Anda di halaman 1dari 20

PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP

PINJAMAN ONLINE ILEGAL BERDASARKAN


PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NO 77 TAHUN
2016

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


dalam menempuh ujian Sarjana Hukum

Oleh :
BAGAS PRASETYA
NIM. 20181410067

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KUNINGAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP
PINJAMAN ONLINE ILEGAL BERDASARKAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NO 77 TAHUN 2016

Disusun Oleh :
BAGAS PRASETYA
20181410067
Telah Dipertahankan dalam Seminar Usulan Penelitian
Pada Tanggal 11 Januari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Haris Budiman, S.H., M.H Dikha Anugrah, S.H., M.H.


NIK. 41038021125 NIK. 410109850243

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Anthon Fathanudien, S.H., M.H.


NIK. 410110870147

i
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................ i

Daftar Isi..............................................................................................................ii

A. Latar Belakang Penelitian...........................................................................1


B. Rumusan Masalah.......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian........................................................................................7
D. Kegunaan Penelitian...................................................................................7
E. Kerangka Teori...........................................................................................7
F. Metode Penelitian.......................................................................................11
1. Spesifikasi Penelitian..............................................................................11
2. Metode Pendekatan.................................................................................11
3. Tahap Penelitian .....................................................................................11
4. Teknik Pengumpulan Data......................................................................11
5. Alat Pengumpulan Data..........................................................................11
6. Analisis Data...........................................................................................12
7. Lokasi Penelitian.....................................................................................12
8. Jadwal Penelitian.....................................................................................12
G. Sistematika Penulisan.....................................................................................13

Daftar Pustaka...................................................................................................16

ii
PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP
PINJAMAN ONLINE ILEGAL BERDASARKAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NO 77 TAHUN
2016

A. Latar Belakang
Seiring perkembangan industri yang semakin pesat kecanggihan teknologi
informasi tersebut kini usaha jasa keuangan seperti pembayaran, pemasaran,
pinjaman telah banyak melakukan penggabungan dengan teknologi informasi
yang melahirkan sistem-sistem baru sehingga mempermudah konsumen dalam
melakukan memanfaatkan peluang untuk keuntungan yang sebesar-besarnya
sehingga merugikan dan mengancam Negara.1

Salah satu teknologi yang sedang trend di Indonesia sejak tahun 2016 adalah
fintech atau pinjaman online suatu aplikasi smartphone dimana berbagai kalangan
yang sudah mencapai umur dewasa dapat dengan mudah melakukan pinjaman
berupa uang dengan persyaratan mudah dan proses yang cepat, tetapi disisi lain
sejak 2016 pinjaman online menimbulkan masalah semakin meningkat. Dengan
menimbulkannya masalah akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan
peraturan mengenai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 2016.

Banyaknya perusahaan pinjaman online dimana menjadikan masyarakat


semakin tergiur dengan program yang ditawarkan walaupun bunga pinjaman
online tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bank. Hal ini menimbulkan
permasalahan bagi pengguna layanan pinjaman online tersebut, terutama saat
penagihan pembayaran sebagaimana yang dikemukakan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) yang mengatakan bahwa permasalahan paling tinggi
dalam pinjaman online yang dilaporkan konsumen adalah cara penagihan, yakni
mencapai 39,5 persen. Kemudian, pengalihan kontak 14,5 persen, permohonan

1
Widhi A. Bimo dan Alvin Tiyansyah, Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi
Pinjaman Berbasis Teknologi Informasi (Fintech Lending), Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Ibn Khaldun, Volume 7 Nomor 1, 2019, hlm.26-27.

1
reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen. administrasi 11,4 persen dan
penagihan pihak ke-3. Selain itu juga permasalahan pinjaman online setelah
penagihan dengan teror adalah pengalihan kontak. Lender dapat membaca semua
transaksi HP dan Foto, sehingga perlindungan data pribadi masih rendah.
Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi,
sehingga pelaku usaha seenaknya saja. Begitupula dengan yang legal juga
bermain dua kaki. Pernyataan tersebut berarti bahwa penagihan pinjaman online
menjadi suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian banyak pihak mengingat
pengguna layanan pinjaman online tersebut mendapatkan perlakuan yang kurang
menyenangkan.2

Terkait dengan meningkatnya pinjaman fintech tersebut, per tahun 2018 ada
1.330 pengaduan nasabah pinjaman fintech yang melapor ke Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) yang mana mayoritas adalah berasal dari perusahaan pinjaman
fintech ilegal (tidak berizin di Otoritas Jasa Keuangan), laporan yang diterima
adalah terkait adanya penagihan dengan tindak pelecehan, ancaman, dan fitnah
terhadap peminjam dari perusahaan fintech melalui sms maupun telepon dengan
cara tidak manusiawi dan tidak beretika yang membuat korban penagihan
pinjaman fintech merasa dipermalukan, sehingga membuat tekanan psikologis
pada korban sampai pernah dikabarkan seorang supir taksi melakukan aksi bunuh
diri akibat pinjaman fintech tersebut.3 Dalam hal penagihan disebutkan bahwa
dalam suatu pemberitahuan dari pihak pertama kepada pihak kedua yang wajib
melaksanakan janjinya, termuat dalam majalah “Weekblad van het Recht” nomor
6263 bahwa penagihan yaitu sebagai tulisan biasa (bukan resmi), surat atau
telegram, yang tujuannya sama untuk menegor atau menuntut supaya suatu
kewajiban menurut kontrak dipenuhi.4

2
Rodes O. Adi Guna Pardosi dan Yuliana Primawardani, Perlindungan Hak Pengguna Layanan
Pinjaman Online Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia, Jurnal Ham Badan Penelitian Hukum dan
Ham Jakarta, Volume 11 Nomor 3, 2020, hlm.354.
3
Widhi A. Bimo dan Alvin Tiyansyah, loc.cit.
4
R. Wirjono Prodjodikoro, Azaz-Azaz Hukum Perjanjian, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011,
hlm.51.

2
Dari berapa jenis layanan yang tersedia oleh keberadaan perusahaan fintech,
jenis layanan pinjaman online dan fintech penyedia layanan pembayaran yang
penggunaannya relatif masif di masyarakat bila dibandingkan dengan jenis yang
lain. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Direktur Pengaturan
Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tris Yulianta
dalam virtual talkshow bertajuk “Building Digital Ecosistem Through Mandiri
API” menerangkan bahwa masyarakat lebih sering memanfaatkan layanan peer to
peer lending dan layanan pembayaran dikarenakan saat ini para pelaku usaha lebih
memilih untuk mendapatkan pinjaman melalui internet sebab hal ini memberi
mereka kemudahan dalam proses mendapatkannya dan dengan meningkatnya
pertumbuhan bisnis digital di Indonesia, maka hal ini akan berdampak pada
kebutuhan akan kemudahan proses integrasi layanan finansial yang semakin
meningkat. Beragam manfaat dirasakan oleh masyarakat dengan hadirnya
lembaga keuangan fintech terutama berkaitan dengan hadirnya fintech yang
bergerak dalam bidang pinjaman online dalam system perekonomian di Indonesia
yang mana manfaat tersebut diantaranya yakni mempermudah layanan finansial,
menolong para pelaksana usaha kecil serta menengah dalam memperoleh modal
usaha, bahkan kehadirannya dirasa mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Permasalahan lainnya yang tak kalah krusial terhadap perkembangan fintech di
Indonesia ialah masih banyaknya penyelenggara fintech pinjaman online llegal
yang belum mengantongi izin beroperasi resmi dari Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam praktik pelaksanaannya perusahaan fintech ilegal tersebut sering kali
melakukan pelanggaran yakni membocorkan data pribadi nasabahnya dan
menyalahgunakan data pribadi tersebut dengan melakukan tindakan yang
tergolong ekstrem seperti melakukan teror kepada nasabah dalam penagihan
pinjaman. Hingga saat ini bersumber dari data statistik baru yang dirilis Otoritas
Jasa Keuangan pada bulan Februari 2021 menyebutkan bahwa perusahaan
penyelenggara fintech pinjaman online yang telah berizin dan terdaftar sebanyak

3
149 perusahaan, dan jumlah penyelenggara fintech pinjaman online ilegal yang
ditemukan sebanyak 51 perusahaan.5

Untuk meminimalisir adanya korban terkait pinjaman online Otoritas Jasa


Keuangan (OJK) menyediakan kontak sosial media yaitu whatsapp untuk
masyarakat bisa mengetahui bahwa pinjaman online tersebut ilegal atau legal,
karena pinjaman online ilegal semakin canggih untuk mengelabaui masyarakat
yaitu dengan memakai cap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar masyarakat lebih
tergiur untuk meminjam dan masyarakat yakin bahwa pinjaman online tersebut
sudah berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dengan maraknya pinjaman online ilegal di Indonesia berdampak sisi positif


dan negatif, aspek positifnya bahwa dengan perdagangan di internet melalui
jaringan online, telah meningkatkan peranan dan fungsi perdagangan sekaligus
memberikan kemudahan dan efesiensi. Aspek negatif dari pengembangan ini
adalah berkaitan dengan persoalan keamanan dalam bertransaksi dengan
menggunakan media e-commerce dan secara yuridis terkait pula dengan jaminan
kepastian hukum (legal cerainty).6 Untuk peminjam terhadap data pribadi
pelanggaran seperti memberikan bunga pinjaman yang sangat tinggi, menagih
dengan cara yang kasar (ancaman, fintah, pelecehan seksual), mengakses
seluruh data pribadai korban didalam gawai tanpa izin dari korban dan
menyebarkannya. Terlebih lagi 25 penyelenggara pinjaman online sebagain telah
terdaftar dan memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Begitu pula
yang telah terjadi di Solo, seorang peminjam menjadi korban pinjaman
online dengan mendapat perlakuan tidak menyenangkan berupa tulisan
penawaran diri yang esensinya tulisan tersebut merupakan sebuah pelecehan
terhadap kehormatan wanita yang disebarkan ke kontak yang tersimpan
ditelepon milik peminjam. Selain perlakuan tidak menyenangkan
tersebut, korban juga mendapat bunga dengan persentase yang tidak jelas,

5
Hari S. Disemadi, Regent, Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech Berbasis
Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal Komuikasi Hukum
Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, Volume 7 Nomor 2, 2021, hlm. 3-4.
6
Abdul H. Barkatullah, Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia (Sebagai Pedoman dalam
Menghadapi Era Digital Bisnis e-Commerce di Indonesia), Nusa Media, Bandung, 2017.hlm.29.

4
hingga total hutang membengkak. Beberapa ancaman tersebut terjadi
dikarenakan pihak penyelenggara dapat mengakses data pribadi konsumen
secara bebas dan menggunakannya tanpa izin pemilik data pribadi.7

Untuk dapat mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dan tetap tertib
maka dikeluarkanlah payung hukum berupa Peraturan Otoritas Jasa
keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi (selanjutnya disingkat POJK Nomor 77).
Otoritas Jasa Keuangan pada peraturan tersebut mempunyai kewenangan dalam
hal pengaturan terhadap semua hal yang wajib dipatuhi perusahaan yang
bergerak dalam hal pinjaman online. Selain itu juga mewajibkan
penyelenggara untuk dapat lebih mengutamakan adanya keterbukaan informasi
kepada calon pemberi pinjaman maupun peminjamnya, sehingga dapat
melakukan penilaian terhadap penentuan tingkat bunga dan tingkat resiko
peminjam.8

Peran pengawasan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Otoritas Jasa


Keuangan adalah untuk terwujudnya suatu kepastian hukum. Maraknya layanan
jasa keuangan non bank yang termasuk didalamnya adalah fintech yang
memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan dana menimbulkan
banyak persoalan yang tentu saja merugikan pihak konsumen. Keterdesakan dan
kemudahan mengakses informasi tentang pelayanan dan pemberian jasa keuangan
non bank mengakibatkan para konsumen tanpa berpikir panjang mau memperoleh
dana-dana segar yang tidak memberikan persyaratan jaminan namun demikian hal
ini yang selanjutnya akan menimbulkan konflik dan kerugian bagi konsumen
pemakai jasa layanan jasa keuangan non bank.9

7
Rachma Fadila Anggitafani, Perlindungan Hukum Data Pribadi Peminjam Pinjaman Online
Perspektif Pojk No. 1/Pojk.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Keuangan dan Aspek
Kemaslahatan, Journal of Islamic Business Law Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim,
Volume 2 Nomor 2, 2021. Hlm.56.
8
Ni P. Maha Dewi Pramitha Asti, Upaya Hukum Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengatasi
Layanan Pinjaman Online Ilegal, Jurnal Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Volume 5 Nomor 1, 2020, hlm.113-114.
9
Femmy S. Faried dan Nourma Dewi, Peran OTORITAS Jasa Keuangan Dalam Pengaturan Dan
Pengawasan Jasa Layanan Keuangan Berbasis Teknologi (Financial Technology), Jurnal
Supermasi Universitas Islam Batik Surakarta, Volume 10 Nomor 1, 2020, hlm.13-14.

5
Pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan
fintech yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan legalitas dari bisnis yang
dijalankan karena pada pelaksanaannya pengembangan fintech memiliki potensi
risiko yakni berkaitan dengan perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan,
sistem pembayaran dan stabilitas ekonom. Tujuan pengaturan dan pengawasan
oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk meminimalisir risiko tersebut
dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil. Untuk
merespon permasalahan fintech saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah
membentuk Satuan Tugas Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan
untuk mengawasi pelaku fintech dan pada akhir tahun 2016 tepatnya tanggal 29
Desember 2016, akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan
pengaturan mengenai fintech yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/
POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi (LPMUBTI). Peraturan Otoritas Jasa Keuangn (POJK) tersebut memuat
aturan mengenai penyediaan, pengelolaan, dan pengoperasian Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pengawasan terhadap fintech ini
harus mendapat perhatian yang khusus terutama terkait dengan produk dan
perlindungan hukum karena layanan keuangan yang ditawarkan oleh fintech ini
bebasis online. Sehingga, setiap gerak-geriknya memerlukan pengawasan dari
sebuah lembaga independen yakni OJK. Selain itu, rezim pengaturan merupakan
salah satu faktor penting untuk meningkatkan kepercayaan publik guna
melindungi kepentingan umum di satu sisi namun tetap memperhatikan ruang
pengembangan bisnis bagi industri di sisi lain.10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan


penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut Peraturan


Nomor 77 Tahun 2016 tentang pinjaman online ilegal ?
10
Ernama Santi, Budiharto, Hendro Saptono, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Finacial Technology ( Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77POJK.1/2016 ), Diponegoro,
Volume 6 Nomor 3, 2017, hlm.2-3.

6
2. Bagaimana mekanisme Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pinjaman
online ilegal ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, mana yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut


Peraturan Nomor 77 Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui mekanisme Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap
pinjaman online ilegal.

D. Kegunaan Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat baik


secara teoritis maupun praktis :

1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah serta mengembangkan
refrensi Studi Ilmu Hukum terkait pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) terhadap pinjaman online ilegal berdasarkan peraturan Otoritas Jasa
Keuangan nomor 77 tahun 2016.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian diharapkan dapat memberikan refrensi dan gambaran bagi
penelitian selanjutnya terkait pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
terhadap pinjaman online ilegal berdasarkan peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) nomor 77 tahun 2016.

E. Kerangka Teori

1. Landasan Teori

a. Teori Negara Hukum


Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun

7
2002, konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya
hanya tercantum dalam penjelsan Unadang-Undang Dasar 1945,
dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan,
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dalam konsep Negara
Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam
dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun
ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa inggris
untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of
man’. Yang disebut pada pemerintahan pokonya adalah hukum sebagai
sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai ‘wayang’
dari skenario sistem yang mengaturnya.
Konsep negara hukum menganut konsep universal, namun pada
tataran implementasinya ternyata dipengaruhi oleh karakteristik negara
dan manusianya yang beragam. Atas dasar itu, secara historis dan
praktis konsep negara hukum banyak didasari oleh Al-Quran, Pancasila,
dan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia, dimana dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang 1945 Negara Republik Indonesia secara tegas
mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,
sebagaimana dipahami dengan rechsstaat menurut Eropa Kontinental
dan rule of law menurut Anglo Saxon.11
Dalam konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara
Hukum (Rechtsstaat), bukan Negara Kekuasaan (Machtsstaat). Di
dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip
supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia
dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan
tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam

11
Zaherman Armandz Muabezi, Negara Berdasarkan Hukum (Rechtsstaats) Bukan Kekuasaan
(Machtsstaat), Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 6 Nomor 3, 2017, hlm.423

8
hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.12
b. Teori Kepastian Hukum
Kerangka teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum yang
mana menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,
yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan
kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahu apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh Negara terhadap individu. Ajaran kepastian hukum ini
berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada pemikirian
aliran positivisme di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum
sebagai suatu otonom dan mandiri, karena bagi penganut aliran ini
hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan
hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Kepatian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang
hanya membuat suatu atruan hukum yang bersifat umum. Sifat umum
dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan
untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata
untuk kepastian.13

2. Lanadasan Konseptual
a. Pengawasan
Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan istilah pengawasan
berasal dari kata “awas” yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti
melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan
kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa
yang diawasi. Menurut Prayudi, pengawasan adalah suatu proses untuk
12
Jimly Asshiddiqie, e-book Konstitusi & Konstitusionalisme Indoneisa, hlm.55-56.
13
Shania Aprilia, Permasalahan Financial Technology Ilegal di Indonesia, Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri, 2021, hlm.38-39.

9
menetapkan pekerjaan apa yang dialakukan, dilaksanakan, atau
diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau
diperhatikan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk
menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan
atas tujuan yang akan dicapai.14
b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang
dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan,
menurut Undang-Undang No 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang
maksud OJK “adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Unadang ini.” Pada dasarnya Undaang-Unadang OJK hanya
mengatur mengenai perorganisasian dan tata cara pelaksaaan kegiatan
keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.15
c. Pinjaman Online
Pinjaman online atau yang sering dinamakan pinjol, ialah suatu aplikasi
pinjaman dana secara dalam jaringan (daring) atau online. Source of funds
atau yang disebutsumber dana yang telah disediakan dalam aplikasi ini
dapat bersumber dari perseorangan dan juga dari company atau
perusahaan.16

F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
14
Amran Suadi, Sisitem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia,Pt Raja GraFindo Perasada,
Depok, 2014, hlm.15-16.
15
Marfuatun Uliya, Mengenal OJK dan Lembaga Keuangan, Relas Inti Media, Yogyakarta, 2017,
hlm.3.
16
Argiato Dimitri Batistuta, Chontina Siahaan, Pemberitaan Kasus Pinjaman Online Ilegal di
Media Elektronik, Jurnal Ekonomi, Sosial dan Humaniora, jakarta, Volume 3, Nomor 4, 2021,
hlm.25.

10
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian bersifat eksplanatif,
yaitu menjelaskan hal-hal dibalik sesuatu yang terjadi atau permasalahan,
sehingga mengetahui alasan-alasan dan jawaban dibalik permasalahan
tersebut yang berkaitan dengan dengan penulis mengenai kepastian hukum
dan efektifitas hukum perihal Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
POJK/77/2016 terhadap Pinjaman Online Ilegal.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian dalam penelitian
ini adalah yurudis empiris. Penelitian yuridis empiris merupakan salah satu
jenis penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya
hukum di masyarakat.
3. Tahap Penelitian
Penelitian empiris studi kepustakaan atau tahap penelitian kepustakaan
hanya merupakan persiapan untuk melakukan penelitian lapangan guna
memperoleh data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari masyarakat. Jadi dalam penelitian empiris, yang lebih utama adalah
data lapangan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Berkaitan dengan teknik pengumpulan data, Teknik yang digunakan
yaitu teknik non-random sampling. Untuk mendapat data relevan Primer
seperti pengumpulan data mengenai penelitian yang di angkat, sekunder
pengumpulan data dari berbagai sumber seprti jurnal maupun artikel,
kualitatif dengan wawancara kepada sumber yang bersangkutan dengan
penelitian yang di angkat atau dengan mengirimkan surel.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data tersebut digunakan untuk memperoleh data yang
relevan dan berkaitan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
POJK/77/2016. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
yaitu data primer penulis datang langsung ke lapangan (observasi),
wawancara untuk mendapatkan informasi data yang di perlukan untuk
penelitian penulis yang berkaitan dengan Peraturan Otoritas Jasa

11
Keuangan (OJK) POJK/77/2016. Selanjutnya pengumpulan data yang
digunakan yaitu data sekunder, data ini sebagai data pendukung dari
penelitian penulis yang bersumber dari buku-buku, jurnal atau karya
ilmiah, dan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan efektivitas Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) POJK/77/2016.
6. Analisis Data
Dalam analisis data ini penulis melakukan pengumpulan data dan
selanjutnya akan dilakukan pengeditan agar data tersebut menjadi data
yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji pada akhirnya pengelolaan
data tersebut siap untuk dianalisis. Analisis data yang dilakukan oleh
penulis yaitu menggunakan metode analisis kualitatif yang artinya
menggunakan analisis pengelolaan data dari hasil wawancara dan
observasi lapangan untuk mendapatkan data yang primer atau data yang
relevan.
7. Lokasi Penelitian
Kantor Otoritas Jasa Keuangan Jl. DR. Cipto Mangunkusumo No.133,
Kesambi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45134
8. Jadwal Penelitian
Judul Skripsi : Pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap
pinjaman online ilegal berdasarkan peraturan otoritas jasa keuangan no 77
tahun 2016.
Nama : Bagas Prasetya
NIM : 20161410067
No. SK Bimbingan : 515/FH-UNIKU/KP/2021
Dosen Pembimbing : Dr. Haris Budiman, S.H., M.H
: Dikha Anugrah, S.H., M.H.

12
MINGGU KE
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Persiapan
1 penyusunan
proposal
2 Seminar proposal
Persiapan
3
penelitian
Pengumpulan
4
data
5 Pengolahan data
6 Analisis data
Penyusunan hasil
penelitian ke
7
dalam bentuk
penulisan hukum
Sidang
8
komprehensif
9 Perbaikan
10 Penjilidan
11 Pengesahan
*Catatan: Jadwal diatas sewaktu-waktu dapat berubah

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan, memuat uraian dan penjelasan secara singkat dan


sistematis mengenai keseluruhan uraian skripsi, mulai dari bab pertama sampai
bab terakhir. Sistematika penulisan berbeda dengan outline dan daftar isi. Dalam
penulisan usulan penelitian skripsi, sistematika penulisan harus di sertai dengan
outline. Sistematika penulisan dalam usulan penelitian berupa paparan secara
deskriptif sistematis mengenai rencana bagian-perbagian (bab-perbab) yang akan
di tuangkan dalam skripsi.

13
Sistematika penulisan dan outline hanya ada dalam Usulan Penelitian Skripsi
sedangkan untuk Sistematika Penulisan dan outline tidak diperlukan karena sudah
ada daftar isi.

Bab I Pendahuluan, dalam Bab ini berisikan Latar Belakang yang


menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini. Perumusan
Masalah yang menguraikan tentang permasalahan apa saja yang diangkat dalam
penulisan skripsi ini, kemudian juga membahas mengenai Tujuan dan Kegunaan
Penelitian yang didalamnya akan dijelaskan tujuan penulis melakukan penelitian
dan penulisan skripsi ini serta kegunaan dari adanya penelitian dan penulisan
skripsi ini. Selanjutnya adalah Kerangka Teori, yang memuat landasan atau
konsep dalam penelitian yang akan menjadi pijakan bagi peneliti. Kemudian
Sistematika Penulisan, yang akan memuat secara singkat tentang keseluruhan
uraian skripsi.

Bab II Kajian/Tinjauan Pustaka, dalam Bab ini memuat teori-teori yang


akan menjadi acuan dalam sebuah usulan penelitian penulis yaitu Pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Pinjaman Online Ilegal berdasarkan
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (POJK/77/2016).

Bab III Metode Penelitian, dalam Bab ini memuat metode penelitian yaitu
yuridis empiris seperti pengumpulan data mengenai penelitian yang di angkat,
sekunder pengumpulan data dari berbagai sumber seprti jurnal maupun artikel,
kualitatif dengan wawancara kepada sumber yang bersangkutan dengan penelitian
yang di angkat atau dengan mengirimkan surel.

Bab IV Pembahasan Rumusan Masalah, dalam Bab ini memuat mengenai


perumusan masalah yang di angkat yaitu Pengawasan Otoritasa Jasa Keuangan
terhadap Pinjaman Online Ilegal yang didasari dengan Undang-Undang Otoritas
Jasa Keuangan (POJK/77/2016) dengan secara sistematis dan tuntas berdasarkan
teori hukum yang relevan dan memiliki keterkaitan.

Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban


peneliti terhadap permasalahan hukum yang ada dalam identifikasi masalah.

14
Kesimpulan ini menunjukan benang merah antara identifikasi masalah dan
analisis pada pembahasan. Saran, merupakan uraian yang dikemukakan oleh
peneliti terhadap berbagai perseolan yang tidak dapat dijawab oleh kesimpulan,
saran dapat merupakan usulan atau tanggapan terhadap persoalan untuk dicarikan
jalan keluarnya. Oleh sebab itu saran bersifat lebih prediktif (mengarah kepada
perbaikan dimasa yang akan datang).

15
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

R. Wirjono Prodjodikoro, Azaz-Azaz Hukum Perjanjian, CV. Mandar Maju,


Bandung, 2011.
Abdul H. Barkatullah, Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia (Sebagai
Pedoman dalam Menghadapi Era Digital Bisnis e-Commerce di Indonesia),
Nusa Media, Bandung, 2017.
Amran Suadi, Sisitem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia,Pt Raja
GraFindo Perasada, Depok, 2014.
Marfuatun Uliya, Mengenal OJK dan Lembaga Keuangan, Relas Inti Media,
Yogyakarta, 2017.

B. Jurnal

Widhi A. Bimo dan Alvin Tiyansyah, Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam
Mengawasi Pinjaman Berbasis Teknologi Informasi (Fintech Lending),
Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ibn Khaldun, Volume 7
Nomor 1, 2019.
Rodes O. Adi Guna Pardosi dan Yuliana Primawardani, Perlindungan Hak
Pengguna Layanan Pinjaman Online Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia,
Jurnal Ham Badan Penelitian Hukum dan Ham Jakarta, Volume 11 Nomor 3,
2020.
Hari S. Disemadi, Regent, Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang
Fintech Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen
di Indonesia, Jurnal Komuikasi Hukum Fakultas Hukum Universitas
Internasional Batam, Volume 7 Nomor 2, 2021.
Ni P. Maha Dewi Pramitha Asti, Upaya Hukum Otoritas Jasa Keuangan dalam
Mengatasi Layanan Pinjaman Online Ilegal, Jurnal Hukum Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 5 Nomor 1, 2020.
Femmy S. Faried dan Nourma Dewi, Peran OTORITAS Jasa Keuangan Dalam
Pengaturan Dan Pengawasan Jasa Layanan Keuangan Berbasis Teknologi
(Financial Technology), Jurnal Supermasi Universitas Islam Batik Surakarta,
Volume 10 Nomor 1, 2020.
Rachma Fadila Anggitafani, Perlindungan Hukum Data Pribadi Peminjam
Pinjaman Online Perspektif Pojk No. 1/Pojk.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Keuangan dan Aspek Kemaslahatan, Journal of Islamic

16
Business Law Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim, Volume 2 Nomor
2, 2021.
Ernama Santi, Budiharto, Hendro Saptono, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Finacial Technology ( Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77POJK.1/2016 ), Diponegoro Jurnal Law Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Diponoforo, Volume 6 Nomor 3, 2017.
Zaherman Armandz Muabezi, Negara Berdasarkan Hukum (Rechtsstaats) Bukan
Kekuasaan (Machtsstaat), Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 6 Nomor 3,
2017.
Shania Aprilia, Permasalahan Financial Technology Ilegal di Indonesia, Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri, 2021.
Argiato Dimitri Batistuta, Chontina Siahaan, Pemberitaan Kasus Pinjaman
Online Ilegal di Media Elektronik, Jurnal Ekonomi, Sosial dan Humaniora,
jakarta, Volume 3, Nomor 4, 2021.

C. Undang-Undang

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan


pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Undang-Undang Dasar 1945.

17

Anda mungkin juga menyukai