INTERNASIONAL
Soal
Penjelasan Lex Fori
Penjelasan Lex Resitae, dll
Mereview Kasus yang menyangkut perkawinan
Mereview kasus yang menyangkut jual beli Internasional
Mereview kasus yang menyangkut adopsi
Teori Kualifikasi Lex Fori
Tokoh-tokohnya adalah : Franz Kahn (Jerman) dan Bartin (Prancis). Baik F Kahn maupun Bartin
bertitik tolak dari anggapan bahwa : Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari
pengadilan yang mengadili perkara (Lex Fori), sebab kualifikasi adalah bagian dari hukum intern
forum.
Franz Kahn lebih lanjut beranggapan bahwa kualifikasi dilakukan berdasarkan Lex Fori karena
alasan-alasan :
a. Kesederhanaan (simplicity), sebab bila kualifikasi dilakukan berdasarkan Lex Fori maka
pengertian/ batasan tentang hukum yang digunakan adalah pengertian-pengertian yang telah
dikenal oleh hakim.
b. Kepastian (certainty ), sebab orang-orang yang berkepentingan dalam suatu perkara akan telah
mengetahui terlebih dahulu sebagai peristiwa hukum apa suatu peristiwa hukum akan
dikualifikasikan oleh hakim, beserta segala konsekuensinya.
- Ogden yang mengetahui Sarah masih terikat perkawinan dengan Philip mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan dengan Sarah, dengan dasar hukum bahwa istrinya telah
berpoligami (berpoliandry)
- Permohonan diajukan di Pengadilan Inggris.
Sementara itu, bila pasal 148 Code Civil Prancis diperhatikan, maka dapat dikatakan bahwa
ketentuan tentang kewajiban yang tercantum di dalamnya harus dianggap sebagai persyaratan
esensial bagi suatu perkawinan.
Pasal 148 CC menyatakan : “ Seorang anak laki-laki yang belum berusia 25 tahun tidak dapat
menikah bila tidak ada ijin dari orang tuanya”.
Jadi bagi hukum Prancis (Lex Domicilii Philip) tidak adanya ijin orang tua seharusnya
menyebabkan batalnya perkawinan antara Philip dan Sarah.
Tetapi kenyataannya Hakim Inggris memutuskan bahwa :
- Perkawinan antara Philip dan Sarah dinyatakan tetap sah, sebab “ijin orang tua” berdasarkan
hukum Inggris (Lex Fori) dianggap sebagai persyaratan formal saja, dan secara yuridik
perkawinan itu tetap dianggap sah karena dianggap telah memenuhi ketentuan/persyaratan
esensial hukum Inggris (sebagai Lex Loci Celebrationis).
- Karena itu pula, pernikahan antara Sarah dan Ogden dianggap tidak sah (karena dianggap
polygamous) dan harus dinyatakan batal.
- Permohonan Ogden dikabulkan Pengadilan Inggris.
Tia Aristutia, SH., MH Disusun oleh Tia Aristutia, SH., MH 15
Dari cara berpikir Hakim Inggris itu tampak bahwa ia mengkualifikasikan “ijin orang tua”
berdasarkan hukumnya sendiri saja (lex fori). Jadi ketentuan pasal 148 CC (sebagai Lex Causae )
dikualifikasikan berdasarkan lex fori.
Asas-asas HPI
1. Lex Rei Sitae ( Lex Situs ): hukum yang berlaku atas suatu benda adalah hukum dari tempat
dimana benda itu terletak atau berada→ bias benda bergerak, berwujud, atau tak berwujud.
2. Lex Loci Contractus: terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari tempat
pembuatan perjanjian/ tempat dimana perjanjian ditandatangani.
3. Lex Loci Solutionis: hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan.
4. Lex Loci Celebrationis: hukum yang berlaku bagi sebuah perkawinan adalah sesuai dengan
hukum tempat perkawinan itu dilangsungkan.
5. Lex Domicile: hukum yang berlaku adalah tempat seseorang berkediaman tetap/ permanent
home.
6. Lex Patriae: hukum yang berlaku adalah dari tempat seseorang berkewarganegaraan.
7. Lex Loci Forum: hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan resmi dilakukan. Perbuatan
resmi adalah pendaftaran tanah, kapal dan gugatan perkara itu diajukan dan perbuatan hukum
yang diajukan.
8.Lex Loci delicti commisi tator:Hukum dari tempat dimana perbuatan melanggar hukum
dilakukan
9. Asas choice of law ( pilihan hukum ): hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih
berdasarkan para pihak.
Kasus yang menyangkut perkawinan
A. Kasus posisi
2. Selain surat pengantar pernikahan dari kelurahan, Henry juga membawa surat pemberkatan
dari Gereja Yesus Sejati di Jl. Samahudi, Jakarta Pusat. Dari surat tersebut, terdapat
keterangan bahwa Jessica dan Ludwig telah menjalani pemberkatan pada 11 Desember
2013, oleh pendeta Simone Jonathan.
5. Setelah pencatatan tersebut, diketahui bahwa Jessica pergi keluar negeri dan menetap di
California, Amerika Serikat. Kemudian disana Jessica juga dikabarkan bahwa telah
melahirkan seorang anak laki-laki.
6. Namun pada tanggal 2 Juni 2014, pihak Gereja Yesus Sejati mengirimkan surat pernyataan
kepada Disdukcapil bahwa gereja tersebut ternyata tidak pernah melakukan pemberkatan
terhadap Jessica dan Ludwig. Nama pendeta yang memberkati mereka yaitu Simone
Jonathan juga dinyatakan fiktif oleh pihak gereja, karena tidak ada daftar pendeta dengan
nama tersebut yang tercatat dalam gereja itu.
8. Dari pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta pun juga sudah
mengkonfirmasi bahwa mereka sempat terkecoh dengan surat bodong yang menyatakan
bahwa Jessica dan Ludwig telah menikah di Gereja Yesus Sejati pada bulan Desember 2013
lalu.
B. Analisis
Kasus gugatan pembatalan pernikahan yang diajukan oleh Ludwig kepada Jessica tersebut
adalah termasuk ke dalam kasus Hukum Perdata Internasional, karena terdapat unsur asing berupa
faktor personal yaitu status kewarganegaraan dimana Ludwig adalah seorang warga negara Jerman
sedangkan Jessica adalah warga Indonesia. Pernikahan mereka dilakukan di Indonesia. Dimana
fokus kasus ini adalah tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak Jessica yakni
berupa pembuatan akta nikah berdasarkan bukti-bukti surat palsu.
Yang menjadi titik taut primer dalam kasus ini ialah soal kewarganegaraan. Yaitu
Ludwig adalah seorang warga negara Jerman sedangkan Jessica adalah seorang warga
negara Indonesia.
Yang menjadi titik taut sekunder kasus ini ialah hukum tempat dilaksanakannya
perbuatan melawan hukum/lex loci delicti commisi (pernikahan dianggap tidak pernah
terjadi). Karena pembuatan akta pernikahan dibuat di Disdukcapil Indonesia.
3. Kualifikasi
Kategori yuridis terhadap fakta yang ditemukan, menjadikan kasus ini masuk dalam
kualifikasi perbuatan melawan hukum. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak
Jessica yaitu berupa memalsukan bukti-bukti surat untuk pembuatan akta nikah.
Sedangkan para subyek hukum yang bersengketa masing-masing tunduk pada sistem
hukum yang berbeda. Yaitu Ludwig selaku penggugat adalah warga negara jerman dan
tunduk pada hukum Jerman, sedangkan Jessica adalah warga negara Indonesia dan tunduk
pada hukum Indonesia.
4. Lex fori
Karena perbuatan hukum itu dilakukan di Indonesia, maka lex fori-nya ialah hukum
Indonesia yang akan digunakan untuk mengadili perkara dan menentukan lex causae.
Berdasarkan prinsip HPI “the basis of presence” pasal 25 UU Perkawinan dan pasal 118
ayat (1) HIR dan berdasarkan prinsip kewilayahan dan kedaulatan teritorial merupakan
kewenangan pengadilan indonesia, dikarenakan tergugat dalam perkara tersebut tinggal
didaerah wilayah hukum Indonesia.
5. Lex causae
Berdasarkan lex fori, yaitu hukum indonesia berdasarkan pasal 18 AB jika berkaitan
dengan suatu perbuatan hukum maka diatur berdasarkan tempat dilaksanakannya
perbuatan hukum itu. Maka dalam kasus ini seperti yang sudah diterangkan diatas, karena
perbuatan hukum dilakukan di Indonesia maka lex causae/hukum sebenarnya yang dipakai
untuk mengadili kasus ini juga menggunakan hukum Indonesia.
6. Kewenangan mengadili
Pengadilan yang berhak untuk mengadili kasus ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Indonesia, sesuai dengan lex fori. Jadi gugatan pembatalan pernikahan dan
pembatalan akta yang dibuat Dinas Dukcapil DKI Jakarta yang diajukan oleh Ludwig
selaku penggugat adalah benar diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun karena yang diinginkan penggugat bukan hanya membatalkan perkawinan saja
tetapi juga ingin membatalkan akta yang dibuat Dinas Dukcapil DKI Jakarta, maka proses
pembatalan akta dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu. Lalu setelah
itu pembatalan pernikahannya baru dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Fakta-faktanya :
IPB melakukan perjanjian dengan Amerika untuk mengirim 800 kera ke Amerika, kera tersebut
hanya akan diambil anaknya saja dan harga perekornya 80 juta.
Amerika hanya membutuhkan anaknya saja dan harus beranak di Amerika Serikat.
Ketika posisi pesawat di Swiss, seekor monyet stress dan lepas, melahirkan anaknya, dan
induknya telah dilumpuhkan dan mati.
Dokter hewan IPB menyuntik mati anak monyet atas dasar rasa kasihan.
Lawyer Ameika menuntut IPB atas dasar perlindungan satwa dan dianggap tidak memenuhi
prestasi, serta membunuh seekor anak monyet.
Anak monyet bagi Amerika merupakan satwa yang dilindungi.