggunaan Tanah untuk Sebesar-
BesarKemakmuran Rakyat, Disertasi, Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, hlm. 105-106.
311
Ria Fitri, Potensi Konflik Pemerintah Aceh dan Pusat dalam Bidang Pertanahan, KANUN Jurnal Ilmu
Hukum, No. 66 Tahun 2015, hlm. 231.
312
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, cetakan ketujuh
belas, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2004, hlm. 28-29.
313
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: PT Bumi Aksara), hlm 33.
314
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional, , (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, Cetakan VII, Edisi IV 2015)
315
Tahir, Arifin, Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah Daerah, (Bandung: Alfabeta,
2014)hal.21
324
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), 24.
325
Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Bandung: CV Alfabeta,2008) 24.
Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) berasal dari Negara
Belanda, yakni administratif recht atau Bestuursrecht.327 yang berarti lingkungan
kekuasaan atau administratif di luar dari legislatif dan yudisil, di Perancis disebut
Droit Administrative, di Inggris disebut Administrative Law, di Jerman
disebutVerwaltung rech’. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari
administratief recht (Bahasa Belanda). Namun Istilah administrasi recht juga
diterjemahkan menjadi Istilah lain yaitu Hukum Tata Usaha Negara dan hukum
pemerintahan.328 Sedangkan Admistrasi Negaara merupakan kehidupan negara
modern yang cenderung berusaha memenuhi kebutuhan rakyat, khususnya dalam
masalah pelayanan kesejahteraan masyarakat, membutuhkan instrumen untuk
melaksanakan tugas-tugasnya. Instrumen yang digunakan oleh negara untuk
mengelola pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat.
Instrumen tersebut berusaha menata segala aspek kehidupan negara melalui birokrasi,
tata kelola, penyiapan, pelaksanaan, dan pengawasan segala tindakan pemerintah agar
sistem pemerintah tersebut stabil dan terukur dengan baik. Keterukuran dan kestabilan
tersebut sangat diperlukan agar hasil yang dituju oleh kegiatan pemerintahan dapat
tercapai dengan kualitas dan kuantitas yang terukur, sebagaimana rancangan awal
pada proses perencanaan kegiatan pemerintahan itu. Dari ilustrasi di atas, dapat
dikatakan bahwa administrasi negara mempunyai tujuan untuk membantu dan
mendukung pemerintah melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk
menyejahterakan masyarakatnya. Hal tersebut sesuai pendapat Leonard D. White
yang menyatakan bahwa administrasi negara terdiri atas semua kegiatan negara untuk
menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan negara (public administration consist
all those operations having for the purpose the fulfillment and enfprcement of public
policy).
E. Hukum Agraria
Kata Agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu
dengan bahasa lainnya. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros
(Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau
sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian. Dalam
terminologi bahasa Indonesia, agraria berarti (1) Urusan pertanian atau tanah
pertanian, (2) Urusan pemilikan tanah.337
Menurut Andi Hamzah (1992:14): Agraria adalah masalah tanah dan semua
yang ada di dalam dan di atasnya.Menurut Subekti dan R. Tjitosoedibio, agraria
adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya. Apa yang ada di
dalam tanah misalnya batu, kerikil, tambang, sedangkan yang ada di atas tanah dapat
berupa tanaman, bangunan.338
Selain pengertian agraria dapat dilihat dari segi terminologi bahasa
sebagaimana di atas, pengertian agraria dapat pula diketemukan dalam Undang-
336
Muhamad Rakhmat,Hukum Administrasi Negara Indonesia,(Jurnal:Repository Buku dan Jurnal,2017) hal.39
337
Efendi Lutfi, Ibid hlm 67
338
Urip Santoso, Op.Cit.
Darwin Ginting, Politik Hukum Agraria Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia (Jurnal
340
341
Muchsin, dkk, Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010)
342
Ibid,hlm 87
343
Kartasapoetra, Ibid, hal. 84
344
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 318.
345
Dr. Urip Santoso, SH., M.H., Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2012, hal. 5-6
346
Efendi Perangin, SH, Hukum Agrria di Indonesia (suatu telaah dari praktisi hukum), Jakarta: 1991, Rajawali,
Hal 194
Hubungan orang dengan tanah dari satu individu ke individu yang lain dapat
beraneka ragam, keaneka ragaman orang desa dengan tanah ppertanian ini akan
menyebabkan peranan-peranan yang berlainan.
Dengan adanya UUPA maka peranan-peranan yang berlainan dapat dibimbing
kearah yang satu yatu, sosialisme Indonesia, karena itu ditentukan bahwa setiap tanah
mempunyai fungsi social. Sebagai hukum, UUPA tidak hanya mengatur hak
seseorang atas tanah yang diwenangkan sebagai miliknya.347
Hak-hak yang diatur dalam UUPA yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa dan beberapa hak lainnya yang berhubungan dengan
tanah.Pemerintah menyadari bahwa dengan pengaturan hak-hak tersebut harus
disertai dengan kemampuan para pemegang hak tersebut untuk menggunakan tanah
yang menjadi haknya dengan baik dan untuk melakukan kewajiban-kewajiban
terhadap tanahnya.Dengan keluarnya UUPA maka terjadilah perubahan besar dalam
hukum tanah di Indonesia. Sebelum keluar UUPA ada dua hukum tanah yang berlaku:
1) Hukum tanah bersumber dari hukum barat.
2) Hukum tanah bersumber dari hukum adat.
Jadi, terdapat dualisme dalam hukum tanah.Ada dua perangkat hukum tanah
yang berlaku bersamaan disatu Negara. Hukum tanah barat mengatur hubungan-
hubungan hukum (hak penguasaan) atas sebagian tanah di Indonesia ( yang disebut
tanah hak barat). Hukum tanah adat mengatur hak penguasaan atas sisa tanah diluar
tanah barat (yang disebut tanah Indonesia).Tanah-tanah barat hanya sebagian kecil,
merupakan pulau di Indonesia. Hukum tanah barat terbagi atas:
1) Hukum tanah barat administrative
2) Hukum tanah barat perdata
Sedangkan hukum tanah adat terbagi atas:
1) Hukum tanah adat administratif
2) Hukum tanah adat perdata
UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria Sebagai Hukum Agraria Nasional)
Pasal 2 ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi,
air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.” Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi
G. Kartasapoetra dkk, Hukum Tanah UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tana, Jakarta: 1991, Rineka
347
348
Ibid, hal. 46
349
Lihat Supriyady, Kedudukan Hukum Adat Dalam Lintasan Sejarah,(Jurnal: Addin Vol. 2 No. 1,2008). hlm.
221
350
Mustaghfirin, Sistem hokum Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam Menuju Sebagai Sistem
Hukum Nasional Sebuah Ide yang Harmoni, (Jurnal:Dinamika Hukum Vol.11 edisi Khusus,2011)Hal.92
351
Van Vallenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1983, hal 14.
352
Abdulrahman ,SH : Hukum Adat menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press,
1984.hal..18
353
A. Suriyaman Mustari Pide,Hukum Adat (Dulu, Kini dan Akan Datang), (Jakarta:
Pelita Pustaka), hlm:33.
354
Op cit Abdulrahman, hal 18.
355
Yulia,Buku Ajar Hukum Adat,(Sulawesi:Unimal Press,2016) hal.5
356
Suci Flambonita, S.G., M.H., Pokok-Pokok Hukum Adat, Palembang: Unsri, 2010, hal. 2
Soetandyo Wignjsoebroto, “HUKUM Paradigma, metode dan Dinamika Masalahnya” (ELSAM dan
358
359
Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran Dalam Konsolidasi Tanah, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2009, hlm. 161.
360
Nurus Zaman, Politik Hukum Pengadaan Tanah, Bandung, Refika Aditama, 2016, hlm. 55
361
Op. Cit. Instrumen Hukum Campuran Dalam Konsolidasi Tanah, 43.
G. Hukum Barat
Hukum Barat yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum Agraria yang
bersumber pada hukum perdata barat, khususnya yang bersumber pada Burgerlijk
wetboek (BW).Hukum Agraria ini terdapat dalam BW (bersifat ekstern), yang
memberikan pengaturan bagi sebagian keecil tanah tetapi bernilai tinggi.Hukum
Agraria ini di berlakukan atas dasar konkordansi.Misalnya tanah Hak Eigendom, Hak
Opstal, Hak Erfpach, Rechts van Gebruik.363
Selain dari hukum yang berlaku lebih dari satu yang akhirnya menimbulkan
sistem dualisme Hukum Agraria pada era kolonial, sifat dualisme ini juga meliputi:
a. Hukumnya
Pada saat yang sama berlaku macam-macam Hukum Agraria, yaitu Hukum
Agraria Barat, Hukum Agraria Adat, Hukum Agraria Swapraja, Hukum Agraria
Administratif, dan Huum Agraria Antargolongan.
b. Hak Atas Tanah.
Pada saat yang bersamaan berlaku bermacam-macam hak atas tanah yang
berbeda hukumnya, yaitu:
i. Hak Atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Barat yang di atur dalam
KUHPerdata, misalnya hak eigendom, hak postal, dan hak erpacht.
ii. Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Adat daerah masing-
masing yang di sebut tanah-tanah hak adat, misalnya tanah yasan, tanah
kass desa, tanah bengkok, tanah ganjaran, tanah kuburan, tanah
penggembalaan (tanah pangonan).
iii. Hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah Swapraja, misalnya
grant sultan (semacam hak milik adat yang di beri kan oleh pemeritah
swapraja khusus bagi kaula praja, di daftar di kantor pejabat swapraja).
iv. Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan pemerintah hindia-belanda,
misalnya hak agrarische eigendom (tanah milik adat yang di tunjukkan
dirinya pada Hukum Agraria Barat), landerijen bezitrecht (tanah-tanah
yang subjeknya hukum terbatas pada orang-orang dari golongan Timur
Asing Tionghoa).
c. Hak Jaminan atas Tanah.
Beberapa Hak Jaminan atas tanah pada masa berlakunya HukumAgraria
Kolonial, yaitu:364
362
Dr. Urip Santoso, SH., M.H., Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2012, hal.67-70
363
Urip Santoso, op, cit. hlm. 7-8
364
Ibid
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cet. V (Jakarta: Kencana, 2009), hlm:1.
365
Boedi harsono, Undang-undang Pokok Agraria Sedjarah Penyusunan: Isi dan pelakssanaannja, (Djambatan,
366
367
Pasal 1 angka 10 PP 24/1997
368
Pasal 13 ayat (4) PP 24/1997
369
Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah kabupaten atau
kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah
(Pasal 1 angka 23 PP 24/1997)
Perbedaan
Hukum Adat Hukum Barat
Hukum adat adalah sistem hukum yang Hukum barat mengenal “hak kebendaan”
dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial (zaken rechten), yaitu hak atas sesuatu
di Indonesia dan negara-negara Asia barang yang berlaku terhadap setiap orang
(misalnya hak milik, hak hipotik).
lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan Hukum barat terdapat “hak perorangan”
hukum tidak tertulis yang tumbuh dan misalnya hak sewa, hak pakai.
berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya.
Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan Konsep hukum barat bersifat tetap atau
berkembang, maka hukum adat memiliki tidak dapat berkembang (tidak fleksibel)
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Sumber : H. Mustaghfirin. 2002. Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, Dan Sistem
Hukum Islam Menuju Sebagai Sistem Hukum Nasional Sebuah Ide Yang Harmoni. Semarang
: Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang. Hlm 90-92.
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia jilid I Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Djambatan, Jakarta, 2007,
370
hlm. 1
371
Agus Wahyudi, Modul: Konsep Dasar Administrasi dan Administrasi Pertanahan, hal 1.19
372
Miraa Novana Ardani, Jurnal: “Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan Untuk Menunjang
Pelaksanaan Kewenangan, Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional”, Vol. 2 No.3, (Semarang:
Universitas Diponegoro, 2019) hal 483.
373
Miraa Novana Ardani, Jurnal: “Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan Untuk Menunjang
Pelaksanaan Kewenangan, Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional”, Vol. 2 No.3, (Semarang:
Universitas Diponegoro, 2019) hal 484.
374
Noer Fauzi, Petani & Penguasa; Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hlm. 53.
387
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043).
388
Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).
389
M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2011, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan Tanah, Mandar
Maju, Bandung, hlm. 208
390
A.P. Parlindungan, Tanya Jawab Hukum Agrarian, (Bandung: CV Mandar Maju Cet.7, 1994),hal.11
402
Penjelasan Atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Rancangan Undang – Undang Pokok
Agraria. Kementrian Keuangan Republik Indonesia
403
Ibid hlm 56
404
Ibid, hlm 63.
405
Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Peraktek.(Jakarta: Universitas Indonesia perss), hlm:29.
RINGKASAN
406
Asri Agustiwi, Hukum dan Kebijakan Hukum Agraria di Indonesia, (Surakarta: Universitas Surakarta) hal 2.
Pengertian Kebijakan
Kebijakan berasal dari kata bijak yang artinya: 1. Selalu menggunakan akal
budinya; pandai; mahir. 2. Pandai bercakap-cakap; petah lidah. Selanjutnya
dijelaskan bahwa kebijakan diartikan sebagai 1. Kepandaian; kemahiran;
kebijaksanaan; 2. Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(tentang pemerintahan, organisasi dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran; garis haluan.
Kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk
umum tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada
seseorang untuk bergerak.Secara etimologis, kebijakan adalah terjemahan dari kata
policy. Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati
Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) berasal dari Negara
Belanda, yakni administratif recht atau Bestuursrecht. yang berarti lingkungan
kekuasaan atau administratif di luar dari legislatif dan yudisil, di Perancis disebut
Droit Administrative, di Inggris disebut Administrative Law, di Jerman
disebutVerwaltung rech’. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari
administratief recht (Bahasa Belanda). Namun Istilah administrasi recht juga
diterjemahkan menjadi Istilah lain yaitu Hukum Tata Usaha Negara dan hukum
pemerintahan.
Menurut R. Kranenburg memberikan definisi Hukum Administrasi Negara
dengan memperbandingkannya dengan Hukum Tata Negara, meskipun hanya
sekedar perlu untuk pembagian tugas. Menurutnya Hukum Administrasi Negara
adalah meliputi hokum yang mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat
perlengkapan badan badan seperti kepegawaian (termasuk mengenai pensiun)
peraturan wajib militer, pengaturan mengenai pendidikan/pengajaran, peraturan
mengenai jaminan sosial, peraturan mengenai perumahan, peraturan perburuhan,
peraturan jaminan orang miskin, dan sebagainya.
Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai administrasi
dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan pemerintahannya
Hukum Agraria
Kata Agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu
dengan bahasa lainnya. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda),
agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah
atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.
Dalam terminologi bahasa Indonesia, agraria berarti 1) urusan pertanian atau tanah
pertanian, 2) urusan pemilikan tanah.
Selain pengertian agraria dapat dilihat dari segi terminologi bahasa
sebagaimana di atas, pengertian agraria dapat pula diketemukan dalam Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA).Hal ini dapat diemukan jika membaca konsiderans
dan pasal-pasal yang terdapat dalam ketentuan UUPA itu sendiri.Oleh karena itu,
pengertian agraria dan hukum agraria mempunyai arti atau makna yang sangat
luas.Pengertian agraria meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya (Pasal 1 ayat (2). Sedangkan Hukum Agraria
menurut Para Ahli salah satunya Mr. Boedi HarsonoHukum Agraria adalah suatu
kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga
ruang angkasa dan kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk
tertulis maupun tidak tertulis.
Hukum agraria didefmisikan sebagai keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur agraria." Sedangk:an "Agraria"
itu sendiri menurut Kansil, meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya, bahkan dalam batas-batas yang ditentukan juga ruang angkasa.
Mungkin pendapat ini agak sedikit maju, karena sudah menyebut cakupan dari
hukum agraria yang terdiri atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang
ada didalamnya.
Menurut E. Utrecht yang dikutip oleh Boedi Harsono, Hukum Agraria dalam
arti yang sempit sama dengan Hukum Tanah, Hukum Agraria dan Hukum Tanah
menjadi bagian dari Hukum Tata Usaha Negara, yang menguji perhubungan-
perhubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat
yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka itu.
Hukum agraria adalah hukum yang mempersoalkan masalah pertanahan atau
yang terdiri dari sekumpulan norma yang mengatur manusia dalam masalah
pertanahan agar tanah tersebut bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.
Termasuk pula dalam kajian Hukum Agraria adalah Hukum Kehutanan yang
mengatur hak-hak penguasaan atas hutan (Hak Pengusahaan Hutan) dan hasil hutan
(Hak Memungut Hasil Hutan). Hukum Agraria dari segi objek kajiannya tidak
hanya membahas tentang bumi dalam arti yang sempit yaitu tanah, akan tetapi
membahas juga tentang pengairan, pertambangan, perikanan, kehutanan, serta
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.
Hukum Barat
Hukum Barat yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum Agraria yang
bersumber pada hukum perdata barat, khususnya yang bersumber pada Burgerlijk
wetboek (BW).Hukum Agraria ini terdapat dalam BW (bersifat ekstern), yang
memberikan pengaturan bagi sebagian keecil tanah tetapi bernilai tinggi.Hukum
Agraria ini di berlakukan atas dasar konkordansi.Misalnya tanah Hak Eigendom,
Hak Opstal, Hak Erfpach, Rechts van Gebruik.
Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah, yang bisa menjadi objek pendaftaran tanah adalah :
a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
b. tanah hak pengelolaan;
c. tanah wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun;
e. hak tanggungan;
f. tanah negara;
Pada kenyataannya ternyata didalam masyarakat masih terdapat hak
eigendom, hak opstal, hak erfpacht serta hak penduduk asli atau bumi putera yang
tunduk pada Hukum Adat yang tidak mempunyai bukti tertulis, yang dipunyai
penduduk setempat sering disebut tanah adat misalnya tanah hak ulayat, tanah milik
adat, tanah yasan, tanah gogolan dan lainnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 tersebut
diatas, maka jelas tanah-tanah yang berasal dari hak-hak barat tidak bisa didaftar. Jika
tanah-tanah ini tidak bisa didaftarkan tentukan akan merugikan para pemilik tanah,
karena mereka tentu akan kehilangan haknya. Oleh karena itu diperlukan suatu cara
agar tanah ini dapat didaftarkan, maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan konversi terhadap tanah yang bersumber dari hak barat tersebut. Dengan
adanya konversi tanah dari hak-hak barat diharapkan masyarakat tidak ada yang
dirugikan haknya karena setelah dikonversikan hak tersebut akan dapat didaftarkan.
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Karena pendaftaran
1. Wilayah indonesia yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya merupakan satu kesatuan tanah air dari rakyat
indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia (pasal 1 UUPA).
Ardiwilaga. Roestandi, 1962, Hukum Agraria indonesia, cet. Ii. Bandung : Masa Baru
Ali, Faried, 1997, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Budi Harsono,2007, Hukum Agraria Indonesia jilid I Hukum Tanah Nasional, Jakarta:
Djambatan, Jakarta
Bachan Mustafa ,Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2001
Dr. Urip Santoso, SH., M.H.,2012,Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana.
Fuad, Ahmad. 2004, Dimensi Sains Al-quran: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari Al-quran,
Solo: Tiga Serangkai
Hadikusuma. Hilman. 1990, Hukum Perjanjian Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Hessel Nogi S. Tangkilisan,Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Balairung & Co, 2003).
Muin Fahmal, 2008, Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Kreasi Total Media, Yogyakarta.
M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2011, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan
Tanah, Mandar Maju, Bandung.
Mufid sofyan anwar. 2010, ekologi manusia dalam perspektif sektor kehidupan dan ajaran
islam. Bandung, PT REMAJA ROSDAKARYA
Muljadi.Kartini dan Widjaja Gunawan.2004, Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kecana Prenada
Media Group.
M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2011, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan
Tanah, Mandar Maju, Bandung.
Meiji Morico, 2007, Prinsip Transparansi dalam Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan
Kota Medan, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Purbacaraka.Purnadi dan Halim Ridwan, 1985, Sendi-sendi Hukum Agraria. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Penjelasan Atas Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Rancangan Undang –
Undang Pokok Agraria. Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4725).
Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3696).
Ronald Z. Titarelu, 2004 ,Penetapan Asas-Asas Hukum Umum dalam Penggunaan Tanah
untuk Sebesar-BesarKemakmuran Rakyat, Disertasi, Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya
Ria Fitri, Potensi Konflik Pemerintah Aceh dan Pusat dalam Bidang Pertanahan, KANUN
Jurnal Ilmu Hukum, No. 66 Tahun 2015
Riant Nugroho D., 2003, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Santoso,Urip.2010, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group
Shihab, Quraish. 2011, Membumikan Al-quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati
Suriyaman Mustari Pide. 2007.Hukum Adat (Dulu, Kini dan Akan Datang), Jakarta:
Pelita Pustaka.
Sutanto, Rachman. 2005, Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan, Yogyakarta:
Kanisius
Tjondronegoro, sediono dan Gunawan Wiradi, menelusuri Pengertian Istilah “agraria”, Jurnal
Analisis Sosial, Vol. 9, No. 1, April 2004, penerbit Akatiga, Bandung, 2004, hlm. 1.
Urip Santoso. 2009.Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cet. V ,Jakarta: Kencana.
Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta.
Vollenhoven, C. Van. 2004, Penemuan Hukum Adat, dalam B.F Sihombing, Evolusi
Kebijakan Pertahanan dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta: Gunung Agung
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1998).
Yona Ramadhani, “Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean
Governance),”https://www.academia.edu/9966363/BAB_9_Tata_Kelola_Pemerintahan
_yang_Baik_dan_Bersih_good_and_clean_governance_?auto=download, diakses pada
tanggal 5 Maret 2019 Pukul 16.10
Zein.Ramli, 1995, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA. Jakarta: PT. RINEKA Cipta
Zaidar,2009, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan.
H. Mustaghfirin. 2002. Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, Dan Sistem Hukum Islam
Menuju Sebagai Sistem Hukum Nasional Sebuah Ide Yang Harmoni. Semarang :
Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang.
A.P. Parlindungan,1994. Tanya Jawab Hukum Agrarian, Bandung: CV Mandar Maju Cet.7.
Sugianto, Bambang .2017. Pendaftaran Tanah Adat Untuk Kepastian Hukum di Kabupaten
Kepahiang, Jurnal:Panorama Hukum, Vo.2, No.2.
Tahir, Arifin,2014. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah
Daerah, Bandung: Alfabeta.
Uddin dan Sobirin, “Kebijakan Publik” (CV SAH MEDIAl:Makasar,2017)
Van Vallenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1983
Wahyudi, Agus. Modul: Konsep Dasar Administrasi dan Administrasi Pertanahan
Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran Dalam Konsolidasi Tanah, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2009, hlm. 161.
Yulia,2016. Buku Ajar Hukum Adat, Sulawesi:Unimal Press,
416
Mamat Ruhimat, dkk, Ips Terpadu kelas VII Jilid 1(Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), hlm 200- 203.
417
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai
418
Ibid, Hlm 54
b) Aswawarman.
Ia merupakan salah dari keturunan Kudungga yang dikenal dengan
sebutan Dewa Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman juga dikenal sebagai
pendiri kerajaan Kutai sehingga dijuluki dengan gelar wangsakerta, yang
berarti pembentuk keluarga.421Prasasti Yupa menyatakan bahwa Raja
aswawarman merupakan raja yang cakap dan kuat. Pada masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai diperluas lagi. Hal ini
dibuktikan dengan pelaksanaan upacara Asmawedha.
419
http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejarah-kerajaan-kutai.html
420
https: //id.eikipedia.org/wiki/Anggana,_Kutai_Kartanegara Diakses pada 2016, Pukul 12.00 WIB
421
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai Kertanegara, (Kutai
Kartanegara Regency), Hlm65.
422
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai Kertanegara, (Kutai
Kartanegara Regency),hal 55.
423
Soetomo, SH. Politik dan Administrasi Agraria
426
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: Al- Ma’arif, 1979), 386.
427
M. Idwar Saleh, Bandjarmasin (Bandung : K.P.P.K Blai Pendidikan Guru. 1970), hlm. 5
428
Ibid., hal 5
429
Ibid
.
Ibid. hlm 32.
447
R.M.Husin Nato Dirajo, op.cit., hlm 7
448
Ibid,...
2. Kejayaan Majapahit
Bidadari Majapahit yang anggun, arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi)
gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit
sebagai "zaman keemasan" nusantara. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara,
memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit
mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di
bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian
kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak
kejayaan Kemaharajaan Majapahit.451
Majapahit sebagai sebuah kerajaan besar memperlihatkan sistem birokrasi
sebagai hasil evoluasi panjang dari kerajaan- kerajaan pendahulunya452. Sebagai
kerajaan yang telah memperlihatkan kehidupan kompleks tentunya membutuhkan
450
Reid. “Sejarah Modern Awal Asia Tenggara”. Jakarta: LP3ES 2004. Hal: 98
451
Ibid
452
Rahardjo. “ Peradaban Jawa: Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno”.
Jakarta: Komunitas Bambu 2002, hal:71
453
D. Lombard, “Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris Jilid 3”.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ,2000. Hal: 33
3. Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris
Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya
sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra
dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara
yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara
Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang. Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana,
serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Chaeng
Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu
1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tubah dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki
pijakan di pantai utara Jawa Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426,
dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426
sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga
putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan
oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah
Kertawijaya wafat, Bhere Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta.
Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada
1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran
Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat
dirinya sebagai raja Majapahit. Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan
para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan
awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada
saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat
kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai
menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara
itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara,
satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Sebuah tampilan
model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman
di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga
4. Kebudayaan Majapahit
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting
di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan. "Dari semua
bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam
lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai
454
5. Struktur Pemerintahan
Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi,
ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk. Majapahit memiliki struktur pemerintahan
dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan
tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama
perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Dalam penataan birokrasi, ada dua mekanisme yang dilakukan untuk
mengukuhkan pengendalian kekuasaan, yakni penataan struktur jabatan dan
mencari dukungan di tingkat desa. Pada masa Majapahit, muncul tokoh
individual yang mewakili dewan para rama. Sebuah prasasti dari periode ini
menyebutkan bahwa dewan “para rama” dengan buyut sebagai yang utama
(mpu ramarama walandit, akadi buyut). Keterangan ini secara jelas
menyebutkan buyut sebagai tokoh pimpinan di antara para rama, yakni seorang
pemimpin semacam lurah pada masa kini yang sebelumnya tidak dikenal.
Hubungan antara pemerintah desa dan pusat tidak lagi bersifat kemitraan, tetapi
lebih merupakan hubungan antara atasan dan bawahan. Administrasi desa telah
berubah menjadi bagian terbawah dari hierarki kerajaan. Selain penataan
struktur jabatan, upaya penataan birokrasi juga dilakukan melalui pencarian
dukungan di wilayah desa. Salah satunya dilakukan melalui pemberian hak-hak
khusus (wnang) kepada para pemegang atau kepala sima. Disebut khusus,
karena biasanya, hak-hak tersebut merupakan simbol-simbol status yang hanya
dimiliki oleh raja atau elite di lingkungan keraton.458
458
Yusak Farchan dan Firdaus Syam, “Tafsir Kekuasaan Menurut Gajah Mada”, JURNAL POLITIK VOL. 11 No. 01. 2015,
1595
460
Ibid.., hlm. 56.
Mubyarto, dkk. “ Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan”. Yogyakarta: Aditya Media.
461
1992. Hal: 56
462
Ahmadin, “Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial”, ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari-Juni 2007, 58
1. Konflik-konflik struktural
Dari gambaran sejarah panjang hubungan agraris tampak bahwa konflik
agraria merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dalam hubungan agraris
dalam sistem apapun. Begitu pula kehadiran VOC di Indonesia sangat
mempengaruhi bentuk konflik. Konflik yang terjadi di masa it lebih berhubungan
dengan persoalan perebutan komoditas perdagangan yang kemudian berhasil
dimonopoli VOC. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh raja-raja lokal muncul
karena mereka sangat dirugikan oleh sistem monopoli perdagangan. Dari seluruh
perlawanan rakyat yang pernah ada, VOC selalu berhasil meredam perlawanan itu.
Secara politis, VOC berhasil menguasai raja dan meluaskan pengaruhnya. Dengan
dikuasainya raja-raja, otomatis VOC menguasai tanah-tanah yang selama ini
berada di penguasaan kerajaan.
463
Ahmadin, “Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial”, Jurnal : Attoriolog, volume 4 Nomor 1, 2007.
Hlm: 60
464
Departemen Penerangan dan Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negri, Pertanahan Dalam Era Pembangunan
Indonesia, Direktorat Publikasi Ditjen, Ppg Departmen Penerangan dan Ditjen Agraria Departmen Dalam Negri, Jakarta,
1982, Hlm 21 Dikutip Dalam Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, Hlm 19
467
Ahmadin, “Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial”, ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari-Juni 2007, . Hal 69
468
Ahmadin, “Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial”, ATTORIOLONG Vol. IV, No. 1 Januari-Juni 2007, 60
469
Ibid,.
473
Junaidi,politik agaria,hlm28
474
Soetomo, Politik dan Administrasi Agraria, Usaha Nasional, Surabaya, hlm 58.
475
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,
Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1994, hlm. 33.
2. Agrarische Besluit
Ketentuan – ketentuan Agrarische wet pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dalam peraturan dan keputusan. Salah satu keputusan yang penting adalah apa
yang dimuat dalam Agrarische Besluit yang diundangkan dalam Stb. 1870 No.
118, yang terdiri dari tiga bab, yaitu :
1) Pasal 1 – 7 tentang hak atas tanah
2) Pasal 8 – 8b tentang pelepasan tanah
3) Pasal 19 – 20 ten478tang peraturan campuran.
Sejarah hak-hak atas tanah berdasarkan, yaitu masa klonial (sebelum
kemerdekaan) dan setelah kemerdekaan :
1. Masa klonial (sebelum kemerdekaan)
Hak-hak atas tanah yang ada pada masa klonial tentunya tunduk ipada hukum
agraria barat yang diatur dalam KUH perdata, diantara hak-hak yang diatur
tersebut antara lain:
2. Hak eigondom (hak milih)
Peraturan peraturan umum yang ditetapkan kekuasaan yang berhak
menetapkan serta tidak menganggu hak hak orang lain untuk kepentingan
umum
3. Hak erpacht (hak usaha)
Mempunyai hak untuk mengusahakan dan merasakan hasil benda itu dengan
penuh hak ini bersifat turun menurun, banyak diminta untuk keperluan
pertanian seperti di Jawa dan Madura
4. Masa setelah kemerdekaan
477
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, hlm 19.
478
Muchsin, Hukum Agraria Indonesia dalam perspektif Sejarah,Bandung Refika Aditama,2007,hlm. 9
Jika Anda memenangkan kasus peradilan maka Anda bisa meminta Badan
Pertanahan setempat mencabut SHM yang telah diterbitkan tersebut. Kemudian
Anda bisa membuat Surat Hak Milik baru atas nama yang berwenang kepada
Pengadilan Negeri setempat atau Pengadilan Agama setempat.
Dengan status hak tanah yang jelas dan memiliki kekuatan hukum yang
kuat, maka Anda baru bisa melakukan alih kepemilikan dengan pihak ketiga,
misalnya sebagai warisan untuk anak atau dijual.480
480
https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-sih-tanah-verponding-8108
481
Muchsin, Hukum Agraria Indonesia dalam perspektif Sejarah,Bandung Refika Aditama,2007,hlm. 9
482
Benhard Limbong, Hukum Agraria Nasional, Cet. I (Jakarta: Margaretha Pustaka, 2012), hlm:51.
483
Ibid... hlm 60.
489
Imam Sudiyat, Beberapa Masalah Penguasaan Tanah Di Berbagai Masyarakat Sedang Berkembang (Yogyakarta:
Liberty, 1982), hlm. 194.
490
Ibid., hlm. 195.
495
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 85.
496
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda-benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam
Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, (Citra Aditya, Bandung, 1996) hal 43
497
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Agraria_dan_Tata_Ruang_Republik_Indonesia
498
M. Tauchid, Masalah Agraria sebagai Maslah Penghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia, Bagian kedua (Djakarta:
Tjacrawala, 1953), hlm.13
499
Karl J. Pelzer, Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991). Hal 23
500
Kuntowijoyo, Radikalisasi Petani, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1993), hlm. 15.
RINGKASAN
Latar Belakang
Pada jaman raja-raja feodal pra-kolonial, sistem kebangsawanan,
pembagian wilayah dan birokrasi kerajaan sangat berkaitan erat dengan sistem
pertanahan. Hal ini bisa dimengerti karena pada hakekatnya pengertian
feodalisme adalah sistem pemerintahan yang dalam pendistribusian
kekuasaan berjalan sejajar dengan pembagian tanah kepada para aparat
birokrasi dan bangsawan. Dengan demikian tanah merupakan hal sangat
penting dalam penyelenggaraan kekuasaan.
Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah
senatiasa diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka penjajah,
yang pada awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai penguasa
sekaligus merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-
kepentingan atas segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia yang
menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan
mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia.517
516
Ibid,. hlm. 60.
517
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2009, Hal 24
520
Ibid.., hlm. 56.
Zaman Jepang
Pada masa pemerintahan jepang, melalui pasal 10 osamu serei no. 4
tahun1944, aturan tentang kepemilikan serta penguasaan tanah lebih ditujukan
bagi warga negara jepang, bangsa asing, badan hukum jepang dan badan
hukum WNI.Namun sejak berlakunya undang-undang balatentara pendudukan
jepang tahun1992, terjadi penggarapan dan pendudukan terhadap tanah-tanah
perkebunan sertaperhutanan untuk kepentingan jepang, sehingga kondisi
ini mempersulitpenggunaan serta pemanfaatan tanah oleh penduduk pribumi.
Zaman Kemerdekaan
Setelah Kemerdekaan, sebagai warisan dari Jaman Hindia Belanda,
urusan agraria tetap berada di lingkungan Departemen (Kementrian) Dalam
Negeri, hal ini berlangsung sampai dengan tahun 1955, saat dibentuknya
Kementrian Agraria.Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia
adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dijabat oleh
seorang menteri yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan
Nasional. Sejak 27 Oktober 2014 Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Republik Indonesia dipimpin oleh Ferry Mursyidan Baldan.Kementerian
Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia pertama kali dibentuk pada tahun
1955 melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1955.
Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24
September 1960. Pada hari itu, rancangan Undang-Undang Pokok Agraria
disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Dengan berlakunya UUPA tersebut, untuk pertama kalinya pengaturan tanah
di Indonesia menggunakan produk hukum nasional yang bersumber dari
hukum adat. Dengan ini pula Agrarische Wet dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku. Tahun 1960 ini menandai berakhirnya dualisme hukum agraria di
Indonesia.
521
Ibid, Hal 198
Harun Yahya, Kerajaan Islam Nusantara: Abad XVI Dan XVII (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), 72.
http://documents.tips/documents/makalah-sejarah-kerajaan-kutai-martadipura.html (10
Juni 2016)
https: //id.eikipedia.org/wiki/Anggana,_Kutai_Kartanegara Diakses pada 2016, Pukul
12.00 WIB
524
Ismaya Samun, Hukum Administrasi,Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm.22-24.
525
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftrannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Hlm 114-115.
526
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang
527
CNN Indonesia : Daftar Nama Menteri Kabinet Kerja Jokowi
528
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasiona
Adapun pembidangan dan tugasnya dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
531
HeruKuswanto, SH.Mhum. kondisi hukum agraria fungsi pokok agraria.
532
Supriadi, Op.Cit, hal. 261
533
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: LPHI, 2005), hal. 20
534
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah, PP No.16 tahun 2004, Pasal 4 ayat (3) dan (4).
535
Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 90
536
Hasni, Op.Cit, hal. 28.
537
Arie.S.Hutagalung, Tata Guna Tanah dan Land Reform, (Jakarta:1995), hal.81.
553
HeruKuswanto, SH.Mhum. kondisi hukum agraria fungsi pokok agraria.
554
Soetomo, Politik & Administrasi... hlm. 65.
555
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.70.
a) Tujuan
b) Prinsip Dasar
1. Pemasangan tanda batas tanah dilakukan oleh pemilik tanah secara bersama-sama
pemilik tanah yang berdampingan.
2. Diciptakan adanya kelompok masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat untuk
mensukseskan kegiatan ini.
3. Sasaran
563
Tririana Rejekiningsih. Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Pada Negara Hukum (Suatu Tinjauan Dari
Teori,yuridis dan Penerapan Di Indonesia. Jurnal Yustisia Vol. 5 No. 2 Mei-Agustus 2016. Hlm 18.
564
Salindeho, John. 1993. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Sinar Grafika. Jakarta.
565
Wiradi, G. 2001. Prinsip-prinsip Reforma Agraria : Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat. (Yogyakarta:
Lapera Pustaka Utama).
566
Kertasapoetra, dkk., hukum tanah jaminan uupa bagi keberhasilan pendayaguanaan tanah, (Jakarta: Bina
Aksara). Hlm 1.
567
Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia’’, Bandung, Djambatan, 2012
568
Pengertian konsolidasi tanah, atau di sebut land consolidation atau dengan istilah lain disebut land assembly
and readjustment, merupakan teknik yang digunakan untuk menata kembali penguasa pemilikan dan
penggunaan tanah. ( oto sumarwoto, “Ekologi Lingkungan Hidup, dan Pembangunan”, Djambatan Jakarta 1997.
Hlm 162).
569
Maria S.W, Kebijakan Pertanahan antara regulasi dan implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta:
2001.
570
Jurnal Hukum Agraria, Hukum Agraria Di indonesia, vol 5, No 4 tahun 2013
571
Ibid.
573
Rosalinda elsina, aspek hukum penyediaan tanah untuk lahan perindustrian,jurnal gema aktualita. (vol. 4
No. 2, 2015. Hlm 9.
574
John Salindeho. Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua. (Jakarta : Sinar Grafika, 1988). Hlm
7.
Kemudian pada tahun 1914 diundangkan satu ordonansi untuk semua daerah
pemerintahan langsung di luar Jawa dan dimuat dalam Stb.1914 -367 Ordonansi yang
baru ini dikenal dengan sebutan “ Erfpachtordonantieuite gewisten, semua ordonansi
yang lama ditarik kembali kecuali pasal 1 nya
3. Untuk daerah-daerah Swapraja Luar Jawa, diatur dalam Stb.1910-61 dengan sebutan
Erfpachtordonantie Zelfbesturende Landschappen Buitengewesten, berlakunya di
masing-masing Swapraja menurut penunjukan Gubernur Jenderal Sebelum adanya
ordonansi itu didaerah-daerah swapraja di luar Jawa tidak diberikan erfpacht,
melainkan dengan konsesi, disamping erfpacht, ada Persewaan sawah rakyat, kepada
perusahaan-perusahaan besar yang diatur dalam
Grondhuurordonnatie (S.1918-88, yang berlaku di Jawa dan Madura kecuali
Surakarta dan Yogyakarta.
Vorstenlands Groodhuur Reglement (S1918-20), yang berlaku di daerah Swapraja
dan Yogyakarta.
575
Mustopo dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri 2013, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Hlm 65-66.
576
Boedi Harsono, dalam bukunya Mustopo & Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2013). Hlm 66.
577
Seidiono. M.P Tjondronegoro dalam bukunya Mustopo & Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk
Industri, 2013, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm. 66.
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam
UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang lebih
dikenal dengan UUPA, yaitu dalam Pasal 2, khususnya Pasal 2 ayat (1) menyebutkan
bahwa “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Kewenangan Negera dalam Hak Menguasai oleh Negara diatur dalam ayat (2)
adalah untuk :
Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan dalam pengadaan tanah ini:
a) Mengenai letak tanah Ditentukan di desa-desa yang termasuk dalam wilayah kerja
perusahaan yang memerlukan tanah
b) Mengenai luas tanah Harus memperhatikan kepentingan perusahaan dan
masyarakat serta kelangsungan kesuburan tanah
c) Pola tanam Agar tanah yang diperlukan bagi tanaman tertentu ditentukan secara
bergiliran.
Kemudian cara untuk memperoleh tanah dapat dilakukan dengan: Perjanjian sewa
tanah antara petani pemilik tanah atau kelompok tani dengan perusahaan yang
memerlukan tanah.Yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah besarnya penetapan
uang sewa. Jumlah uang sewa minimal sama dengan hasil yang diperoleh apabila
tanah itu dikerjakan sendiri oleh pemiliknya.
Perjanjian bagi hasil tanah pertanian.Yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah
besarnya imbangan pembagian hasil antara pemilik dengan perusahaan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
578
Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi
dan Pelaksanaannya. (Jakarta: Jilid F. Djambatan). Hlm 38-41.
579
Sunaryo Basuki, Laporan Kompilasi Bidang Hukum Tentang Pertanahan, Pusat Perencanaan Pembangunan
Hukum Nasional BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2007 hlm. 1-2.
580
Ibid. Hlm 66.
581
Ibid. Hlm 69.
584
Ibid. Hlm 70.
585
Ibid. Hlm 71.
586
Ibid. Hlm 72.
587
Sumardjono, Maria S.W. (2001). Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi & Implementasi. Jakarta: Kompas
588
Parlindungan, A.P. (1993) Komentar atas UU Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992). Bandung: Mandar
Maju.
589
Ibid. Hlm 73-74.
590
Boedi Harsono, dalam bukunya Mustopo & Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk Industri, 2013,
Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm. 66.
591
Seidiono. M.P Tjondronegoro dalam bukunya Mustopo & Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk
Industri, 2013, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hlm. 66.
Kawasan Budidaya meliputi : kawasan hutan produksi yang mencakup kawasan hutan
produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan yang dapat dikonversi;
kawasan hutan rakyat; kawasan pertanian yang mencakup kawasan pertanian lahan
basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan
peternakan, kawasan perikanan; kawasan pertambangan yang mencakup golongan bahan
galian strategis, golongan bahan galian vital atau golongan bahan galian yang tidak
termasuk kedua golongan tersebut; kawasan peruntukan industri; kawasan pariwisata;
dan kawasan permukiman. Kawasan lindung dan Kawasan Budidaya yang terletak di
wilayah perbatasan dengan negara tetangga, penatagunaan tanahnya mempertimbangkan
aspek pertanahan dan keamanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 6 :
a. Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. tanah negara;
c. tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 7 :
595
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 16 tahun 2004, Tentang Penatagunaan Tanah.
RINGKASAN
598
Soplantila, Pola penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah secara tradisional, 1992.
599
Ainun Rohma, Pertanahan Di Indonesia, vol.2, NO.3 Tahun 2014
600
Harsono, B. (1999). Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta:
Djambatan
601
Kertasapoetra, dkk., hukum tanah jaminan uupa bagi keberhasilan pendayaguanaan tanah, (Jakarta: Bina
Aksara). Hlm 1.
602
Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia’’, Bandung, Djambatan, 2012
603
Pengertian konsolidasi tanah, atau di sebut land consolidation atau dengan istilah lain disebut land assembly
and readjustment, merupakan teknik yang digunakan untuk menata kembali penguasa pemilikan dan
penggunaan tanah. ( oto sumarwoto, “Ekologi Lingkungan Hidup, dan Pembangunan”, Djambatan Jakarta 1997.
Hlm 162).
604
Maria S.W, Kebijakan Pertanahan antara regulasi dan implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta:
2001.
605
Ibid.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 dan 27 Tahun 1973 mengandung asas
pemerataan tanah serta perlindungan hukum bagi golongan ekonomi lemah. Dalam
program operasional untuk tahun 1979/80 telah disusun berbagai rancangan peraturan
perundangan antara lain :
Rancangan Undang-Undang Tata Guna Tanah;
Rancangan Pemerintah tentang pembatasan tanah perumahan (non pertanian);
Rancangan Keputusan Presiden tentang penetapan kembali organisasi dan tata
kerja penyelenggaraan landreform (sudah direalisir dengan Keputusan Presiden
No. 55 Tahun 1980);
Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang perpanjangan sesuatu hak
atas tanah yang akan berakhir tahun 1980 (sudah direalisir dengan Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1979);
Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai.
Sedang untuk tahun 1980/1981, akan disusun Rancangan Undang-Undang tentang
hak milik dan Peraturan Pemerintah pelaksanaannya dan Rancangan Undang-Undang
tentang hak tanggungan.
606
Rosalinda elsina, aspek hukum penyediaan tanah untuk lahan perindustrian,jurnal gema aktualita. (vol. 4
No. 2, 2015. Hlm 9.
607
Ibid. Hlm 66.
Dalam bidang organisasi dan tata kerja sesuai dengan tingkat pembangunan telah
dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri N0. 133 Tahun 1978 dan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979 sebagaimana telah dilaksanakan di daerah-
daerah di seluruh Indonesia.
Program operasional bidang tertib administrasi pertanahan dalam tahun 1979/1980
di seluruh Indonesia adalah :608
1) Tertib administrasi tata guna tanah untuk tercapainya tertib pelaksanaan tugas tata
guna tanah;
2) Tertib penyempurnaan dan perawatan serta pengusutan dokumentasi dan peta-
peta hasil pelaksanaan tugas tata guna tanah dan pemanfaatan bagi kepentingan
pembangunan maupun untuk masyarakat yang membutuhkan.
Untuk program operasional bidang pengurusan hak-hak tanah dalam mewujudkan
tertib administrasi penguasaan dan pemilikan tanah serta pengendaliannya adalah
sebagai berikut :609
1. Meningkatkan pelaksanaan pemberian hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan pengelolaan melalui
proyek penertiban.
2. Peningkatan pengurusan Hak-Hak Tanah yang dilaksanakan di
seluruh Indonesia (26 Propinsi) kecuali Propinsi Timor-Timur.
Dalam UUPA yang disebut ”tanah” secara yuridis adalah “permukaan bumi” (pasal
1 ayat (4) dan pasal 4 ayat(1) UUPA dan yang dimaksud “pemanfaatan tanah” adalah
“menggunakan tanah” sesuai dengan RTRW dan ketentuannya sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 4 ayat (2) UUPA, yaitu “Hak-hak atas tanah yang dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang pemegang hak untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan lansung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang.
Penggunaan Tanah menurut pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun
2004 Tentang Penatagunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang
merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Pada pasal 1 angka 3 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan
nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Dalam Pasal 3
dijelaskan bahwa Penatagunaan tanah bertujuan untuk: mengatur penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; mewujudkan penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah; mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta
pengendalian pemanfaatan tanah; menjamin kepastian hukum untuk menguasai,
menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan
608
Ibid. Hlm 70.
609
Ibid. Hlm 71.
610
Parlindungan, A.P. (1993) Komentar atas UU Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992). Bandung: Mandar
Maju.
611
Peraturan Pemerrintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004, Tentang Penatagunaan Tanah.
A. Suriyaman Mustari Pide, 2007.Hukum Adat (Dulu, Kini dan Akan Datang), (Jakarta:
Pelita Pustaka).
A.P Perlindungan, Landerfrom di indonesia, suatu studi perbandingan, penerbit di Bandung,
1989.
Ainun Rohma, Pertanahan Di Indonesia, vol.2, NO.3 Tahun 2014.
Ali Imron, 2007.Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: PT Bumi Aksara).
Ana Silvian, Mira Novana Ardani, Sinden Bertapa Metode Menuju Tertib Adiminstrasi
Bidang pertanahan, Jurnal Masalah-masalh Hukum, Jilid 47 No. 3 juli 2018.
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: LPHI,
2005).
Arie.S.Hutagalung, Tata Guna Tanah dan Land Reform, (Jakarta:1995).
Benhard Limbong. 2012.Hukum Agraria Nasional, Cet. I, Jakarta: Margaretha Pustaka
Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia’’, Bandung, Djambatan, 2012
Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid F, Djambatan, Jakarta.
Boedi Harsono, dalam bukunya Mustopo & Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah Untuk
Industri, 2013, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya. (Jakarta; Djambatan 1999).
Boedi harsono. 1971.Undang-undang Pokok Agraria Sedjarah Penyusunan: Isi dan
pelakssanaannja, (Jakarta: Djambatan).
Brahmana Adhie , Hasan Basri, 2002.Reformasi pertanahan: pemberdayaan hak- hak atas
tanah ditinjau dari segi aspek hukum, sosial, politik, ekonomi, hankam, teknis, agama dan
budaya, Badan Pertanahan Nasional, (Yogyakarta : Sinar Media).
Chomzah, Ali, Achmad. 2003. Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia). (Jakarta: Prestasi
Pustaka).
Departemen Penerangan dan Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negri. 2012.
Dosen Fakultas Syariah dan HuKUM Uin Alaudin Makasar, Undang-Undang Agraria sebagai
Induk Landrefrom, Jurnal ,vol. 3 / NO 2 /desember 2014.
G. Kartasappoetra dkk. 1985. Hukum tanah jaminan UUPA bagi keberhasilan pedayagunaan
tanah, 9Jakarta: pt rineka cipta anggota ikapi).