Anda di halaman 1dari 3

Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)

Sistem hukum Eropa Kontinental yang sering disebut sebagai “Civil Law” ini merupakan suatu
sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi
(dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam
penerapannya. Sebenarnya, sistem hukum ini semula berasal dari kodifikasi hukum yang
berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI sebelum
masehi. Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan seperti: Jerman,
Belanda, Prancis, dan Italia. Dan hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang
menganut sistem hukum ini, termasuk Indonesia. Dalam penerapannya, sistem hukum Eropa
Kontinental ini memiliki kelebihan dan kelemahan seperti:
Kelebihan:
1.Sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi, sehingga ketentuan yang berlaku dengan mudah
dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian
hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP),
jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHP yang sudah
dikodifikasikan tersebut.
2.Prinsisp utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Komtinental itu adalah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistemik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.”
Prinsip dasar ini dianut karena ingin mencapai tujuan hukum yaitu ”kepastian hukum.” Sehingga
kepastiam hukum di sistem hukum Eropa Kontinental ini sangat diperhatikan dan dijamin.
3.Sumber hukum yang digunakan adalah undang-undang. Undang-undang ini dibentuk oleh
kekuasaan legislatif yang disahkan eksekutif. Sehingga, ada kerja sama yang baik antar
pemegang kekuasaan dalam pembentukan undang-undang.
4.Adanya penggolongan sistem hukum Eropa Kontinental dalam 2 bidang, yaitu hukum privat
dan hukum publik. Sehingga lebih mudah untuk menyelesaikan sebuah perkara. Jika perkara
antara  masyarakt dan negara maka termasuk hukum publik. Dan jika pertentangan antar
individu di masyarakat, maka termasuk dalam bidang hukum privat.
5.Adanya pembuatan undang-undang baru yang menyesuaikan perkembangan masyarakat.
Suatu contoh adalh undang-undang tipikor (tindak pidana korupsi) di Indonesia. Dengan adanya
undang-undang yang baru akan lebih memudahkan penyelesaian perkara yang bersangkutan.
6.Penyelesaian sebuah perkara akan selalu berpegang teguh pada undang-undang. Sehingga
putusan-putusan diharapkan bersifat obyektif.
Kelemahan:
1.Sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus
tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk
mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis, menyesuaikan perkembangan
masyarakat
2.Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas
wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja. Sehingga dalam penyelesaian perkara yang sama di lain waktu, seorang
hakim harus menetapkan dan menafsirkan perundang-undaangan kembali
Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim
selanjutnya. Sistem hukum Anglo Saxon kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika.”
Sistem hukum ini mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut juga sebagai
sistem “Common Law” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). Sistem hukum ini diterapkan
di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Dalam
penerapannya, sistem hukum Anglo Saxon ini memiliki kelebihan dan kelemahan seperti:
Kelebihan:
1.Sistem hukum Anglo Saxon, penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat di
negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para ahli
dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.
2.Sumber-sumber hukum terdiri dari putusan-putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan,serta
peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara, walaupun
banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-
putusan dalam pengadilan. Sehingga, sumber hukum yang ada telah teruji dalam
menyelesaikan suatu perkara sebelumnya.
3.Kepastian hukum lebih dihargai lagi bila dilihat dari sistem pelaksanaan peradilan di negara-
negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini dalam suatu persidangan perkara
pidana para Juri-lah yang menentukan apakah terdakwa atau tertuduh itu bersalah (guilty) atau
tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah
Hakim (biasanya tunggal) berperan menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya.
Bila Juri menentukan tidak bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh).
4.Juri yang digunakan dalam sistem hukum ini adalah orang-orang sipil yang mendapatkan
tugas dari Negara untuk berperan sebagai juri dalam sidang perkara. Juri ditunjuk oleh Negara
secara acak dan seharusnya adalah orang-orang yang kedudukannya sangat netral dengan
asumsi juri adalah orang awam yang tidak mengetahui sama sekali latar belakang perkara yang
disidangkan. Kedua pihak dalam perkara kemudian diberi kesempatan untuk mewawancara
dan menentukan juri pilihannya. Sehingga kenetralan dan keadilan dapat lebih terlihat nyata.
5.Hakim memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan
masyarakat. Karena hekim memiliki wewnang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan
hukum yang berlaku. Selain itu, menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi
pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
6.Jika ada suatu putusan yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,
hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan akal
sehat (common sense). Sehingga putusan-putusan yang ada benar-benar sesuai kenyataan
dan menyesuaikan perkembangan masyarakat.
Kelemahan:
1.Tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan
penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali
dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara berkembang yang tingkat
korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon kurang tepat dianut.
2.Hakim terlalu diberi kekuasaan yang amat besar dalam menentukan hukuman. Sehingga
terkadang faktor subyek dapat terjadi. Karena hakim juga manusia yang terkadang ada rasa
sungkan dan juga ada gejolak untuk melakukan tindakan-tindakan curang. Suatu contoh, akhir-
akhir ini ada berita yang mencuat mengenai hakim yang salah membei putusan hukum mati
pada terdakwa pada tahun 1991. Setelah diselidiki lebih lanjut, kini terbukti terdakwa yang
dihukum mati tersebut tidak bersalah sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai