1. prof. Mr. D. simons : hukum acara pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur negara
melalui alat alat perlengkapanya ( organya ) untuk bertindak dan menghukum pelanggar hukum.
2. J. De Bosch kemper :hukum acara pidana adalah seluruh asas asas dan ketentuan per undang
undangan yang mengatur negara untuk bertindak bila terjadi pelanggaran hukum pidana.
3. Mr. JM. Van Bemmelen : hukum acara pidana adalah ketentuan hukum yang mengatur cara
bagaimana negara dihadapai suatu kejadian yang menimbulkan sakwasangka telah terjadi
pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat alatnya mencari kebenaran untuk
mendapatkan keputusan hakim mengenai perbuatan yang di dakwakan dan bagaimana keputusan
tersebut harus di laksanakan.
4. seminar hukum nasional 1 : hukum acara pidana adalah norma hukum yang berwujud
wewenang yang di berikan kepada negara untuk bertindak bila ada persangkaan bahwa hukum
pidana di langgar.
Dari definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa :
a. hukum acara pidana untuk mempertahankan atau melaksanakan ketentuan hukum pidana
( materil ) bahkan ada yang mengatakan bahwa hukum acara pidana mengabdi kepada
kepentingan hukum pidana. Antara keduanya sangat erat sehingga agak sukar
menentukan suatu hal tertentu termasuk dalam hukum pidana atau hukum acara pidana,
misalanya pasal 76 KUHP tentang ne bis in idem, dalamuarsa dan lain lain.
b. Hukum pidana sudah dapat bertindak meskipun baru ada persangkaan ada orang yang
melanggar hukum pidana.
Dalam sifat resmi ( formal ) dari hukum acara pidana membawa konsekuensi bahwa untuk
melaksanakannya harus di laksanakan oleh aparat resmi yang di tentukan oleh undang undang
dasar untuk ini telah di tentukan dalam pasal 7 tentang formalitas dan pasal 8 tentang asas
presumption of innocence undang undang no. 14 / 1970 tentang pokok pokok kekuasan
kehakiman.
c. fungsi hukum acara pidana
secara lengkap fungsi hukum acara pidana dapat di rumuskan sebagai berikut :
a. cara bagaimana negara melalui alat kekuasaanya menentukan kebenaran terjadinya
tindak pidana;
b. usaha usaha untuk mencari pelaku tindak pidana
dari seluruh fungsi hukum acara pidana dapat di simpulkan menjadi 3 ( tiga ) pokok fungsi
hukum acara pidana yaitu :
1. mencari dan mempertahankan kebenaran materil
2. memberikan putusan hakim
Dari 3 ( tiga ) fungsi tersebut tekan lebih di tekankan pada usaha untuk mendapatkan kebenaran
materil karena itu merupakan inti dari hukum acara pidana, dan kebenaran materil merupakan
dasar putusan hakim.
1. logika
yang di maksud dengan logika adalah berfikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan
hubungan atas beberapa fakta. Tahap berfikir secara logika adalah orientasi, hipotesa dan
verifikasi.
2. psikologi
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia ( jiwa ) untuk
dapat memperlakukan secara tepat. Ini penting untuk penyidik, penuntut umum maupun hakim
dalam memeriksa seseorang, memahami jiwa mereka karena memeriksa seseorang sebagai saksi
akan berbeda dengan sebagai tersangka atau terdakwa. Demikian juga harus di perhatikan usia,
pendidikan dan lan sebagainya.
3. kriminologi
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab dari kejahatan dan cara
pemberantasanya, kejahatan disini di artikan sebagai sosial phaenomeen atau kejahtan
sebagaimana secara konkrit terjadi di masyarakat. Sehingga obyeknya tidak hanya kejahatan
yang di atur dalam undang undang tetapi juga di luar itu yang oleh masyarakat di anggap sebagai
kejahatan.
4. kriminalistik
Kriminalistik di gunakan untuk membantu mencari barang bukti dengan menggunakan hasil ilmu
pengetahuan lain secara ilmiah. Sedangkan ilmu ilmu yang mendukung ini sering di sebut
sebagai ilmu forensik, di antara yaitu :
a. ilmu kedokteran forensik
ilmu ini mempelajari tubuh manusia yang ada hubunganya dengan tindakan pidana dan tidak
bertujuan untuk menyebabkan penyakit penderita.ilmu ini mempelajari dan menemukan antara
lain tentang sebab kematian, identifikasi, sebab luka keadaan mayat pos morten dan sebabnya.
b. toxicologi forensik
ilmu ini mempelajari tentang racun yang ada hubunganya dengan tindak pidana. Misalnya
menyelidiki pembunuhan yang di lakukan dengan racun untuk menetukan jenis dan kadarnya.
c. ilmu kimia forensik
ilmu ini adalah membantu peradilan memakai dasark ilmu kimia analitika. Misalnya menyelidiki
pemalsuan zat kimia, narkotika atau pembunuhan dengan zat kimia.
d. ilmu alam forensik
ilmu ini sebagai dasarnya menggunakan ilmu ilmu pengetahuan alam yang termasuk d alam ilmu
alam forensik ini antara lain yaitu :
1. balitik kehakiman
Yaitu memepelajari tentang senjata api untuk mengetahui jenis senjata, kailiber, jarak tembakj
dan sebagainya
2. dactylascopy
Yaitu memnpelajari tentang sidik jari bila pelaku ttind ak pidana meniinggalkan sidik jari
pemiliknya sebagai dasarnyaialah bahwa tidak semua orang mempunyai sidik jari yang sama dan
tidakj akan berubah selama hidupnyailmu alam ini di gunakan juga untuk membantu memeriksa
sebab kecelakaan di darurat
e. grafologi
yaitu bagian dari kriminalisitik yang mempelajari tentang tulisan yang di palsukan, uang palsu
dan mengruraikan tulisan rahasia.
5. psiikiatri
Psikiatri ini pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, tetapi jiwa manusia
yang sakit. Sebab salah satu syarat untuk menjatuhkan pidana adalah harus terbukti kesalahan
terdakwa dan kemampuan bertanggung jawab. Salah satu pasal d alam KUHP yang
berhubungan erat dengan masalah ini m isalnya pasal 44 yang intinyabahwa oirang yang jiwanya
cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dapat d i pidana
Menurut prof. Sudarto sistem yang di pakai KUHP adalah deskritif normatif, artinya penentuan
keadaan jiwa di lakukan oleh pasalikiater ( deskritif ) sedangkan penentuan ada atautidaknya
hubungan kausal antara keadaanjiwa tersebut dengan tindakan pidana yang di lakukan di
tentukan oeh hakim ( normatif )
6. ilmu hukum pidana
Karena tugas hukum acara pidana adalah mempertahankan hukum pidana maka untuk
mempelajari dan menerapkan hukum acara pidana secara tepat dan lengkap di perlukanb bantuan
ilmu hukum pidana
pada jaman hindia belanda, susunan peradilan pada jaman belanda ini disusun secara regional,
dan karena masa itu teradpaat penggolongan penduduk maka terdapat pula peradilan untuk
golongan penduduk tertentu susu nan peradilan pada masa itu ad aah sebagai berikut :
- 1967 : di bentuk panitia intern departemen kehakiman untuk mempersiapkan perumusan dan
pembentukan KUHAP
- 1968 : di adakan seminar hukum nasional II di semarang dengan tema : hukum pidana dan hak
asasi manusia
- 1973 : panitia intern dengan memperhatikan hasil seminar di atas menghasilkan RUU hukum
acra pidana. RUU tersebut di bahas bersama oleh kejaksaan agung hankam ( polri ) dan
departemen kehakiman.
- 1974 : naskah RUU yang telah di sempurnakan tersebut oleh menteri kehakiman di serahkan
kepada sekertaris kabinet. Oleh sekertaris kabinet di mintakan pendapat dan di bicarakan lagi
dengan mahkamah agung, jaksa agung dan hankam ( polri ) dan departemen kehakiman
- 1979 : di adakanb penyempurnaan oleh keempat instansi tersebut di atas
- 12 – 9 – 1979 : dengan amanat persiden No R .06 / lX/ 1979 RUU tersebut di sampaikan ke
DPR RI guna mendapatkan persetujuan.
- 9 – 10 – 1979 : RUU hukum acara pidana mulai di bicarakan di DPR
- 1. tingkat : menteri kehakiman menyampaikan keterangan pemerintah
- 2. tingkat II : pemandangan umum fraksi frkasi
- 3. tingkat III : sidang komisi
- Dalam pembicaraan komisi ini di putuskan bahwa RUU ini di bahas oleh komisi gabungan III
dan I yang di mulai pada tanggal 23 november 1979 sampai 22 mei 1980 yang menghasilkan
putusan yang di kenal dengan 13 kesepakatan pendapat, yaitu menteri pokok yang akan di
tuangkan dalam KUHAP.
- Kemudian oleh komisi gabungan III dan I di bentuk tim sinkronisasi yang mendapat mandat
penuh dari komisi gabungan III dan I untuk merumuskan RUU hukum acara pidana lebih lanjut.
- 25 -5 1980 : tim sinkronisasi bersama wakil pemerintah mulai merumuskan RUU tersebut.
- 9 – 9 – 1981 : RUU hasil ting sinkronisasi di terima dan di setujui oleh komisi gabungan III dan
I
- 23 – 9 – 1981 : RUU hukum acara pidana di setujui oleh DPR dalam menyampaikan pendapat
akhir
- 31 – 12- 1981 : RUU tersebut oleh persiden di sahkan menjadi UU No 8/1981 LN 76 –TLN
3209
Selama penyusunan KUHAP tersebut selain di terimanya masukan masukan dari organisasi
profesi seperti IKAHI, PERSAJA,IKADIN dan PERSAHI yang di sampaikan melalui seminar,
juga di minta bantuan dari ahli bahasa.
Pada waktu penyusun KUHAP yang berkembang menjadi pedebatan panjang adalah
perumusan pasal :
- pasal 115 : tentang hadirnya penasihat hukum pada pemeriksaa pendahuluan.
- Satu pihak menghendaki penasehat hukum berhak hadir dengan aktif mengikuti pemeriksaan,
sementara pihak lain menghendaki sebaliknya maka setelah lobbying di capai kesepakatan
bahwa penasehat hukum berhak hadir untuk melihat dan mendengar pemeriksaan.
- Pasal 284 tentang peraturan peralihan
- Satu pihak mengehendaki KUHAP berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana seperti
amanat GBHN ( unifikasi dan kondifikasi ) tetapi pihak lain menghendaki tetap adanya hukum
acara di luar KUHAP yang berisi khusu dengan berlakunya UU No 8/1981 tentang KUHAP
tersebut maka di cabutlah peraturan tentang :
1. H.I.R dan peraturan pelaksanaanya
2. peraturan perundangan lainya
butir 1 dan 2 sepanjang yang menyangkut hukum acara pidana, kecuali undang undang pidana
khusus.
1. pasal peralihan ( 284 ) KUHAP
1. terhadap perkara yang ada sebelum berlakunya KUHAP sejauh mungkin di gunakan
KUHAP
ini berarti bahwa terhadap perkara perkara tersebut tidak harus dan tidak pasti di terapkan
KUHAP tetapi tergantung pada tingkat pemeriksaan perkara.
2. kesempatan untuk memanfaatkan pasal 284 ayat 1 tersebut hanya di beri waktu 2 tahun,
dengan maksud untuk menyelesaikan perkara yang sedang berjalan. Sering juga masa ini
di sebut sebagai masa percobaan KUHAP.
Akan tetapi khusus untuk undang undang khusus tidak terikat pada jangka waktu 2 tahun
tersebut, sepanjang memiliki hukum acara sendiri. Dan penjelasan ayat 2 di berikan contoh UU
khusus tersebut yaitu UU No. 7 drt 1955 ( UUTPE ) dan UU No 3/1971 ( UUPTPK ) tetapi
karena dalam redaksi penjelasan tertulis antara lain maka masih ada undang undang lain yang
memiliki hukum acara tersebut yaitu :
3. UU No 5 pnps 1959 tentang wewenang jaksa angung/ jaksa tentara agung dan tentang
memperberat hukuman terhadap tindakan pidana yang membahayakan pelaksanaan
perlengkapan sandang pangan.
4. UU No. 3 pnps 1962 tentang wewenang jaksa agung untuk melakukan penahanan bila
keselamatan bangsa terancam.
j. sistematika KUHAP
pemikiran dasar :
1. hukum acara pidana memiliki arti yang sangat penting
2. hukum acara pidana merupakan tiang hukum dan keadilan
3. hukum acara pidana selalu harus berorientasi pada nilai nilai kemanusiaanb dan hak hak
asasi manusia.
Kemudian dari pemikiran pemikiran dasar tersebut di jabarkan lebih lanjut pada bab bab dan
pasal pasal dari KUHAP sesuai dengan asas asas dan tujuan KUHAP.
Secara garis besar KUHAP terdiri dari 22 bab ( bab 1 – bab XXII ) dan 286 pasal ( pasal 1 –
286 )
Keseluruhan materi yang di atur dalam KUHAP mengatur tentang acara pemeriksaann perkara
pidana di mulai dari adanya perasangkaan terjadinya tindak pidana ( laporan. Pengaduan dan
pengetahuan aparat sendiri ) sampai pada pelaksanaan putusan hakim ( termasuk pengawasan
dan pengamatan putusan hakim ).
1. praperadilan
2. jangka waktu penangkapan dan penahanan
4. hak terangka, antara lain : hak bantuan hukum sejak pemerikjsaaan pendahuluan
7. koneksitas
BAB I
PENDAHULUAN
untuk mengetahui pengertian Hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur
yang dikemukakan oleh para pakar seperti Prof. MULYATNO menyebutkan bahwa HAP
(Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang
memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur
macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila
ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.
dari pengertian diatas tidak jauh berbeda dengan pengertian-pengertian yang disampaikan oleh
pakar-pakar yang lainnya yang intinya bahwa Hukum Acara Pidana itu adalah Keseluruhan
aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur
penyelesaian perkara pidana meliputi proses pelaporan dan pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, putusan dan pelaksanaan putusan
pidana
Proses dalam Sistem Peradilan Pidana merupakan wilayah HUKUM ACARA PIDANA
Fungsi Preventif: yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat
dilihat ketika sistem peradilan pidan dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya,
maka orang kan berhitung atu berpikir kalau kan melakukan tindak pidana.
dengan demikian maka dapat ditunjukkan bahwa antara hukum acara pidana dan hukum pidana
adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai hubungan yang sangat erat,
diibaratkan sebagai Dua sisi mata uang
Adapun yang menjadi tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP
menjelaskan sebagai berikut:
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Definisi Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana yang disebut juga hukum pidana formal mengatur cara pemerintah
definisi tentang hukum acara pidana, yang ada hanyalah berbagai pengertian mengenai bagian-
bagian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya pengertian penyelidikan, penyidikan,
penangkapan, penahanan, dan lain-lain. Untuk mengetahui pengertian tentang acara pidana,
Menurut Prof Moeljatno, hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
yang berlaku disuatu negara yang berisikan dasar-dasar dan aturan yang menentukan dengan cara
dan prosedur macam apa ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat
dilaksanakan, bagaimana cara dan prosedur dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa
Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro, hukum acara pidana erat hubungannya dengan
hukum pidana. Hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara,
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan
harus bertindak guna mencapai tujuan negara yang mengadakan hukum pidana.[3]
Simons mendefinisikan hukum acara pidana yaitu mengatur bagaimana negara dengan
(memidana).[4]
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa, hukum
acara pidana itu adalah hukum yang digunakan untuk menjalankan hukum pidana. Hukum acara
pidana berkedudukan sebagai hukum formil atau pelaksananya sedangkan hukum pidana adalah
sebagai hukum materiilnya. Dapat disimpulkan apabila hukum material tidak ditunjang oleh
hukum formal (hukum acara) jadilah hukum material itu mati.[5] Tegasnya pengertian Hukum
Acara Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana adalah Hukum yang mengatur bagaimana
mempertahankan hukum pidana Materiil dalam proses penegakan hukum pidana itu sendiri.[6]
[1] R. Abdoel Djamal. 2007. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
hlm. 199
[2] Sutomo. 2008. Handout Hukum Acara Pidana. Surabaya. hlm.1
[3] Ibid. hlm. 2
[4] Ibid, hlm. 3
[5] Bismar Siregar, 1983, Hukum Acara Pidana, Cetakan Pertama, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, hlm. 46
[6] M. Sofyan Lubis, 2003, Pelanggaran Miranda Rule Dalam Praktik Peradilan, Cetakan Pertama, Penerbit
Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 10
Menurut Mr. J.M. Van Bemmelen, merumuskan ilmu hukum acara pidana
sebagai berikut :
Menurut Mr. S.M. Amin, memberikan batasan hukum acara pidana dengan
menyebutkan :
Yang perlu diperhatikan dalam sifat hukum acara pidana ini adalah harus
dipandang dari 2 ( dua ) optik kepentingan yang fundamental sifatnya,
Pertama, dari optik kepentingan masyarakat itu sendiri dalam artian bahwa
kepentingan masyarakat harus dilindungi yang mana hal ini merupakan sifat
hukum acara pidana sebagai bagian dari Hukum Publik ( Public Law ).
Karena bertugas melindungi kepentingan masyarakat maka konsekuensi
logisnya haruslah diambil tindakan tegas bagi seorang yang telah melanggar
suatu peraturan hukum pidana sesuai dengan kadar kesalahannya ( asas
equality of law ) yang mana tindakan tegas dimaksudkan sebagai sarana
guna keamanan, ketentraman dan kedamaian hidup bermasyarakat.
Kedua, dari aspek kepentingan orang yang dituntut dalam artian hak - hak
dari orang yang dituntut dipenuhi secara wajar sesuai ketentuan hukum
positif dalam konteks negara hukum ( rechtsstaat ) maka oleh karena itu
orang tersebut haruslah mendapatkan perlakuan secara adil sedemikian
rupa, sehingga jangan sampai ditemukan seorang yang tidak melakukan
tindak pidana tidak dijatuhi hukuman atau apabila orang tersebut memang
telah melakukan tindak pidana, jangan sampai mendapat hukuman yang
terlalu berat yang tidak seimbang dan sepadan dengan kadar kesalahannya.
Sistem yang diterapkan dalam praktek pada kenyataannya sulit sekali untuk
diterapkan salah satu sistem secara tegas dan berdiri sendiri.
3. Pelaksanaan keputusan.