Anda di halaman 1dari 18

DEFINISI HUKUM ACARA PIDANA

B. definisi hukum acara pidana

1.        prof. Mr. D. simons : hukum acara pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur negara
melalui alat alat perlengkapanya ( organya ) untuk bertindak dan menghukum pelanggar hukum.
2.        J. De Bosch kemper :hukum acara pidana adalah seluruh asas asas dan ketentuan per undang
undangan yang mengatur negara untuk bertindak bila terjadi pelanggaran hukum pidana.
3.        Mr. JM. Van Bemmelen : hukum acara pidana adalah  ketentuan hukum yang mengatur cara
bagaimana negara dihadapai suatu kejadian yang menimbulkan sakwasangka telah terjadi
pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat alatnya mencari  kebenaran untuk
mendapatkan keputusan hakim mengenai perbuatan yang di dakwakan dan bagaimana keputusan
tersebut harus di laksanakan.
4.        seminar hukum nasional 1 : hukum acara pidana adalah norma hukum yang berwujud
wewenang yang di berikan kepada negara untuk bertindak bila ada  persangkaan bahwa hukum
pidana di langgar.
Dari definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa :
a. hukum acara pidana untuk mempertahankan atau melaksanakan ketentuan hukum pidana
( materil ) bahkan ada yang mengatakan bahwa hukum acara pidana mengabdi kepada 
kepentingan hukum pidana. Antara keduanya sangat erat sehingga agak sukar
menentukan suatu hal tertentu termasuk dalam hukum pidana atau hukum acara pidana,
misalanya pasal 76 KUHP tentang ne bis in idem, dalamuarsa dan lain lain.
b. Hukum pidana sudah dapat bertindak meskipun baru ada persangkaan ada orang yang
melanggar hukum pidana.

Dalam sifat resmi ( formal ) dari hukum acara pidana membawa konsekuensi bahwa untuk
melaksanakannya harus di laksanakan oleh aparat resmi yang di tentukan oleh undang undang
dasar untuk ini telah di tentukan dalam pasal 7 tentang formalitas dan pasal 8 tentang asas
presumption of innocence undang undang no. 14 / 1970 tentang pokok pokok kekuasan
kehakiman.
c. fungsi hukum acara pidana
secara lengkap fungsi hukum acara pidana dapat di rumuskan sebagai berikut :
a. cara bagaimana negara melalui  alat  kekuasaanya menentukan kebenaran terjadinya
tindak pidana;
b. usaha usaha untuk mencari pelaku tindak pidana

c. tindakan yang di jalankan untuk menangkap atau menahan pelaku

d. usaha usaha untuk mengumpulkan alat bukti

e. mengajukan perkara kepada hakim

f. pemeriksaan oleh hakim dan putusan hakim

g. upaya hukum terhadap putusan hakim

h. pelaksanaan putusan hakim

dari seluruh fungsi hukum acara pidana dapat di simpulkan menjadi 3 ( tiga ) pokok fungsi
hukum acara pidana yaitu :
1. mencari dan mempertahankan kebenaran materil
2. memberikan putusan  hakim

3. melaksanakan putusan hakim.

Dari 3 ( tiga ) fungsi tersebut tekan lebih di tekankan pada usaha untuk mendapatkan kebenaran
materil karena itu merupakan inti dari hukum acara pidana, dan kebenaran materil merupakan
dasar putusan hakim.

K. hal hal yang baru dalam KUHAP


1. praperadilan
2. jangka waktu penangkapan dan penahanan
3. jenis jenis penahanan
4. hak terangka, antara lain : hak bantuan hukum sejak pemeriksaan pendahuluan
5. penggabungan perkara gugatan ganti kerugian korban
6. upaya hukum luar biasa
7. koneksitas
8. hakim pengawas dan pengamat.

D. ilmu bantu hukum acara pidana


Karena ingin mendapatkan kebenaran materil maka hukum acara pidana memerlukan ilmu
ilmu pengetahuan lain sebagai pembantu, khususnya di bidang pembuktian ilmu bantu tersebut
ialah :

1.  logika
yang di maksud dengan logika adalah berfikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan
hubungan atas beberapa fakta. Tahap berfikir secara logika adalah orientasi, hipotesa dan
verifikasi.
2.  psikologi
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia ( jiwa ) untuk
dapat memperlakukan secara tepat. Ini penting untuk penyidik, penuntut umum maupun hakim
dalam memeriksa seseorang, memahami jiwa mereka karena memeriksa seseorang sebagai saksi
akan berbeda dengan sebagai tersangka atau terdakwa. Demikian juga harus di perhatikan usia,
pendidikan dan lan sebagainya.
3.  kriminologi
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab dari kejahatan dan cara
pemberantasanya, kejahatan disini di artikan sebagai sosial phaenomeen atau kejahtan
sebagaimana secara konkrit terjadi di masyarakat. Sehingga obyeknya tidak hanya kejahatan
yang di atur dalam undang undang tetapi juga di luar itu yang oleh masyarakat di anggap sebagai
kejahatan.
4.  kriminalistik
Kriminalistik di gunakan untuk membantu mencari barang bukti dengan menggunakan hasil ilmu
pengetahuan lain secara ilmiah. Sedangkan ilmu ilmu yang mendukung ini sering di sebut
sebagai ilmu forensik, di antara yaitu :
a.  ilmu kedokteran forensik
ilmu ini mempelajari tubuh manusia yang ada hubunganya dengan tindakan pidana dan tidak
bertujuan untuk menyebabkan penyakit penderita.ilmu ini mempelajari dan menemukan antara
lain tentang sebab kematian, identifikasi, sebab luka keadaan mayat pos morten dan sebabnya.
b.  toxicologi forensik
ilmu ini  mempelajari tentang racun yang ada hubunganya dengan tindak pidana. Misalnya
menyelidiki pembunuhan yang di lakukan dengan racun untuk menetukan jenis dan kadarnya.
c.  ilmu  kimia forensik
ilmu ini adalah membantu peradilan memakai dasark ilmu kimia analitika. Misalnya menyelidiki
pemalsuan zat kimia, narkotika atau pembunuhan dengan zat kimia.
d.  ilmu alam forensik
ilmu ini sebagai dasarnya menggunakan ilmu ilmu pengetahuan alam yang termasuk d alam ilmu
alam forensik ini antara lain yaitu :
1. balitik kehakiman
Yaitu memepelajari tentang senjata api untuk mengetahui jenis senjata, kailiber, jarak tembakj
dan sebagainya
2.  dactylascopy
Yaitu memnpelajari tentang sidik jari bila pelaku ttind ak pidana meniinggalkan sidik jari
pemiliknya sebagai dasarnyaialah bahwa tidak semua orang mempunyai sidik jari yang sama dan
tidakj akan berubah selama hidupnyailmu alam ini di gunakan juga untuk membantu memeriksa
sebab kecelakaan di darurat
e.  grafologi
yaitu bagian dari  kriminalisitik yang  mempelajari tentang tulisan yang di palsukan, uang palsu
dan mengruraikan tulisan rahasia.
5.  psiikiatri
Psikiatri ini pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, tetapi jiwa manusia
yang sakit. Sebab salah satu syarat untuk menjatuhkan pidana adalah harus terbukti kesalahan
terdakwa dan kemampuan bertanggung  jawab. Salah satu pasal d alam KUHP yang
berhubungan erat dengan masalah ini m isalnya pasal 44 yang intinyabahwa oirang yang jiwanya
cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena  penyakit tidak dapat d i pidana
Menurut prof. Sudarto sistem yang di pakai KUHP adalah deskritif normatif, artinya penentuan
keadaan jiwa di  lakukan oleh pasalikiater ( deskritif ) sedangkan penentuan ada atautidaknya
hubungan kausal antara keadaanjiwa tersebut dengan tindakan pidana yang di lakukan di
tentukan oeh hakim ( normatif )
6.  ilmu hukum pidana
Karena tugas hukum acara pidana adalah mempertahankan hukum pidana maka untuk 
mempelajari dan menerapkan hukum acara pidana secara tepat dan lengkap di perlukanb bantuan
ilmu hukum pidana

E.  perkembangan hukum acara pidana


Manusia di ciptakan sebagai mahluk individu dan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk
individumanusia memiliki naluri, akal dan akhlaksehingga manusia harus dapat  membendakan
antara hal yang baik dan yang buruk, yang boleh dan tidak boleh. Akhlak inilah yang terutama
membedakan antara manusia dan mahluk lain.
Sebagai mahluk sosial manusia memiliki pembawaan atau kemampuan untuk bermasyrakat
guna melangsungkan hidupnya. Oleh karena itu timbul masyarakat manusiadari yang paling
kecil yaitu keluarga, berkembang menjadi kelompok ( clan ) menjadi suku dan akhirnya
membentuk suatu negara, dan setiap manusia normal akan memiliki naluri untuk
mempertahankan hidupnya, sehingga ia harus memenuhi kebutuhanya untuk itu. Dalam hidup
bermasyarakat seringkali timbul pertentanganb kepentingan manusia satu dengan lainya ( konflik
kepentingan ) karena  perbedaan kebutuhan dan terutama karena terbatasnya sumber daya yang
di gunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pada tahap awal, bentuk tersebut yang kuat akan selalu menang dalam konflik dan memaksa
kehendaknya kepada yang lemah. Kuat di sini berarti kekuatan fisik, dan setelah masyarakat itu
mengenal sistem kekuasaan maka pihak yang kuat adalah yang memiliki kekuasaan sehingga
pada saat itu anggota anggota masyarakat melakukan main hakim sendiri ( eigenrichting ).
Perkembangan selanjutnya bersama dengan perkembangan peradaban masyarakat tersebut
maka untuk mempertahankan kehidupan bersama itu mereka menyadari bahwa harus ada
kesepakatan antara mereka tentang ketentuan ketentuanb yang mengikat dan harus ditaati
bersama. Untuk memperkuat berlakunya ketentuan itu maka terhadap pelanggarnya di berikian
sanksi, dalam masyarakat sekarang, ketentuan itu semacam KUHP, yang memuat perbuatan yang
di larang dan sanksi kepada  pelanggarnya.
Akan tetapi  ketentuan itu persoalan belum menjadi selesai, karena bila terjadi pelanggaran
masih akan menjadi persoalan siapa yang harus memeriksa dan menghukum pelakunya,dengan
cara bagaimana harus di periksa dan di hukum dan sebaganya, untuk itu di butuhkan ketentuan 
yang mengatur tentang pelaksanaan penegaknya, ketentuan tersebut dalam masyarakat kita berisi
semacam materi KUHAP atau hukum acara pidanba formil lainya.
Tetapi pada tahap awal hukum acara tersebut, walapun untuk menegakan bidang hukum pidana
( kejahatan ) masih bersifat perdata atau akusatur murni, dimana kejahatan terhadap satu orang
belum di anggap sebagai  kejahatan terhadap seluruh masyarakat. Sehingga bila akan di lakukanb
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana harus di lakukan sendiri oleh pihak korban, karena
sistem ini mengandung banyak kelemahan, dimana pelaku tindak pidana tidak dapat di  pidana
karena memiliki kekuasaan yang lebih daripada korban aau tidak mempunyai korban
mengumpulakan bukti. Maka lambat  laun hak untuk menuntut tersebut di ambil alih oleh
negara, sehingga kejahatan terhadap seseorang sudah dianggap sebagai kejahatan terhadap
negara. Pada perkembanganya berikutnya maka negara harus  membentuk  badan khusus yang
menangani  masalah penuntut palaku tindak pidana ( lembaga penuntutan umum )

F.  dua kepentingan dalam hukum acara pidana


Bertolak dari pemikiran bahwa manusia adalah mahluk individu juga mahluk sosial maka 2
( dua ) kepetinganb yang harus di jamin oleh hukum acara pidana adalah :
1.       kepentingan hukum masyarakat atau ketertiban hukum, supaya masyarakat adapat
melangsungkan hidupnya secara aman dan tentram.
2.       kepentingan hukum individu, yang terdiri dari hak hak asasi manusia yang harus di jamin pula.
Hukum acara pidana harus dapat melaksanakan keduanya secara seimbang, selaras, serasi,
sehingga hukum acara pidana dapa membatasi kekuasaan penguasa agar tidak sewenang wenang
tetapi  kekuasaan itu juga merupakan jaminan berlakunya hukum sehingga  hakj asasi  manusia
tetap di jamin.
Ada sesuatu pepatah yang mengatakan hukum pidana itu sebagai pedang bermata dua’’
artinya, bahwa untuk  melindungi hak asasi tetapi dalam pelaksanaanya kadang hukum pidana itu
harus melukai kepentingan hukum yang akan di lindungi tersebut. Misalnya untuk melindungi
nyawa, hukum pidana justru menghilangkan nyawa ( daam pidana mati ) supaya tidak terjadi
kesewenangan dalam pelanggaran hakj asasi tersebut harus di lakukan tata cara menurut undang
undang.

G.  perkembangan hukum acara pidana di  indonesia


Sejarah perkembangan hukum acara pidana di indonesia sangat erat hubunganya dengan
sejarah peradilan, dan pada dasarnya  dapat di kelompokan dalam dua kurun waktu :
1. sebelum 17 agstus 1945

pada jaman hindia belanda, susunan peradilan  pada jaman belanda ini disusun secara regional,
dan  karena masa itu teradpaat penggolongan penduduk maka terdapat pula peradilan untuk
golongan penduduk tertentu susu nan peradilan pada masa itu ad aah sebagai berikut :

b.  jaman pendudukan jepang


berdasarkan UU No. 1 th 1942 di tetapkan bahwa badan pemerintahan, hukum dan undang
undang yang dulu tetap di akui sah berlaku kecuali di tentukan lain oleh pemerintah militer.
Oleh karena itu  pada jaman pendudukan jepang sebagai hukum melanjutkan yang ada pada
jaman hindia belanda kecuali untuk peradilan sehari hari bagi semua orang di bentuklah thioo
hooin ( setingkat dengan pengadilan negeri ) dengan hukum acara yaitu : HIR langeraecht
reglement.
2. sesudah 17 agustus 1945
Pembaharuan dan perubahan m ulai di  lakukan setelah  perubahan negara dari federasi menjadi
negara  kesatuan. Perubahan pertama adlaah di  keluarkan UU No. 1/1951 tentang tindakan
tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan
pengadilan sipil’’
Berdasarkan undang undang ini antara lain di bentuk badan  peradilan sehari hari dalam 3 tingkat
yaitu ;
a.       pengadilan negeri  : pengadilan tk I
b.      pengadilan tinggi   : pengadilan tk II – banding
c.       mahkamah agung   : kasasi
di samping  itu dalam pasal 6 di tentukan bahwa HIR, di pakai sebagai pedoman bagi
pengadilan negeri dan tinggi di seluruh indonesia pedoman  masksudnya HIR lah yang di
berlakukan kecuali bila HIR tidak mengatur dapat di gunakan ketentuan ketentuan lain. Di
samping HIR terdapat ketentuan lainnya yaitu :

a.  UU No 1/ 1950   susunan kekuasaan dan jalan pengadilanb mahkamah agung


b.  UU No 3/ 1950   pedoman grasi
c.  UU No 5/ 1950  
d.  UU No 6/1950  
e.  UU No 11 drt 1954
f.  UU No 1 drt 1951
g.  UU No 2/1952  -  hilangnya surat keputusan dan pemeriksaan pengadilan

h.  UU No 13/1961 -  kepolisian


i.   UU No 15/ 1961-  kejaksaan
j.   UU No 13/ 1965 – peradilan umum dan mahkamah agung
k.  UU No 14 /1970 – kekuasaan kehakiman
l.   UU No 3 / 1971 –

H. proses pembentukan KUHAP

-           1967 : di bentuk panitia intern departemen kehakiman untuk mempersiapkan perumusan dan
pembentukan KUHAP
-           1968  : di adakan seminar hukum nasional II di semarang  dengan tema : hukum pidana dan hak
asasi manusia
-           1973 : panitia intern dengan memperhatikan hasil seminar di atas menghasilkan RUU hukum
acra pidana. RUU tersebut di bahas bersama oleh kejaksaan agung hankam ( polri ) dan
departemen kehakiman.
-           1974 : naskah RUU yang telah di sempurnakan tersebut oleh menteri kehakiman di serahkan
kepada sekertaris kabinet. Oleh sekertaris kabinet di mintakan pendapat dan di bicarakan lagi
dengan mahkamah agung, jaksa agung dan hankam ( polri ) dan departemen kehakiman
-           1979 : di adakanb penyempurnaan oleh keempat instansi tersebut di atas
-           12 – 9 – 1979 : dengan amanat persiden No R .06 / lX/ 1979 RUU tersebut di sampaikan ke
DPR RI guna mendapatkan persetujuan.
-           9 – 10 – 1979 : RUU hukum acara pidana mulai di  bicarakan di DPR
-           1. tingkat : menteri kehakiman menyampaikan keterangan pemerintah
-           2. tingkat II : pemandangan umum fraksi frkasi
-           3. tingkat III : sidang komisi
-           Dalam pembicaraan komisi ini di putuskan bahwa RUU ini di bahas oleh komisi gabungan III
dan I yang di mulai pada tanggal 23 november 1979 sampai 22 mei 1980 yang menghasilkan
putusan yang di kenal dengan 13 kesepakatan pendapat, yaitu menteri pokok yang akan di
tuangkan dalam KUHAP.
-           Kemudian oleh komisi gabungan III dan I di bentuk tim sinkronisasi yang mendapat mandat
penuh dari komisi gabungan III dan I untuk merumuskan RUU hukum acara pidana lebih lanjut.
-           25 -5 1980 : tim sinkronisasi bersama wakil pemerintah mulai merumuskan RUU tersebut.
-           9 – 9 – 1981 : RUU hasil ting sinkronisasi di terima dan di setujui oleh komisi gabungan III dan
I
-           23 – 9 – 1981 : RUU hukum acara pidana di setujui oleh DPR dalam menyampaikan pendapat
akhir
-           31 – 12- 1981 : RUU tersebut oleh persiden di sahkan menjadi UU No 8/1981 LN 76 –TLN
3209
Selama penyusunan KUHAP tersebut selain di terimanya masukan masukan dari organisasi
profesi seperti IKAHI, PERSAJA,IKADIN dan PERSAHI yang di sampaikan melalui seminar,
juga di minta bantuan dari ahli bahasa.
Pada waktu penyusun KUHAP yang berkembang menjadi pedebatan panjang adalah
perumusan pasal :
-           pasal 115 : tentang hadirnya penasihat hukum pada pemeriksaa pendahuluan.
-           Satu pihak menghendaki penasehat hukum berhak hadir dengan aktif mengikuti pemeriksaan,
sementara pihak lain menghendaki sebaliknya maka setelah lobbying di capai kesepakatan
bahwa penasehat hukum berhak hadir untuk melihat dan mendengar pemeriksaan.
-           Pasal 284 tentang peraturan peralihan
-           Satu pihak mengehendaki KUHAP berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana seperti
amanat GBHN ( unifikasi dan kondifikasi ) tetapi pihak lain menghendaki tetap adanya hukum
acara di luar KUHAP yang berisi khusu dengan berlakunya UU No 8/1981 tentang KUHAP
tersebut maka di cabutlah peraturan tentang :
1. H.I.R dan peraturan pelaksanaanya
2. peraturan perundangan lainya

butir 1 dan 2 sepanjang yang menyangkut hukum acara pidana, kecuali undang undang pidana
khusus.
1.  pasal peralihan ( 284 ) KUHAP

1. terhadap perkara yang ada sebelum berlakunya KUHAP sejauh mungkin di gunakan
KUHAP

ini berarti bahwa terhadap perkara perkara tersebut tidak harus dan tidak pasti di terapkan
KUHAP tetapi tergantung pada tingkat pemeriksaan perkara.
2. kesempatan untuk memanfaatkan pasal 284 ayat 1 tersebut hanya di beri waktu 2 tahun,
dengan maksud untuk  menyelesaikan perkara yang sedang berjalan. Sering juga masa ini
di sebut sebagai masa percobaan KUHAP.

Akan tetapi khusus untuk undang undang khusus tidak terikat pada jangka waktu 2 tahun
tersebut, sepanjang memiliki hukum acara sendiri. Dan penjelasan ayat 2 di berikan contoh UU
khusus tersebut yaitu UU No. 7 drt 1955 ( UUTPE ) dan UU No 3/1971 ( UUPTPK ) tetapi
karena dalam redaksi penjelasan tertulis antara lain maka masih ada undang undang lain yang
memiliki hukum acara tersebut yaitu :

1. UU No.11 pnps 1963 tentang  subversi


2. UU No. 13 / 1970 tentang tata cara tindakan kepolisian terhadap anggota atau pimpinan
MPR – DPR

3. UU No 5 pnps 1959 tentang wewenang jaksa angung/ jaksa tentara agung dan tentang
memperberat hukuman terhadap tindakan pidana yang membahayakan pelaksanaan
perlengkapan sandang pangan.

4. UU No. 3 pnps 1962 tentang wewenang jaksa agung untuk melakukan penahanan bila
keselamatan bangsa terancam.
j.  sistematika KUHAP
 pemikiran dasar :
1. hukum acara pidana memiliki arti yang sangat penting
2. hukum acara pidana merupakan tiang hukum dan keadilan

3. hukum acara pidana selalu harus berorientasi pada nilai nilai kemanusiaanb dan hak hak
asasi manusia.

Kemudian dari pemikiran pemikiran dasar tersebut di jabarkan lebih lanjut pada bab bab dan
pasal pasal dari KUHAP sesuai dengan asas asas dan tujuan KUHAP.
Secara garis besar KUHAP terdiri dari 22 bab ( bab 1 – bab XXII ) dan 286 pasal ( pasal 1 –
286 )
Keseluruhan materi yang di atur dalam KUHAP mengatur tentang acara pemeriksaann perkara
pidana di mulai dari adanya perasangkaan terjadinya tindak pidana ( laporan. Pengaduan dan
pengetahuan aparat sendiri ) sampai pada pelaksanaan putusan hakim ( termasuk pengawasan
dan pengamatan putusan hakim ).

k.  hal hal baru dalam KUHAP

1. praperadilan
2. jangka waktu penangkapan dan penahanan

3. jenis jenis penahanan

4. hak terangka, antara lain : hak bantuan hukum sejak pemerikjsaaan pendahuluan

5. penggabungan perkara gugatanb ganti kerugian korban

6. upaya hukum luar biasa

7. koneksitas

8. hakim pengawas dan pengamat

9. PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA


 PENGERTIAN  /  ATAU  DEFINISI

•  HUKUM  ACARA  PIDANA, ialah hukum yang mengatur bagaimana cara


memelihara dan mempertahankan hukum pidana materil ;

•  HUKUM  ACARA  PIDANA, (mengadili )== mengatur cara-cara mengadili


perkara pidana di muka pengadilan pidana oleh hakim pidana

•  HUKUM  ACARA  PIDANA, (alat-alat bukti )== Dalam Acara pidana 4


alat bukti (kecuali : Sumpah)

• HUKUM  ACARA  PIDANA, (penarikan kembali  ) == Dalam Acara pidana


tidak dapat ditarik kembali

•  HUKUM  ACARA  PIDANA, ( kedudukan para pihak )== Dalam Acara


pidana, Jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa , Hakim juga turut aktif

• HUKUM  ACARA  PIDANA, ( dalam dasar keputusan hakim )==  Dalam


Acara pidana, putusan hakim harus mencari kebeneran materiil (menurut
keyakinan, perasaan keadilan hakim sendiri)

• HUKUM  ACARA  PIDANA, ( macamnya hukum )== Dalam Acara pidana,


terdakwa yang terbukti kesalahannya di hukum mati, penjara, kurungan  atau 
denda, mungkin di tambah seperti di cabut hak-hak tertentu dll

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Hukum Acara Pidana


Undang-undang tidak memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada
adalah berbagi pengertian mengenai bagian-bgian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya
penyelidikan, Penyidikan, penangkapan dan lain sebagainya.

untuk mengetahui pengertian Hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur
yang dikemukakan oleh para pakar seperti Prof. MULYATNO menyebutkan bahwa HAP
(Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang
memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur
macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila
ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana.

dari pengertian diatas tidak jauh berbeda dengan pengertian-pengertian yang disampaikan oleh
pakar-pakar yang lainnya yang intinya bahwa Hukum Acara Pidana itu adalah Keseluruhan
aturan hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur
penyelesaian perkara pidana meliputi proses pelaporan dan pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, putusan dan pelaksanaan putusan
pidana

Proses dalam Sistem Peradilan Pidana merupakan wilayah HUKUM ACARA PIDANA

B. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana


Fungsi Hukum acara Pidana dapat di bagi dua yaitu:
Fungsi Represif, yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan
hukum pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka
perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam hukum pidana
dapat diterapkan.

Fungsi Preventif: yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat
dilihat ketika sistem peradilan pidan dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya,
maka orang kan berhitung atu berpikir kalau kan melakukan tindak pidana.

dengan demikian maka dapat ditunjukkan bahwa antara hukum acara pidana dan hukum pidana
adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai hubungan yang sangat erat,
diibaratkan sebagai Dua sisi mata uang

Adapun yang menjadi tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP
menjelaskan sebagai berikut:
“ Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Definisi Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana yang disebut juga hukum pidana formal mengatur cara pemerintah

menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil.[1]KUHAP tidak memberikan

definisi tentang hukum acara pidana, yang ada hanyalah berbagai pengertian mengenai bagian-

bagian tertentu dari hukum acara pidana, misalnya pengertian penyelidikan, penyidikan,

penangkapan, penahanan, dan lain-lain. Untuk mengetahui pengertian tentang acara pidana,

maka didasarkan pada pendapat (doktrin) dari para sarjana.

Menurut Prof Moeljatno, hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum

yang berlaku disuatu negara yang berisikan dasar-dasar dan aturan yang menentukan dengan cara

dan prosedur macam apa ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat

dilaksanakan, bagaimana cara dan prosedur dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa

orang telah melakukan delik tersebut.[2]

Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro, hukum acara pidana erat hubungannya dengan

hukum pidana. Hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara,

bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan

harus bertindak guna mencapai tujuan negara yang mengadakan hukum pidana.[3]

Simons mendefinisikan hukum acara pidana yaitu mengatur bagaimana negara dengan

alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya menghukum dan menjatuhkan hukuman

(memidana).[4]

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa, hukum

acara pidana itu adalah hukum yang digunakan untuk menjalankan hukum pidana. Hukum acara

pidana berkedudukan sebagai hukum formil atau pelaksananya sedangkan hukum pidana adalah

sebagai hukum materiilnya. Dapat disimpulkan apabila hukum material tidak ditunjang oleh
hukum formal (hukum acara) jadilah hukum material itu mati.[5] Tegasnya pengertian Hukum

Acara Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana adalah Hukum yang mengatur bagaimana

mempertahankan hukum pidana Materiil dalam proses penegakan hukum pidana itu sendiri.[6]

[1] R. Abdoel Djamal. 2007. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
hlm. 199
[2] Sutomo. 2008. Handout Hukum Acara Pidana. Surabaya. hlm.1
[3] Ibid. hlm. 2
[4] Ibid, hlm. 3
[5] Bismar Siregar, 1983, Hukum Acara Pidana, Cetakan Pertama, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, hlm. 46
[6] M. Sofyan Lubis, 2003, Pelanggaran Miranda Rule Dalam Praktik Peradilan, Cetakan Pertama, Penerbit
Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 10

Definisi Hukum Acara Pidana


1.Prof. Simon : HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara
dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum
danmenngjatuhkan hukuman,dengan demikian ia memuat acara pidana .
2.Prof. Van hamel : HAP/hukum pidana formil adalah menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-
jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana material.
3.Prof. Van hattum : HAP/ hukum pidana formil adalah memuat peraturan-peraturan
yangmengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu
harusdiberlakukan secara nyata.
4.Kuhap/uu no.8/1981 : HAP adalah baru berproses dari adanya sangkaan sampai padaeksekusi.
5.Prof.Dr. Mr.L.J. Van Apeldoorn HAP adalah mengatur cara pemerintah menjagakelangsungan
pelaksanaan hukum pidana material.
6.Menurut Seminar Nasional Pertama Tahun 1963 : Hukum Acara Pidana adalah NormaHukum
berwujud wewenang yang diberikan kepada negara untuk bertindak adil , apabilaada prasangka
bahwasanya hukum pidana dilanggar.
7.Menurut Mochtar Kusuma Atmadja Hukum Pidana Formil adalah peraturan hukum
pidanayang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana
materil.Hukum Pidana Formil memproses bagaimana menghukum atau tidak
menghukumseseorang yang dituduh melakukan tindak pidana (makanya disebut sebagai
HukumAcara Pidana)
8.Menurut Irdan Dahlan itu merupakan peraturan tentang bagaimana hukum pidana (material)itu
ditegakkan atau diacarakan.
9.Menurut Dr. A. Hamzah. SH hukum acara pidana merupakan bagian drai hukum pidanadalam
arti yang luas. Hukm pidana dalam arti yang luas meliputi baik hukum pidanasubstantive
(materiel) maupun hukm pidana formal atau hukum acara pidana.
10.Pandangan menurut Dr Bambang Poernomo, SH. Hukum acara pidana itu
beranggapan bahwa hukum acara pidana mempunyai dasar norma-norma tersendiri, bahkan
dilihat darisusunan serta substansi hukuim acara pidana mengandung struktur ambivalensi dari
segi perlindungan manusia dan bersegi majemuk dari segi kewenangan alat perlengkapan Negara
dalam rangka usaha mempertahankan pola integrasi kehidupan bermasyaraka
About these ads

Pengertian Hukum Acara Pidana

Menurut Mr. J.M. Van Bemmelen, merumuskan ilmu hukum acara pidana
sebagai berikut :

"Ilmu hukum acara pidana mempelajari serangkaian peraturan yang


diciptakan oleh negara, dalam hal adanya dugaan dilanggarnya Undang -
Undang Pidana".

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH., memberi batasan hukum


acara pidana dengan menyebutkan :

"Jika suatu perbuatan dari seorang tertentu menurut peraturan hukum


pidana merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana, jadi
jika ternyata ada hak Badan Pemerintah yang bersangkutan untuk menuntut
seorang guna mendapat hukuman pidana, timbullah soal cara bagaimana
hak menuntut itu dapat dilaksanakan, cara bagaimana akan didapat suatu
putusan pengadilan, cara bagaimana dan oleh siapa suatu putusan
pengadilan yang menjatuhkan suatu hukuman pidana, harus dijalankan. Hal
ini semua diatur dan peraturan inilah yang dinamakan Hukum Acara Pidana".

Menurut Mr. S.M. Amin, memberikan batasan hukum acara pidana dengan
menyebutkan :

"Kumpulan ketentuan - ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman


dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas
sesuatu ketentuan hukum dalam hukum material, berarti memberikan
kepada Hukum Acara ini, suatu hubungan yang meng"abdi" terhadap hukum
meterial".

Sifat Hukum Acara Pidana


Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH., ada 2 ( dua ) sifat Hukum
Acara Pidana di Indonesia, yaitu :

1. Kepentingan masyarakat dan kepentingan orang yang dituntut.

Yang perlu diperhatikan dalam sifat hukum acara pidana ini adalah harus
dipandang dari 2 ( dua ) optik kepentingan yang fundamental sifatnya,

Pertama, dari optik kepentingan masyarakat itu sendiri dalam artian bahwa
kepentingan masyarakat harus dilindungi yang mana hal ini merupakan sifat
hukum acara pidana sebagai bagian dari Hukum Publik ( Public Law ).
Karena bertugas melindungi kepentingan masyarakat maka konsekuensi
logisnya haruslah diambil tindakan tegas bagi seorang yang telah melanggar
suatu peraturan hukum pidana sesuai dengan kadar kesalahannya ( asas
equality of law ) yang mana tindakan tegas dimaksudkan sebagai sarana
guna keamanan, ketentraman dan kedamaian hidup bermasyarakat.

Kedua, dari aspek kepentingan orang yang dituntut dalam artian hak - hak
dari orang yang dituntut dipenuhi secara wajar sesuai ketentuan hukum
positif dalam konteks negara hukum ( rechtsstaat ) maka oleh karena itu
orang tersebut haruslah mendapatkan perlakuan secara adil sedemikian
rupa, sehingga jangan sampai ditemukan seorang yang tidak melakukan
tindak pidana tidak dijatuhi hukuman atau apabila orang tersebut memang
telah melakukan tindak pidana, jangan sampai mendapat hukuman yang
terlalu berat yang tidak seimbang dan sepadan dengan kadar kesalahannya.

2. Sistem Inquisitoir dan Sistem Accusatoir

Pada dasarnya dalam pandangan doktrina ilmu pengetahuan hukum pidana


dikenal adanya 2 ( dua ) sistem dan proses pemeriksaan dari orang yang
diduga telah melakukan suatu tindak pidana.

Pertama, sistem "accusatoir" dimana terhadap seorang terdakwa di dalam


proses dan prosedur serta sistem pemeriksaannya, terdakwa dianggap
sebagai subjek semata - mata ketika berhadapan dengan pihak penyidik
( kepolisian dan kejaksaan ) sehingga kedua belah pihak tersebut masing -
masing mempunyai suatu hak yang sama nilainya, dan HAKIM berada diatas
kedua belah pihak guna menyelesaikan perkara pidana tersebut sesuai
dengan Hukum Pidana yang berlaku ( hukum positif ).

Kedua, sistem "inquisitoir" dimana sistem periksaan yang menganggap


terdakwa sebagai suatu objek yang harus diperiksa karena adanya suatu
dakwaan. Pemeriksaan ini dapat berupa pendengaran si tersangka tentang
dirinya sendiri atau didapat melalui beberapa keterangan saksi. Sehingga
lebih menekankan pada pengakuan terdakwa/tersangka, dan mengakibatkan
adanya praktek penganiayaan terhadap tersangka untuk mendapatkan
pengakuannya.

Sistem yang diterapkan dalam praktek pada kenyataannya sulit sekali untuk
diterapkan salah satu sistem secara tegas dan berdiri sendiri.

Menurut Prof. Oemar Seno Adji, SH., sebagai berikut :

"Kadang - kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak mungkin kita


mengatakan bahwa Hukum Acara Pidana dalam suatu negara itu menganut
sistem yang murni accusitoir dan murni inqusitoir, melainkan mengandung
suatu campuran dari keduanya, khususnya apabila dikemukakan adanya
karakteristik tertentu untuk membeda - bedakan kedua sistem tersebut.
Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya suatu pemeriksaan
yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh melakukan
suatu tindak pidana. Dengan sendirinya menimbulkan stelsel campuran,
karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu
pemeriksaan yang tidak terbuka sifatnyam sedangkan pemeriksaan di
persidangan adalah terbuka unutk umum. Oleh karena itu, identifikasi suatu
sistem accusatoir ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis ataupun sifat
non - demokratis dari hukum acara pidana yang berlaku tidak dapat
dibenarkan".

Tujuan Hukum Acara Pidana


Hakikat kebenaran material yang ingin dicapai oleh Hukum Acara Pidana ini
merupakan manifestasi dari fungsi hukum acara pidana sebagai :
1. Mencari dan menemukan kebenaran.
2. Pemberian keputusan oleh Hakim.

3. Pelaksanaan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai