Anda di halaman 1dari 5

Implementasi Digital Democracy sebagai Perwujudan Nilai Pancasila dan

Cara Menyikapinya

Kaum millennial tidak dapat lepas dari cengkraman revolusi industri gelombang ke empat,
dimana hal tersebut dikenal sebagai revolusi industri 4.0. Revolusi industry 4.0 merupakan sebuah
konsep yang telah mengubah hidup dan kerja manusia1. Revolusi industri selalu
berkesinambungan dan dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat sehari – hari. Sama halnya
seperti komunikasi yang tidak bisa lepas dari kehidupan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
kemajuan teknologi dan informasi tidak dapat dibendung perkembangannya. Pesatnya
perkembangan teknologi informasi ini menimbulkan banyak sekali dampak negatif dan positif di
seluruh aspek kehidupan.

Revolusi industri yang juga mencakup teknologi dan informasi secara fundamental
mempengaruhi setiap individu dan kehidupan masyarakat. Individu mengalami perubahan mulai
dari gaya hidup, cara seorang individu bekerja, dan besar pengaruhnya dalam cara seseorang
berinteraksi. Hal yang menonjol dari derap dan pesatnya perubahan ini yaitu setiap negara, setiap
masyarakat di dunia ini harus merespons perubahan tersebut dengan cara yang terintegrasi dan
komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Acuhnya sikap dalam
menghadapi perkembangan ini dapat membuat seorang individu menjadi terbelakang dan buta
akan informasi terkini dalam berbagai aspek kehidupan.

Penemuan internet dan komputerisasi sebenarnya sudah ditemukan sejak revolusi industry
gelombang tiga. Namun revolusi industri pada gelombang kali ini benar – benar menunjukkan
kepesatan perkembangan yang sangat berpengaruh terhadap manusia dan segala aktivitasnya.
Salah satu hal yang dapat dilihat secara nyata dari adanya revolusi industry ini, adalah munculnya
rasa candu pada masyarakat terhadap pemakaian internet.

Di era globalisasi yang bersifat multidimensi saat ini gerakan sosial netizen atau dalam
istilah yang lebih mudah dipahami netizen adalah para pengguna internet, semakin mengemuka.
Mengemukanya gerakan sosial melalui internet berjalan seiring dengan pesatnya perkembangan

1
Schwab, K. (2017). The Fourth Industrial Revolution. City of Westminster: Penguin Books.
teknologi komunikasi dan informasi, internet saat ini semakin digandrungi sebagai sebuah
teknologi yang mampu menghilangkan sekat-sekat ruang dan waktu, internet sudah menjadi
kebutuhan yang pokok bagi hampir semua warga dunia dan khususnya masyarakat Indonesia.
Suara publik mengenai isu-isu yang dianggap penting menjadi lebih terwadahi dengan adanya tren
petisi daring (online). Petisi daring saat ini merupakan sebuah format baru di Indonesia yang
memiliki fungsi sebagai ruang publik, dimana ruang publik tersebut diperlukan oleh masyarakat
untuk mewadahi dan menyuarakan pendapatnya, karena di era demokrasi saat ini masyarakat
menginginkan adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat tentang sebuah permasalahan
yang dianggap penting. Kebebasan berpendapat pun telah diatur dalam Undang – undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 19992 tentang Hak Asasi Manusia3. Kebebasan berpendapat dalam
media cetak atau media elektronik merupakan salah satu bukti implementasi butir – butir Pancasila
sila ke-4 yang memberikan hak bagi setiap warga negaranya untuk mewujudkan permusywaratan
dengan juga memperhatikan kewajibannya sebagai seorang warga negara.

Era informasi membawa perubahan yang sangat signifikan pada pola komunikasi antar
manusia dan perubahan yang luas pada landscape politik. Dalam dunia yang sudah terkoneksi atau
dalam istilah asingnya wired world pengumpulan secara luas individu-individu yang memiliki
kepentingan bersama atau perhatian yang sama terhadap suatu isu sosial dapat dengan cepat
terbentuk dan membuat sebuah suara atau opini publik secara kolektif. Fenomena seperti ini sulit
untuk dilakukan atau bahkan ditemui pada beberapa decade sebelumnya karena kurang canggihnya
teknologi yang tersedia saat itu. Kondisi ini pun berpengaruh pada penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi oleh partai politik maupun para politisi dalam bentuk yang belum
terpikirkan sebelumnya dan tentunya akan memiliki dampak yang besar pada demokrasi dan
lembaga perwakilan4.

Kaitannya dengan mekanisme kerja yang seperti itu, pemuda membawa kontribusi yang
sangat penting bagi digital demokrasi, karena kaum millenial lebih canggih dalam hal tekonologi

2
Pemerintah Indonesia. (1999). Undang - Undang republik Indonesia Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia. Jakarta:
Sekretariat Negara.
3
Pasal 23 ayat (2): Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati
nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai
agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
4
Alexander, C. &. (1998). Digital Democracy: Policy and Politics in the Wired World. Oxford: Oxford University
Press
dan informasi serta keberadaan merekalah yang mampu mengontrol berbagai penyebaran
informasi bagi individu diluar range usia remaja. Karena khususnya bagi individu – individu lansia
yang terlambat mengenal kecanggihan tekonologi dan mengalami shock terhadap revolusi industri
yang berkembang pesat akan membawa dampak – dampak yang tidak diinginkan seperti
penyebaran hoax sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan
pemanfaatan teknologi informasi.

Penyalahgunaan penyebaran informasi fiktif atau tidak faktual ini menimbulkan berbagai
reaksi terhadap masyarakat. Berbagai efek yang ditimbulkan oleh penayangan dan pemberitaan
hoax atau bahkan penyeruan hate speech tergantung pada tujuan diunggahnya informasi tersebut.
Ada hoax yang ditimbulkan hanya untuk hiburan masyarakat semata atau bahkan ada yang
ditujukan untuk merusak nama baik pihak yang diinginkan karena alasan pribadi. Hoax atau hate
speech yang diunggah menimbulkan berbagai efek tergantung pada tujuan diunggahnya konten
tersebut oleh pihak yang terkait dan dapat merusak persatuan dan kesatuan rakyat bangsa Indonesia
yang tentu saja hal ini tidak sesuai dengan butir Pancasila sila ke-3.

Ada beberapa faktor yang berpersentase besar terhadap munculnya pemberitaan hoax ini.
Faktor – faktor yang besar pengaruhnya tersebut yang pertama tentu saja keterbukaan informasi
dan tingginya konsumsi media sosial di kalangan masyarakat. Tingkat candu masyarakat terhadap
media sosial bahkan dapat dikatakan menjadi budaya yang mulai timbul sebagai sebuah kebiasaan
untuk mencari informasi yang dibutuhkan.

Faktor kedua adalah minim dan rendahnya literasi publik terhadap pesan – pesan di media
sosial. Masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan filter informasi terhadap
informasi – informasi atau pemberitaan yang ditemui. Sikap kurang kritis tersebut menjadikan para
pengguna media sosial sebagai pengedar informasi yang tidak mampu melacak kebenarannya dan
memperbesar salah paham terhadap topik yang dibahas.

Selain itu, regulasi atau peraturan perundang – undangan pemerintah yang mengatur
tentang hal terkait dalam pembahasan ini adalah UU ITE masih belum dijalankan secara optimal.
Hal ini menyebabkan para pengguna media sosial dan jaringan internet mendapatkan kebebasan
mengemukakan pendapat mereka tanpa dasar fakta atau kenyataan sesuai dengan keinginan dan
tujuan mereka. Regulasi terkait penyalahgunaan media sosial dalam penayangan dan pemberitaan
hoax perlu dikaji dan saat ini telah ditekankan secara mendesak oleh kominfo agar tidak
menjadikan hal ini semakin berkembang dan menimbulkan dampak – dampak yang tidak
diinginkan.

Dalam Kaelan (1993) Pancasila mempunyai pengertian secara umum sebagai pandangan
dunia (way of life), pandangan hidup (weltanschauung), pegangan hidup (weldbeschauung),
petunjuk hidup (wereld en levens beschouwing)5. Dalam hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pancasila diperuntukkan sebagai suatu filosofi yang nilai – nilainya berperan sebagai petunjuk
arah yang diamalkan dalam kehidupan sehari – hari dalam segala aspek kehidupan.

Tanpa adanya pedoman hidup atau sebuah landasan yang mendasari kehidupan
bermasyarakat maka hak hak asasi manusia yang berlangsung di berbagai penjuru dunia tidak
dapat berlangsung karena setiap individu menjalani kehidupannya tanpa ada landasan moral atau
nilai norma yang terciptanya memang ditujukan untuk mengatur segala tatanan kehidupan
bermasyarakat agar lebih mampu menghargai kehidupan individu yang satu dengan individu
lainnya. Manusi tanpa mengilhami Pancasila ibarat kapal tanpa nahkoda. Laut merupakan perairan
begitu luas yang tak dapat dikuasai oleh manusia sehingga membutuhkan arah untuk
mengarunginya.

Untuk menyikapi perkembangan revolusi industri ini, Pancasila mengajarkan kita untuk
bertoleransi terhadap perbedaan yang ada, karena berkembangnya zaman menyebabkan setiap
individu memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berpendapat melalui berbagai perantara
termasuk media sosial. Ketika individu yang satu dengan yang lain tidak mampu saling
menghargai hak – hak asasi individu lain dan mengutamakan kepuasan diri sendiri maka hal
tersebut akan menimbulkan perselisihan atau perpecahan. Perpecahan antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dapat memicu dan
meningkatkan persentase hilangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, setiap individu perlu mengilhami nilai – nilai dari Pancasila sehingga dapat mengambil
langkah bijak untuk menyikapi kemudahan berinteraksi dan akses informasi melalui sosial media.

5
Asmaroini, A. P. (2017). Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya Bagi Masyarakat Di Era Globalisasi.
Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, 50-64.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, C. &. (1998). Digital Democracy: Policy and Politics in the Wired World. Oxford:
Oxford University Press.

Asmaroini, A. P. (2017). Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya Bagi Masyarakat Di Era
Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, 50-64.

Castells, M. (1997). The Rise of the Network Society, volume 2: The Power of Identity. Oxford:
Blackwell.

Pemerintah Indonesia. (1999). Undang - Undang republik Indonesia Nomor 39 tentang Hak Asasi
Manusia. Jakarta: Sekretariat Negara.

Schwab, K. (2017). The Fourth Industrial Revolution. City of Westminster: Penguin Books.

Anda mungkin juga menyukai