Anda di halaman 1dari 2

Penafsiran yang dilakukan Hakim Bismar Siregar

Kasus dari Hakim Bismar Siregar yang cukup membuat heboh pada waktu itu terjadi
di Pengadilan Negeri Medan pada tahun 1983. Terdapat kasus pencabulan antara seorang
laki-laki bernama Martua Raja Sidabutar kepada Katharina Siahaan seorang perempuan yang
bukan istrinya dengan diiming-imingi janji akan dinikahi dan dipenuhi segala kebutuhannya,
tapi ternyata setelah melakukan hubungan persenggamaan, Martua ingkar janji dan tidak
menepati janjinya untuk menikahi Katharina tadi. Apalagi sebenarnya Martua ini beragama
Kristen dimana ia tidak dapat mempunyi istri lebih dari 1, karena sebelumnya dia sudah punya
istri. Disitulah Martua dijerat 3 dakwaan yaitu yang pertama dijerat Pasal 293 KUHP tentang
perbuatan cabul di bawah umur, namun tidak terbukti, kedua Pasal 378 tentang penipuan,
dan disinilah Bismar Siregar menganalogikan kehormatan wanita sebagai ‘benda’ sebagai
bentuk penafsiran analogi dan ekstensifnya dan yang ketiga dengan Pasal 335 tentang
perbuatan tidak menyenangkan.
Jadi penafsiran yang dilakukan oleh Hakim Bismar Siregar adalah penafsiran
gramatikal,analogi, dan ekstensif;
a. Penafsiran Gramatikal
Penafsiran gramatikal adalah suatu penafsiran hukum yang didasarkan pada maksud
pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam ketentuan suatu peraturan hukum,
dengan catatan bahwa pengertian maksud perkataan yang lazim bagi umumlah dipakai
sebagai jawabannya. Setiap hakim saat melakukan penafsiran yang pertama kali pasti
melakukan penafsiran gramatikal terlebih dahulu, dimana arti perkataan itu semata-mata
menurut tata bahasa atau kebiasaan sehari-hari. Jadi tahap awal penafsiran dilakukan
dengan mencari pengertian daripada ‘barang’ itu sendiri dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
b. Penafsiran Analogi
Penafsiran yang kedua adalah penafsiran analogi yaitu tidak jauh beda maknanya
dengan penafsiran ekstensif yang maksudnya memperluas suatu aturan sehingga suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu ketentuan menjadi termasuk dalam
ketentuan yang ada berdasarkan analog yang dibuat. Awalnya penafsiran yang dilakukan
dengan memperluas makna dari kata ‘barang’ merupakan penafsiran ekstensif, namun jika
makna ‘barang’ meliputi juga ‘kehormatan wanita’ seperti kasus di atas juga jelas
menggunakan penafsiran analogi karena kerhomatan wanita dianalogkan sebagai barang.
Kemudian Majelis Banding pun mengambil istilah ‘barang’ dari bahasa Tapanuli ‘bonda’ yang
artinya barang. Itulah yang membuat beliau cukup menuai kontroversi pada masanya dengan
tidak hanya berpijak pada hukum formal yang menimbulkan kepastian hukum saja, tetapi juga
tetap melihat hati nuraninya dengan melihat unsur keadilan demi terwujudnya keadilan dan
melindungi kaum wanita dan menjaga kehormatan itu sendiri. Banyak perdebatan karena
penafsiran oleh Bismar Siregar ini dan menimbulkan pro kontra selama bertahun-tahun.
c. Penafsiran Ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga
suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalam bagian arti kata tersebut. Dalam kasus Martua
dan Katharina pengertian barang hanya sebatas pada benda yang berwujud. Namun seiring
perkembangan zaman, pengertian ‘barang’ tersebut semakin diluaskan. Karena dakwaan
pertama tak terbukti yaitu melakukan perbuatan cabul di bawah umur dan Katharina sendiri
sudah berumur 21 tahun artinya sudah lewat dari batas kategori dewasa 18 tahun atau
setidaknya sudah menikah. Jadi Bismar Siregar ingin membuktikan dengan dakwaan kedua
dengan memperluas kata barang juga mempunyai arti juga jasa. Karena hubungan
persenggamaan yang terjadi antara korban dan terdakwa menguntungkan terdakwa dan
karena telah menerima ‘jasa’ dari korban.
Hasil akhir dari kasus yang ditangani Bismar Siregar di atas walaupun telah
dianalogikan dan dilakukan perluasan makna sedemikian rupa, akhirnya dibatalkan karena
banyak dikecam dan dianggap menafsirkan terlalu jauh dari undang-undang yang ada. Jadi
pada akhirnya diputuskan bahwa Martua Raja Sidabutar diputuskan terbukti secara sah
melakukan tindak pidana kejahatan penipuan dan terbukti melakukan tindak pidana perbuatan
tidak menyenangkan dimana dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun.

Anda mungkin juga menyukai