Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PEKEMBANGAN ANTROPOLOGI HUKUM

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Hukum

Kelompok 2:

Muhamad Zaenal Mustofa (11) 195010100111176

Wahyu Adi Wijaya (12) 195010100111192

Veronica Magdalena Soesilo (13) 195010100111211

Hana Rhiana Maharani (14) 195010100111215

Carissa Tita Zhafirah (15) 195010101111001

Mohammad Arsy Syach (16) 195010101111016

Syofina Dwi Putri Aritonang (17) 195010101111017

Jauhar Asyraf Afandi (18) 195010101111028

Eryna Badriyah Rahmawati (19) 195010101111047

Maria Krista Ardhya Putri (20) 195010101111048

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kerena
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah
Sejarah Antropologi Hukum. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak dan juga referensi-referensi
yang penulis dapatkan dari internet maupun jurnal.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Sholehudin, SH., MH selaku dosen pembimbing mata kuliah
antropologi hukum
2. Serta anggota kelompok 2 yang telah membantu dalam penulisan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh
penulis sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membaca.

Malang, 19 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB 2 PEMBAHASAN 5
2.1 Fase Awal Studi Teoritis dengan Pendekatan Antropologi Hukum 5
2.2 Fase Awal Abad ke-20 6
2.3 Fase Dekade Tahun 1940-1950-an 6
2.4 Fase Dekade Tahun 1960-an 7
2.5 Fase Dekade Tahun 1970-an 7
BAB 3 PENUTUP 9
3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial. Antropologi mirip


dengan sosiologi, tetapi sosiologi lebih menitikberatkan pada pola interaksi
masyarakat dan kehidupan sosial. Secara keseluruhan, antropologi dapat diartikan
sebagai cabang ilmu yang meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi
kemanusiannya.1 Sisi holistic tersebut yang memisahkan antropologi dari disiplin
ilmu kemanusian lainnya yang lebih menekankan pada perbandingan atau
perbedaan budaya yang terdapat di antara manusia. 
Secara etimologis, Antropologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu Anthropos
yang berarti manusia dan Logos yang berarti ilmu pengetahuan. 2  Menurut
Koentjaraningrat, Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari umat manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.3  Sedangkan pengertian hukum, menurut Prof.
Soedikno Mertokusumo didefinisikan sebagai keseluruhan kumpulan
peraturan/kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah
laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan sanksi.4 Sehingga dapat dikatakan bahwa antropologi
hukum itu sendiri merupakan ilmu yang mempelajari mengenai peran, status atau
kedudukan, nilai, norma dan juga budaya atau kebudayaan manusia. 5 Kesemua hal
tersebut merupakan bahan kajian dan merupakan hal yang sangat erat dalam
mempelajari antropologi hukum. 6 Selain itu, secara singkat menurut Mochtar

1
Murni Eva Marlina Rumapea, Buku Ajar Antropologi Hukum, Yayasan Kita Menulis, 2021,
hlm 1
2
Dila Baitul Rahmi, Ruang Lingkup Antropologi Hukum, Universitas Ekasakti, hlm 1.
3
Murni Eva Marlina Rumapea, loc.cit.
4
Murni Eva Marlina Rumapea, op.cit. hlm 2.
5
Yavelma Ikhnadito, Sejarah Antropologi Hukum, Universitas Ekasakti Padang, hlm 1.
6
Yavelma Ikhnadito, loc.cit.
Kusumaatmaja, Antropologi Hukum juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di bidang hukum. 7
Antropologi berkembang secara pesat dari dulu hingga saat ini. Sejak sekitar
warsa 1980-an dunia pendidikan ilmu hukum di Indonesia semakin diperkaya
dengan pengenalan studi-studi hukum empiris dengan menggunakan pendekatan
antropologis, oleh karena itu ilmu antropologi juga mendapat perhatian khusus oleh
kalangan masyarakat. Pada dasarnya, Antropologi hukum merupakan sub disiplin
ilmu hukum empiris yang memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan
menggunakan pendekatan antropologis.8 Meskipun demikian, dari sudut pandang
antropologi, sub disiplin antropologi budaya yang memfokuskan kajiannya pada
fenomena empiris kehidupan hukum dalam masyarakat secara luas dikenal sebagai
antropologi hukum.9 
Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbal-balik antara
hukum dengan fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan
masyarakat yaitu bagaimana kemudian hukum itu berfungsi dalam kehidupan
masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial ( social
control) ataupun sebagai sarana untuk menjaga keteraturan sosial ( social order)
dalam masyarakat.10 Dengan kata lain, studi-studi antropologis mengenai hukum
memberi perhatian pada segi-segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan
fenomena hukum dalam fungsinya sebagai sarana menjaga keteraturan sosial atau
alat pengendalian sosial (Pospisil, 1971:x, 1973:538; Ihromi, 1989:8). 11 Oleh karena
itu, studi antropologis mengenai hukum secara khusus mempelajari proses-proses
sosial di mana pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga masyarakat
diciptakan, dirobah, dimanipulasi, diinterpretasi, dan diimplementasikan oleh warga
masyarakat (F. von Benda-Beckmann, 1979, 1986). 12 

7
Murni Eva Marlina Rumapea, op.cit. hlm 2.
8
Murni Eva Marlina Rumapea, oc.cit.
9
Murni Eva Marlina Rumapea, loc.cit.
10
Murni Eva Marlina Rumapea, op.cit. hlm 3.
11
Murni Eva Marlina Rumapea, loc.cit.
12
Murni Eva Marlina Rumapea, loc.cit.

2
Dalam perkembangan sejarah antropologi hukum senantiasa mengalami
perubahan dan perkembangan. Dalam periode sejarah yang berbeda, berkembang
asumsi-asumsi teoritis, minat perhatian, serta metode yang berbeda pula. Demikian
pula halnya hubungan antropologi hukum dengan bidang-bidang ilmu yang
berdekatan, seperti disiplin ilmu hukum, ilmu sosial, teori hukum, teori kebiasaan,
dan hukum adat.13 Perkembangan antropologi hukum tersebut senantiasa
merupakan hasil penafsiran yang ditelusuri secara empiris. Awal mula
perkembangan antropologi hukum modern biasanya dikaitkan dengan karya Maine,
Ancient Law (1861) dan karya Bachhofen, Das Mutterrecht (1861).14  

Sejak 1980-an, dunia pendidikan ilmu hukum di Indonesia diperkaya dengan


pengenalan studi hukum empiris menggunakan pendekatan antropologis. T.O Ihromi
dan Valerine J.L. Kriekhoff dari Universitas Indonesia bekerja sama dengan F. von
Benda-Beckmann dari Wageningen Agriculture University the Netherlands dapat
dinobatkan sebagai pencetus dasar-dasar antropologis tentang hukum yang
kemudian dikenal sebagai antropologi hukum atau anthropology of law, legal
anthropology, atau anthropological study of law. 
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa penting untuk mempelajari ilmu
antropologi hukum sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana norma-norma
hukum itu diimplementasikan di dalam kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu
dalam makalah ini mencoba untuk memberi pemahaman mengenai bagaimana
perkembangan serta sejarah mengenai Antropologi Hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dalam
makalah ini akan membahas rumusan masalah , yaitu :
1. Bagaimanakah Tahapan Sejarah Perkembangan Antropologi Hukum?

13
T.O Imrohi, Antropologi Hukum: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001, hlm 2.
14
 T.O Imrohi, op.cit, hlm 4.

3
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik
tujuan dari dibuatnya makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami Tahapan-tahapan Sejarah Perkembangan
Antropologi Hukum.

4
BAB II
PEMBAHASAN
Fase Awal pemikiran antropologis dengan perspektif hukum diawali dengan
mulai munculnya studi-studi yang dilakukan oleh para kalangan ahli antropologi yang
bukan merupakan kalangan dari sarjana hukum. Awal mula lahirnya ilmu Antropologi
Hukum sering dikaitkan dengan salah satu karya klasik dengan judul “ The Ancient Law”
yang merupakan karya dari Sir Henry Maine dan pertama kali diterbitkan pada tahun
1861. Sir Henry Maine dipandang sebagai tokoh yang meletakkan dasar studi dari
antropologi yang berspektif hukum melalui suatu intoduksi teori evolusionistik ( the
evolusionistic theory) yang membahas mengenai masyarakat dan hukum, yang secara
ringkas menjelaskan mengenai : Hukum yang berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri, yaitu dari masyarakat sederhana ( primitive),
tradisional, dan kesukuan atau tribal menuju ke masyarakat yang sifatnya kompleks
dan modern, serta hukum yang inheren dengan masyarakat semula yang menekankan
kepada status, yang kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak. Lebih lanjut
akan dibahas mengenasi fase-fase tahapan perkembangan sejarah antropologi hukum
yang terbagi menjadi beberapa fase, yaitu :
2.1 Fase Awal Studi Teoritis dengan Pendekatan Antropologi Hukum
Sesuai dengan tahapan perkembangannya, pada fase ini studi-studi teoritis terkait
hukum dilakukan dengan pendekatan antropologis yang lebih memfokuskan studi pada
suatu fenomena hukum yang terdapat didalam kehidupan masyarakat bersahaja
(primitive), tradisional , serta kesukuan (tribal) yang dalam skala evolusi bentuk-bentuk
organisasi sosial dan hukum yang mengiringi perkembangan masyarakat manusia.
Sementara, metode kajian yang digunakan dalam fase perkembangan ini guna untuk
memahami fenomena hukum dalam masyarakat adalah metode armchair methodology.
Armchair methodology merupakan suatu metodologi untuk memahami hukum yang
terdapat di dalam perkembangan masyarakat berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan
di belakang meja, sambil duduk di kursi empuk, dan di dalam ruangan yang nyaman,
yaitu dilakukan dengan membaca serta menganalisis sebanyak mungkin suatu
documentary data yang bersumber dari catatan-catatan perjalanan para petualang

5
maupun pelancong, ataupun berasal dari laporan-laporan berkala dan dokumen resmi
para missionaris, pegawai sipil serta para serdadu pemerintah kolonial dari daerah-
daerah yang dijajahnya.15
2.2 Fase Awal Abad ke-20
Pada awal abad ke-20 ini metode kajian-kajian hukum yang dilakukan pada fase
awal sudah mulai ditinggalkan, dan mulai memasuki perkembangan metode studi
lapangan (fieldwork methodology) dalam studi-studi antropologis tentang hukum.
Karya Barton, misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1919 merupakan hasil dari metode studi lapangan yang intensif dalam
masyarakat suku Ifugao di Pulau Luzon Philipina. Selanjutnya, karya Malinowski
berjudul Crime and Custom in Savage Society yang pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1926 merupakan hasil studi lapangan yang komprehensif dalam masyarakat suku
Trobrian di kawasan Lautan Pasific, dan seterusnya hingga sampai sekarang metode
fieldwork menjadi metode khas dalam studi-studi Antropologi Hukum. Beberapa tema
kajian yang paling menonjol pada fase awal perkembangan Antropologi Hukum berkisar
pada pertanyaan-pertanyaan seperti : apakah hukum itu? Apakah ada hukum dalam
masyarakat yang bersahaja, tradisional, dan kesukuan? Bagaimanakah hukum berujud
dan beroperasi dalam kehidupan masyarakat?
2.3 Fase Dekade Tahun 1940-1950-an
Pada dekade ini tema-tema kajian Antropologi Hukum telah bergeser ke
mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat sederhana. Karya
klasik dari Llewellyn dan Hoebel berjudul The Cheyenne Way (1941) merupakan hasil
studi lapangan kolaborasi dari seorang sarjana hukum dengan ahli antropologi dalam
masyarakat suku Cheyenne (suku Indian) di Amerika Serikat. Kemudian, Hoebel
mempublikasikan The Law of Primitive Man (1954), diikuti dengan karya Gluckman
mengenai Hukum orang Barotse dan Lozi di Afrika, karya Bohannan tentang Hukum
orang Tiv, karya Gulliver mengenai Hukum orang Arusha dan Ndendeuli. Karya Fallers
mengenai Hukum dalam masyarakat suku Soga, dan karya Pospisil tentang Hukum

15
Tajul Arifin, Antropologi Hukum, Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, Bandung, 2016, hlm 21.

6
orang Kapauku di Papua. Fase perkembangan tema studi Antropologi Hukum ke arah
mekanisme-mekanisme peneyelesaian sengketa seperti disebutkan di atas disebut oleh
F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of dispute settlements. 16
2.4 Fase Dekade Tahun 1960-an
Pada dekade tahun 1960-an, fenomena kemajemukan hukum atau pluralism
hukum merupakan tema-tema studi antropologi yang lebih menjadi perhatian. Hal yang
pertama difokuskan dari tema plurarisme dalam hukum adalah kompleksnya cara-cara
untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme tradisional, lalu setelah itu cara
penyelesaiannya diarahkan dengan mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa
dengan menganut hukum pada pemerintah kolonial dan pemerintah negara-negara
yang sudah merdeka.17 Beberapa karya yang telah dihasilkan pada saat itu tidak secara
sistematis memberi perhatian eksistensi mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa
menurut hukum kolonial dan hukum negara-negera sedang berkembang, dapat diambil
contoh dari karya Bohannan, Gluckman, dan Gulliver.
2.5 Fase Dekade Tahun 1970-an
Sejak tahun 1970-an tema studi-studi Antropologi Hukum telah tersistematis
berfokus pada hubungan antar institusi-institusi penyelesaian sengketa secara
tradisional, neo-tradisional, dan menurut institusi hukum negara. Karya Nader dan
Todd (1978) yang fokus mengkaji mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga
penyelesaian sengketa di beberapa kelompok masyarakat tradisional dan modern di
beberapa negara. Dengan karyanya Barkeley Village Law Projects, ia memperlihatkan
kecenderungan baru dari topik-topik Antropologi Hukum. Selain itu, mekanisme
penyelesaian sengketa di kalangan orang Togo di Afrika karya van Rouveroy van
Nieuwaal adalah salah satu publikasi yang perlu dicatat. Kemudian pemahaman
tentang penyelesaian sengketa terhadap harta waris di kelompok orang Minangkabau
menurut pengadilan adat dan PN di Sumatera Barat yang dituliskan dalam karya F. von
BendaBeckmann dan K. von Benda-Beckmann (1984)

16
Ibid, hlm 22.
17
Ibid, hlm 23.

7
Contoh karya Sally F. Moore (1978) tentang kemajemukan hukum agraris dalam
kehidupan suku Kilimanjaro di Afrika, dan mekanisme dalam proses produksi pabrik
garment terkenal di Amerika dapat dicatat sebagai perkembangan baru studi pluralisme
hukum. Fase tersebut terkait studi pluralisme mekanisme penyelesaian hukum yang
mulai ditinggalkan, dan mulai diarahkan kepada studi - studi pluralisme hukum di luar
penyelesaian sengketa. Kemudian, studi-studi pluralisme hukum mulai difokuskan pada
24 mekanisme jaminan sosial (social security), pasar dan perdagangan, mekanisme
irigasi pertanian, institusi koperasi dan perkreditan di daerah pedesaan di negara-
negara sedang berkembang. Studi - studi tersebut dikembangkan oleh Agrarian Law
Department Wageningen Agriculture University.
F. von BendaBeckmann (1989) menyebutkan bahwa fase perkembangan tema
pluralism hukum yang menyoroti topik-topik penyelesaian sengketa maupun non
penyelesaian sengketa, interaksi antara hukum negara, hukum rakyat, atau dengan
hukum agama disebut fase the anthropology of legal pluralism. Kecenderungan yang
berkembang sejak tahun 1970-an adalah penggunaan pendekatan sejarah dalam studi-
studi Antropologi Hukum. Studi yang dilakukan Moore (1986), Snyder (1981), F. von
Benda-Beckmann (1979), K. von BendaBeckmann (1984) misalnya, secara eksplisit
menggunakan kombinasi dimensi sejarah untuk menjelaskan interaksi institusi hukum
negara (state law) dengan hukum rakyat (folk law) dalam kajian pluralisme hukum
penyelesaian sengketa.18 Di Indonesia sendiri, sejak Tahun 1980-an dalam dunia
pendidikan ilmu hukum mulai diperkaya dengan pengenalan studi-studi hukum empiris
dengan menggunakan pendekatan antropologis. Untuk ini, T.O. Ihromi dan Valerine
J.L. Kriekhoff dari UI bekerjasama dengan F. von Benda-Beckmann dari Wageningen
Agriculture University the Netherlands dapat dinobatkan sebagai peletak dasar studi-
studi antropologis tentang hukum yang kemudian dikenal sebagai Antropologi Hukum
(Anthropology of Law, Legal Anthropology, Anthropological Study of Law). 19

18
Ibid, hlm 24.
19
Loc.cit.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Antropologi merupakan salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial. Antropologi mirip
dengan sosiologi, tetapi sosiologi lebih berfokus pada pola interaksi masyarakat dan
kehidupan sosial. Secara umum, antropologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang
mempelajari manusia pada setiap waktu dan setiap dimensi kemanusiaan. 20 Aspek holistik
ini memisahkan antropologi dari disiplin ilmu humanistik lainnya yang menekankan pada
perbandingan atau perbedaan budaya antara manusia.
Dari pembahasan sejarah antropologi hukum, dimulai dengan pemahaman
manusia tentang interaksi antar individu atas dasar hukum, seperti halnya dalam ilmu-ilmu
tentang interaksi manusia, tentu saja metode mempelajari antropologi hukum harus terus
berkembang dan berkembang dari waktu ke waktu. Dari waktu ke waktu, dari semula
hanya mengandalkan data Dokumenter, metode studi lapangan dalam mengkaji interaksi
hukum dalam masyarakat, yang pada akhirnya dapat mengubah antropologi hukum
menuju penyelesaian konflik yang berkembang sejalan dengan budaya lokal, mengacu
pada peraturan negara lain yang merdeka dan/atau kolonial, dan pada akhirnya bermuara
pada penyelesaian sengketa antar lembaga dengan cara tradisional yang baru dan sesuai
dengan lembaga hukum negara.
Dapat disimpulkan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
perilaku interaksi masyarakat, kemudian dapat disimpulkan bahwa antropologi hukum
merupakan suatu karya ilmiah yang tidak dapat dipisahkan dari hukum sebagai dasar
perilaku manusia dalam interaksi antara individu dengan orang lain.

3.2 Saran

20
Murni Eva Marlina Rumapea, Buku Ajar Antropologi Hukum, Yayasan Kita Menulis, 2021, hlm 1.

9
Terkait pemaparan materi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penulis
ingin memberikan saran bahwa sebagai mahasiswa ilmu hukum penting bagi kita untuk
mengetahui tentang sejarah perkembangan antropologi hukum mulai awal hingga saat ini.
Semua hal tersebut saling berkaitan seperti meneliti perilaku manusia, manusia dengan
kelompok, adat istiadat, hingga pada ideologi. Antropologi hukum sebagai ilmu
pengetahuan akan terus berkembang seiring berjalannya jaman, dan semoga kita semua
dapat berpartisipasi dalam pengembangan antropologi hukum dengan berbagai macam
keilmuan.

10
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Murni Eva Marlina Rumapea, Buku Ajar Antropologi Hukum, Yayasan Kita Menulis,
2021

Tajul Arifin, Antropologi Hukum, Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, Bandung, 2016.

T.O Imrohi, Antropologi Hukum: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1993.

MAKALAH
Dila Baitul Rahmi, Ruang Lingkup Antropologi Hukum, Universitas Ekasakti, Padang,
2021.
Yavelma Ikhnadito, Sejarah Antropologi Hukum, Universitas Ekasakti, Padang, 2021.

11

Anda mungkin juga menyukai