Anda di halaman 1dari 49

MENGELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BAIK, DAN BERWIBAWA DA

LAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE

OLEH:

1. MUHAMMAD ARSYADANIL HAQ (07010320019)


2. MUHAMMAD HAFIZ DHOYFULLAH (07040320134)
3. MOHAMMAD RIFQI FITRA ALFIAN (07040320132)
4. MUCHAMMAD NAUFAL ABID (07030320101)
5. NIKI NANDA NILASORAYA (07010320021)

DOSEN PENGAMPU : Dr. H. ISMAIL, M.Si

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa meli
mpahkan rahmat-Nya kepada kami semua,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas p
enyusunan Makalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan judul Menge
lola Pemerintahan Yang Bersih, Baik, dan Berwibawa dalam Perspektif Good govern
ance.

Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada b


erikut ini.

1. Bapak Dr. H. Ismail, M.Si, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pemb
uatan makalah ini.
2. Orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
3. Anggota kelompok 2 yang selalu kompak dan semangat dalam penyelesaian tu
gas ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh da
ri kata sempurna.oleh karena itu,kami tidak menutup diri dari para pembaca akan sara
n dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas peny
usunan makalah untuk kedepannya.

Dan kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan suatu manfaat bagi kami
sebagai penyusun dan para pembaca semuanya. Aamiin.

Jombang, 7 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

Mengelola Pemerintahan Yang Bersih, Baik, Dan Berwibawa Dalam Perspektif G


ood Governance............................................................................................ .1

A. Latar Belakang 1
B. Pengertian Good governance 6
C. Prinsip-prinsip Dasar Good governance
10
D. Mengkritisi Pelaksanaan Good governa
nce 17
E. Langkah-langkah Perwujudan Good go
vernance 20
F. Istilah Otonomi Daerah 22
G. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
28

RINGKASAN.................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................44

ii
iii
MENGELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BAIK, DAN BERWIBAWA
DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE

A. Latar belakang
Tujuan suatu negara tidak lain untuk mewujudkan masyarakat dengan
kehidupan yang baik (Good Life), sebagaimana yang terdapat dalam fungsi negara
yaitu melaksanakan kepentingan rakyat dengan  norma yang berlaku untuk
mewujudkan cita-cita negara. Masyarakat berkedudukan sebagai pelaksana dan
tingkatan pemerintah negara sebagai pengelola sumber daya pembangunan. Sekarang
ini, terjadi berbagai permasalahan seperti krisis ekonomi di Indonesia yang
menunjukkan bahwa tatacara penyelenggara pemerintah dalam mengelola sumber
daya pembangunan tidak diatur dengan baik. Akibatnya menimbulkan masalah-
masalah lain yang menyebabkan menjadi terhambatnya proses pengembangan
ekonomi Indonesia, sehingga dampak negative seperti peningkatan penganguran,
jumlah penduduk miskin yang bertambah, tingkat kesehatan yang menurun, dan
bahkan konflik-konflik yang terjadi diberbagai daerah.
Penyelenggara pemerintah yang baik sangat dibutuhkan guna menjadi
landasan pembangunan dan pembuatan kebijakan negara yang demokratis dalam era
globalisasi. Oleh karena itu tata pemerintahan yang baik perlu segera diterapkan agar
segala permasalahan yang timbul dapat diminimalkan, dipecahkan dan juga
dipulihkan agar segala bidang dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Disadari, dalam mewujudkan tata pemerintahan membutuhkan waktu yang
tidak singkat dan membutuhkan partisipasi dari segala pihak dan dilakukan secara
terus – menerus. Selain itu, aparatur negara, pihak swasta, dan masyarakat harus
bersatu dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
Pemerintahan yang bersih umumnya berlangsung di negara yang masyarakatn
ya menghormati hukum. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut sebagai pemerinta
han yang baik. Pemerintahan yang baik itu hanya bisa dibangun melalui pemerintahan
yang bersih dengan aparatur birokrasinya yang terbebas dari KKN. Dalam rangka me
wujudkan pemerintahan yang bersih, pemerintah harus memiliki moral dan proaktif se
rat check and balances.1

1 J.H. Parper, 2002, Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiaveli, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Hal: 59
1
Adanya perspektif yang berbeda dalam menjelaskan konsep good governance
maka tidak mengherankan kalau kemudian terdapat banyak pemahaman yang berbed
a-beda mengenai good governance. Namun, secara umum ada beberapa karakteristik
dan nilai yang melekat dalam praktik governance yang baik. Pertama, praktik governa
nce yang baik harus memberi ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berp
eran serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adan
ya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah dengan non-pemerintah seperti mas
yarakat sipil dan mekanisme pasar. Kedua, dalam praktik governance yang baik terka
ndung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewuju
dkan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap
menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik governance yang baik adalah praktik peme
rintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan berorientasi pada kepentingan p
ublik. Karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transpar
ansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik.
Good governance merupakan wujud dari penerimaan akan penting suatu peran
gkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepent
ingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Prinsip – prinsip
Good governance menjadi sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
Berawal dari arti good governance maka perlu penyediaan informasi yang relevan da
n menggambarkan kinerja (performance) sektor publik yang sangat penting dalam me
mberikan pertanggungjawaban akan segala aktivitas kepada semua pihak yang berkep
entingan. Dengan demikian Penyelenggaraan prinsip good governance di Indonesia ju
ga telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintahan d
aerah.
Pemerintahan yang baik secara konseptual, mempunyai pengertian bahwa kata
baik atau good dalam istilah kepemerintahan yang baik yang memiliki makna bahwa
good governance telah mengandung dua pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung
tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampu
an rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan, berkelanjut
an, dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efis
ien dalam pelaksanaan tugasnya 2 untuk mencapai tujuan tersebut (Sedarmayanti, 200
9:275).
Secara teoritis good governance mengandung arti bahwa pengelolaan kekuasa
an yang didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku, pengambilan kebijakan s
2
ecara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat (Kaloh, 2010:172). Se
bagai organisasi sektor publik, pegawai dituntut agar memiliki kinerja yang berorienta
si pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah agar senantiasa tanggap a
kan tuntutan lingkungannya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara t
ransparan dan berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintahan
Kinerja pegawai yang mencermin pada prinsip good governance dapat mendukung te
rlaksananya pemerintahan yang demokratis dan masyarakat dapat memiliki kepercaya
annya terhadap kinerja pegawai, bahwa disetiap kinerja pegawai yang mencerminkan
pada prinsip-prinsip good governance diharapakan dapat memberikan pelayanan publi
k yang lebih baik kepada masyarakat. Mewujudkan good governance tentu mempuny
ai banyak hal dan cara yang perlu dilakukan, dan dapat dilihat dari kinerja pegawai ya
ng mampu memahami nilai dan tradisi dalam sebuah birokrasi pemerintah yang menci
rikan praktik good governance, dan good governance sangat memerlukan perubahan
yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat dalam praktik good go
vernance meliputi pemerintah sebagai representasi negara yaitu pelaku pasar dan duni
a usaha, serta masyarakat sipil. Perlu diberdayakan agar kesemuanya dapat berperan s
ecara optimal dan saling melengkapi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, m
engingat pengembangan good governance memeliki kompleksitas yang tinggi dan ke
ndala yang besar maka diperlukan sebuah langkah strategis untuk memulai pembahar
uan terhadap praktik good governance, dan pengembangan good governance akan leb
ih mudah jika dimulai dari sektor pelayanan publik.
Pemerintahan yang baik, dalam makna pemerintahan atau konsep pemerintaha
n yang baik (good governance) adalah asas tata pemerintahan yang baik yang pada da
sarnya bertumpuk pada dua landasan utama: Hukum Tata Negara dan Hukum Admini
strasi, yang berarti bahwa negara hukum dan demokrasi. Kini good governance telah
menjadi istilah yang mampu memberikan sebuah prinsip yang dapat mewujudkan cara
beretika atau kinerja seseorang pada organisasi hirarki dan swasta sebagai pusat riset
para akademisi. Good governance juga telah banyak digunakan dalam tulisan-tulisan
politik dan internasional terutama pada lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi in
ternasional yang berhubungan erat dengan kerjasama internasional dan perkembangan
suatu daerah. Namun tidak terlepas dari peran pemerintah yang berkuasa terhadap pek
embangan daerah. Good governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan ma
najerial untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara-cara terbu
ka, transparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (W
3
idyananda, 2008). Pemerintahan yang baik menjadi sebuah indikator yang sangat pent
ing dalam mewujudkan nilai efektivitas dan efisiensi pada siklus pertumbuhan ekono
mi rakyat dan kemajuan masyarakat.
Dalam perspektif Otonomi Daerah khusus di Indonesia, penerapan good gover
nance merupakan suatu hal yang masih sulit dalam upaya mewujudkan pemerintahan
daerah atau local governance yang transparan, akuntabel, efektif, efisien, mandiri sert
a bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini didukung pula dengan diberlak
unya UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah yang akan memberika
n peluang lebih besar bagi terlaksana asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pem
bantuan. Dengan prinsip-prinsip otonomi daerah di harapkan agar pemerintah daerah
mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan ke
pada masyarakat (publik services) secara optimal dan tidak terlalu bergantung lagi kep
ada pemerintah pusat (sentralistik) sebagaimana era pemerintahan sebelumnya. Uraia
n diatas telah memberikan suatu pemaham tentang penting penerapan prinsip good go
verance dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur, karen
a melihat pada tataran kinerja aparatur daerah kabupaten seram bagian timur saat ini, t
idak mencerminkan pada prinsip good governance melainkan Praktek nepotisme dijad
ikan sebagai budaya recrutment aparatur 8 daerah. Penerapan prinsip-prinsip good go
vernance di kabupaten seram bagian timur dihadapkan pada berbagai kendala seperti
masih banyaknya praktik penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang diliputi oleh
berbagai tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh okn
um pejabat pemerintah. Ditambah lagi perilaku para penyelenggara negara di daerah i
ni (baik itu penyelenggara pemerintah maupun legislatif) yang seringkali tidak sesuai
dengan nilai-nilai etis (etika pemerintahan) dalam menjalankan tugas dan perannya se
bagai pemerintah. Suara-suara rakyat yang menghendaki sosok pemerintah daerah yan
g dekat dengan rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat dibandingkan kepentin
gan pribadi terbentur oleh arogansasi dan sikap acuh dari kalangan pejabat penyeleng
gara pemerintah.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit
diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan
ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.

4
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih
berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata
pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda
reformasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan
antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia
usaha (bisnis).
Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut
redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang
sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus
mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi
sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya
mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas
bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan
publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima
manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik
kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan
ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata
pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang
terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis
yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan
bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan
yang baik.
B. Pengertian Good Governance
5
Good governance sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa inggris,
terdiri dari kata “good” yang berarti baik dan kata “governance” yang berarti
kepemerintahan. Sehingga good governance dapat diartikan sebagai sistem
pemerintahan atau tata kepemerintahan yang baik.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada pr
oses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan se
cara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, d
an sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
Negara yang memiliki sistem pemerintahan yang baik, akan membuat negara
tersebut semakin berkembang dan maju kedepaii, Maka dari itu penerapan sistem
pemerintahan yang baik periu dilakukan agar negara tidak pasif dan hanya dijalankan oleh
negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pemerintahan juga perlu
dijankan agar negar bisa ikut serta berkontribusi dalam perkembangan zaman di dunia.

Mengelola adalah sebuah hamonim karena arti-artinya meruakan ejaan dan


pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Mengelola merniliki arti dalam kelas
verbal atau kata kerja sehingga mengelola dapat menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, dan pengalaman. Dalam artian lain mengelola juga berarti mengendalikan dan
menyelenggarakan pemerintahan atau juga bisa berarti mengurus perusahaan, proyek,
dan sebagainya. Jadi, mengelola pemerintahan adalah sikap pemerintahah dalam
mengendalikan infrastruktur pernerintahan yang ada untuk mengembangkan negara.

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat


kebijakan dalam bentuk (penerapan hukurn dan undang-undang) di kawasan tertentu.
Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah.
Pemerintah berbeda dengan pemerintahan. Pemcrintah merupakan organ atau alat
pelengkap jika dilihat dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja.
Sedangkan arti pemerintahan dalam arti luas adalah semua mencakup aparatur negara yang
meliputi semua organ-organ, badan atau lembaga, alat kelengkapan negara yang menjalankan
berbagai aktivitas untuk rnencapai tujuan negara. Lembaga negara yang dimaksud adalah
lembaga eksekutif, legislatif,dan yudikatif.

Mengelola pemerintah yang hersih dan berwibawa merupakan sikap pemerintah untuk
berusaha menata pemerintahan yang baik. Pemerintanan yang baik itu berarti baik dalam
proses maupun pclaksanaannya. Artinyzi, semua unsur dalam pemerintah bisa bergerak

6
secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperolch dukungan dari rakyat, dan bebas dari
gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambut proses pembangunan.2
Good Goivrnance sebagai kritcria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacani kriteria untuk memperoleh kemampuan
bantuan optimal dan Good Governanance dianggap sehagai istilah standar untuk
organisasi publik hanya dalatn arti pemerintahan. Secara konseptual good dalam bahasa
Indonesia baik dan Governance adalah kepemerintahan Menurut LAN (Lembaga
Administrasi Negara) dalarn Sedarmayanti (2008:130) mengemukakana
good dalam good governance mengandung dua arti:

1.Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalarn
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dalam memahami arti good
governance:

1. Robert Charlick dalam Pandji Santosa mendefinisikan good governance sebagai


pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui
pembuatan peraturan dan atau kebijakan yang baik demi untuk
mempromosikan nilai-nilai kernasyarakatan.3
2. Bintoro Tjokroamidjojo rnemandang Good governance sebagai "Suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai administrasi
pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi
Agent of change dari suatu masyarakat berkembang atau develoving didalam
negara berkembang" efisien dan efektif dengan menjaga kesincrgian interaksi
yang konstruktif diantara domaindomain negara, sektor swasta, dan
masyarakat. 4

2 A,Ubaidillah, dan abdul rozak “Demok•asi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,” (Jakarta : 1CCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2007), Cet. IV, hal 217.
3 Pandji Santosa, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance (T.P: Refika Aditama, 2008),
130
4 Anonim, Ilmu Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 196-209., 3 (journal).
7
3. Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara
kekuasaan yang digunakan dalam mengclola berbagai sumber daya sosial dan
ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).5

4. Menurut Mardiasmo Good governance yaitu salah satu konsep pendekatan y


ang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yan
g sangat baik.

5. Menurut Nugroho Good governance merupakan sesuatu yang indentik pada


pengelolaan atau pengurus dengan makna spesifik atau pengurus negara.

6. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance ialah suatu konsep pa
da penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung j
awab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politi
k maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan le
gal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.

7. Menurut UNDP (United National Development Planning), Good


governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan
berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi
dan administratif di semua tingkatan. Dalam konscp di atas, ada tiga pilur
good goyernance yang penting, yaitu

a. Kesejahteraan rakyat (economic governance).

b. Proses pengambilan keputusan (political governance).

c. Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative


governance) (Prasetijo, 2009),'

Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan Negara yang
solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian
interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber daya dalam negara, sektor swasta,
dan masyarakat.

5 Mardoto, Good Governance and Clean Good Governanee (Malang: Averroes Press, 2009), 45. A n o n i m ,
Pengertian Good Governance menurut Ahli, 2011,
(http://kpk.go,id/modulesinews/article.php?storyid=1067).

8
Lahirnya wacana good goyernance berakar dari penyimpangan
penyimpangan yang terjadi dalam praktek pemerintahan,seperti Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN).6

Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat tidak transparan,


nonpartisipatif serta sentralisasi , menumbuhkan rasa tidak percaya dikalangan
masyarakat bahkan menimbulkan antipati terhadap pihak pemerintah.
Masyarakat sangat tidak puas terhadap kinerja pemerintah yang selama ini
dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Berbagai ketidakpuasan dan
kekecewaan akhimya melahirkan tuntutan dari masyarakat untuk mengembalikan dan
melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang ideal, sehingga Good governance
tampil sebagai upaya untuk menjawab berbagai keluhan masyarakat atas kinerja
birokrasi yang telah berlangsung.

C. Prinsip-Prinsip Dasar Good governance


Dalam peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2000 prinsip prinsip
kepemerintahan yang baik terdiri dari:

1.Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan


agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang
terjangkau.

2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala


bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur


yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan
sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.

6 A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Monasia dan Masyarakat Madani,
(Jakarta : ICCE UIN Syarif Flidayatullah, 2007), Cet. IV, hal, 215.

9
5.Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang
menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung.

6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada


masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal
dan bertanggung jawab.

7.Supremasi hukum dan dapat diterirna oleh seluruh masyarakat, mewujudkan


adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian.7

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Good governance awalnya


digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun
sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi
dan manajemen profesionalnya maka diterapkan good corporate govemance. Sehingga
dikenal prinsip- prinsip utama dalam go vernanee korporat yaitu: transparansi,
akuntabilitas, fairness, responsibilitas dan responsivitas.8

Transparansi bukan berarti ketclanjangan, mclainkan keterbukaan, yakni adanya


sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal
dan ekstemal dari korporasi. Akuntabilitas adalah pertanggungiawaban secara
bertingkat ke atas. Dari organisasi manajcmen paling bawah hingga dewan direksi, dan
dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh
dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit dapat
diartikan secara finansial. Fairnessagak sulit diterjernahkan, karena menyangkut
keadilan dalam konteks moral. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi
bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal,°

Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan. Dalam konteks


ini penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada etika korporat, terrnasuk
da1am jhal ini etika professional dan etika manajerial.

7 Yenny, Prinsip-prinsip Good Governance, vol. l, 2013, p. 3, (http:/fejournal.an.fisipunmul. acid/site/wp-


content/uploads/20 1 3/03/EJOURNAL%20YENNY%20(03-02-1 3 -0 6-48- 29.pdf)

8 Riant D. Nugroho, Kebijakan Publik, Fo•mulasi Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta:Gramedia,


2004), 216.

10
Prinsip-prinsip Good governance di atas cenderung kepada dunia usaha,
sedangkan bagi suatu organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip-prinsip
tersebut lebih luas menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan menyebutkna
bahwa adanya hubungan sinergis dan kontruktif di antara Negara, sector swasta
dan masyarakat disusun sembilan pokok karakteristik Good governance yaitu 9

Untuk dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang baik maka suatu


pemerintah perlu untuk memenuhi atau menjalankan beberapa prinsip berikut ini.
1. Transparansi(Transparency)

Transparansi bukan berarti ketclanjangan, mclainkan keterbukaan, yakni adanya


sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi
internal dan ekstemal dari korporasi.
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diam
bil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-bali
k antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjam
in kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus infonnasi secara langsung
dapat diterima oieh mereka yang membutuhkan. infonnasi harus dapat
dipahami dan dapat dimonitor.

Transparansi (keterbukaan umum) adalah salah satu unsur yang menopang terw
ujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menuru
t banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkep
anjangan dan parah. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme
pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :

1. Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan.

2. Kekayaan pejabat public.

3. Pemberian penghargaan.

4. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.

5. Kesehatan.

6. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan

7. Keamanan dan ketertiban.


9 Tangkilisan, Manajemen public (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), 115.
11
8. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
2. Peduli pada Stakeholder
Peduli pada dunia usaha yaitu berbagai lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Prak
tek good governance kemudian menjadi guidence atau panduan untuk operasio
nal perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal
perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana p
erusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perus
ahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publi
k.

3. Berorientasi pada Konsensus


Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memeproleh
pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan--
kebijakan maupun prosedur-prosedur. Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan
apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model p
engambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak,
juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan
memiliki kekuatan memaksa bagi semua komponen yang terlibat untuk melaks
anakan keputusan tersebut.
4. Partisipasi Masyarakat (Participation)

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, bai


k langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentinga
n mereka. Setiap warga negara memiliki hak untuk melakukan keikut
sertan dalam berkontribusi mernbangun pemerintahan baik secara langsung dan
juga maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi meny
eluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berku
mpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Partisipasi bermaksud

12
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi ma
syarakat.

5. Kesetaraan (Equity)

Good governance juga harus didukung dengan asas kesetaraan, yakni


kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Sernua warga Negara, baik laki-laki
maupun perempuan rnempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh
oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan
sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan
budaya. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan keperc
ayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan infor
masi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat d
an memadai.

6. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Efektifitas dan efisiensi yakni segala proses pemerintahan dan lembaga


membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan
menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Proses-proses dan
lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunkan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Konsep efektivitas
dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni
efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik
maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil,
yakni mampu membrikan kesejahteraan sebesar-besarnya pada kelompok dan
lapisan sosial.

7. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Prinsip ini akan mendorong perwujudan dari penegakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia. Hak asasi manusia a
kan dijunjung tinggi dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan.
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh
13
sebuah aturan hukum dan penegakannya seeara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindukan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa pmses
mewujudkan eita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule oflaw dcngnn karakter-karakter scbagai berikut

l. Supremasi hukum.

2. Kepastian hukum.

3. Hukum yang responsitif.

4. Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif.

5. Independensi peradilan.

8. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Dari
organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan
direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh
dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit
dapat diartikan secara finansial. Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan
untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian
bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan dan
pelaksanaan  tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua
akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik
pada lembaga yang setara. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor
swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan
lembaga-lembaga stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan
sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan atau
eksternal organisasi.
9. Visi Strategis
Dimana seorang pemimpin dan masyarakat diharuskan memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan untuk mewujudkannya, harus memiliki
14
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan sosial budaya yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut. Tidak hanya itu, seseorang yang memiliki jabatan pub
lik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa
persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.

Sepuluh Prinsip Good gov erne nce menurut KNKG adalah:

1. Akuntabilitas, Meningkatkan akuntahilitas para pengambil keputusan


dalam segala bidanu, yang menyangkut kepentftigan masyarakat.
2. Pengawasan, Meningkatkan upaya pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan
mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
3. Daya Tanggap, Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan
pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
4. Profesionalisme, Meningkatkan kemampuan dan moral
penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5. Efisiensi dan Efektivitas, Menjamin terselenggaranya pelayanan
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal bertanggung jawab.
6. Transparasi, Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah
dan masyarakat melalui penyediaan infonnasi dan menjamin kemudahan
didalam memperoleh informasi.
7. Kesetaraan, Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8. Wawasan ke depan, Membangun daerah berdasarkan visi & strategis yang
jelas dan mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses
pembangunan,sehingga warga merasa mentiliki dan ikut
bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9. Penegakkan Hukum, Mcwujudkan pcncgakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM clan
memperhatikan nilainilai yam.; hidup dalam masyarakat.
10. Partisipasi, Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan

15
keputusan, yang menyangkut kepentingan ntasyarakat, baik secara
langsung mapun tidak langsung. 10

Prinsip-prinsip di atas adalah merupakan suatu karakterisitik yang harus


dipenuhi dalam pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan control dan
pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar dapat mencapai
hasil yang dikehendaki.

Masyarakat menyelenggarakan Pemilu untuk menentukan siapa yang


menyelenggarakan Negara dan itu adalah parnarintah, Penterintah adalah ibarat manager
profesional yang disewa oleh rakyat untuk menyelenggarakan organisasi negara untuk
rakyat, Penerapan good governanee kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat
memastikan bahwa mandat, wewenang hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan
sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah ke depan dari good governance adalah
membangun the professional government, bukan dalam arti pemerintah yang
dikelola oleh para teknokrat. Namun oleh siapa saja yang mempunyai
kualifikasi profesional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan yang
mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam melaksanakannya
berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi.

D. Mengkritisi Pelaksanaan Good governance


Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai kead
aan yang baik dan sinergi antar pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam
pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan, dan ekonomi. Prasyarat minima
l untuk mencapaai good governance adalah adanya trasparansi, akuntabilitas, partisipa
si, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Sebagai bentuk peny
elenggaraan Negara yang baik maka harus ada keterlibatan masyarakat di setiap jenja
ng proses pengambilan keputusan11. Konsep good governance dapat diartikan acuan u
ntuk proses dan struktur hubungan politik dan social ekonomi yang baik. Berdasarkan
uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara me
ngasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu sendiri

10 Anonim, Sepuluh Prinsip Good Governance, 2010, (http://knkg-indortesia.com/horneinews/93-10-


prinsip-good-governance.html).
11 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Gajah
Mada Univercity Press, 2009).
16
sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dala
m rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.

Beberapa ahli malah tidak setuju dengan konsep good governance, karena dini
lai terlalu bermuatan nilai-nilai ideologis. Alternatif lainnya, menurut Purwo Santoso
(2002), adalah democratic governance, yaitu suatu tata pemerintahan yang berasal dar
i (partisipasi), yang dikelola oleh rakyat (institusi demokrasi yang legitimate, akuntab
el dan transparan), serta dimanfaatkan (responsif) untuk kepentingan masyarakat12. Ko
nseptualisasi ini secara substantif tidak berbeda jauh dengan konseptualisasi good gov
ernance, hanya saja ia tidak memasukkan dimensi pasar dalam governance.

Kritik berikutnya terhadap good governance adalah kegagalannya dalam mem


asukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good governance seolah-ola
h kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelak
u bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat n
aif, secara kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga eleme
n tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, aktor tersebut adalah dunia internasional.
Merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat secara domestik den
gan mengabaikan peran aktor internasional adalah pengingkaran atas realitas global.
Dampak dari pengingkaran ini adalah banyaknya variable, yang sebenarnya sangat pe
nting, tidak masuk kedalam hitungan. Variabel-variabel yang absen itu adalah kearifan
lokal (akibat hegemoni terma “good” oleh Barat) dan dampak dari kekuatan kooptatif
internasional. Secara konseptual keberhasilan penerapan good governance di berbagai
dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak kuatnya fundamental ekonomi r
akyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan good governance tida
klah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara, bisnis dan rakyat terny
ata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi rakyat. Pukulan krisis pangan
adalah bukti konkrit yang tidak bisa dipecahkan oleh good governance.

Bila kita memahami kembali kutipan bahwa Presiden Tanzania Julius K. Nyer
ere di depan Konferensi PBB sepuluh tahun lalu, beliau dengan lantang telah mengkri
tik habis-habisan good governance yang dikatakannya sebagai konsep imperialis dan
kolonialis. Good governance hanya akan mengerdilkan struktur negara berkembang, s
12 Purwo Santoso, Nasionalisme dan otonomi daerah dalam Proses Demokrasi (T.T: T.P,
2002), 55.

17
ementara kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya kritik s
ang Presiden, kritik tersebut mengilhami Ali Farazmand (2004) dalam menggagas kon
sep Sound Governance (SG) yang sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan g
lobal ke depan. Setelah good governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya
dan si miskin di tingkat nasional, maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubun
gan negara kaya dengan negara miskin melalui agenda Sound Governance. Konsep So
und Governance merupakan konsep baru yang jauh lebih komprehensif dan reliable d
alam menjawab kegagalan epistimologis dan solusi atas arus besar kesalah kaprahan d
ari good governance. Terdapat tiga alasan utama yang muncul dari wacana Sound Go
vernance.

 Pertama, dari evaluasi terhadap pelaksanaan good governance bahwa aktor ku


nci yang berperan adalah terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan civil society),
dan good governance selama ini lebih merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swast
a dan masyarakat secara domestik. Sound Governance mempunyai pandangan yang ja
uh komprehensif dengan empat aktor, yaitu inklusifitas relasi politik antara negara, ci
vil society, bisnis yang sifatnya domestik dan satu lagi aktor yaitu kekuatan internasio
nal. Kekuatan internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanji
an internasional. Dalam pandangan Sound Governance penerapan good governance k
ehidupannya hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelak
u bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat n
aif, sebab kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen
tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan. Aktor tersebut adalah dunia internasional.

Kedua, bermula dari kritik terhadap identitas dari good governance kata “goo


d” menjadi sesuatu yang hegemonik, seragam dan juga dilakukan tak jarang dengan p
aksaan. Term “good” dalam good governance adalah westernized dan diabsolutkan se
demikian rupa. Sound Governance mempunyai pandangan yang berbeda dan justru m
engedepankan adanya penghormatan atas keragaman konsepsi birokrasi dan tatapeme
rintahan, utamanya nilai dasar budaya pemerintahan tradisional yang telah terkubur. A
li Farazmand mencontohkan kebesaran kerajaan Persia, sebelum digulung oleh domin
asi budaya barat, memiliki prestasi yang sangat besar dalam pengelolaan pemerintaha
n. Berdasarkan apa yang disampaikan Ali Farazmand bahwa pentingnya sistem pemer
intahan yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai banyak terabaikan dan ini juga t
erjadi di negara dunia ketiga termasuk di Indonesia (Andi,2007). Hal ini terjadi karena
18
kontruksi konsep birokrasi modern Weber yang mewarnai perkembangan ilmu admini
strasi publik termasuk lahirnya good governance adalah bentuk pembantaian budaya l
okal dalam sistem pemerintahan. Sound governance muncul untuk memberikan pelua
ng dalam menyelamatkan keragaman kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata p
emerintahan.

Ketiga, dalam pelaksanaan good governance untuk berjalannya proses tata pe


merintahan yang baik maka ada satu jalan yaitu bagaimana pemerintahan harus menja
lankan prinsip-prinsip yang digariskan dalam good governance yaitu: participation, ru
le of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness an
d efficiency, accountability, strategic vision. Sound Governance mempunyai pandanga
n berbeda dan lebih melihat pada proses menuju tercapainya tujuan, dari pada memba
has perdebatan soal bagaimana (prinsip-prinsip) dilakukan untuk mencapai tujuan. Ke
ndati demikian di dalam sound governance masih menekankan perlunya prasyarat-pra
syrat dasar universal terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk itu titik
tekan dari sound governance adalah fleksibilitas dan ini dibutuhkan “inovasi” yang ke
mudian menjadi ruh implementasi sound governance dalam praktek pemerintahan.

Berdasarkan uraian diatas bahwa Sound governance sebagai wacana baru yang
muncul sebagai kritik good governance, yaitu memberikan makna term “Sound” men
ggantikan “Good” adalah dalam rangka penghormatan terhadap kenyataan keragaman
(diversity). Untuk itu Sound governance dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerin
tah, swasta dan masyarakat) membuka kembali peluang variable-variable yang absen
yaitu kearifan lokal (akibat hegemoni term “good” oleh Barat) dan dampak dari kekua
tan kooptatif internasional. Menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-barat se
benarnya banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu Soun
d governance pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau invoasi lokal t
entang bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan, bu
daya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal tentang kesejahteraan rakyat dan peng
hormatan hak dasar harus tetap ditegakkan.

E. Langkah-Langkah Perwujudan Good Governance

Untuk mewujudkan cita Good Governance clengan asas-asas


fundamental, setidaknya harus melakukan lima prioritas, yaitu:

1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan


19
Lembaga-lembaga perwakilan rakyat harus sesuai dengan fungsi dan perannya
guna membangun bangsa Indonesia karena orang-orang yang berada dilembag
a tersebut sudah dipercaya oleh rakyat menjadi wakilnya sehingga lembaga pe
rwakilan rakyat harus memperjuangkan suara segenap rakyat Indonesia.
Lembaga perwakilan rakyat yaitu DPR, DPD, dan DPRD harus mampu
dan mengartikulasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk
program pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

2. Kemandirian Lembaga Peradilan

Lembaga peradilan harus mandiri tanpa intervensi dari harus profesional d


an bersih. Kesan paling buruk dari pemerintahan orde baru adalah
ketidakmandirian lembaga peradilan hakim, jaksa. dan polisi tidak bida
dengan leluasa menetapkan perkara, sehingga mereka tidak mampu
menampilkan dirinya sebagai the prophet of law.

3. Aparatur Pemerintahan yang Profesional dan Penuh Integritas

Aparatur pemerintah harus profesional dan berintegritas untuk mencapai ref


ormasi birokrasi sesuai judul di artikel ini, jangan ada lagi praktek-praktek
KKN agar good governance dapat terwujud. Birokrasi di Indonesia tidak
hanya dikenal dalarn pelayanan politik, tapi juga telah memberi peluang
berkembangnya praktek-praktek kolusi, dan nepotisme. Dengan
dernikian, maka mekanisme kerja hirokrasi burus diisi oleh sesorang
yang profesionalitas baik, integritas, dernokratis, clan memiliki akuntabilitas
yang kuat.

4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif


Guna mewujudkan good governance masyarakat harus menjadi masyarakat ya
ng madani yaitu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan
memaknai kehidupannya. Proses pembangunan dan pengelolaan Negara tanpa
mehbatkan masyarakat madani society) akan sangat lamban karena potensi
terbesar dari sumber daya manusia justru ada dikalangan masyarakat
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah

Otonomi daerah harus diterapkan sebaik-baik nya sehingga potensi-potensi d


aerah dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Pada era refonnasi ini, para
pengelola Negara ini telah melahirkan UU No. 22 tahun 1999, tentang otonomi
20
daerah dan telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan
pengelolaan sector-sektor tertentu yang ada di daerah.

F. Pengertian Otonomi Daerah


Indonesia menganut sistem otonomi daerah dalam pelaksanaan pemerintahann
ya. Sistem otonomi daerah memungkinkan daerah mempunyai hak dan kewajiban unt
uk mengatur daerahnya sendiri. Tetapi, dalam melaksanakan otonomi, daerah masih te
tap dikontrol oleh pemerintah pusat serta sesuai dengan undang-undang. Dalam Dasa
r-dasar Ilmu Politik (2003), Miriam Budiardjo menjelaskan pemerintah pusat mempun
yai wewenang menyerahkan sebagian kekuasaannya ke daerah berdasarkan hak otono
mi13. Penyerahan sebagian kekuasaan itu karena Indonesia adalah negara kesatuan den
gan sistem desentralisasi. Namun, pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap di tan
gan pemerintah pusat.
Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Otonomi berasal bahasa
Yunani yaitu “autos” dan “namos“. Autos yang berarti sendiri dan namos yang berart
i aturan atau undang-undang. Jadi otonomi bisa dikatakan sebagai suatu kewenangan
untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rum
ah tangga sendiri. Sedangkan daerah ialah kesatuan masyarakat hukum yang memilik
i batas-batas wilayah tertentu.

Otonomi daerah adalah sebuah tema besar yang berada dalam ranah administrasi
pemerintahan. Otonomi daerah berhuhunga erat dengan dasar kedaulatan rakyat atau
kerakyatan. Konkretnya sebagai mana dikemukakan oleh Moh. Hatta sebagai salah
seorang pendiri negara adalah bahwa sebenarnya menurut dasar kedaulatan rakyat
itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pimpinan
negeri, melainka juga pada tiap tempat di kota, di desa dan di daerah. Tiap-tiap
golongan persekutuan itu mempunyai Badan Perwakilan sendiri, seperti
Gemeenteraad, Provinciale Raad dan lain-lainnya. Dengan keadaan yang
demikian maka tiap-tiap bagian atau golongan rakyat mendapat otonomi (membuat dan
menjalankan peraturan sendiri) danzelfbestuur (menjalankan peraturan-peraturan yang
dbuat oleh dewan yang lebih tinggi).14

13 Prof. Miriam budiardjo,”dasar dasar ilmu politik”(jakarta,PT Gramedia pustaka utama,2003) hlm140
14 Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, (Yogyakarta Karya Putera), 24.
21
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengertian lain otonomi daerah yaitu daerah tertentu dalam
sebuah negara yang memiliki kebebasan dari pemerintah pusat di luar daerahnya
tersebut.

Berbagai defenisi tentang otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh para
pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan pengertian
yang mendasar tentang pelakasanaan otonomi daerah sebagai manifestasi
desentralisasi. Ada beberapa pengertian tentang otonomi daerah yang disampaikan
oleh para ahli, di antaranya:
1. Menurut Dr. Ateng Syafrudin, S.H dalam bukunya yang berjudul “
pasang surut otonomi daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.15
2. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi daerah adalah suatu
hal organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan
aktualnya.
3. Menurut kamus besar bahasa indonesia (2008;992), otonomi adalah
pola pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang undangan
yang berlaku.16
4. menurut Hanif Nurcholis (2007;30) otonomi daerah adalah hak
penduduk yang tinggal di suatu daerah untuk mengatur, mengurus,
mengendalikan dan mengembangkan daerah sendiri dengan
menghormati peraturan perundang undangan yang ada.17
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada
prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :

15 Ateng syafruddin, https://books.google.co.id/books?id=7gokAAAAMAAJ&dq=otonomi+daerah&focus=searc


hwithinvolume&q=otonomi+daerah, (09 oktober 2020, jam 09.40)
16 Kemendikbud, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/otonomi%20daerah (2016) di akses tgl 09
oktober 2020 pukul 19.14
17 Hanif nurcholis, “teori dan praktik:pemerintahan dan otonomi daerah”,( jakarta, PT gramedia
widiasaran indonesia,2007) hlm 30
22
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka
pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya
sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga
terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Dalam konteks ekonomi, otonomi daerah bermakna perluasan kesempatan
bagi masyarakat an pemerintah daerah untuk mengejar kesejahteraan dan memajukan
dirinya18. Hal ini akan secara signifikan menumbuhkan semangat dan daya saing
daerah- daerah lainnya sehingga menimbulkan iklim yang kompetitif diantara daerah
daerah agar mereka salong menemukan cara cara kreatif untuk mengelola potensi
yang mereka miliki. Jikalau hal iniberhasiol maka dengan cepat indonesia akan
mendapatkan pencapaiannya.
Dalam konteks sosial otonomi daerah adalah sebagai peluang yang diberikan
kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan kualitas masyarakat dan berbagai
tanggung jawab dengan pemerintah pusat dalam peningkatan pelayanan di bidang
pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.19
Dalam konteks budaya, otonomi daerah bermakna sebagai peluang yang
terbuka luas bagi daerah untuk menggali dan mengembangkan nilai nilai dan karakter
budaya setempat. Ini akan membangkitkan harga diri masayarakat seb[ CITATION Han07
\l 1057 ]agai bagian dari kebhinnekaan budaya nasional kita.20

Otonomi dalarn arti sempit dapat diartikan sebagai "mandiri". Sedangkan dala
makna yang luas diartikan sehagai "berdaya".Dengan dernikian otonorni duerah
berarti kernandirkm suatu daerah dalarn kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi
tersebut, rnaka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja seca•a
mandiri tanpa tekanan dari luar.21

18 Syamsudin haris,”desentralisasi dan otonomi daerah”(semarang, yayasan obor indonesia, 2005) hal
18
19 Ibid; hal 18
20 Ibid; hal 18
23
Otonomi Daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 menyebutkan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat UUD 1945, pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Dalam UU tersebut, juga dijelaskan pengertian otonomi daerah dan daer
ah otonom. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom unt
uk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom atau disebut d
aerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NK
RI. Otonomi daerah merupakan bagian dari desentralisasi.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah ke
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NK
RI. UU tersebut menyatakan NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah pro
vinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintaha
n daerah. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Pemerintahan daerah menjalankan otono
mi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusa
t.
Dasar hukum otonomi daerah dan pelaksanaannya terdapat dalam undang
undang sebagai berikut:
1. UUD tahun 1945 amandemen ke-2, pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ay
at 1 dan 2, dan pasal 18B ayat 1 dan 2.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggar
aan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Su
mber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

21 Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civil Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madani, (Cet. I; Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidatatullah Jakarta), 150.

24
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuang
an antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (r
evisi UU No. 32 Tahun 2004).

Jika dilihat dari UU Na. 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa terdapat


paradigm baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, karena undang-undang tersebut
meletakkan otonorni daerah secara luas pada daerah kabupaten dan kota berdasarkan
pada prinsipprinsip demok•asi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan
keadilan, serta memperhatikan provinsi dan keanekaragaman daerah.
Banyak hal baru yang diakomodasi oleh UU No. 22 Tahun 1999, salah satunya
ialah pemisahan antara lembaga legislatif dan eksekutif di daerah dalarn bentuk
susun pemerintah daerah. Pemerintahan ketika diatur UU No. 22 Tahun 1999
sangat menggembirakan, pembangunan di daerah menjadi semakin maju,
Karena dana yang diperoleh pemerintahan dari perimbangan uang sangat besar
dan memungkinkan pemerintahan dapat berkreasi dalam melakukan pembangunan.
Namun, disamping sisi positifnya ini UU No. 22 Tahun 1999 menimbulkan dampak
negatif akibat otonomi luas, yaitu terjadi pemhangkangan dibeberapa daerah.

Dengan memberlakukan UU No. 22 Tahun 1999 menjadikan DPRD seperti


menduduki jabatan diatas pemerintahan daerah, karena kepala daerah dipilih dan
diangkat oleh DPRD. Bahkan proses pemberhentian kepala daerah oleh DPRD sering
terjadi di Indonesia. Karena terus menerus didera kasus kontlik antara pemerintahan
daerah dan DPRD maka dilakukan revisi undang-undang. Keadaan DPRD dalam UU
No.32 tahun 2004 sangat mendasar, bahkan hampir mirip dengan kondisi dan suasana
UU No, 5 tahun 1974, rnemberikan kewenangan yang adil kepada DPRD
dalam menjalankan pemerintahan daerah.
Dalam Undang-Undang No32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban dacrah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Otonomi Daerah sering disamakan
dengan kata desentralisasi, karena biarpun secara teori terpisah namun dalam praktiknya

25
keduanya sukar dipisahkan. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan pusat
kepada daerah otomom berdasarkan asas otonomi. Pada dasamya desentralisasi akan
memunculkan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Perserikatan Bangsa-Bangsa
mendefinisikan desentralisasi adalah wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota,
melalui cara dekonsentrasi antara lain pendelegasian kepada pejabat di bawahnya maupun
pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan daerah, sedang otonomi daerah yang
merupan salah satu w u j u d d e s e n t r a l i s a s i , a d a p u n d a l a m a r t i
l u a s , o t o n o m i daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan
dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Pengertian otonomi
dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri, sedangkan dalam makna yang
lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan clemikian berarti kemandrian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendri.22
Menurut pendapat lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan otonomi daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut pelaksanaannya
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonomi sendri adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat rnenurut prakarsa sendiri berdasarkan nspirasi masyarakat dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.23

Otonomi daerah memiliki kewenangan inembuat kebijakan daerah untuk


memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuari pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip
otonomi daerah di Indonesia, lndonesia adalah sebuah Negara yang terbentuk
pada tanggal 17 Agustus 1945, memiliki wilayah sangat luas terhagi dalam bentuk
pulau-pulau dan dapat disatukan menjadi kepulauan nusantara, dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika. Seluruh masyarakatnya dapat disatukan, seperti dikatakan
oleh Soepomo, dalam sidang BPUPKI atau Dokuritsu Zyumbi Tjoosakai
pada Tanggal 31 Mei 1945, bahwa Negara adalah susunan masyarakat yang integral,

22 Ubedilah, dan abdul razaq , Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani (Jakarta: Indonesia Center for CivieEducation,
2000), 170.
23 Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002, 76.
26
segala golongan, segala lapisan, segala kaitannya berhubungan erat satu sama lain, dan
merupakan kesatuan masyarakat yang organis.24

Pada tahun 2014 UU merngenai pemerintahan daerah ini di revisi kembali karena
sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. UU No.23 tahun 2014 ini disempurnakan dua kali. Penyempurnaan
pertama dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2
tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya UU No. 9
tahun 2015.

G. Prinsip dan Tujuan Otonomi daerah


Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan
yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Dengan demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat
pelaksanaan otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih
banyak ingin mengatur penterintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi
daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman
daerah. Otonomi daerah dalarn Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas
yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencalcup
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang


dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh,
hidup dan berkembang di daerah.

24 Agus santoso, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di inonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2013,
106
27
Atas dasar pemikiran di atas, maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a)Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek


demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang
terbatas.

b)Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung

jawab.

c)Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utub diletakkan pada daerah Kabupaten dan
daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang
terbatas.

d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga


tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

e)Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kcmandirian daerah


otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah
administrasi

f)Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislatif, tungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.

g) Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam


kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
sebagai wakil daerah.

h) Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah


kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskannya.

Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987)
mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :

a)Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada


rakyat diseluruh tanah air Indonesia.

28
b)Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutam dalam
bidang perekonomian25.
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1. Mencegah pemusatan kekuasaan.
2. Terciptanya pemerintahan yang efisien.
3. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-
masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
1. Kesetaraan politik ( political equality )
2. Tanggung jawab daerah ( local accountability )
3. Kesadaran daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada
hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang
(2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek
sebagai berikut :

1. Dari segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi


masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk
mendukung politik dan kebijakan nasional;
2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan
masyarakat untuk mandiri.
4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan
program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat. 

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, baik pemerintah pusat maupun


pemerintah daerah harus berpegang teguh pada UUD 1945 yang menjadi konstitusi
Indonesia dan UU yang berlaku.  Di dalam kedua aturan tersebut terdapat beberapa

25 Koesoemahamadja,R.D.H., 1978, Fungsi & Struktur Parnongpraja, Alumni, Bandung.

29
prinsip[ yang harus dimiliki dalam pelaksanaan otonomi daerah.  prinsip-prinsip
otonomi daerah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Otonomi Nyata
Indonesia dengan keluasan wiayah dan ribuan pulau mempunyai banyak
keragaman pada masyarakatnya. Mulai dari keragaman suku, agama, budaya, dan
nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu, otonomi daerah mempunyai prinsip nyata,
yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif wilayah masing-masing. Di mana
situasi dan kondisi wilayah tersebut akan berbeda satu sama lain.  Daerah diberikan
kebebasan, kewenangan, dan kewajiban yang yang dilaksanakan secara nyata sesuai
kekhasan daerah yang dikuasainya. Pemerintah pusat hanya memberikan kebijakan
secara garis besar dan pemerintah daerah yang mendefinisikan sendiri sesuai
kemampuan daerah.
2. Prinsip Tanggung Jawab
Pemberian wewenang dan tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Dengan demikian,
prinsip tanggung jawab harus ditegakkan oleh pemerintah daerah yang mengemban
tugas dan kewajiban. Pemerintah  pusat harus benar-benar memastikan bahwa
pemerintah telah benar-benar melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajibannya. Di
mana kewajiban tersebut adalah memberdayakan daerah demi kepentingan seluruh
warga daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, sebagai salah satu
tujuan pembangunan nasional. Pemerintah daerah berperan mengatur proses
pemerintahan dan pembangunan di daerah dan bertanggungjawab atas seluruh
dinamika yang terjadi.

3. Prinsip Otonomi Daerah Seluas-Luasnya


Prinsip otonomi daerah yang ketiga adalah prinsip dengan kewenangan seluas-
luasnya.  Artinya di luar urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah diberi
kewenangan seluas-luasnya. Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan
daerah sendiri sesuai aturan yang berlaku. Yang terpenting kewenangan yang luas
dilaksanakan harus sesuai aturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah tersebut mencakup semua
urusan pemerintahan kecuali politik luar negeri, agama, keamanan, keuangan,
peradilan, serta fiskal nasional.
4. Prinsip Dinamis
30
Prinsip otonomi daerah pada pokoknya tiga hal yang telah disebutkan di atas.
Adapun prinsip-prinsip lain merupakan prinsip tambahan.  Di antaranya adalah
prinsip dinamis. Dalam prinsip dinamis, diharapkan proses penyelenggaraan
pemerintah pada daerah terus bergerak maju mengikuti perkembangan dunia saat ini.
Apalagi saat ini dampak globalisasi hampir tidak dapat dibendung. Penyelenggaraan
pemerintah daerah berprinsip dinamis dengan memperhatikan hal tersebut.
Mengambil segala dampak positifnya dan melindungi masyarakat dari segala dampak
negatif. Misalnya, penyelenggaraan pemerintah dengan mengoptimalkan peranan
teknologi informasi sebagai prinsip dinamis menyesuaikan dengan globalisasi.
Namun di sisi lain, pemerintah ikut aktif memerangi penyalahgunaan bahaya narkoba
bagi generasi muda yang kian marak karena semakin mudah masuk ke wilayah mana
saja berkat teknologi.
5. Prinsip Kesatuan
Pada penyelenggaraan pemerintah daerah juga harus mempunyai prinsip
kesatuan. Prinsip ini diperlukan sehingga pemerintah daerah benar-benar berusaha
meningkatkan kesejahteraan warga / masyarakat di daerahnya di segala bidang.
Dengan meningkatnya kesejahteraan, cara mengatasi kesenjangan sosial dengan
wilayah lain dapat diminimalisir.  Akibatnya, persatuan dan kesatuan semakin terjaga.
Selain itu, pemerintah daerah harus memperhatikan segala dinamika yang terjadi di
wilayahnya sehingga lebih cepat menyelesaikan masalahnya jika terjadi hal yang
tidak diinginkan,  Begitu pula dengan gerakan-gerakan yang dapat meniadakan
kesatuan. Pemerintah Daerah sendiri harus tetap berada dan merupakan bagian
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan wilayah yang berdaulat.
6. Prinsip Penyebaran
Otonomi daerah di Indonesia dibuat dan dilaksanakan dengan prinsip
penyebaran. Yaitu, penyebaran pembangunan dan kesempatan agar pembangunan
dapat dirasakan secara merata oleh seluruh penduduk Indonesia. Prinsip penyebaran
ada karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan membentang dari Sabang sampai
Merauke dengan ribuan pulau di dalamnya. Apabila pemerintah pusat melakukan
segala sesuatunya tanpa bantuan asas desentralisasi daerah, maka ada tempat-tempat
yang jauh dan terpencil yang mungkin tidak mengenal pembangunan. Oleh karena itu,
penyelenggara pemerintah daerah harus benar-benar optimal dan jeli menangkap
aspirasi masyarakat dan apa kebutuhan daerahnya untuk kemudian membuta
kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya yang ada.
31
7. Prinsip Keserasian
Otonomi daerah diselenggarakan bukan ingin mengeksploitasi semua
sumberdaya daerah tanpa mmeperhatikan akibatnya. Prinsip keserasian tetap
dipertahankan. Penggunaan sumberdaya yang ada dengan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan keseimbangan. Tidak
menghabiskan begitu saja.  Ini terutama berlaku pada penggunaan sumberdaya alam.
Penggunaan sumberdaya alam di daerah harus memperhatikan keseimbangan dan
keserasian dengan lingkungan. Artinya tidak merusak dan membahayakan lingkungan
yang akibatnya akan berbalik kepada masyarakat sendiri.
8. Prinsip Demokrasi
Prinsip dan ciri utama pemerintahan demokrasi tetap dijadikan pedoman
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Demokrasi yang menyatakan bahwa
kedaulatan id tangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini semua
kegiatan pembangunan dapat melibatkan semua masyarakat untuk kesejahteraan
mereka. Kebijakan yang dibuat juga harus kebijakan yang pro rakyat.
9. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan daya
guna / manfaaat dan hasil dari tiap daerah. Artinya memberdayakan semua
sumberdaya yang ada  seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan keserasian
dan keseimbangan. Prinsip pemberdayaan ini bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat setempat dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Contoh
pemberdayaan tidak hanya dilakukan pada sumberdaya alam, tetapi juga untuk
sumberdaya manusia.  Sumberdaya manusia ini dapat diberdayakan apabila
pendidikan dan ketrampilannya ditingkatkan. Berarti kebijakan peningkatan
pendidikan yang terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu
fungsi dan prinsip-prinsip otonomi daerah.

32
RINGKASAN

Negara yang memiliki sistem pemerintahan yang baik, akan membuat negara
tersebut semakin berkembang dan maju kedepan, Maka dari itu penerapan sistem
pemerintahan yang baik perlu dilakukan agar negara tidak pasif dan hanya dijalankan oleh
negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pemerintahan juga perlu
dijankan agar negar bisa ikut serta berkontribusi dalam perkembangan zaman di dunia.
Mengelola pemerintah yang bersih dan berwibawa merupakan sikap pemerintah untuk
berusaha menata pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik itu berarti baik
dalam proses maupun pelaksanaannya. Artinya, semua unsur dalam pemerintah bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, dan
bebas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses pembangunan.
Good Givernance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan
bantuan optimal dan Good governance dianggap sehagai istilah standar untuk
33
organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Secara konseptual good dalam bahasa
Indonesia baik dan Governance adalah kepemerintahan Menurut LAN (Lembaga
Administrasi Negara) dalarn Sedarmayanti (2008:130) mengemukakana
good dalam good governance mengandung dua arti:

1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian
tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalarn
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada pr
oses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan se
cara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, d
an sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Good
governance memiliki beberapa prinsip guna mewujudkan pengendalian suatu
pemerintahan yang baik agar dapat mencapai hasil yang dikehendaki.

1. Transparansi(Transparency)

Transparansi bukan berarti ketclanjangan, mclainkan keterbukaan, yakni adanya


sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi
internal dan ekstemal dari korporasi.
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diam
bil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-bali
k antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjam
in kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus infonnasi secara langsung
dapat diterima oieh mereka yang membutuhkan. infonnasi harus dapat
dipahami dan dapat dimonitor.Transparansi (keterbukaan umum) adalah salah
satu unsur yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya
prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dala
m kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Menurut Gaffar, terdapat

34
8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :

1. Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan.


2. Kekayaan pejabat public.
3. Pemberian penghargaan.
4. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan
kehidupan.
5. Kesehatan.
6. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan
7. Keamanan dan ketertiban.
8. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan
masyarakat.

2. Peduli pada Stakeholder


Peduli pada dunia usaha yaitu berbagai lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Prak
tek good governance kemudian menjadi guidence atau panduan untuk operasio
nal perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal
perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana
perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana peru
sahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publ
ik.
3. Berorientasi pada Konsensus
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memeproleh
pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan- -
kebijakan maupun prosedur-prosedur. Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan
apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model
pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak,
juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga aka
n memiliki kekuatan memaksa bagi semua komponen yang terlibat untuk mela
ksanakan keputusan tersebut.
2. Partisipasi Masyarakat (Participation)

35
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, bai
k langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentinga
n mereka. Setiap warga negara memiliki hak untuk melakukan keikut
sertan dalam berkontribusi mernbangun pemerintahan baik secara langsung dan
juga maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi meny
eluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berku
mpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Partisipasi bermaksud
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi ma
syarakat.

3. Kesetaraan (Equity)

Good governance juga harus didukung dengan asas kesetaraan, yakni


kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Sernua warga Negara, baik laki-laki
maupun perempuan rnempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh
oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan
sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan
budaya. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan keper
cayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan info
rmasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat d
an memadai.

4. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Efektifitas dan efisiensi yakni segala proses pemerintahan dan lembaga


membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan
menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Proses-proses dan
lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunkan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Konsep efektivitas
dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni
efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik
maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil,

36
yakni mampu membrikan kesejahteraan sebesar-besarnya pada kelompok dan
lapisan sosial.
5. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Prinsip ini akan mendorong perwujudan dari penegakan hukum yang adil bagi
semua pihak tanpa pengecualian. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia. Hak asasi manusia a
kan dijunjung tinggi dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh
sebuah aturan hukum dan penegakannya seeara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindukan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa pmses
mewujudkan eita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule oflaw dcngnn karakter-karakter scbagai berikut

l. Supremasi hukum.

2. Kepastian hukum.

3. Hukum yang responsitif.

4. Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif.

5. Independensi peradilan.

6. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Dari
organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan
direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh
dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit
dapat diartikan secara finansial. Asas akuntabilitas adalah pertanggung
jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan
untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas
menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki
pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan berbagai
kebijakan dan pelaksanaan  tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi,
dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang
jabatan publik pada lembaga yang setara. Para pembuat keputusan dalam

37
pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab
kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholder. Akuntabilitas ini tergantung
pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut
untuk kepentingan atau eksternal organisasi.
7. Visi Strategis
Dimana seorang pemimpin dan masyarakat diharuskan memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan untuk mewujudkannya, harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan sosial budaya yang menjadi dasar
bagi perspektif tersebut. Tidak hanya itu, seseorang yang memiliki jabatan pub
lik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa
persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai kead
aan yang baik dan sinergi antar pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam
pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan, dan ekonomi. Prasyarat minima
l untuk mencapaai good governance adalah adanya trasparansi, akuntabilitas, partisipa
si, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Sebagai bentuk peny
elenggaraan Negara yang baik maka harus ada keterlibatan masyarakat di setiap jenja
ng proses pengambilan keputusan26. Konsep good governance dapat diartikan acuan u
ntuk proses dan struktur hubungan politik dan social ekonomi yang baik. Berdasarkan
uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara me
ngasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu sendiri
sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dala
m rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang baik dan sejajar.
Satu diantara kritik terhadap penyelenggaraan good governance adalah kegaga
lannya dalam memasukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good go
vernance seolah-olah kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di ne
gara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Te
ntulah ini sangat naif, secara kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di
atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, aktor tersebut adalah d
unia internasional. Merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat se
cara domestik dengan mengabaikan peran aktor internasional adalah pengingkaran ata

26 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta : Gajah
Mada Univercity Press, 2009).
38
s realitas global. Dampak dari pengingkaran ini adalah banyaknya variable, yang sebe
narnya sangat penting, tidak masuk kedalam hitungan. Variabel-variabel yang absen it
u adalah kearifan lokal (akibat hegemoni terma “good” oleh Barat) dan dampak dari k
ekuatan kooptatif internasional. Secara konseptual keberhasilan penerapan good gove
rnance di berbagai dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak kuatnya fun
damental ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan g
ood governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara, bi
snis dan rakyat ternyata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi rakyat. P
ukulan krisis pangan adalah bukti konkrit yang tidak bisa dipecahkan oleh good gover
nance.

Agar dapat dikatakan pemerintahan yang baik, ada beberapa langkah yang
harus ditempuh agar bisa menerapkan konsep good governance.

Langkah-langkah perwujudan Good governance

1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan


Lembaga-lembaga perwakilan rakyat harus sesuai dengan fungsi dan perannya
guna membangun bangsa Indonesia karena orang-orang yang berada dilembag
a tersebut sudah dipercaya oleh rakyat menjadi wakilnya sehingga lembaga pe
rwakilan rakyat harus memperjuangkan suara segenap rakyat Indonesia.
Lembaga perwakilan rakyat yaitu DPR, DPD, dan DPRD harus mampu
dan mengartikulasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk
program pembangunan yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

2. Kemandirian Lembaga Peradilan

Lembaga peradilan harus mandiri tanpa intervensi dari harus profesional d


an bersih. Kesan paling buruk dari pemerintahan orde baru adalah
ketidakmandirian lembaga peradilan hakim, jaksa. dan polisi tidak bida
dengan leluasa menetapkan perkara, sehingga mereka tidak mampu
menampilkan dirinya sebagai the prophet oflaw.
3. Aparatur Pemerintahan yang Profesional dan Penuh Integritas

Aparatur pemerintah harus profesional dan berintegritas untuk mencapai ref


ormasi birokrasi sesuai judul di artikel ini, jangan ada lagi praktek-praktek
KKN agar good governance dapat terwujud. Birokrasi di Indonesia tidak

39
hanya dikenal dalarn pelayanan politik, tapi juga telah memberi peluang
berkembangnya praktek-praktek kolusi, dan nepotisme. Dengan
dernikian, maka mekanisme kerja hirokrasi burus diisi oleh sesorang
yang profesionalitas baik, integritas, dernokratis, clan memiliki akuntabilitas
yang kuat.
4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
Guna mewujudkan good governance masyarakat harus menjadi masyarakat ya
ng madani yaitu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan
memaknai kehidupannya. Proses pembangunan dan pengelolaan Negara tanpa
mehbatkan masyarakat madani society) akan sangat lamban karena potensi
terbesar dari sumber daya manusia justru ada dikalangan masyarakat
5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah

Otonomi daerah harus diterapkan sebaik-baik nya sehingga potensi-potensi d


aerah dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Pada era refonnasi ini, para
pengelola Negara ini telah melahirkan UU No. 22 tahun 1999, tentang otonomi
daerah dan telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan
pengelolaan sector-sektor tertentu yang ada di daerah.

Di Indonesia terdapat salah satu asas yaitu desentralisasi yang merupakan


pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus daerahnya sendiri. Hal ini mewajibkan pada seluruh daerah otonom untuk
mencari cara kreatif dalam mengembangkan potensi yang ada di daerahnya, baik
alamiah maupun manusiawi. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. O
tonomi berasal bahasa Yunani yaitu “autos” dan “namos“. Autos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti aturan atau undang-undang. Jadi otonomi bisa dikatakan seba
gai suatu kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat atur
an guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah ialah kesatuan masyarak
at hukum yang memiliki batas-batas wilayah tertentu.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 otonomi daerah adalah hak,


wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengertian lain otonomi daerah yaitu daerah tertentu dalam
sebuah negara yang memiliki kebebasan dari pemerintah pusat di luar daerahnya
tersebut. Ada beberapa aspek otonomi daerah yaitu:
40
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
2.  Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka
pemerintahan nasional.
3.   Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai
perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama
kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Selain itu, didalam UUD 1945 yang menjadi konstitusi Indonesia dan UU yang
berlaku juga terdapat beberapa prinsip otonomi daerah sebagai berikut.
1. Prinsip Otonomi Nyata
2. Prinsip Tanggung Jawab
3. Prinsip Otonomi Daerah Seluas-Luasnya
4. Prinsip Dinamis
5. Prinsip Kesatuan
6. Prinsip Penyebaran
7. Prinsip Keserasian
8. Prinsip Demokrasi
9. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1. Mencegah pemusatan kekuasaan.
2. Terciptanya pemerintahan yang efisien.
3. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing
masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
1. Kesetaraan politik ( political equality )
2. Tanggung jawab daerah ( local accountability )
3. Kesadaran daerah ( local responsiveness )

41
DAFTAR PUSTAKA

A. Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demok•asi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : 1CCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007), Cet. IV, hal,
215,

A. Ubaidillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: IATN Jakarta Press, 2007), hal, 218-228.

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good governance Melalui Pelayanan Publik,


(Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press, 2009).

Agus santoso, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah Di Inonesia, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta 2013, 106.

Ali Farazmand, Sound Governance, Politicy and Administrative Innovation,


(Wastport : Praeger, 2004).
Ananda, Dwi Angelia..”perwujudan Good governance melalui reformasi birokrasi
publik dalam perspektif hukum admunistrasi negara.” 2019. https://www.researc
hgate.net/publication/336711323_Perwujudan_Good_Governance_melalui_Refor
masi_Birokrasi_Publik_dalam_Perspektif_Hukum_Administrasi_Negara (diakses
tanggal 9 Oktober 2020)

Anonim, Ensiklopedi Politik Pembangunan Pancasila. 1,2,3 dan 4, jilid 3


(Jakarta: YayasanCipta Loka Caraka), 269.
42
Anonim, Ilmu Administrasi Negara, 2013, I (2): 196-209 hal :3, (eJournal).
Anonim, Pengertian Good governance menurut Ahli, 2011,

Anonim, Sepuluh Prinsip Good Governance, 2010,


(http://knkg-
Anonim,’’ pengertian otonomi daerah”. https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/0
3/pengertian-otonomi-daerah.html (diakses tanggal 09 oktober 2020, jam 10.42)
Anonim,prinsip dan tujuan otonomi daerah, 2013.
http://adyafriant.blogspot.com/2015/04/pengertian-prinsip-dan-tujuan-
otonomi.html#:~:text=Tujuan%20dan%20Prinsip%20Otonomi
%20Daerah&text=otonomi%20daerah%20adalah%20%3A-,1.,ekonomi%20di
%20daerah%20masing%2Dmasing. (diakses pada tanggal 09 oktober 2020)
Anonim. Pengertian, Prinsip, dan Penerapan Good governance di Indonesia. 2017.
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-good-
governance-diindonesia99#:~:text=Good%20Governance%20adalah%20suatu
%20peyelegaraan,menjalankan%20disiplin%20anggaran%20serta%20penciptaan
(diakses tanggal 8 Oktober 2020)
Anonim. Sepuluh Prinsip Good governance. 2010. http://knkg-indonesia.com/home/ne
ws/93-10-prinsip-good-governance.html. (diakses tanggal 7 Oktober 2020)
Arum sutrisni putri,otonomi daerahb dan hukum hukumya.
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/16/110000069/pengertian-otonomi-
daerah-dan-dasar-hukumnya?page=all (diakses pada tanggal 09 oktober 2020,
jam 10.56)
Ateng syafruddin, “pasang surut otonomi daerrah” 1985 https://books.google.co.id/b
ooks?id=7gokAAAAMAAJ&dq=otonomi+daerah&focus=searchwithinvolume&
q=otonomi+daerah, (09 oktober 2020, jam 09.40)

Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak


Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Cet. I; Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidatatullah Jakarta), 150.
budiardjo, M. (2003). dasar dasar ilmu politik. jakarta: PT. Gramedia pustaka utama.
haris, S. (2005). desentralisasi dan otonomi daerah. semarang: yayasan obor indonesi
a.

Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: Grassindo,2005), hal, 115.

Hotma P. Sibuea Asas Negara Hukurn, Peraturan Kebijakan, & Asas-asas


Pemerintahan yan Baik ( Jakarta, PT Penerbit Erlangga 2010 ), 140 —141

43
indonesia.com/homeinews/93-10-prinsip-good-govemance.html).
J.H. Parper, 2002, Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiaveli, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal: 5

Koesoemahamadja,R., 1978, Fungsi & Struktur Pamongpraja, Alumni, Bandung.

Mardoto. 2009, Good Governanee and Clean Good governance. Averroes Press.
Malang,

Nur Rifah Masykur, Peluang dan Tantangan Otonomi Daerah, Grakarta:


Rajawali), 21.
nurcholis, H. (2007). teori dan praktik: pemerintahan dan otonomi daerah. jakarta: P
T. Gramedia widiasaran indonesia.

Riant D. Nugroho, Kebijakan Publik, Fo•mulasi Implementasi dan Evaluasi,


(Jakarta:Gramedia, 2004), 216.

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik reori dan Aplikasi Good governance Refika
Aditama. T.P.

Santoso, Purwo. 2002, Nasionalisme clan Otonomi Daerah dalam Proses


Demokrasi, T.T. T.P.

Sugeng Istanto, Beberapa Segi Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, (Yogyakarta Karya Putera), 24.

Ubedilah,dkk, Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani„Jakarta ,lndonesia Center


for Civic Education, 2000, 70.

Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002,
76.
Yenny. Prinsip-prinsip Good governance. 2013. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/si
te/wp-content/uploads/2013/03/EJOURNAL%20YENNY%20(03-02-13-06-48-2
9).pdf. (diakses tanggal 7 Oktober 2020)

44
45

Anda mungkin juga menyukai