OLEH:
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa meli
mpahkan rahmat-Nya kepada kami semua,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas p
enyusunan Makalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan judul Menge
lola Pemerintahan Yang Bersih, Baik, dan Berwibawa dalam Perspektif Good govern
ance.
1. Bapak Dr. H. Ismail, M.Si, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pemb
uatan makalah ini.
2. Orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
3. Anggota kelompok 2 yang selalu kompak dan semangat dalam penyelesaian tu
gas ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh da
ri kata sempurna.oleh karena itu,kami tidak menutup diri dari para pembaca akan sara
n dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas peny
usunan makalah untuk kedepannya.
Dan kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan suatu manfaat bagi kami
sebagai penyusun dan para pembaca semuanya. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
A. Latar Belakang 1
B. Pengertian Good governance 6
C. Prinsip-prinsip Dasar Good governance
10
D. Mengkritisi Pelaksanaan Good governa
nce 17
E. Langkah-langkah Perwujudan Good go
vernance 20
F. Istilah Otonomi Daerah 22
G. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
28
RINGKASAN.................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................44
ii
iii
MENGELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BAIK, DAN BERWIBAWA
DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE
A. Latar belakang
Tujuan suatu negara tidak lain untuk mewujudkan masyarakat dengan
kehidupan yang baik (Good Life), sebagaimana yang terdapat dalam fungsi negara
yaitu melaksanakan kepentingan rakyat dengan norma yang berlaku untuk
mewujudkan cita-cita negara. Masyarakat berkedudukan sebagai pelaksana dan
tingkatan pemerintah negara sebagai pengelola sumber daya pembangunan. Sekarang
ini, terjadi berbagai permasalahan seperti krisis ekonomi di Indonesia yang
menunjukkan bahwa tatacara penyelenggara pemerintah dalam mengelola sumber
daya pembangunan tidak diatur dengan baik. Akibatnya menimbulkan masalah-
masalah lain yang menyebabkan menjadi terhambatnya proses pengembangan
ekonomi Indonesia, sehingga dampak negative seperti peningkatan penganguran,
jumlah penduduk miskin yang bertambah, tingkat kesehatan yang menurun, dan
bahkan konflik-konflik yang terjadi diberbagai daerah.
Penyelenggara pemerintah yang baik sangat dibutuhkan guna menjadi
landasan pembangunan dan pembuatan kebijakan negara yang demokratis dalam era
globalisasi. Oleh karena itu tata pemerintahan yang baik perlu segera diterapkan agar
segala permasalahan yang timbul dapat diminimalkan, dipecahkan dan juga
dipulihkan agar segala bidang dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Disadari, dalam mewujudkan tata pemerintahan membutuhkan waktu yang
tidak singkat dan membutuhkan partisipasi dari segala pihak dan dilakukan secara
terus – menerus. Selain itu, aparatur negara, pihak swasta, dan masyarakat harus
bersatu dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatn
ya menghormati hukum. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerinta
han yang baik. Pemerintahan yang baik itu hanya bisa dibangun melalui pemerintahan
yang bersih dengan aparatur birokrasinya yang terbebas dari KKN. Dalam rangka me
wujudkan pemerintahan yang bersih, pemerintah harus memiliki moral dan proaktif se
rat check and balances.1
1 J.H. Parper, 2002, Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiaveli, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Hal: 59
1
Adanya perspektif yang berbeda dalam menjelaskan konsep good governance
maka tidak mengherankan kalau kemudian terdapat banyak pemahaman yang berbed
a-beda mengenai good governance. Namun, secara umum ada beberapa karakteristik
dan nilai yang melekat dalam praktik governance yang baik. Pertama, praktik governa
nce yang baik harus memberi ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berp
eran serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adan
ya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah dengan non-pemerintah seperti mas
yarakat sipil dan mekanisme pasar. Kedua, dalam praktik governance yang baik terka
ndung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewuju
dkan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap
menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik governance yang baik adalah praktik peme
rintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan berorientasi pada kepentingan p
ublik. Karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transpar
ansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik.
Good governance merupakan wujud dari penerimaan akan penting suatu peran
gkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepent
ingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Prinsip – prinsip
Good governance menjadi sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
Berawal dari arti good governance maka perlu penyediaan informasi yang relevan da
n menggambarkan kinerja (performance) sektor publik yang sangat penting dalam me
mberikan pertanggungjawaban akan segala aktivitas kepada semua pihak yang berkep
entingan. Dengan demikian Penyelenggaraan prinsip good governance di Indonesia ju
ga telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintahan d
aerah.
Pemerintahan yang baik secara konseptual, mempunyai pengertian bahwa kata
baik atau good dalam istilah kepemerintahan yang baik yang memiliki makna bahwa
good governance telah mengandung dua pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung
tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampu
an rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan, berkelanjut
an, dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efis
ien dalam pelaksanaan tugasnya 2 untuk mencapai tujuan tersebut (Sedarmayanti, 200
9:275).
Secara teoritis good governance mengandung arti bahwa pengelolaan kekuasa
an yang didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku, pengambilan kebijakan s
2
ecara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat (Kaloh, 2010:172). Se
bagai organisasi sektor publik, pegawai dituntut agar memiliki kinerja yang berorienta
si pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah agar senantiasa tanggap a
kan tuntutan lingkungannya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara t
ransparan dan berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintahan
Kinerja pegawai yang mencermin pada prinsip good governance dapat mendukung te
rlaksananya pemerintahan yang demokratis dan masyarakat dapat memiliki kepercaya
annya terhadap kinerja pegawai, bahwa disetiap kinerja pegawai yang mencerminkan
pada prinsip-prinsip good governance diharapakan dapat memberikan pelayanan publi
k yang lebih baik kepada masyarakat. Mewujudkan good governance tentu mempuny
ai banyak hal dan cara yang perlu dilakukan, dan dapat dilihat dari kinerja pegawai ya
ng mampu memahami nilai dan tradisi dalam sebuah birokrasi pemerintah yang menci
rikan praktik good governance, dan good governance sangat memerlukan perubahan
yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat dalam praktik good go
vernance meliputi pemerintah sebagai representasi negara yaitu pelaku pasar dan duni
a usaha, serta masyarakat sipil. Perlu diberdayakan agar kesemuanya dapat berperan s
ecara optimal dan saling melengkapi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, m
engingat pengembangan good governance memeliki kompleksitas yang tinggi dan ke
ndala yang besar maka diperlukan sebuah langkah strategis untuk memulai pembahar
uan terhadap praktik good governance, dan pengembangan good governance akan leb
ih mudah jika dimulai dari sektor pelayanan publik.
Pemerintahan yang baik, dalam makna pemerintahan atau konsep pemerintaha
n yang baik (good governance) adalah asas tata pemerintahan yang baik yang pada da
sarnya bertumpuk pada dua landasan utama: Hukum Tata Negara dan Hukum Admini
strasi, yang berarti bahwa negara hukum dan demokrasi. Kini good governance telah
menjadi istilah yang mampu memberikan sebuah prinsip yang dapat mewujudkan cara
beretika atau kinerja seseorang pada organisasi hirarki dan swasta sebagai pusat riset
para akademisi. Good governance juga telah banyak digunakan dalam tulisan-tulisan
politik dan internasional terutama pada lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi in
ternasional yang berhubungan erat dengan kerjasama internasional dan perkembangan
suatu daerah. Namun tidak terlepas dari peran pemerintah yang berkuasa terhadap pek
embangan daerah. Good governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan ma
najerial untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara-cara terbu
ka, transparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (W
3
idyananda, 2008). Pemerintahan yang baik menjadi sebuah indikator yang sangat pent
ing dalam mewujudkan nilai efektivitas dan efisiensi pada siklus pertumbuhan ekono
mi rakyat dan kemajuan masyarakat.
Dalam perspektif Otonomi Daerah khusus di Indonesia, penerapan good gover
nance merupakan suatu hal yang masih sulit dalam upaya mewujudkan pemerintahan
daerah atau local governance yang transparan, akuntabel, efektif, efisien, mandiri sert
a bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini didukung pula dengan diberlak
unya UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah yang akan memberika
n peluang lebih besar bagi terlaksana asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pem
bantuan. Dengan prinsip-prinsip otonomi daerah di harapkan agar pemerintah daerah
mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan ke
pada masyarakat (publik services) secara optimal dan tidak terlalu bergantung lagi kep
ada pemerintah pusat (sentralistik) sebagaimana era pemerintahan sebelumnya. Uraia
n diatas telah memberikan suatu pemaham tentang penting penerapan prinsip good go
verance dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur, karen
a melihat pada tataran kinerja aparatur daerah kabupaten seram bagian timur saat ini, t
idak mencerminkan pada prinsip good governance melainkan Praktek nepotisme dijad
ikan sebagai budaya recrutment aparatur 8 daerah. Penerapan prinsip-prinsip good go
vernance di kabupaten seram bagian timur dihadapkan pada berbagai kendala seperti
masih banyaknya praktik penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang diliputi oleh
berbagai tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh okn
um pejabat pemerintah. Ditambah lagi perilaku para penyelenggara negara di daerah i
ni (baik itu penyelenggara pemerintah maupun legislatif) yang seringkali tidak sesuai
dengan nilai-nilai etis (etika pemerintahan) dalam menjalankan tugas dan perannya se
bagai pemerintah. Suara-suara rakyat yang menghendaki sosok pemerintah daerah yan
g dekat dengan rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan kepentin
gan pribadi terbentur oleh arogansasi dan sikap acuh dari kalangan pejabat penyeleng
gara pemerintah.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit
diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan
ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
4
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih
berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata
pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda
reformasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan
antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia
usaha (bisnis).
Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut
redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang
sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus
mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi
sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya
mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas
bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan
publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima
manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik
kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan
ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata
pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang
terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis
yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan
bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan
yang baik.
B. Pengertian Good Governance
5
Good governance sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa inggris,
terdiri dari kata “good” yang berarti baik dan kata “governance” yang berarti
kepemerintahan. Sehingga good governance dapat diartikan sebagai sistem
pemerintahan atau tata kepemerintahan yang baik.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada pr
oses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan se
cara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, d
an sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
Negara yang memiliki sistem pemerintahan yang baik, akan membuat negara
tersebut semakin berkembang dan maju kedepaii, Maka dari itu penerapan sistem
pemerintahan yang baik periu dilakukan agar negara tidak pasif dan hanya dijalankan oleh
negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pemerintahan juga perlu
dijankan agar negar bisa ikut serta berkontribusi dalam perkembangan zaman di dunia.
Mengelola pemerintah yang hersih dan berwibawa merupakan sikap pemerintah untuk
berusaha menata pemerintahan yang baik. Pemerintanan yang baik itu berarti baik dalam
proses maupun pclaksanaannya. Artinyzi, semua unsur dalam pemerintah bisa bergerak
6
secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperolch dukungan dari rakyat, dan bebas dari
gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambut proses pembangunan.2
Good Goivrnance sebagai kritcria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacani kriteria untuk memperoleh kemampuan
bantuan optimal dan Good Governanance dianggap sehagai istilah standar untuk
organisasi publik hanya dalatn arti pemerintahan. Secara konseptual good dalam bahasa
Indonesia baik dan Governance adalah kepemerintahan Menurut LAN (Lembaga
Administrasi Negara) dalarn Sedarmayanti (2008:130) mengemukakana
good dalam good governance mengandung dua arti:
1.Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalarn
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dalam memahami arti good
governance:
2 A,Ubaidillah, dan abdul rozak “Demok•asi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,” (Jakarta : 1CCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2007), Cet. IV, hal 217.
3 Pandji Santosa, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance (T.P: Refika Aditama, 2008),
130
4 Anonim, Ilmu Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 196-209., 3 (journal).
7
3. Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara
kekuasaan yang digunakan dalam mengclola berbagai sumber daya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).5
6. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance ialah suatu konsep pa
da penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung j
awab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politi
k maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan le
gal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan Negara yang
solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian
interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber daya dalam negara, sektor swasta,
dan masyarakat.
5 Mardoto, Good Governance and Clean Good Governanee (Malang: Averroes Press, 2009), 45. A n o n i m ,
Pengertian Good Governance menurut Ahli, 2011,
(http://kpk.go,id/modulesinews/article.php?storyid=1067).
8
Lahirnya wacana good goyernance berakar dari penyimpangan
penyimpangan yang terjadi dalam praktek pemerintahan,seperti Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN).6
6 A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Monasia dan Masyarakat Madani,
(Jakarta : ICCE UIN Syarif Flidayatullah, 2007), Cet. IV, hal, 215.
9
5.Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang
menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung.
10
Prinsip-prinsip Good governance di atas cenderung kepada dunia usaha,
sedangkan bagi suatu organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip-prinsip
tersebut lebih luas menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan menyebutkna
bahwa adanya hubungan sinergis dan kontruktif di antara Negara, sector swasta
dan masyarakat disusun sembilan pokok karakteristik Good governance yaitu 9
Transparansi (keterbukaan umum) adalah salah satu unsur yang menopang terw
ujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menuru
t banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkep
anjangan dan parah. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme
pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :
3. Pemberian penghargaan.
5. Kesehatan.
12
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi ma
syarakat.
5. Kesetaraan (Equity)
Prinsip ini akan mendorong perwujudan dari penegakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia. Hak asasi manusia a
kan dijunjung tinggi dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan.
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh
13
sebuah aturan hukum dan penegakannya seeara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindukan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa pmses
mewujudkan eita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule oflaw dcngnn karakter-karakter scbagai berikut
l. Supremasi hukum.
2. Kepastian hukum.
5. Independensi peradilan.
8. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Dari
organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan
direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh
dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit
dapat diartikan secara finansial. Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan
untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian
bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan dan
pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua
akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik
pada lembaga yang setara. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan
lembaga-lembaga stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan
sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan atau
eksternal organisasi.
9. Visi Strategis
Dimana seorang pemimpin dan masyarakat diharuskan memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan untuk mewujudkannya, harus memiliki
14
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan sosial budaya yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut. Tidak hanya itu, seseorang yang memiliki jabatan pub
lik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
15
keputusan, yang menyangkut kepentingan ntasyarakat, baik secara
langsung mapun tidak langsung. 10
Beberapa ahli malah tidak setuju dengan konsep good governance, karena dini
lai terlalu bermuatan nilai-nilai ideologis. Alternatif lainnya, menurut Purwo Santoso
(2002), adalah democratic governance, yaitu suatu tata pemerintahan yang berasal dar
i (partisipasi), yang dikelola oleh rakyat (institusi demokrasi yang legitimate, akuntab
el dan transparan), serta dimanfaatkan (responsif) untuk kepentingan masyarakat12. Ko
nseptualisasi ini secara substantif tidak berbeda jauh dengan konseptualisasi good gov
ernance, hanya saja ia tidak memasukkan dimensi pasar dalam governance.
Bila kita memahami kembali kutipan bahwa Presiden Tanzania Julius K. Nyer
ere di depan Konferensi PBB sepuluh tahun lalu, beliau dengan lantang telah mengkri
tik habis-habisan good governance yang dikatakannya sebagai konsep imperialis dan
kolonialis. Good governance hanya akan mengerdilkan struktur negara berkembang, s
12 Purwo Santoso, Nasionalisme dan otonomi daerah dalam Proses Demokrasi (T.T: T.P,
2002), 55.
17
ementara kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya kritik s
ang Presiden, kritik tersebut mengilhami Ali Farazmand (2004) dalam menggagas kon
sep Sound Governance (SG) yang sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan g
lobal ke depan. Setelah good governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya
dan si miskin di tingkat nasional, maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubun
gan negara kaya dengan negara miskin melalui agenda Sound Governance. Konsep So
und Governance merupakan konsep baru yang jauh lebih komprehensif dan reliable d
alam menjawab kegagalan epistimologis dan solusi atas arus besar kesalah kaprahan d
ari good governance. Terdapat tiga alasan utama yang muncul dari wacana Sound Go
vernance.
Berdasarkan uraian diatas bahwa Sound governance sebagai wacana baru yang
muncul sebagai kritik good governance, yaitu memberikan makna term “Sound” men
ggantikan “Good” adalah dalam rangka penghormatan terhadap kenyataan keragaman
(diversity). Untuk itu Sound governance dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerin
tah, swasta dan masyarakat) membuka kembali peluang variable-variable yang absen
yaitu kearifan lokal (akibat hegemoni term “good” oleh Barat) dan dampak dari kekua
tan kooptatif internasional. Menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-barat se
benarnya banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu Soun
d governance pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau invoasi lokal t
entang bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan, bu
daya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal tentang kesejahteraan rakyat dan peng
hormatan hak dasar harus tetap ditegakkan.
Otonomi daerah adalah sebuah tema besar yang berada dalam ranah administrasi
pemerintahan. Otonomi daerah berhuhunga erat dengan dasar kedaulatan rakyat atau
kerakyatan. Konkretnya sebagai mana dikemukakan oleh Moh. Hatta sebagai salah
seorang pendiri negara adalah bahwa sebenarnya menurut dasar kedaulatan rakyat
itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pimpinan
negeri, melainka juga pada tiap tempat di kota, di desa dan di daerah. Tiap-tiap
golongan persekutuan itu mempunyai Badan Perwakilan sendiri, seperti
Gemeenteraad, Provinciale Raad dan lain-lainnya. Dengan keadaan yang
demikian maka tiap-tiap bagian atau golongan rakyat mendapat otonomi (membuat dan
menjalankan peraturan sendiri) danzelfbestuur (menjalankan peraturan-peraturan yang
dbuat oleh dewan yang lebih tinggi).14
13 Prof. Miriam budiardjo,”dasar dasar ilmu politik”(jakarta,PT Gramedia pustaka utama,2003) hlm140
14 Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, (Yogyakarta Karya Putera), 24.
21
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengertian lain otonomi daerah yaitu daerah tertentu dalam
sebuah negara yang memiliki kebebasan dari pemerintah pusat di luar daerahnya
tersebut.
Berbagai defenisi tentang otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh para
pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan pengertian
yang mendasar tentang pelakasanaan otonomi daerah sebagai manifestasi
desentralisasi. Ada beberapa pengertian tentang otonomi daerah yang disampaikan
oleh para ahli, di antaranya:
1. Menurut Dr. Ateng Syafrudin, S.H dalam bukunya yang berjudul “
pasang surut otonomi daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.15
2. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi daerah adalah suatu
hal organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan
aktualnya.
3. Menurut kamus besar bahasa indonesia (2008;992), otonomi adalah
pola pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang undangan
yang berlaku.16
4. menurut Hanif Nurcholis (2007;30) otonomi daerah adalah hak
penduduk yang tinggal di suatu daerah untuk mengatur, mengurus,
mengendalikan dan mengembangkan daerah sendiri dengan
menghormati peraturan perundang undangan yang ada.17
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada
prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
Otonomi dalarn arti sempit dapat diartikan sebagai "mandiri". Sedangkan dala
makna yang luas diartikan sehagai "berdaya".Dengan dernikian otonorni duerah
berarti kernandirkm suatu daerah dalarn kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi
tersebut, rnaka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja seca•a
mandiri tanpa tekanan dari luar.21
18 Syamsudin haris,”desentralisasi dan otonomi daerah”(semarang, yayasan obor indonesia, 2005) hal
18
19 Ibid; hal 18
20 Ibid; hal 18
23
Otonomi Daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 menyebutkan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat UUD 1945, pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Dalam UU tersebut, juga dijelaskan pengertian otonomi daerah dan daer
ah otonom. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom unt
uk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom atau disebut d
aerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NK
RI. Otonomi daerah merupakan bagian dari desentralisasi.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah ke
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NK
RI. UU tersebut menyatakan NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah pro
vinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintaha
n daerah. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Pemerintahan daerah menjalankan otono
mi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusa
t.
Dasar hukum otonomi daerah dan pelaksanaannya terdapat dalam undang
undang sebagai berikut:
1. UUD tahun 1945 amandemen ke-2, pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ay
at 1 dan 2, dan pasal 18B ayat 1 dan 2.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggar
aan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Su
mber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
21 Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civil Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Cet. I; Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidatatullah Jakarta), 150.
24
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuang
an antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (r
evisi UU No. 32 Tahun 2004).
25
keduanya sukar dipisahkan. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan pusat
kepada daerah otomom berdasarkan asas otonomi. Pada dasamya desentralisasi akan
memunculkan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Perserikatan Bangsa-Bangsa
mendefinisikan desentralisasi adalah wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota,
melalui cara dekonsentrasi antara lain pendelegasian kepada pejabat di bawahnya maupun
pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan daerah, sedang otonomi daerah yang
merupan salah satu w u j u d d e s e n t r a l i s a s i , a d a p u n d a l a m a r t i
l u a s , o t o n o m i daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan
dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Pengertian otonomi
dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri, sedangkan dalam makna yang
lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan clemikian berarti kemandrian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendri.22
Menurut pendapat lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan otonomi daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut pelaksanaannya
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonomi sendri adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat rnenurut prakarsa sendiri berdasarkan nspirasi masyarakat dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.23
22 Ubedilah, dan abdul razaq , Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani (Jakarta: Indonesia Center for CivieEducation,
2000), 170.
23 Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002, 76.
26
segala golongan, segala lapisan, segala kaitannya berhubungan erat satu sama lain, dan
merupakan kesatuan masyarakat yang organis.24
Pada tahun 2014 UU merngenai pemerintahan daerah ini di revisi kembali karena
sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. UU No.23 tahun 2014 ini disempurnakan dua kali. Penyempurnaan
pertama dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2
tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya UU No. 9
tahun 2015.
24 Agus santoso, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di inonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2013,
106
27
Atas dasar pemikiran di atas, maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
b)Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab.
c)Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utub diletakkan pada daerah Kabupaten dan
daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang
terbatas.
f)Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislatif, tungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987)
mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
28
b)Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutam dalam
bidang perekonomian25.
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1. Mencegah pemusatan kekuasaan.
2. Terciptanya pemerintahan yang efisien.
3. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-
masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
1. Kesetaraan politik ( political equality )
2. Tanggung jawab daerah ( local accountability )
3. Kesadaran daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada
hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang
(2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek
sebagai berikut :
29
prinsip[ yang harus dimiliki dalam pelaksanaan otonomi daerah. prinsip-prinsip
otonomi daerah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Otonomi Nyata
Indonesia dengan keluasan wiayah dan ribuan pulau mempunyai banyak
keragaman pada masyarakatnya. Mulai dari keragaman suku, agama, budaya, dan
nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu, otonomi daerah mempunyai prinsip nyata,
yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif wilayah masing-masing. Di mana
situasi dan kondisi wilayah tersebut akan berbeda satu sama lain. Daerah diberikan
kebebasan, kewenangan, dan kewajiban yang yang dilaksanakan secara nyata sesuai
kekhasan daerah yang dikuasainya. Pemerintah pusat hanya memberikan kebijakan
secara garis besar dan pemerintah daerah yang mendefinisikan sendiri sesuai
kemampuan daerah.
2. Prinsip Tanggung Jawab
Pemberian wewenang dan tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Dengan demikian,
prinsip tanggung jawab harus ditegakkan oleh pemerintah daerah yang mengemban
tugas dan kewajiban. Pemerintah pusat harus benar-benar memastikan bahwa
pemerintah telah benar-benar melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajibannya. Di
mana kewajiban tersebut adalah memberdayakan daerah demi kepentingan seluruh
warga daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, sebagai salah satu
tujuan pembangunan nasional. Pemerintah daerah berperan mengatur proses
pemerintahan dan pembangunan di daerah dan bertanggungjawab atas seluruh
dinamika yang terjadi.
32
RINGKASAN
Negara yang memiliki sistem pemerintahan yang baik, akan membuat negara
tersebut semakin berkembang dan maju kedepan, Maka dari itu penerapan sistem
pemerintahan yang baik perlu dilakukan agar negara tidak pasif dan hanya dijalankan oleh
negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pemerintahan juga perlu
dijankan agar negar bisa ikut serta berkontribusi dalam perkembangan zaman di dunia.
Mengelola pemerintah yang bersih dan berwibawa merupakan sikap pemerintah untuk
berusaha menata pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik itu berarti baik
dalam proses maupun pelaksanaannya. Artinya, semua unsur dalam pemerintah bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, dan
bebas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses pembangunan.
Good Givernance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan
bantuan optimal dan Good governance dianggap sehagai istilah standar untuk
33
organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Secara konseptual good dalam bahasa
Indonesia baik dan Governance adalah kepemerintahan Menurut LAN (Lembaga
Administrasi Negara) dalarn Sedarmayanti (2008:130) mengemukakana
good dalam good governance mengandung dua arti:
1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian
tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalarn
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada pr
oses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan se
cara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, d
an sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Good
governance memiliki beberapa prinsip guna mewujudkan pengendalian suatu
pemerintahan yang baik agar dapat mencapai hasil yang dikehendaki.
1. Transparansi(Transparency)
34
8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
35
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, bai
k langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentinga
n mereka. Setiap warga negara memiliki hak untuk melakukan keikut
sertan dalam berkontribusi mernbangun pemerintahan baik secara langsung dan
juga maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi meny
eluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berku
mpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Partisipasi bermaksud
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi ma
syarakat.
3. Kesetaraan (Equity)
36
yakni mampu membrikan kesejahteraan sebesar-besarnya pada kelompok dan
lapisan sosial.
5. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Prinsip ini akan mendorong perwujudan dari penegakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia. Hak asasi manusia a
kan dijunjung tinggi dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh
sebuah aturan hukum dan penegakannya seeara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindukan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa pmses
mewujudkan eita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule oflaw dcngnn karakter-karakter scbagai berikut
l. Supremasi hukum.
2. Kepastian hukum.
5. Independensi peradilan.
6. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Dari
organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan
direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh
dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit
dapat diartikan secara finansial. Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan
untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki
pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan berbagai
kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi,
dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang
jabatan publik pada lembaga yang setara. Para pembuat keputusan dalam
37
pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab
kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung
pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut
untuk kepentingan atau eksternal organisasi.
7. Visi Strategis
Dimana seorang pemimpin dan masyarakat diharuskan memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan untuk mewujudkannya, harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan sosial budaya yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut. Tidak hanya itu, seseorang yang memiliki jabatan pub
lik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai kead
aan yang baik dan sinergi antar pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam
pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan, dan ekonomi. Prasyarat minima
l untuk mencapaai good governance adalah adanya trasparansi, akuntabilitas, partisipa
si, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Sebagai bentuk peny
elenggaraan Negara yang baik maka harus ada keterlibatan masyarakat di setiap jenja
ng proses pengambilan keputusan26. Konsep good governance dapat diartikan acuan u
ntuk proses dan struktur hubungan politik dan social ekonomi yang baik. Berdasarkan
uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara me
ngasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu sendiri
sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dala
m rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.
Satu diantara kritik terhadap penyelenggaraan good governance adalah kegaga
lannya dalam memasukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good go
vernance seolah-olah kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di ne
gara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Te
ntulah ini sangat naif, secara kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di
atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, aktor tersebut adalah d
unia internasional. Merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat se
cara domestik dengan mengabaikan peran aktor internasional adalah pengingkaran ata
26 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Gajah
Mada Univercity Press, 2009).
38
s realitas global. Dampak dari pengingkaran ini adalah banyaknya variable, yang sebe
narnya sangat penting, tidak masuk kedalam hitungan. Variabel-variabel yang absen it
u adalah kearifan lokal (akibat hegemoni terma “good” oleh Barat) dan dampak dari k
ekuatan kooptatif internasional. Secara konseptual keberhasilan penerapan good gove
rnance di berbagai dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak kuatnya fun
damental ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan g
ood governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara, bi
snis dan rakyat ternyata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi rakyat. P
ukulan krisis pangan adalah bukti konkrit yang tidak bisa dipecahkan oleh good gover
nance.
Agar dapat dikatakan pemerintahan yang baik, ada beberapa langkah yang
harus ditempuh agar bisa menerapkan konsep good governance.
39
hanya dikenal dalarn pelayanan politik, tapi juga telah memberi peluang
berkembangnya praktek-praktek kolusi, dan nepotisme. Dengan
dernikian, maka mekanisme kerja hirokrasi burus diisi oleh sesorang
yang profesionalitas baik, integritas, dernokratis, clan memiliki akuntabilitas
yang kuat.
4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
Guna mewujudkan good governance masyarakat harus menjadi masyarakat ya
ng madani yaitu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan
memaknai kehidupannya. Proses pembangunan dan pengelolaan Negara tanpa
mehbatkan masyarakat madani society) akan sangat lamban karena potensi
terbesar dari sumber daya manusia justru ada dikalangan masyarakat
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
41
DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demok•asi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : 1CCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007), Cet. IV, hal,
215,
A. Ubaidillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: IATN Jakarta Press, 2007), hal, 218-228.
43
indonesia.com/homeinews/93-10-prinsip-good-govemance.html).
J.H. Parper, 2002, Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiaveli, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal: 5
Mardoto. 2009, Good Governanee and Clean Good governance. Averroes Press.
Malang,
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik reori dan Aplikasi Good governance Refika
Aditama. T.P.
Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, (Yogyakarta Karya Putera), 24.
Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002,
76.
Yenny. Prinsip-prinsip Good governance. 2013. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/si
te/wp-content/uploads/2013/03/EJOURNAL%20YENNY%20(03-02-13-06-48-2
9).pdf. (diakses tanggal 7 Oktober 2020)
44
45