- Ameiliza Tiffany Anjani (1302018117) - Bela Milenia Marsianda (1302018125) - Bailah Santi (1302018134) - Dea Nurul Ananda (1302018094) - Halimah S (1302018166) TEORI PARADIGMA STUDI KEJAHATAN
Simecca dan lee mengetahkan tiga prespektif
tentang hubungan antara hukum dan organisasi kemasyarakatan di satu pihak dan tiga paradigma tentang studi kejahatan.
Prespektif yang dimaksud adalah perspektif
‘consensus’,’pluralist’ ,’ perspektif ’ conflik’ atau dipandang sebagai suatu keseimbangan yang bergerak dari konservatif menuju ke liberal dan terakhir menuju kepada perspektif radikal.
Ketiga porspektif dan paradigma dimaksud memiliki
kaitan erat satu sama lain sehingga secara skematis Prinsip-prinsip yang dianut oleh prospektif ini sebagai berikut:
1. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak
masyarakat banyak
2. Hukum melayani semua orang tanpa terkecuali/secara
negatif dapat dikatakan bahwa hukum tidak dapat membedakan seseorang atas dasar ras,agama,dan suku agama.
Mereka yang melanggar hukum mencerminkan keunikan-
keunikan atau merupakan kelompok yang unik. Suatu paradigma studi kejahatan, positif menekankan pada detrminisme dimana tingkah laku seseorang adalah disebabkan oleh hasil hubungan erat sebab-akibat antara individu yang bersangkutan dengan lingkungannya.
Tiap orang yang memiliki pengalaman yang sama
cenderung untuk bertingkah laku sama sehingga sejak dini kita dapat memprediksi tingkah laku manusia. Kondisi semacam ini sangat penting untuk strategi penanggulangan kejahatan.
Prinsip-prinsip paradigma ini adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku mnusia merupakan hasil dari hukum sebab- akibat b. Hubungan sebab akibat tersebut dapat diungkapkan melalui metoda-metoda yang bersifat ilmiah. c. Penjahat mew akili hubungan sebab-akibat yang unik. pluralis dihasilkan dari suatu keadaan masyarakat majemuk dan komplek. Pengaruh model perspektif pluralis terdapat paradigma studi kejahatan yang interaksionis terletak pada pengakuannya tentang kemajemukan kondisi yang tumbuh dalam masyarakat.
Prinsip yang dianut oleh model pluralis adalah :
1. Masyarakat terdiri dari berbagai ragam kelompok.
2. Dalam kelompok-kelompok ini terjadilah perbedaan, bahkan pertentangan mengenai apa yang disebut benar dan salah 3. Terdapat kesepakatan tentang mekanisme penyelesaian sengketa 4. Sistem hukum memiliki sifat bebas nilai PARADIGMA INTERAKSIONIS
Prinsip-prinsip yang dianut oleh paradigma interaksionis
sebagai berikut :
1. Kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya,
melainkan pada reaksi yang muncul terhadapnya. 2. Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai penjahat. 3. Seseorang yang dicap sebagai penjahat melalui suatu proses interaksi. 4. Terdapat kecenderungan bagi seseorang yang dicap sebagai penjahat akan mengidentifikkasikan dirinya sebagai penjahat. Perspektif konflik beranjak dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Bahwa pada setiap tingkatan , masyarakat cenderung
mengalami perubahan. 2. Pada setiap kesempatan atau penampilan , dalam masyarakat sering terjadi konflik. 3. Setiap unsur masyarakat mendukung ke arah perubahan-perubahan. 4. Kehidupan masyarakat ditandai pula oleh adannya”paksaan”(coercion) antara kelompok yang satu atas kelompok yang lain. Berangkat dari asumsi tersebut diatas, perspektif konflik menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang
berbeda-beda. 2. Terjadi perbedaan penilaian dalam kelompok-kelompok tersebut tentang baik dan buruk. 3. Konflik antara kelompok-kelompok tersebut mencerminkan kekuasaan politik. 4. Hukum disusun untuk kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan politik. 5. Kepentingan utama dari pemegang kekuasaan politik untuk menegakkan hukum adalah menjaga dan memelihara kekuasaanya. KASUS Polisi Militer TNI Angkatan Udara menangkap pencuri kabel listrik milik Angkasa Pura di Sukadamai Talang Betutu Palembang. Keempat tersangka pelaku yang diamankan tersebut berinisial J, S, DJ, dan AN tercatat sebagai w arga Kota Palembang.
"Empat tersangka pelaku pencurian kabel kami tangkap pada
Selasa (30/12)," kata Komandan Satuan Polisi Militer (POM) TNI AU Kapten POM Andi Muhtar saat menggelar tersangka dan barang bukti di Palembang, seperti dilansir Antara, Rabu (31/12).
Andi Muhtar memaparkan, penangkapan keempat tersangka ini
beraw al dari laporan warga Talang Betutu, Abidian kepada Angkasa Pura pada Selasa pagi perihal kabel listrik yang jatuh menimpa rumah w arga.
"Laporan tersebut kemudian dicek pihak Angkasa Pura ke
lokasi, dan teknisi listrik menemukan para pelaku tengah Teknisi listrik Angkasa pura yang bernama Rusli kemudian bersama Polisi Militer TNI AU Talang Betutu Palembang meringkus keempat tersangka dan membawanya ke kantor di Kompleks TNI AU.
Para tersangka yang berumur antara 20-25 tahun ini
dikoordinir oleh J yang merupakan suruhan seseorang bernama 'Kuyung' (panggilan kakak dalam bahasa daerah Sekayu Musi Banyuasin).
Sementara, tersangka J mengaku Kuyung membekali mereka
dengan surat tugas sebagai petugas PLN untuk memudahkan pekerjaan mereka. "Waktu Polisi Militer TNI AU mengecek surat tugas kami, mereka nyatakan itu palsu," ungkap w arga Sako Kenten ini.
Cara memotong dan celah melakukan aksi kejahatan
mereka pun dibimbing oleh Kuyung. "Dia bilang kabelnya sudah putus tinggal kami potong aja," katanya menirukan pernyataan Kuyung. Usai ditahan selama sehari oleh Polisi ANALISIS KASUS Ketika melihat kasus tersebut, dalam hukum yang berlaku di Indonesia, dapat dinyatakan bahwa kasus di atas merupakan tindak pidana. Hukum pidana di Indonesia, berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jika kasus diatas dianalisis dengan menggunakan dengan
paradigma positivisme, maka jelas bahwa kasus tersebut akan diselesaikan dengan peraturan tertulis, yang dalam hal ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
kasus diatas dapat dikenakan pasal 362 , tentang pencurian.
Dengan bunyi pasal, sebagai berikut : “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah” Ketika kasus tersebut diselesaikan dengan panduan paradigma positivisme, maka jika terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa pelaku, dinyatakan bersalah dan harus bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan, maka akan secara langsung akan diterapkan pasal 362 KUHP, terhadap pelaku tindak pidana.
Karena basic belief dari paradigma positivisme
adalah “realisme naif” yang artinya adalah menerapkan hukum apa adanya, tidak peduli akan alasan apapun yang dimiliki oleh pelaku.
Dengan salah satu world viewnya adalah objektif.
Artinya adalah hukum akan diterapkan kepada setiap orang, tanpa peduli alasan apa yang melatarbelakangi orang tersebut melakukan suatu perbuatan.