Anda di halaman 1dari 4

Nama:

NIM :

Analisis Kasus Pencemaran Nama Baik

Jakarta - Musisi Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani didakwa jaksa telah melakukan
rindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang RI No.19 Tahun
2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika.
Dalam kasus ini politisi Partai Gerindra tersebut terancam pidana paling lama 6 tahun penjara.
Dakwaan terhadap suami Mulan Jameela ini dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Dedy Arisandi
dari Kejari Surabaya.
Musisi Ahmad Dhani mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk menjalani
pemeriksaan pedananya sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik, Kamis (25/10). Sebelum
menjalani pemeriksaan, Dhani menyayangkan betapa cepat dirinya ditetapkan menjadi tersangka
dalam kasus tersebut..
Musisi Ahmad Dhani mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk mDhani
mengaku hanya sekali diperiksa sebagai saksi. Sementara pada saat panggilan pemeriksaan kedua, dia
sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dhani pun membandingkan penetapan tersangka kepadanya,
dengan penetapan tersangka kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). "Kok polisi sangat cepat
mempertersangkakan Ahmad Dhani tapi Ahok kok lama sekali, sampai harus didemo jutaan orang
untuk jadi tersangka," kata Ahmad Dhani.enjalani pemeriksaan pedananya sebagai tersangka kasus
pencemaran nama baik, Kamis (25/10). Sebelum menjalani pemeriksaan, Dhani menyayangkan
betapa cepat dirinya ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Dhani mengaku, sejauh ini pemeriksaan yang dilakukan polisi kepadanya cukup baik.
Pentolan band Dewa 19 itu hanya menyayangkan terlalu cepatnya penetapan tersangka terhadapnya.
adahal, kata Dhani, dirinya pun memiliki hak untuk mengajukan gelar perkara khusus, seperti apa
yang dilakukan Ahok sebelum ditetapkan sebagai tersangka. "Ahok juga ada gelar perkara khusus ya
saya kok gak ada. Kita punya ahli juga banyak yang memang kita membawa ahli yang kredibel," ujar
Dhani.
Sebelumnya, Ahmad Dhani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim dalam kasus
pencemaran nama baik. Di mana, dalam sebuah video yang sempat viral, dirinya menyebut "Banser
idiot". Penetapan tersangka tersebut, dilakukan Polda Jatim setelah memeriksa saksi-saksi terkait, dan
juga saksi ahli. Dalam kasus ini, Dhani dijerat Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut melarang setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Polda Jawa Timur sebelumnya mempersilakan musisi Ahmad Dhani Prasetyo mengajukan
praperadilan, terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik atau ujaran
kebencian. Hal itu untuk membuktikan benar atau tidaknya ada kriminalisasi dalam kasus tersebut.
"Kalau bilang dikriminalisasi silakan diuji di praperadilan. Di situ akan diuji langkah ini kriminalisasi
dari polisi atau tidak," kata Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera
di Surabaya, Jumat (19/10).
Barung mengatakan dalam menetapkan tersangka, polisi melihat bukti salah satunya adalah
video Dhani yang diunggah ke media sosial. Dalam video itu ada kata-kata yang harus diterjemahkan
dengan bahasa pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2016. "Polisi
tidak bisa menerjamahkan (bahasa) itu sehingga menjadi kriminalisasi. Polisi hanya mengambil ahli
bahasa apakah sudah masuk dalam kategori pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan sebagainya
yang masuk dalam UU ITE itu," tuturnya.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan hukum yang berlaku terhadap kasus pencemaran nama baik tersebut?

Bahan - Bahan Hukum


1. Bahan Hukum Primer yakni , bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa peraturan
perundang undangan antara lain:
a) Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
b) UU ITE No.11 tahun 2008.
c) Surat Edaran Kapolri No. SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech).
d) Putusan No. 370/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel.
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan dari bahan hukum
primer. Adapun bahan hukum primer yaitu:
a) Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI-PRESS,2014.
b) Suhariyanto, Budi , Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyebercrime), Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada,2012.
c) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Buku Saku Penanganan Ujaran
Kebencian (Hate Speech).
d) Kamalludin, Iqbal dan Barda Mawawi Arief, Kebijakan Formulasi Hukum Pidana tentang
Penanggulangan Tindak Pidana Penyebaran Ujaran Kebencian di Dunia Maya, Jurnal
Law Reform Vol.15 No.1, 2019.
3. Sumber Hukum Tersier
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia
b) Media Massa Merdeka.com

Analisa
Terdakwa dalam kasus tindak pidana dengan No. 370/Pid.Sus/2018/PN. Jkt-Sel bernama
Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani yang lahir di Jakarta pada tanggal 26 Mei 1972. Terdakwa
beragama Islam, perkerjaannya adalah seniman, dan pendidikan terakhir adalah SMA. Tempat tinggal
Terdakwa berada di Jalan Pinang Emas VII D.4 No.7 RT.008/003, Kelurahan Pondok Pinang,
Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Tuntutan yang diajukan oleh Penuntut Umum kepada Terdakwa dalam kasus ujaran
kebencian yaitu, menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana ujaran kebencian
sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI No.19 Tahun 2016 tentang
perubahan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-
I KUHP, yang bertuliskan:
"Siapa saja dengan sengaja dan tanpa hak, menyuruh lakukan, menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Penuntut Umum juga mengajukan beberapa barang bukti untuk dirampas maupun
dimusnahkan. Barang bukti tersebut berupa 1 (satu) buah flash disk Kingston data Traveler G3 8GB,
warna putih-kuning, berisi screenshoot unggahan twitter Dhani Ahmad Prasetyo
@AHMADDHANIPRAST dan 1 (satu) unit HP merek Xiaomi Redmi Note 4 warna putih silver,
berserta simcard Indosat Nomor: 085731922219 di dalamnya.
Selanjutnya Penuntut Umum mengajukan barang bukti untuk dirampas dan dimusnahkan
dengan cara dinonaktifkan melalui Kementrian KOMINFO RI. Barang bukti tersebut yaitu, 1 (satu)
buah simcard HP provider XL dengan nomor 081760009999, 1 (satu) buah email dengan nama
adpsocmed@gmail.com beserta password, dan 1 (satu) buah akun twitter dengan nama pemilik
DHANI AHMAD PRASETYO @AHMADDHANIPRAST beserta password. Tuntutan Penuntut
Umum yang terakhir adalah mengajukan supaya Terdakwa Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad
Dhani dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
Amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 370/Pid.Sus/2018/PN. Jkt-Sel pada
tanggal 24 Januari 2019 mengadili Terdakwa dengan menyatakan bahwa Terdakwa yang bernama
Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah telah
melakukan tindak pidana ujaran kebencian. Terdakwa melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat
(2) UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, "Dengan sengaja dan tanpa hak, menyuruh lakukan, menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".

Kesimpulan
Di Indonesia, secara garis besar tindakan pencemaran nama baik diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU ITE. Definisi dan tafsiran pencemaran nama baik merujuk
pada aturan yang ada dalam KUHP, sedangkan dalam UU ITE lebih diatur mengenai media atau cara
pencemaran nama baik dilakukan.
Dalam KUHP, istilah pencemaran nama baik dikenal dengan istilah “penghinaan” yang diatur
secara khusus dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang dimuat dalam Pasal 310 hingga Pasal 321
KUHP. Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul KUHP serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, “menghina” dapat diartikan sebagai menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang. Adapun kehormatan yang dimaksud berkaitan dengan rasa malu seseorang. Menurut
R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP dibagi menjadi 6 (enam) jenis:

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP), yakni perbuatan menuduh seseorang telah melakukan
perbuatan tertentu yang bertujuan agar tuduhan tersebut diketahui oleh orang banyak.
2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP), yakni perbuatan tuduhan tersebut
dilakukan secara tertulis.
3. Fitnah (Pasal 311 KUHP), yakni apabila perbuatan yang dituduhkan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 310 KUHP tidak benar.
4. Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP), yakni jika penghinaan dilakukan di tempat umum
yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina, maupun berupa perbuatan.
5. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP).
6. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP).

UU ITE lebih menekankan pada media atau cara dari pencemaran nama baik tersebut
dilakukan. Hal ini diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yakni: “Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.” Jika Anda melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE,
maka Anda akan dikenakan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp750 juta.

Adapun berdasarkan penjelasan pasal tersebut, definisi pencemaran nama baik mengacu pada
pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP. Tidak terbatas pada pencemaran
nama baik, UU ITE juga mengatur mengenai ujaran kebencian yang mengandung SARA yang diatur
lebih lanjut dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebagai berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).” Pelanggaran atas perbuatan yang dimaksud pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE
ini diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1
miliar.
Dalam UU ITE 2008, pencemaran nama baik merupakan delik atau tindak pidana biasa yang
dapat diproses secara hukum meski tidak adanya pengaduan dari korban. Namun, ketentuan ini telah
mengalami perubahan yang telah diatur di dalam UU ITE 2016. Di mana, dalam UUITE 2016, tindak
pidana pencemaran nama baik berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban
membuat pengaduan kepada pihak yang berwajib. Menurut Putusan MK 50/PUU-VI/2008 disebutkan
bahwa ketentuan pencemaran nama baik menjadi tindak pidana aduan tidak dapat dipisahkan dari
norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP yang mensyaratkan adanya pengaduan
(klacht) untuk dapat dituntut dihadapan Pengadilan. Oleh karena itu, jika Anda mendapatkan kasus
pencemaran nama baik, Anda harus melakukan pengaduan ke pihak yang berwenang. Karena kasus
pencemaran nama baik hanya akan diproses jika pihak yang menjadi korban melakukan pelaporan
kasus tersebut.

Saran
Pencemaran nama baik adalah salah satu contoh tidak digunakannya media sosial secara
bijak. Pada kasus tersebut Ahmad Dhani selaku artis senior tidak menerapkan penggunaan media
sosial secara bijak dan baik, justru Ahmad Dhani menggunakan media sosial dengan maksud
memberikan kebencian dan merendahkan seseorang atau sekumpulan orang lainnya. Sebagai artis
senior dengan pengikut mapun penggemar yang banyak Ahmad Dhani seharusnya menggunakan
media sosial dengan baik dan benar sehingga dapat menjadi contoh dari orang orang yang
mengaguminya.

Anda mungkin juga menyukai