Anda di halaman 1dari 12

Pengantar Sosiologi Hukum

ANALISIS TEORI CHAOS


DALAM ILMU HUKUM
MELALUI THE DISORDER
OF LAW CHARLES
SAMPFORD

A. Sabitha Nur Salsabilah - BO11211323


BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Munculnya Teori Chaos dalam ilmu hukum dapat ditelusuri sejak Charles Sampford
menerbitkan bukunya yang berjudul "The Disorder of Law: A Critique of Legal Theory"
pada tahun 1989. Sampford mengusung pandangan baru tentang hukum yang
disebut sebagai situasi chaos. Kehadiran Sampford ini seolah-olah membalikkan
situasi yang biasanya stabil dan mengajak kita untuk berpikir secara kritis dan inovatif.
Jika kita hanya memahami teori chaos yang diusung oleh Sampford sebagai sesuatu
yang radikal dan ekstrem, maka kita akan gagal memahami pesan substansial yang
ingin disampaikan oleh Sampford.
Sampford menggunakan frasa "social melee" dan "legal melee" sebagai cara untuk
menggambarkan kompleksitas hukum. Konsep hukum yang legalistik-positivistik, yang
didasarkan pada aturan-aturan, tidak ingin mengakui realitas hukum dan masyarakat
yang ada dalam situasi dan kondisi yang rumit. Ini karena Sampford menggunakan
istilah-istilah tersebut untuk menggambarkan kompleksitas hukum.
BAB I PENDAHULUAN

Sampford berpendapat bahwa dalam kacamata positivistik para penegak hukum


hanya dapat menegakkan bunyi undang-undang ketimbang melihat bagaimana
substansi undang-undang. Jika penegakan hukum dilakukan dan diterapkan secara
luas, hal itu hanya akan mirip dengan menggunakan kaca mata kuda. Dalam
menangani kasus, para penegak hukum tidak dapat membedakan antara kesalahan
substansial dan prosedural, yang tentu saja menimbulkan bahaya. Penegakan hukum
dalam keadaan seperti ini hanya mengikuti "rule and procedure" dan tidak memeriksa
masalah sebenarnya. Selain itu, Sampford berpendapat bahwa dibalik positivisme
hukum, interaksi manusia selalu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
penerapan.
Realitas hukum adalah realitas yang tidak simetris, penuh dengan ketidakpastian dan
ketidakteraturan, yang merupakan ciri penting dari hubungan dalam masyarakat
(sosial) menurut teori chaos (ketidakteraturan). Keyakinan ini membawa Sampford ke
bidang dialektis. Ia tidak mengabaikan bahwa ketidakteraturan adalah komponen
penting dalam mencapai keteraturan. Sebenarnya, upaya kritis Sampford adalah
upaya untuk menggunakan metode berpikir non-sistematik untuk menggulingkan
absolutisme sistem hukum positivisme. Dengan penetrasi yang fleksibel namun
integratif, ia mendekati struktur dan sistem
BAB I PENDAHULUAN

Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui
bagaimana teori chaos dalam ilmu
hukum melalui the disorder of law
dan penerapannya. Fokus penelitian
Rumusan Masalah adalah untuk menganalisis konsep
dan perspektif teori chaos melalui
Berdasarkan uraian latar the disorder of law yang
belakang tersebut penulis ingin dikemukakan oleh Charles Sampford
mencari tahu lebih dalam serta bagaimana teori ini
mengenai teori chaos dalam memahami dan menggambarkan
ilmu hukum melalui the disorder kekacauan dalam ilmu hukum.
of law serta penerapan hukum Tulisan ini juga bertujuan untuk
itu sendiri menguji pengaplikasian dan
relevansi teori teori ini dalam konteks
penerapan hukum di kehidupan
nyata serta mengidentifikasi dampak
dan implikasinya terhadap
pemahaman dan pelaksanaan
hukum.
Pembahasan
Konsep mengenai Chaos pertama kali muncul dalam masyarakat Yunani kuno. Mereka percaya bahwa chaos
adalah keadaan awal sebelum terbentuknya keteraturan, atau keteraturan berasal dari chaos. Seiring dengan
evolusi alam semesta itu sendiri, menjadikan teori chaos sebagai sebuah fenomena yang sangat tua. Teori
chaos dianggap relatif baru dan kontroversial dalam ilmu pengetahuan, meskipun telah ada sejak zaman
manusia. Banyak ilmuwan modern menentang teori chaos karena menganggapnya sebagai khayalan atau
ide yang belum terbukti.
Kemunculan gaya matematika geometri yang baru adalah salah satu perkembangan utama yang
mendorong popularitas fenomena chaos saat ini. Gaya ini melampaui bentuk geometri yang sudah dikenal
dari Euklides dan menghasilkan struktur geometri fraktal yang inovatif. Teori chaos yang pertama kali
dikemukakan oleh Edward Lorenz pada tahun 1960 telah menghasilkan perubahan paradigma dalam
pemahaman manusia tentang alam semesta. Konsep chaos dan fraktal telah mengubah pandangan kita
tentang kejelasan dan kepastian yang selama ini kita yakini, menghasilkan perubahan yang total. Sebagai
seorang ahli matematika yang bekerja di IBM, Benoit Mandelbrot menggunakan metode matematika untuk
mencari dan menemukan pola dalam berbagai proses alamiah yang acak. Mandelbrot adalah seorang pionir
dalam teori chaos.
Buku James Gleick "Chaos: Making a New Sense" dikatakan telah mempopulerkan fenomena chaos atau
kompleksitas sebagai budaya pop. Banyak penulis, terutama penulis kontemporer, menganut perspektif chaos.
Sebagai contoh, Karl Popper, yang menentang doktrin determinisme dalam ilmu pengetahuan sepanjang
hidupnya, mengakui sebelum teori chaos muncul bahwa bahkan sistem Newton klasik yang tidak dapat
diprediksi, bukan hanya sistem kuantum, tidak dapat diprediksi. Popper menggunakan rumput sebagai contoh
untuk mengungkapkan bahwa "ada chaos dalam setiap rumput" dengan gaya metaforisnya.
Sebenarnya, di balik kekacauan tersebut terdapat potensi dan peluang yang dapat berkembang menjadi
suatu keteraturan jika semua pihak memiliki pemahaman akan the sense of chaos dan mampu mengambil
hikmah darinya.

BAB II PEMBAHASAN
BAB II PEMBAHASAN

Pada bukunya yang berjudul "The Disorder of Law" yang diterbitkan pada
tahun 1990-an, Charles Sampford mengkritik teori hukum yang telah
mapan, seperti yang digunakan dalam pendekatan yuridis-dogmatis.
Beberapa poin yang diungkapkan oleh Sampford adalah sebagai berikut:

(1) Ketidakteraturan dan ketidakpastian dalam hubungan sosial,


termasuk hubungan hukum, didasarkan pada hubungan kekuatan atau
power relation. Hubungan kekuatan ini tidak tercermin secara formal
dalam hubungan hukum, sehingga terdapat kesenjangan antara
hubungan formal dan hubungan nyata yang dapat menyebabkan
ketidakteraturan atau kekacauan.
(2) Hubungan dalam masyarakat yang didasarkan pada kekuatan
menghasilkan kondisi asimetris yang disebut "social melee", yaitu
hubungan sosial yang cair dan dinamis.
Setelah hukum ditetapkan oleh penguasa atau pihak-pihak yang
berkuasa, pelaksanaannya oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan
yang tidak seimbang dapat menghasilkan ketidakteraturan atau
disorder. Setiap pihak membuat keputusan yang subjektif, misalnya
hakim membuat putusan berdasarkan wewenangnya, advokat mencari
celah kelemahan hukum demi kepentingan kliennya, sementara
masyarakat awam melihatnya sebagai keputusan yang diambil oleh
penguasa
BAB II PEMBAHASAN

Dalam bidang hukum, gagasan ini masih kurang dikenal dan dipahami secara luas oleh para ahli
hukum. Sampford berusaha mengembangkan teori hukum yang disebut sebagai teori chaos atau teori
non-simetris/non mekanistik dalam hukum. Prof. Achmad Ali menjelaskan bahwa Sampford
menggunakan istilah "social melee" dan "legal melee" untuk menggambarkan keadaan yang tidak stabil
yang tidak memiliki format atau struktur formal. Dalam pandangan Sampford, hubungan antar manusia
dalam konteks sosial dan hukum dianggap sebagai "melee".
Hubungan sosial individu, dalam segala variasi dan kompleksitasnya, menjadi penentu dalam
pembentukan hukum. Situasi ini seringkali menunjukkan ketidaksimetrisan. Oleh karena itu, hukum tidak
hanya dipengaruhi oleh kekuatan sentripetal yang menghasilkan sistem terorganisir, tetapi juga oleh
kekuatan sentrifugal yang menghasilkan konflik, ketidakteraturan, dan ketidakpastian.
Dalam konteks hukum, teori chaos masih kurang dikenal dengan baik. Informasi yang mendetail tentang
gagasan ini sulit ditemukan karena hanya sedikit ahli hukum yang mempelajarinya secara mendalam.
Namun, Sampford telah berupaya untuk menyusun dan mengembangkan sebuah teori hukum yang
disebut sebagai teori chaos atau teori non-simetris/non mekanistik dalam hukum. Teori chaos ini
menggugat keyakinan yang dipegang oleh kaum positivistik, yaitu bahwa hukum sejatinya penuh
dengan ketertiban yang seringkali disebut oleh Sampford sebagai "legal melee", di mana melee
mengacu pada sesuatu yang fluid dan tidak terstruktur.
BAB II PEMBAHASAN

Sampford menanyakan bagaimana mungkin keadaan yang sebenarnya penuh dengan ketidakteraturan
tersebut dalam pandangan positivisme dianggap sebagai sesuatu yang penuh dengan keteraturan.
Sebenarnya, keteraturan bukanlah sesuatu yang dapat diamati secara nyata dalam realitas, melainkan
sesuatu yang diinginkan oleh para positivis agar terlihat ada.
Gagasan utama yang dikembangkan oleh Sampford dalam teori chaos dalam hukum didasarkan pada
pemahamannya tentang hubungan kekuasaan yang kompleks dan menghasilkan situasi di mana
masyarakat tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang bersifat sistematis atau mekanistik. Dengan
kepintarannya, Sampford memulai keraguannya dengan menyatakan bahwa ketidakteraturan dan
ketidakpastian merupakan hasil dari relasi yang didasarkan pada interaksi kekuatan. Hubungan kekuatan
ini tercermin dalam praktik dominasi yang memperkuat kesenjangan antara hubungan formal dan
hubungan nyata yang ada dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakteraturan (chaos). Di
atas dasar sosial seperti itu, hukum berdiri atau beroperasi.
Sampford pun dengan gamblang mengkritik teori hukum yang didasarkan pada konsep sistem atau
keteraturan, ia mengatakan bahwa teori sistem hukum tidak selalu harus didasarkan pada teori hukum
karena hubungan dalam masyarakat menunjukkan adanya hubungan yang tidak simetris. Dianggap bahwa
setiap hubungan sosial memiliki karakteristik unik. Akibatnya, apa yang tampak seperti keteraturan,
ketertiban, kejelasan, dan kepastian sebenarnya penuh dengan keraguan.
BAB II PEMBAHASAN

Sampford berpendapat bahwa hukum tidak sepenuhnya didasarkan pada logika. Untuk menghadapi
realitas yang rumit seperti itu, kita harus membiarkan diri kita melihat hukum sebagai situasi yang tidak
teratur, tetapi sebagai situasi yang kacau. Berdasarkan pemahaman ini, tidak ada alasan untuk tidak
membuat teori kekacauan hukum. Teori ini seharusnya dapat menjelaskan hukum secara lebih
komprehensif. Sampford berusaha menunjukkan bahwa ia mendorong dunia hukum untuk berusaha
lebih keras untuk menemukan keteraturan dengan mengidentifikasi dan mempelajari ketidakteraturan
tersebut.
Sampford juga berpendapat bahwa kekacauan atau chaos yang timbul dari hubungan antara pihak-
pihak didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan (power) di antara mereka. Namun,
ketidakseimbangan ini bersifat sementara dan akan kembali ke suasana tertib.
Anthon F. Susanto secara tegas menyatakan dalam bukunya "semiotika hukum" bahwa penyebutan
"teori chaos bukan keteraturan" adalah kesalahan terbesar. Teori chaos sebenarnya tidak menyatakan
bahwa keadaan yang teratur tidak ada. Istilah "chaos" dalam "teori chaos" sebenarnya mengacu pada
keteraturan, bahkan lebih dari sekedar keteraturan, tetapi lebih merupakan "esensi keteraturan". Jadi,
teori chaos berhubungan dengan keteraturan sekaligus membahas ketidakteraturan.
BAB II PEMBAHASAN

Menurut teori chaos, pandangan terhadap dunia tidak lagi hanya berdasarkan konsep keteraturan, tetapi juga
harus mempertimbangkan konsep kekacauan atau disorder secara bersamaan. Oleh karena itu, masyarakat
harus dilihat dalam konteks dikotomi antara keteraturan dan kekacauan, kesatuan dan separatis, integrasi dan
disintegrasi, keseragaman dan keanekaragaman, sentralisasi dan desentralisasi, homogenitas dan
heterogenitas. Dalam konteks ini, hukum harus dipandang dalam dualisme (dikotomi) sehingga teori hukum
yang dihasilkan dapat menggambarkan realitas yang sebenarnya.
Secara umum, masyarakat tidak selalu mematuhi peraturan yang telah ditetapkan untuk mengatasi
ketidakteraturan. Efektivitas peraturan dalam menangani ketidakteraturan dipengaruhi oleh interaksi sosial dan
hubungan antara individu. Ironisnya, seringkali ketidakteraturan lebih dominan daripada keberadaan peraturan
itu sendiri. Namun, penting untuk diakui bahwa ketidakteraturan yang muncul ini dapat membantu kita
memahami kelemahan atau kekurangan peraturan yang ada.
Namun, jika kita mengadopsi pendekatan holistik dan melihat perilaku sistem secara menyeluruh, maka
keteraturan akan terlihat secara jelas. Oleh karena itu, meskipun Chaos Theory of Law sering dikaitkan dengan
ketidakteraturan, sebenarnya teori tersebut juga mencakup pemahaman tentang keteraturan. Perspektif holistik
melihat keteraturan secara menyeluruh, sementara perspektif reduksionis hanya memusatkan perhatian pada
ketidakteraturan.
Kekacauan yang terjadi dalam masyarakat adalah salah satu bentuk dari berbagai wajah
chaos yang dikenal sebagai "chaos negatif". Prinsip chaos ini ditandai oleh perusakan,
penghancuran, agresi, dan kekerasan. Namun, menurut Serres, ada juga "chaos yang positif"
yang bersifat konstruktif, progresif, dan kreatif. Sayangnya, kita sering kali tidak memahami
manfaat dari chaos ini. Terlalu sering kita menganggap pluralitas dan perbedaan hanya
sebagai slogan tanpa benar-benar memahami makna yang sebenarnya. Namun,
kekacauan yang dikonseptualisasikan oleh Sampford tidak boleh melampaui batas
ketertiban. Kekuatan penjaga ketertiban tersebut, yang disebut sebagai kekuatan penarik
(strange attractor), adalah kekuasaan negara. Namun, kekuasaan negara juga memiliki
potensi untuk menyebabkan kekacauan jika tidak dibatasi dan tidak didasari oleh hukum.
Kelemahan dari hukum adalah bahwa pelaksanaan dan penegakan hukum bergantung
pada kekuasaan. Hukum tanpa kekuasaan negara akan menjadi lemah, karena tidak ada
kekuatan yang dapat menjalankan hukum.

BAB II PEMBAHASAN

Kesimpulan
Penutup
Dalam konteks hukum, gagasan tentang teori chaos masih kurang dikenal oleh para ahli hukum. Sampford
berusaha mengembangkan teori hukum yang dikenal sebagai teori chaos atau teori non-simetris/non-
mekanistik dalam hukum. Ia berpendapat bahwa hukum secara inheren penuh dengan ketidakteraturan yang
sering disebut sebagai "legal melee" atau kekacauan hukum. Hukum dipengaruhi oleh hubungan sosial yang
asimetris dan tidak teratur. Meskipun ada peraturan yang bertujuan untuk mengatasi ketidakteraturan,
masyarakat tidak selalu mengikutinya. Ketidakteraturan yang terjadi membantu kita memahami kekurangan
dalam peraturan tersebut. Ketidakteraturan ini juga terlihat dalam keputusan subjektif yang diambil oleh para
pelaku hukum.

Saran
Dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam hal kekacauan hukum, ada beberapa
rekomendasi yang dapat diajukan. Pertama, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
penelitian tentang teori chaos dalam konteks hukum di Indonesia. Kedua, perlu dilakukan reformasi hukum yang
melibatkan semua pihak yang terlibat, baik dari pemerintah maupun masyarakat.Terakhir, penting untuk
mengintegrasikan pemahaman tentang teori chaos ke dalam pendekatan hukum di Indonesia

BAB III PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai