Sudarto, SH
Bab 1
Pendahuluan
1.Di Fakultas Hukum mahasiswa diberikan mata kuliah PIH (bersifat filsafat dan mengemukakan teori
hukum) dan PHI (yang menjelaskan lingkungan hukum di Indonesia). Di antara lapangan-lapangan
hukum terdapat hubungan yang terkait.
Selain itu diberikan pula mata kuliah non-yuridis seperti ekonomi (perilaku masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya) dan sosiologi (tindak laku manusia dalam masyarakat dan ilmu
kemasyarakatan).
Ilmu-ilmu tersebut mengalami problem kemasyarakatan sehingga diperlukan simpulan untuk
mengatasinya. Berhubung itu mempelajari hukum tidak boleh terlepas dengan disiplin ilmu yang
lain dan hubungannya dengan masyarakat. Seorang Sarjana Hukum haruslah bisa
meintegrasikan antara pendekatan yuridis dan ilmu kemasyarakatan.
Ilmu Hukum merupakan ilmu kemasyarakatan yang normative yaitu ilmu normative tentang
hubungan manusia. Seorang ahli mengatakan bahwa Ilmu Hukum lebih membutuhkan disiplin
ilmu lain daripada sebaliknya.
Pelajaran selanjutnya merupakan diferensiasi dari berbagai bidang hukum seperti Hukum
Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, dll. Bidang-bidang ini memiliki perkembangan dan
pengertiannya sendiri-sendiri sehingga timbulah suatu Bahasa hukum.
Dalam mempelajari hukum kita akan menemukan banyak anggapan yang sedikit-banyak
mengikat perbuatan seseorang/kelompok dalam bermasyarakat. Anggapan ini memberi kita
petunjuk bagaimana kita harus bertindak (boleh atau tidak boleh), anggapan ini disebut norma.
Istilah normative artinya sesuatu yang diharapkan (ideal). Norma mengandung apa yang
sepatutnya dilakukan dan yang tidak sepatutnya dilakukan.
Di belakang norma terdapat nilai yang merupakan dasar bagi norma. Nilai itu lebih abstrak dari
norma.
Sistim nilai suatu bangsa berbeda satu sama lain oleh karena itu tidak dapat disamakan.
Norma dapat dikatakan berlaku apabila terdapat faktor sosial yang membuat masyarakat
menjalankan norma tersebut (conform), masyarakat yang tidak mau menjalankan norma
tersebut disebut conformist.
Sebagian dari norma merupakan norma hukum, suatu norma dapat dikatakan sebagai norma
hukum apabila masyarakat dan alat perlengkapannya dapat memaksakan berlakunya. Norma
hukum ini dapat menjadi suatu peraturan hukum apabila berbentuk suatu rumusan, rumusan
yang tertulis.
Dalam suatu peraturan hukum terdapat suatu norma hukum. Dalam norma hukum terdapat
sebuah nilai.
Hukum pidana dari suatu bangsa menjadi indikasi yang penting untuk mengetahui peradaban etik,
moral, dan kemasyarakatan bangsa tersebut .
Ialah penderitaan yang sengaja dibebanankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat2 tertentu. Di dalamnya meliputi tindakan tata tertib. Perlakukan suatu pidana
maka akan mendapatkan nestapa (penderitaan)
o Materiil : memuat aturan2 yang menetapkan dan merumuskan perbuatan2 yang dapat
dipidana, memuat syarat2 dapat dipidana dan ketentuan mengenai pidana. Contoh : KUHP
o Formal : mengatur bagaimana negara dengan perantaraan alat2 perlengkapannya melaksanakan
haknya untuk mengenakan pidana (hukum acara). Contoh : KUHAP
o Umum : memuat aturan2 yang berlaku bagi setiap orang. Contoh : KUHP
o Khusus : mengenai golongan2 tertentu atau berkenaan denan jenis perbuatan2 tertentu.
Contoh :HP tentara ~> berlaku untuk anggota tentara dan yang dipersamakan
HP fiskal ~> memuat delik berupa pelanggaran pajak
HP ekonomi ~> mengenai pelanggaran ekonomi.
c. Hukum. Pidana yang dikodifikasikan (KUHP, KUHD, & KUHPT) dan Hukum. Pidana tidak
dikodifikasikan (di luar KUHP) uu tipikor (uu khusus)
o Hukum Pidana umum : dibentuk oleh pembentuk UU Pusat dan berlaku untuk seluruh negara.
o Hukum Pidana lokal : dibentuk oleh pembentuk UU Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) dan
berlaku hanya didaerah yang bersangkutan.
e. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis (hukum pidana adat).
f. Hukum Pidana Internasional dan Hukum Pidana Nasional.
Ultimum remedium atau obat terakhir: yaitu jalan terakhir apabila sanksi lain tidak mempan.
Kalau masih ada jalan lain jangan sampai menggunakan hukum pidana
Pedang bermata dua atau mengiris daging sendiri: maknanya yaitu melindungi benda
hukum dalam pelaksanaannya, tetapi apabila ada pelanggaran terhadap larangan dan
perintahnya justru mengadakan perlukaan terhadap benda hukum si pelanggar sendiri.
Ilmu Kriminologi mempelajari sebab2 dari kejahatan dan bagaimana pemberantasannya. Objek
dari kriminologi adalah kejahatan sebagai social phenomenon.
Terdapat hubungan yang sangat kuat diantara kedua ilmu ini, untuk dapat menerapkan aturan
Hukum Pidana, para petugas hukum harus bisa menganalisa dari 2 sumber ilmu ini.
4. Asas Universal
Aturan pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik itu dilakukan di dalam negeri
atau luar negeri dan juga WNI/WNA. Asas ini juga dikatakan asas mengenai ketertiban
hukum dunia. Perlu diperhatikan bahwa perkara pidana di Indonesia hanya diadili dengan
Hukum Pidana Indonesia berbeda dengan perkara perdata yang bia menerapkan Hukum
Perdata Internasional
Asas pengadilan yang dipakai yaitu peradilan cepat dan berbiaya murah (tergantung
kebijakan negara-negara yang bersangkutan).
B. Ekstradisi (penyerahan)
Merupakan bantuan hukum yg bersifat internasioal. Dengan bantuan ini maka negara asing
yang merasa berhak untuk menuntut seseorang yang ada di negara kita, dapat melakukan
haknya itu, demikian pula sebaliknya.
A. Tentang Istilah
Istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti “strafbaar feit”, istilah lain yang dapat ditemukan
yaitu peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang
diancam dengan hukum dan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman. Para Sarjana Hukum punya
pilihannya masing-masing dalam penyebutan istilah strafbaar feit ini.
Strafbaar feit
Pidana
F. Perbuatan
1. Unsur perbuatan yaitu berbuat dan tidak berbuat
2. Ada gerakan badan yang tidak termasuk pengertian seperti diatas :
a. Gerakan badan yang tidak dikehendaki. Contoh : orang didorong masa sehingga menggencet
mati orang lain
b. Gerakan refleks yg timbul karena rangsang yang tiba-tiba dari urat syaraf. Contoh terkejut
karena suara letusan sehingga menjatuhkan gelas di tangan.
c. Gerakan jasmaniah yang dilakukan dalam keadaan tidak sadar. Contoh :
penyakit(ayan,epilepsy,dll), mabok, berbuat pada waktu tidur, pingsan, di bawah pengaruh
hipnotis.
G.Hubungan Sebab Akibat
Dalam membicarakan soal akibat ada:
- Delik Formal, dalam delik formal terjadinya akibat itu hanya merupakan accidentalia, bukan
suatu essentialia
- Delik Materiil, dalam delik materiil akibat itu merupaan essentialia dari delik tersebut, sebab
jika di sini tidak terjadi akibat yang dilarang dalam delik itu, maka delik itu tidak ada, paling
banyak ada percobaan. Persoalan sbab-akibat dalam delik ini sangat penting.
Dalam menetapkan apakah yang dapat dianggap sebagai sebab dari suatu kejadian, maka
terjadilah beberapa teori kausalita antara lain:
1. Teori ekivalensi
Tiap syarat adalah sebab, semua syarat nilainya sama. Satu syarat hilang maka akibat akan
berbeda. Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa ke dokter, di tengah jalan ia kejatuhan
genting, lalu mati. Penganiayaan A dapat menjadi sebab dari matinya.
2. Teori Individulisasi (post faction/ in concreto artinya setelah peristiwa)
Dari serentetan factor yg aktif dan pasif, dipilih sebab yg paling menentukan dr peristiwa
tersebut. Sedangkan factor lainnya hanyalah syarat belaka. Satu2nya sebab ialah factor terakhir
yang menimbulkan akibat.
Untuk mengetahui suatu sebab cocok untuk menimbulkan akibat tertentu ada beberapa
pendirian yaitu:
- Penentuan subjektif -> sipembuat
- Penentuan objektif -> keadaan
Tedakwa yang dianggap kurang mampu bertanggung jwab tetap dianggap bmampu
bertanggungjawab dan dapat dipidana tetapi faktor tersebut dipakai sebagai faktor untuk
memberikan keringanan dalam pemidanaan.
Menurut pandangan dualistis syarat2 pemidanaan bukan unsur dari tindak pidana
Hazewinkel-Suringa menyebutkan isi dan tindak pidana menurut rumusan delik dalam uu:
kemampuan bertanggungjawab bukanlah isi dari delik tetapi hanya syarat (bukan unsur)
menjatuhkan pidana secara normal, ia tidak bersangkut paut dengan sifat “dapat dipidananya”
suatu perbuatan
Hoge Raad juga berpenapat demikian. Terhadap suatu kasus H.R menyatakan alasannya yaitu
kemampuan bertanggungjawab tidak dapat dianggap suatu unsur dan karenanya harus
dibuktikan dengan alat pembuktian yang sah. Tetapi tidak adanya kemampuan
bertanggungjawab merupakan alasan pengahpusan pidana(ada pada jiwa sipembuat sendiri)
F. Keadaan Mabok
Harus dibedakan antara orang yang mabok dengan kehendak sendiri dan tanpa kemauan sendiri
mabok.
Tingkat kemabokan susah ditentukan secara pasti, sehingga tidak dapat dijadikan ukuran untuk
menetapkan mampu dan tidak mampunya kemampuan bertanggungjawab sesorang.
Apabila ada seseorang yang sengaja memabokkan diri sebelum melakukan suatu kejahatan
makai ia dianggap menyadari perbuatannya dan karena itu dapat dipertanggungjawabkan.
Karena pada hakekatnya hubungan antara kehendak dengan pebuatannya tidak putus.
Dari uraian di atas maka tidak mudah menentukan batas yang tegas antara mampu bertanggung
jwab dan tidak bertanggungjawab karena sebab beralihmya suatu keadaan ke keadaan yang lain
itu berangsur2
Unsur kedua dari kesalahan dalam arti yang seluas2nya (pertanggungjawaban pidana)
adalah hubungan batin antara si pembuat terhadap perbuatan yang dicelakakan kepada
siembuat, hubungan batin ini bisa sengaja atau alpa.
KUHP tidak memberi definisi tentang kesengajaan, petujuk umumnya dapat kita ketahui
di MvT. Yaitu kesengajaan sebagai mengkehendaki atau mengetahui.
Hal ini sama dengan pasal 18 KUHP Swiss yang mengatakan bahwa sengaja berarti
menghendaki perbuatan itu dan didampingi itu mengetahui/menyadari apa yang
dilakukan. Contoh seseorang yang sengaja bermain api di dekat pom bensin
B. Teori2 Kesengajaan
C. Corak Kesengajaan
Dalam diri seseorang terdapat kesesatan/ salah kira. Berikut macam-macam kesesatan:
Kesesatan yang mengenai peristiwanya (error facti), contohnya seseorang yang
mengambil barang yang dikiranyatidak pemiliknya samsek (res nullius), seseorang
ayah yang memukul anak, yang dikira anaknya sendiri, juga termasuk dalam error
facti yaitu kesesatan mengenai Hukum Perdata, peraturan2 H.Administrasi.
Kesesatan mengenai peristiwanya tidak mendatangkan pemidanaan (error facti non
nocet)
-Kesesatan mengenai hukumnya (error iuris), kesesatan ini tidak dapat
menghapuskan pemidanaan (error iuris nocet), jadi orang tak dapat mengatakan
kalau ia tak tahu perbuatanya dapat dipidana. Berlaku asas fictie yaitu semua orang
dianggap mengetahui uu. Kesesatan ini banyak terdapat pada pelanggaran dari
kejahatankarena banyaknya uu baru yang mengandung kejahatan tetapi tidak
segera diketahui oleh orang yang mempunyai tingkat pengetahuan normal,
peraturan semacam ini banyak dalam peraturan ekonomi.
-Pelanggar kesesatan ini tetap dapat dipidana karena pembentuk uu tidak
menghiraukan pandangan subjektif dari sipembuat. Namun apabila orang tersebut
benar2 tak mungkin dapat mengetahui kalau perbuatan yang ia lakukan terlarang,
maka ia tidak dipertanggungjawabkan. Contoh orang pedalaman hutan
I. Aberrato Ictus
Ini bukan suatu kesesatan, contoh A menembak B tapi B menghindar dan kenalah C yang
berakibat matinya C. Kualifikasi hukumnya di sini ialah perbuatan percobaan pembunuhan G
dan perbuatan pembunuhan C karena kealpannya atau dolus eventualis.
J. Delik Putatif
Pada delik yang memuat unsur “met het oogmerk om…( dengan tujuan untuk…)” misal pada
delik pencurian (362), pemalsuan surat (263), ialah apa yang disebut Abischt delikte, ada
pendapa bahwa unsur tersebut bukan unsur kesengajaan melainkan melawan hukum yang
subjektif. Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan
delik yang bersangkutan.
Dari terjemahan Prof. Moeljatno (pasal 333 dan 372 W.v.S) dpat disimpulkan perkataan
“dan” di antara perkataan “sengaja” dan perkataan “melawan hukum” tidak mempunyai
arti.Beliau menganut pendirian bahwa kesengajaan itu berwarna maka sifat melawan
hukum harus dikuasai oleh unsur kesengajaan, si pembuat harus tahu perbuatannya
melawan hukum.
R. Macam2 kesengajaan
Dolus directus : berarti bahwa ksengajaan si pembuat tidak hanya ditujukan pada perbuatannya
saja melainkan akibatnya juga
Dolus Generalis : pada delik materiil harus ada hubungan kausal antara pebuatan terdakwa dan
akibat yang tidak dikehendaki uu. Dolus generalis, yaitu kesengajaan yang ditujukan kepada
orang banyak atau kesengajaan tidak ditujukan kepada orang banyak melainkan kepada
seseorang akan tetapi untuk mencapai tujuanya diperlukan lebih banyak perbuatan yang
dilakukan.
- Misal A ingin membunuh B, ia mencekik B lalu melemparkannya ke dalam
sungai (saat itu kondisi masih hidup). Saat otopsi dinyatakan matinya B
karena tenggelam, menurut ajaran dolus generalis harapan umum dari A
yaitu B mati terpenuhi sehingga tujuannya tercapai waaupun secara
kualifikasi hukum perbuatan mencekiknya termasuk dalam percobaan
pembunuhan dan melempar ke kali terletak di luar lapangan H.Pidana atau
dianggap tindakan alpa. Jenis dolus ini disetujui oleh Simons dan
Hazewinkel-Suringa
- Pendapat tadi disangkal oleh Von Hippel dengan memberi contoh seorang
ibu yang menelantarkan anakya di pantai dengan tujuan agar bayi tu
meninggal terseret ombak, tetapi ternyata bayi tersebut meninggal karena
sebab lain yaitu kelaparan dan kedinginan. Walaupun yang direncanakan
berbeda tetapi tujuannya tercapai dan menurut Von Hippel ini termasuk
pembunuhan yang direncanakan