Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI

KRIMINOLOGI

Oleh:

Amsir Saleh Renoat


201721452

Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan serigala dari manusia lain, selalu
mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain maka diperlukan suatu
norma untuk mengatur kehidupannya. Hal tersebut penting sehingga manusia tidak selalu
berkelahi untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Tujuan dari norma adalah untuk ditaati dan
untuk, agar norma ditaati suatu norma membutuhkan suatu sanksi. Dalam ilmu hukum dikenal
berbagai bentuk norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan, norma susila, norma
adat, norma agama dan norma hukum.
Sanksi yang paling hebat dari norma-norma tersebut terdapat pada hukum pidana, yaitu
derita, nestapa yang diberikan secara sengaja dan sadar bpada seseorang yang telah melakukan
suatu pelanggaran hukum. Pasal 10 KUHP menetapkan empat bentuk hukuman pokok bagi
seseorang pelaku tindak pidana yaitu : hukum mati, penjara, kurungan dan denda. Adalah suatu
kenyataan bahwa hukum pidana belum efektif. Thomas More membuktikan bahwa sanksi berat
bukanlah faktor utama untuk memacu efektivitas dari hukum pidana.
Sejarah perkembangan Kriminologi, pada dasarnya dibagi atas beberapa periode sebagai
berikut :
A. SEBELUM ABAD KE 19
 ZAMAN KUNO
Pada abad ke-19 lahirlah ilmu sosiologi yang dipelopori oleh Aguste Comte
seorang ahli sosiologi dari Perancis. Pada abad yang sama lahir pula kriminologi
Tahun 1830, ketika itu sudah banyak ilmu pengetahuan, namun kriminologi belum
mendapat perhatian secara sistematik. Ada beberapa catatan yang membahas tentang
kejahatan yakni Les economiques de la criminalite (1930) dari Van Kan yang
mengetengahkan hasil penelitian ahli tentang sebab musabab kejahatan dengan
orientasi sosiologi (dalam buku Bonger dengan judul criminalite at conditions
economiques 1905).
Kemudian penelitian dengan orientasi antropolgi criminal oleh G. Antonini
dengan karya at preccuson di Lombraso (1909). Jauh sebelum iniPlato dalam
bukunya Republiek telah mengemukakan “emas manusia merupakan kejahatan.
Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia, makin merosot pandangan
kesusilaan.” Dalam suatu negara sebahagian besar rakyat berada dalam kemiskinan,
pasti secara diam-diam bersarang bajingan, tukang copet, anti agama, yang
menyuburkan lahirnya komunis. Dewetten dalam karyanya juga mengemukakan, jika
dalam suatu masyarakat tidak terdapat orang miskin, dan tidak ada pula orang kaya,
akan dapat kesusilaan yang tinggi, karena disitu tak aka nada rasa iri hati dalam
kelaliman.
Aristoteles (384-322 SM) seorang pengarang Yunani kemiskinan menimbulkan
kejahatan dan pemberontakan. Dewetten dan Aristoteles berpengaruh dalam hokum
pidana, mereka mengatakan bahwa hokum pidana dijatuhkan bukan karena berbuat
jahat, tetapi agar jangan berbuat jahat. Sejarah perkembangan pemikiran kriminologi
berasal dari suatu penyelidikan yang dilakukan oleh Cesare Lombroso seorang ahli
matematika berkebangsaan Itali.
Bersamaan dengan ini, lahirlah mashab klasik pada Abad ke-18, yang
dipelopori pula oleh Cesare Lombroso dipandang sebagai “tokoh revolusi” terhadap
hokum pidana dan juga dikenal sebagai “bapak kriminologi” (the father of
criminology). Aliran klasik kemudian hadir di Inggris pada abad ke-19 dan terbesar
di Eropa dan Amerika Serikat. Mashab klasik ini didasarkan pada “teori hedonistic”
dengan memperkenalkan doktrin “free will” dengan melandasi pada filsafat
hedonistis yang memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan memilih
perbuatan yang dapae memberikan kebahagiaan dan menghindari perbuatan-
perbuatan yang akan memberikan penderitaan. Ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa penyelidikan secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Cesare
Lombroso, melainkan Adolphe Quetelet seorang Belgia yang memiliki keahlian di
bidang matematika, yang melahirkan “statistik Kriminal” yang digunakan oleh pihak
kepolisian diseluruh negara, dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan
kejahatan di negara-negara.
Menurut asalnya kejahatan tidak ada pembatasan resmi dan tidak ada campur
tangan penguasa terhadap kejahatan, kejahatan semata-mata dipandang sebagai
persoalan individu atau pribadi atau keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi
korban orang lain akan mencari “balas” terhadap pelakunya atau keluarganya.
Konsep peradilan ini dapat diterima pada perundang-undangan lama seperti Code
Hummurabi (1900 SM). Perundang-undangan romawi Kuno (450 SM) dan pada
masyarakat Yunani kuno seperti “curi sapi bayar sapi”.
Pembahasan ini juga ada pada kitab Yunani lama “eye for eye”. Kemudian
konsep kejahatan ini berkembang untuk perbuatan- perbuatan yang ditujukan kepada
individu masalah menjadi urusan pribadi. Seiring dengan perjalanan waktu,
kejahatan menjadi urusan raja (negara), yaitu dengan mulai berkembangnya apa yang
disebut sebagai parents patriae, dengan demikian maka tidak ada main hakim sendiri.
 ZAMAN PERTENGAHAN
Pada zaman pertangahanVan Kan memberikan kontribusi pemikiran dalam
pertumbuhan kriminologi dengan orientasi sosiologi criminal. Thomas Aquino
(1226-1274) mengemukakan pendapat bahwa kemiskinan dapat menimbulkan
kejahatan, sedang orang kaya yang hidup bermewah-mewah akan menjadi pencuri
bila jatuh miskin, dan kemiskinan biasanya memberi dorongan mencuri, yang
menarik perhatian dari kalangan ini “summa theologika” dimana membenarkan
boleh mencuri bila keadaan memaksa.
Permulaan sejarah baru ini dapat dianggap lahirnya kriminologi dalam arti
sempit, karena pada zaman ini Thomas More membahas hubungan kejahatan dengan
masyarakat, ia mengarang roman sosialistis bersifat utopis (15-16). Ia mengkritik
pemerintahan Inggris menghukum penjahat terlalu keras dan mengatakan kejahatan
akan berkurang bila ada perbaikan hidup, bukan karena hukuman yang keras.
Mengecam susunan hukuman pidana dimana berlaku hukuman mati untuk pencurian,
tetapi setuju bahwa penjahat harus menebus dosanya.
 PERMULAAN SEJARAH BARU (ABAD KE 16)
Pada masa ini Thomas More membahas tentang hubungan kejahatan dengan
masyarakat. Serta mengarang sebuah roman sosialistis yang bersifat utopis. Pada
masa ini Thomas More mengkritik Pemerintahan Inggris yang menghukum penjahat
terlalu keras, serta mengatakan kejahatan akan berkurang apabila ada perbaikan
hidup. Kemudian, Thomas More mengecam bentuk hukuman yang keras dalam
Hukum Pidana sebagai hukuman mati untuk pencurian. Dalam khayalan sosialistis
ini, nampaknya Thomas More sangat dipengaruhi oleh Plato. Tetapi jauh dari nilai
yang lebih tinggi, digambarkan suatu negara yang alat-alat produksinya dikuasai oleh
umum. “Penduduk Utopia”, demikian dinyatakan oleh Plato melebihi semua bangsa
di dunia ini dalam hal perikemanusiaan, kesusilaan dan kebajikan.
Plato juga dikenal sebagai ahli sosiografi dan sebagai ahli kritik terhadap
keadaan sosial. Plato menguraikan tingkat kejahatan dan kekerasan di Pengadilan
pada masa itu selama 24 Tahun ada 72.000 pencuri digantung. walaupun dibrantas
dengan kekerasan. Namun, arus kejahatan tetap tidak berhenti. Zaman ini dapat
dianggap zaman lahirnya kriminologi dalam arti sempit, karena pada zaman ini
Thomas More membahas hubungan kejahatan dengan masyarakat. Ahli hukum ini
mengarang sebuah roman sisialistis yang bersifat utopis (1516).
Dia mengkritik pemerintah Inggris yang menghukum penjahat terlalu keras
mengatakan kejahatan hanya akan berkurang bila ada perbaikan hidup, bukan karena
hukuman yang keras. Mengecam susunan hukum pidana diamna berlaku hukuman
mati untuk pencurian, tetapi setuju bahwa penjahat harus menebus dosanya.
 PADA ABAD KE 17
Tidak banyak yang diuraikan van kan juga menguraiakan beberapa pernyataan
dari Erasmus, luther dan calvinj. Semuanya ini hanya pernyataan yang sambil lalu
saja, umpama bahwa kemiskinan dapat menyebabkan kejahatan. Mereka tak
menujukkan suatu pengertian dalam masyarakat ini.
 ABAD KE 18
Pada Abad ke-18 muncul mazhab klasik, sebagai reaksi atau ketidakpuasan dan
ketidakadilan serta kesewenang-wenangan pengusaha pada waktu ancient regime.
Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai peraturan yang melanggar undang-
undang. Ajarannya yang terpenting adalah “nulla crime sine lage” yang berarti tidak
ada kejahatan apabila undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai
perbuatan yang dilarang.
Hukum bertujuan menakut-nakuti dengan penjatuhan hukuman penganiayaan.
Secara yuridis adalah benar bahwa suatu tindakan disebut sebagai perbuatan jahat
atau kejahatan, ketika tindakan atau perbuatan tersebut telah memenuhi syarat atau
masuk dalam ranah perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang dibuat oleh
lembaga yang diberi wewenang oleh negara. Aliran yuridis membatasi sesuatu
perbuatan jahat atau kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara,
sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.
Sedangkan penjahat adalah para pelaku pelanggar hukum pidana tersebut dan telah
diputus oleh pengadilan pidana atas perbuatannya.
Artinya aliran yuridis atau hukum hanya melihat dan bersandar pada Asas
Legalitas yang termuat dalam Pasal 1 (1) Kitam Undang-Undang Hukum Pidana
bahwa “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan
pidana dalam undang-undang yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu, dalam
penjelasan ketentuan ini ditugaskan bahwa ketentuan hukum pidana modern yang
menuntut ketentuan pidana harus ditetapkan oleh undang-undang yang sah,
mengandung arti bahwa larangan-larangan menurut adat tidak berlaku untuk
menghukum orang.
Selanjutnya menuntut pula bahwa ketentuan pidana dalam undang-undang
tidak dapat dikenakan kepada perbuatan yang telah dilakukan sebelum ketentuan
pidana dalam undang-undang itu diadakan. Undang-undang tidak dapat berlaku surut
(mundur) “nullum delictum sine praevia lege poenali” yakni peristiwa pidana tidak
aka nada jika ketentuan pidana dalam undang- undang tidak akanada “terlebih
dahulu”. Dengan beelandaskan ketentuan ini, maka hakim terikat oleh undang-
undang sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri pribadi orang, karena sekalipun
seseorang telah dinyatakan sebagai penjahat oleh ketentuan undang-undang dan
peradilan pidana, namun orang tersebut atau pelaku tindak pidana memiliki hak
sebagai individu. Inilah gambaran dari reaksi masyarakat terhadap pelaku dan
kejahatan, yang dikuatkan oleh pembentuk undang-undang dan aturan hokum pidana
yang berlaku.
Jelas terlihat bahwa aliran yuridis yang sangat kaku, karena hanya menekankan
pada hukum yang berlaku dengan tidak melihat akan kondisi sosial, individu dan
lingkungan sekitar. Hasskel dan Yablonsky menerima alasan defenisi yuridis karena:
1. Statistik kejahatan dari pelanggaran-pelanggaran hukum yang diketahui oleh
polisi, yang dipertegas dalam catatan-catatan penahanan atau peradilan serta
data-datayang diperoleh dari orang-orang yang berada dalam penjara. Perilaku
yang tidak normatif atau perilaku anti sosial, yang melanggar hukum tidak
mungkin menjadi catatan apapun.
2. Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan
anti sosial.
3. Tidak ada kesepakatan yang norma-norma pelanggarannya merupakan perilaku
non normatifdengan suatu sifat kejahatan (kecuali bagi hukum pidana).
4. Hukum menyiapkan perlindungan bagi stigmatisasi yang tidak adil. Adalah
suatu kesalahan apabila meninggalkan hal ini dalam rangka membuat
pengertian kejahatan menjadi lebih inklusif.
Kesulitan pendataan kejahatan menjadi suatu persoalan karena data statistik
tidak dapat menjamin keakuratan data, tidak dapat mendeteksi dengan benar jumlah
kejahatan “yang melanggar hukum pidana yang berlaku pada setiap tahunnya”,
apalagi tidak ada ketetapan secara jelas tentang perbuatan anti sosial, selain yang
ditetapkan oleh hukum pidana. Hukum pidana sebagai pedoman menetapkan suatu
perbuatan sebagai kejahatan.
Aliran yuridis hanya menekankan pada persoalan perbuatan kejahatan
sebagaimana yang ditentukan dalam hukum pidana. Kondisi ini ada benarnya untuk
menghindari dari tindakan aparat hukum dalam ruangan lingkup sistem peradilan
pidana dengan mengkriminalisasikan suatu perbuatan sebagai kejahatan atas dasar
pandangan di luar hukum pidana.
 Penentangan terhadap hukum pidana dan acara pidana yang berlaku
Hukum pidana dari akhir pertengahan dan abad ke-16, ke 17 dan bagian
besar dari abad ke 18 semata-mata ditujukan untuk menakut-nakuti dengan
jalan menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Hukuman mati yang dilakukan
beranekaragam, umumnya didahului dengan penganiayaan yang ngeri
(badannya ditarik dengan roda) dan hukuman atas badan merupakan hukuman
yang sehari-hari dilakukan dan yang diperhitungkan ialah pencegahan umum.
Kepribadian si penjahat tidak diperhatikan, ia hanya merupakan alat untuk
menakuti orang lain sebagai contoh dan hanya di pandang penting hanyalah
perbuatan yang jahat itu.Perturan-peraturan hukum pidana tidak tegas
perumusannya (analogi dalam hukum pidana) dan memberikan kemungkinan
untuk berbagi-bagi tafsiran).
Acara pidana demikian juga. Sifatnya equisitor, dan terdakwa di pandang
hanya sebagai benda pemeriksaan,yang di lakukan dengan rahasia. dan hanya
berdasarkan laporan-laporan tertulis saja. Cara pembuktiannya sangat
tergantung dari kemauan sipemeriksa,dan pengakuan di pandang sebagai syarat
pembuktian yang utama (karena itu bangku penyiksa).
Gerakan penentangan yang terbesar dari rakyat golongan tengah terhadap
“ancien ragime” mempengaruhi juga jalannya perubahan dalam hukum pidana
dan acara piadana “aufklarung” juga menyoroti lapangan tersebut. Hak-hak
manusia akan beralaku juga untuk penjahat-penjahat. Montesquieu (1689-
1755) membuka jalan dengan bukunya “Esprit des luis” (1748), dimana ia
menentang tindakan sewenang-wenang, hukum yang kejam, dan banyaknya
hukuman yang di jatuhkan.
 Sebab-sebab sosial (kemasyarakatan) dari kejahatan
Karangan-karangan yang terbit dalam zaman penerangan memberikan
penghargaan tinggi kepada pendidikan manusia, jadi kita antara lain pada
penglihatan pertama mengharap bahwa akan diberikan perhatian pada bagian
dari kriminologi ini. Sosiologi umum pada waktu itu belum cukup berkembang
untuk itu criminal yakni statistic criminal, belum ada. Oleh para pembuat
encyclopaedia dan para pemimipin revolusi perancis sekali- sekali ditunjuk
tentang adanya hubungan antara kejahatan dengan keadaan masyarakat.
Montesquieu menyatakan, bahwa penbentukan perundang- undangan yang
baik harus lebih mengikhtiarkan pencegahan kejahatan daripada hukuman
“Voltaire dalam bukunya prix de la justice et de I’humanite” (1777) mencacat
bahwa pencurian dan lain-lain kejahatannya adalah orang miskin. Brissot de
warville yang pertama kali mengucapkan: ia propriete c’est le vol menrangkan
dalam bukunya theory des lois criminal bahwa manusia dilahirkan tidak
sebagai musuh masyarakat, tapi menjadi demikian karena keadaan
(kekurangan, kemalangan).
Kurangnya kejahatan berhubungan langsung dengan baik atau tidaknya
cara menjalankan pemerintahan.

 Sebab-sebab anthropologi daripada kejahatan


Memandang kejahatan dari sudut medis pelopornya dakter prancis j.c de la
mettrie (1709-1750) ini merujuk kepada pengaruh zat-zat sehiggga apa yang
mereka lakukan di luas kesadaran mereka sehingga mereka tidak bisa lagi
mengktrol apay ang dilakukannya sehigga kejahatan itu terjadi.
Kemudian, C. Beccaria dengan judul karangannya “Dei Deliti E Delle
Pene (1764)” mengutarakan segala keberatan terhadap segala hukum pidana
dan hukuman-hukuman yang berlaku pada waktu itu. G. Filangieri dengan
judul bukunya “Scienza Della Legislazione (1780/5)”. Sedangkan di Inggris
dan di Jerman pada waktu itu belum ada yang terkenal, hanya J. Bentham
(1748- 1832), ahli hukum dan filsafat yang menciptakan aliran utilitarisme.
Karya utamanya ialah “Introduction to the Principles of Morals and Legislation
” (1780). Dia pada tahun 1791 menerbitkan suatu rencana pembuatan lembaga
pemasyarakatan model baru yang dinamai Panopticon or the Inspection House.
Bahkan sebelum zaman Revolusi Perancis, ide-ide ini sudah ada hasilnya.
Dan pada tahun 1780 Perancis menghapuskan penganiayaan, sedang pada
tahun 1740 Frederik Agung sudah menghapuskan penganiayaan tersebut.
Sedangkan Joseph II menghapuskan hukuman mati.

B. ABAD KE 19
Pada abad ke-19 muncul pandangan baru yang menitikberatkan pada pelakunya
dalam studi kejahatan. Mazhab ini disebut dengan Mazhab positif di pelopori oleh Cesare
Lombroso dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman dari Italia. Aliran ini berusaha untuk
mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep yang non hukum,
serta mengartikan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam (natural
law).
Perkembangan kejahatan dengan menentang pada aliran yuridis, dimana para
sarjana aliran sosiologis tidak menyetujui adanya batasan menetapkan kejahatan
sebagaimana yang ditegaskan oleh aliran yuridis. Defenisi yuridis telah memberikan
“batasan atas perilaku yang disebut kejahatan”, karena bersifat “statis”. Perkembangan
masyarakat selalu tidak statis dari masa ke masa, demikian perkembangan kejahatan.
Perkembangan dunia kejahatan lebih pesat dibanding dengan perkembangan hukum.
Satjipto Rahardjo mengatakan hukum terseok-seok mengejar perkembangan zaman.
Pada zaman modernisasi, globalisasi, bahkan pada zaman Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) hukum akan tertinggal jauh dari perkembangan kejahatan. Segala cara
akan dilakukan orang demi keuntungan pribadi atau kelompok, meskipun melalui cara-
cara anti sosial, maka akan hadir pula bentuk-bentuk kejahatan, dan hukum pidana harus
bekerja keras untuk membentengi dan membatasi kejahatan yang berkembang dan hidup
di masyarakat. Oleh sebab itu, Thorsten Selli mengatkan bahwa pemberian batasan
defenisi kejahatan secara yuridis tidak memenuhi tuntutan-tuntutan keilmuan. Suatu dasar
yang lebih baik bagi perkembangan kategori-kategori keilmuan adalah dengan
memberikan dasar yang lebih baik dengan mempelajari norma-norma kelakuan (conduct
norm), karena konsep norma-norma perilaku yang mencakup setiap kelompok atau
lembaga seperti negara serta merupakan ciptaan kelompok-kelompok normatif maupun,
serta tidak terkurung oleh batasan-batasan politik dan tidak selalu terkandung dalam
hukum.
Montesquieu (1689-1755) dalam bukunya “Esprit des lois” (1748) membuka jalan,
dimana ia menentang tindakan sewenang-wenang hukuman yang kejam. Kemudian,
Rousseau (1712-1778), melawan terhadap perlakuan kejahatan kepada penjahat. Voltaire
(1648-1778) yang pada tahun 1672 tampil sebagai pembela “Jean Clas” yang tidak
berdosa yang dijatuhi hukuman mati dan menentang terhadap peradilan pidana yang
sewenang-wenang itu.
Pada tahun 1777 di Bern diadakan perlombaan mengarang untuk merencanakan
suatu hukuman pidana yang baik. JP Marat judul karangannya Plan de Legislation
Criminelle (1980) dan JP Issot de Warville (1745-1793) dengan judul Theorie des Lois
Criminelles (1781). Di Inggris dan Jerman waktu itu belum ada yang terkenal hanya J.
Bentham (1748-1882), ahli hukum dan filsafat yang menciptakan aliran Utilitarisme,
karya utamanya adalah Introduction to the principles of morals and legislation (1780).
Pada tahun 1791, ia merencanakan menerbitkan lembaga permasyarakatan model baru
yang dinamai “Penopticon or the inspection house).
Sebelum zaman revolusi Perancis ide-ide ini sudah ada dan hasilnya pada tahun
1780 Perancis menghapus penganiayaan dan pada tahun 1740 Frederik Agung sudah
menghapus penganiayaan tersebut. Sedangkan Joseph menghapus hukuman mati. Aliran
sosiologis menegaskan bahwa kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang
ditetapkan oleh masyarakat walaupun masyarakat memiliki perilaku yang berbeda-beda,
akan tetapi ada didalamnya bagian- bagian tertentu yang memiliki pola yang sama.
Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaidah. Gejala kejahatan itu terjadi
didalam suatu proses interaksi sosial, ada bagian-bagian tertentu dari masyarakat yang
memiliki wewenang untuk merumuskan tentang kejahatan.
Austin Turk memberikan gambaran tentang kejahatan sebagai berikut:
1. There is apparently not pettern of human behavior which has nor been at least
toleranted in some normative structure.
2. The behavioral element comparison illegal act are not specific to criminals as
distinguished from other human behavior.
3. There is selective and differential perception of every element (individual
testimony, actions, sequences of evens, location involving a criminal act).
4. An individual range behavioral included many more acceptable than intolerable
actions objective and relations.
5. Criminal acts attributed to the some individuals vary in terms both than actual of
imputed behavior on separated occasions and of the frequencies of particulrs act.
6. Most criminal acts do not become known and recorded.
7. Not all person known to have violated to law providing for penalties imposed by
authorities are subjective to punitive legal recognition.
8. For more offense categories, the rates are relatively high for lower status minority
groups, young male, transien urban populations.
Kejahatan adalah bukan pola perilaku manusia yang telah atau setidaknya
ditoleransikan pada beberapa struktur normatif. Perilaku menyimpang yang disebut
kejahatan bukan hanya ada pada aturan tertulis atau struktur normatis saja tetapi juga
pada nilai-nilai masyarakat bahwa perilaku itu adalah kejahatan.
Bagian dari perilaku menyimpang bukan perbandingan yang sah, antara perbuatan
kejahatan dan perbuatan yang tidak khusus sebagai kejahatan seperti yang dibedakan
dengan perilaku manusia lainnya. Perilaku menyimpang itu sesungguhnya tidak dapat
dibatasi keberadaannyadengan sebutan kejahatan dan bukan kejahatan, karena perilaku
menyimpang hidup dan berkembang dalam masyarakat tidak bisa dibatasi dan
dikotakkan dalam sebutan kejahatan dalam rumusan yang dibatasi.
Perilaku menyimpang atau kejahatan perlu diselektif dan dibedakan dalam
beberapa bagian yakni individunya, kesaksian, urutan kronologis tindakan yang
seimbang dan lokasi tindak pidana. Pada dasarnya tidak mudah untuk menetapkan suatu
tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang merupakan kejahatan, perlu
diselektif dalam melihat perbuatannya tersebut. Perilaku dalam jumlah banyak harus
masuk dan diterima sebagai perilaku menyimpang secara obyektif dan memiliki
hubungan yang erat sehingga dapat dikatakan sebagai kejahatan.
Tindak pidana terkait pada seseorang, dan sangat bervariasi dan meningkat secara
jumlah yang merupakan bagian dari tindakan. Banyak pula tindak pidana yang tidak
diketahui dan dicatat keberadaannya. Dan tidak semua orang atau pelanggar mengetahui
ada hukuman yang dipaksakan oleh kekuasaan yang secara subyektif untuk adanya
pengakuan dan dihukum. Untuk kategori pelanggaran atau kejahatan rangking tertinggi
untuk status yang rendah atau menurun adalah untuk kelompok minoritas, anak laki-
laki, penduduk pindahan dan urbanisasi. Pribadi penjahat tidak mendapat perhatian
sehingga acara pidana bersifat inquisitor.
Pembuktian tergantung dari kemauan si pemeriksa dan pengakuan sitersangka.
Keadaan ini mengundang reaksi. Reaksi terhadap ancient regime mempengaruhi hukum
dan acara pidana. Keadaan ini disokong dengan timbulnya afklarung. Mulailah hak
asasi manusia diberlakukan pula untuk si penjahat demi rasa adil.
Ada tidak hal penting yang terjadi dalam Kriminologi:
a. Perubahan dalam Hukum Pidana
Perancis mengakhiri sistem hukum pidana lama. Code Penalnya disusun
dimana telah dirumuskan dengan tegas kejahatan, dan tiap manusia sama dimuka
bumi Undang-undang. Hal ini berpengaruh ke negeri Belanda sehingga pada
Tahun 1809 diadakan “Het criminiel wetboek voor het Koningkrijk Holland”.
Juga Inggris dipengaruhi oleh J. Bentham menyusun KUHP Pidana Inggris
(1810). Keadaan lembaga pemasyarakatan di Inggris sangat buruk tetapi di
Nederland telah ada reorientasi.
Di Amerika diadakan perubahan yang radikal (1791) dalam lembaga
pemasyarakatan. Pada tahun 1823 di New York diadakan sistem Auburn.
Perbaikan ini belum menyeluruh baru bersifat yuridis, suatu hal yang masih utopis
adalah mempersamakan semua penjahat.
Hal ini masih mendapat perlawanan karena penjahat berbuat jahat tidak
sama, dan logis bila tidak dipersamakan. Iklim baru benar-benar terjadi pada
tahun 70 abad 19. Kriminologi memberi sumbangannya.
b. Sebab-sebab Sosial dari kejahatan
W. Gowin (1756-1836) menerangkan adanya hubungan susunan masyarakat
dengan kejahatan. Ch. Hall (1739-1819) mengkritik keadaan sosial yang pincang
dari kaum buruh sebagai akibat industrialisasi. Th Hodsgskin (1787-1869), dan R.
Owen (1771-1858) memberi pandangan baru dalam bukunya “The Book of the
new moral world” (1844) mengatakan bahwa lingkungan yang tidak baik
membuat kelakuan seseorang menjadi jahat, dan lingkungan yang baiksebaliknya.
Timbullah semboyan : ubahlah keadaan masyarakat dan anggota-anggotanya akan
berubah pula. Jika tiap orang dididik dengan baik serta cukup untuk hidup, taraf
moral akan naik dan hukuman tidak perlu.
c. Sebab-sebab psikiatri antropologis dari kejahatan
Pada masa ini orang gila masih diperlakukan seperti penjahat. Penjahat yang
mempunyai kemauan bebas (free will) sedang orang gila sebelumnya tidak
memiliki kemauan bebas untuk memilih perbuatan baik atau buruk, tetapi berkat
lahirnya ilmu psikiatrik mulailah ada perubahan.Dokter Perancis Ph. Pinel (1754-
1826) memperkenalkan ilmu baru ini. Hasilnya ditambahkannya dalam satu pasal
Code Penal yang berbunyi, “tidaklah terdapat suatu kejahatan apabila si terdakwa
berada dalam sakit jiwa”.
F.J. Gall (1758-1828) berpendapat bahwa kelainan pada otak (antropologis)
menyebabkan orang jadi jahat. P. Broca (1824-1880) juga menyatakan bahwa
benjolan pada tengkorak (antropologis) menyebabkan kejahatan.

C. ABAD KE 20
Pada akhir 19 kriminologi konvensional dianggap ilmu pengetahuan tersendiri di
Eropa dan Amerika Serikat. Para pelopornya adalah Lombroso, Ferri, Von Liszt.
Kriminologi ditujukan untuk memahami penjahat secara rasionil dan obyektif.
Berdasarkan penelitiannya Lambroso memperkenalkan teori bahwa penjahat dapat
dikenal dari bentuk badan yang dibawa sejak lahir. Teori ini tidak mengandung
kebenaran, sehingga menimbulkan reaksi. Ferri memperbaiki teori ini dengan
mengkompromikan teori Lacas Sagne. Von Liszt sependapat dengan Ferri, dan
menyarankan agar pendapat baru kriminologi ini diperhatikan dalam hukum pidana.
Dan hal ini merupakan aliran baru dalam hukum pidana mulai saat itu kriminologi
menjadi pengetahuan bantuan hukum pidana. Karena aliran baru hukum pidana menganut
aliran baru kriminologi, lalu berpendapat bakat serta lingkungan tindak perlu
diperhatikan dalam menjatuhkan hukuman. Ini berarti meminta petugas pelaksana hukum
pidana mempertimbangkan lingkungan dan bakat petindak sebelum menjatuhkan
hukuman.
Aliran baru ini menentang aliran konvensional hukum pidana yang berpendapat
tindakan pelanggar hukum timbul dari keinginan sendiri setelah memperhitungkan
untung ruginya. Makanya cukup mempelajari tindakannya saja tanpa memperhatikan diri
petindak dan hukuman wajar diberi. Hemat penulis, paparan di atas mengindikasikan
adanya perkembangan pesat dalam kriminologi.
Sehingga ia tidak hanya mempelajari kejahatan dan yang berkaitan, tetapi ia sudah
menjelma dalam bentuk kajian keilmuan tersendiri. Seperti yang dilakukan difakultas-
fakultas hukum. Tidak lain dan tidak bukan karena mamfaatnya yang sangat besar
tehadap kejahatan dan bagaimana antisipasinya. Hal ini, misalnya terlihat dari kajian-
kajian yang dilakukan oleh Stepahan Hurwitz, Soedjono D., dll.
Pada pertengahan abad ke-20, konsep kejahatan yang non hukum menguasai para
sarjana kriminologi. Ray Jeffrey menegaskan bahwa mempelajari kejahatan harus
dipelajari dalam kerangka hukum pidana dari hukum pidana kita dapat mengetahui
dengan pasti dalam kondisi yang bagaimana suatu tingkah laku dipandang sebagai
kejahatan, dan bagaimana peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan sistem
norma yang lain. Konsep ini mengambil dua model atau menggunakan penggabungan
pandangan yuridis dan sosiologis.
George C. Vold menegaskan bahwa dalam mempelajari kejahatan terdapat
“persoalan rangkap”, artinya kejahatan selalu menunjuk pada perbuatan manusia, dan
juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang dibolehkan, dan apa
yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semuanya itu terdapat dalam
undang-undang kebiasaan dan adat istiadat. E. Durkheim seorang pakar sosiologi,
kejahatan bukan saja normal. Dalam arti tidak ada masyarakat tanpa kejahatan, bahkan ia
menambahkan bahwa kejahatan merupakan sesuatu yang diperlukan, sebab ciri setiap
masyarakat adalah dinamis dan perbuatan yang telah menggerakan masyarakat tersebut
pada mulanya seringkali disebut sebagai kejahatan seperti dengan dijatuhkan hukuman
mati terhadap Socrates dari Galileo- Galelea atas buah pikieannya.
Ia menegaskan bahwa kejahatan bukanlah fenomena alamiah, melainkan fenomena
sosial dan historis, sebab tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, diberi “cap” dan
ditanggapi sebagai kejahatan. Disana harus ada masyarakat, normanya. Aturannya dan
hukumnya yang dilanggar. Disamping ada lembaga yang bertugas menegakkan norma
dan menghukum pelanggarnya.
Ada tiga aliran yang berkembang pada bad ke-20
a. Aliran Positif
Matza, cirri-ciri aliran positif yaitu :
1. Mengutamakan pelaku kejahatan dari hukum pidana.
2. Tingkah lakumanusia ditentukan oleh factor-faktor lingkungan dan fisik
(Hagan 1987).
3. Pelaku kejahatan sangat berbeda dengan yang bukan pelaku kejahatan.
b. Aliran Hukum dan Kejahatan
Sejak Tahun 60-an perhatian terhadap hukum memperoleh peranan kembali.
Peranan hukum sangat penting dalam menentukan pengertian kejahatan. Tokoh-
tokohnya adalah :
1. Sutherland yang berpendapat bahwa criminal behavior is behavior in violetion
of a criminal law.
2. Nettler (1984) a crime is an intentional violation of criminal law.
3. Tappen (1960) crime is an international act or omission of criminal law.
4. Mannhein (1965) kejahatan adalah konsep yuridis, tingkah laku manusia yang
dapat dihukum berdasarkan hokum pidana.
c. Aliran Social Defence
Dipelopori Judge Marc Ancel (Paris 1954) penjelasan teori ini adalah sebagai
berikut :
1. Tidak bersifat deterministic.
2. Tidak menyetujui tipologi kejahatan.
3. Memiliki keyakinan akan nilai-nilai kesusilaan.
4. Menolak dominasi ilmu pengetahuan modern dan menghendaki diganti dengan
politik criminal.
Pada abad ini mulai terdapat penentangan terhadap hukum pidana. Hukum pidana
sebelumnya ditujukan untuk menakuti dengan penjatuhan hukuman penganiayaan yang
menjerakan. Pribadi penjahat tidak mendapat perhatian sehingga hukum acara pidana
bersifat Pembuktian tergantung dari kemaun si pemeriksa dan pengakuan si tersangka .
Keadaan ini mengundang reaksi, reaksi terhadap ancientregime mempengaruhi hukum
dan hukum acara pidana. Keadaan ini disokong dengan timbulnya Aufklarung. Mulai
pidana. hukum dan Hak Azasi manusia diberlakukan untuk si penjahat dan rasa yang
berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai