Anda di halaman 1dari 7

RYAN DWITAMA HUTADJULU

1101202005252
PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM JAMINAN

SOAL
 Bank A melakukan pemberian Kredit Sebesar RP. 8.000.000.000,- (Delapan
Milyar Rupiah) kepada koperasi HPKP (Himpunan Pedagang Kecil Pasar).
 Dengan Perjanjian Kredit seperti itu, terdapat jaminan kredit dari 431 Perjanjian
kredit KUR (Kredit Usaha Rakyat) Investasi pada tahun 2011, salah satunya
adalah Sebagian dari tanah Hak Milik nomor 02264 (an. saepudin) yang telah
dilakukan splitsing oleh Notaris Camcam untuk menjadi kios terbuka Pasar HPKP
(Himpunan Pedagang Kecil Pasar). Para calon pedagang yang akan membeli
kios tersebut melakukan pembelian dan pembayaran melalui koperasi, dan
membayar uang muka serta tercatat dalam pembukuan koperasi. Setelah itu
para pedagang tersebut diberikan surat kuasa pendebetan rekening sehingga
pembayaran angsuran langsung didebet oleh Bank A.
 Sertipikat Hak Milik No 02264 yang merupakan sebagian dari pemecahan
sertifikat hak milik nomor 02248 atas nama Saepudin. Dan Sertipikat No 02248
ini merupakan penggabungan sertifikat 0068 dengan sertipikat 02026 (yang telah
dilakukan pemisahan pembagian sesuai akta 718 Tanggal 19 AGustus 2010).
 Bahwa dalam perjanjian kredit Nomor 78 tanggal 19 Agustus 2010, dinyatakan
Jaminan Pokok dalam Perjanjian Kredit ini adalah Sertifikat Hak Milik Nomor
0068 atas nama Saepudin dan Sertifikat Hak Milik 02026 terdaftar nama Tuan
Haji Iyun. Artinya terhadap jaminan kredit dari 431 Perjanjian kredit KUR
Investasi merupakan sebagian dari Jaminan Pokok dari perjanjian kredit Nomor
78 tanggal 19 Agustus 2010.
 Kredit KUR Investasi Ini jamkrindo yang akan mencover apabila terjadi kredit
macet Bank A sebesar 80%.Berkaitan dengan 431 kredit KUR Investasi yang
diikuti jaminan Hak Tanggungan, Bank A belum mendaftarkan Hak tanggungan
tersebut, proses terhenti pada saat surat kuasa membebankan Hak Tanggungan
oleh Notaris sudah daluarsa.
 Suatu hari di tahun 2019 sebagian dari penyaluran kredit KUR tersebut macet
dan tidak dapat ditagih kepada para debitur.
Pertanyaan dan jawaban:
1. Berdasarkan Kasus diatas, identifikasikan terlebih dahulu, ada berapa
pranata jaminan kah yang sdr temukan? jelaskan!
a. Jaminan umum.
Jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua
kreditur yang menyangkut semua harta kekayaan debitur. Dari definisi
tersebut dapat dilihat bahwa benda-benda jaminan tidak hanya
diperuntukkan untuk kreditur tertentu, akan tetapi hasil dari penjualan benda
yang menjadi jaminan akan dibagi secara seimbang untuk seluruh kreditur
sesuai dengan jumlah hutang yang dimilik oleh debitur. Jika dikaitkan
dengan kasus di atas, jaminan umum dapat terjadi dalam setiap transaksi
dimana di terdapat kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul
dari suatu perikatan, yaitu antara:
1) Bank A dengan Koperasi HPKP (Himpunan Pedagang Kecil Pasar)
dengan 431 pedagang pasar
2) Bank A dengan jamkrindo

b. Jaminan khusus
1) Jaminan perorangan: Bank A dengan jamkrindo
Pada perjanjian jaminan perseorangan yang pertama diperhatikan
ialah hubungan antara pihak yang mempunyai piutang atau kreditur
dengan pihak yang diharuskan membayar hutang yaitu debitur. Peran
dari seorang personal guarantor barulah muncul pada saat debt yang
asli tak dapat melaksanakan tanggung jawab nya yang ada pada
perjanjian pokok. Peran penanggung perseorangan disini adalah
menjadi orang yang akan menggantikan dalam hal memenuhi apa
yang harus di penuhi oleh debitur yang asli. Dapat dilihat dari UU
Penjaminan, yang menjadi objek Penjaminan adalah sebagaimana
pada Pasal 4 ayat 1 huruf a adalah kredit.
2) Jaminan kebendaan (hak tanggungan) : Bank A dengan Koperasi
HPKP (Himpunan Pedagang Kecil Pasar) dengan 431 pedagang
pasar.
Jika melihat berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain. Dalam
kasus tersebut, tanah yang menjadi jaminan pokok dalam Perjanjian
Kredit ini adalah Sertifikat Hak Milik Nomor 0068 atas nama Saepudin
dan Sertifikat Hak Milik 02026 terdaftar nama Tuan Haji Iyun.

2. Apakah praktik jaminan dalam perjanjian kredit seperti diatas


diperbolehkan secara hukum? Jelaskan?
Diperbolehkan. Merujuk pada Pasal 8 (1) UU Perbankan yang berbunyi:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk
melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 8 UU Perbankan dikatakan:
Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan
oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting
yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari
Nasabah Debitur.
Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit,
maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan
atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya
dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum, dan lain-
lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta
agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang
dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Dalam menyalurkan kredit, bank tentu harus memperhatikan jaminan
terhadap pelunasan kredit yang diberikan nya tersebut. hal tersebut salah
satunya dilakukan dengan pranata jaminan. Terkait skema kredit yang diuraikan
dalam soal, saya mengklasifikasikan bahwa terdapat 3 pihak pada perikatan
berdasarkan perjanjian kredit, yaitu Koperasi, 431 pedagang serta Bank A. Hal ini
dapat diketahui dari peran masing-masing pihak. Bank sebagai penyalur kredit,
koperasi sebagai wadah yang menaungi para pedagang serta yang memiliki
jaminan pokok untuk kredit, serta para pedagangan sebagai pihak yang
menikmati KUR investasi yang disediakan bank, dimana para pedagang membeli
kios dengan pola pembayaran melalui koperasi, dan membayar uang muka serta
tercatat dalam pembukuan koperasi, untuk selanjutnya memberikan kuasa untuk
Bank A melakukan auto debit pada rekening para pedagang.

3. Berdasarkan kasus diatas apakah Bank A dapat melakukan eksekusi


jaminan atas sertifikat hak milik tanah yang dijaminkan? Jelaskan
Dalam soal, dikatakan bahwa surat kuasa membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) oleh Notaris sudah daluarsa. Pada dasarnya SKMHT hanyalah surat
kuasa untuk membentuk Akta Pembebanan  Hak Tanggungan (APHT). Ketika
APHT telah terbentuk maka SKMHT tidak dapat diragukan lagi keberadaannya
karena telah menyelesaikan fungsinya. SKMHT yang tidak diikuti dengan
pembuatan APHT sebagaimana dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka
batal demi hukum.
Pembebanan Hak Tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas 2
tahap kegiatan, yaitu :
a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibuatnya APHT oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang didahului dengan perjanjian utang-
piutang yang dijamin;
b. Tahap Pendaftaran oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat
lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan
Melihat dari kasus di atas, berarti hak tanggungan belum di daftarkan oleh
Bank A. Oleh karena itu, jika atas jaminan tersebut tidak dibuatkan APHT, maka
objek jaminan tersebut tidak dapat didaftarkan sebagai objek jaminan hak
tanggungan. Jika tidak didaftarkan, maka hak tanggungan tersebut tidak pernah
lahir/tidak pernah ada. Jika jaminan hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir,
maka kreditur tidak berkedudukan sebagai kreditur yang didahulukan (kreditur
separatis) untuk mendapatkan pelunasan utang debitur.
Namun, Bank A tetap dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan tersebut.
namun konsekuensi dari tidak didaftarkannya jaminan tersebut dengan hak
tanggungan, Bank A tidak menjadi kreditur yang didahulukan dalam hal pelunasa
hutang. Hak Bank A sama dengan kreditur lain yang juga memiliki hak terhadap
debitur (apabila ada). Jika debitur lalai atau tidak dapat memenuhi perikatannya
kreditur dapat meminta pelunasannya dari barang-barang milik debitur. Jaminan
umum dapat terjadi secara otomatis yaitu tanpa diperjanjikan terlebih dahulu di
awal antara debitur dengan kreditur.
Apabila debitur lalai dan tidak dapat membayar utangnya maka upaya yang
harus dilakukan oleh krediur adalah dengan mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri dan meminta sita atas harta debitur terlebih dahulu dan setelah itu
melakukan eksekusi.

4. Mengingat jamkrindo mencover 80 % atas kredit macet yang terjadi,


bagaimana kedudukan jamkrindo dalam perjanjian kredit ini? Bagaimana
fungsi dan peranan jamkrindo dalam penyelesaian Kredit macet ini?
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU Penjaminan, dikatakan bahwa
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan
kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan. Dari definisi tersebut
dapat diketahui bahwa skema penjamin dalam undang-undang ini diatur
melibatkan 3 pihak, yaitu penjamin, terjamin, dan penerima jaminan. Jamkrindo
dapat dikategorikan sebagai penjamin.
Fungsi lembaga penjaminan kredit adalah memberikan jasa penjaminan
untuk memudahkan mendapat kredit bagi UMKM untuk memudahkan mendapat
kredit perbankan sekaligus memberikan kepastian pengembalian pinjaman kredit
kepada bank. Penjaminan dibutuhkan UMKM karena ketidakcukupan agunan
yang disyaratkan pihak perbankan. Dengan demikian, penjaminan berfungsi
sebagai penguatan agunan dalam melindungi kreditur dari risiko kredit macet,
mengingat salah satu kelemahan UMKM adalah ketiadaan objek agunan
kebendaan sebagai agunan tambahan. Pada dasarnya, penjaminan kredit
merupakan salah satu solusi yang diperlukan UMKM guna mendapatkan fasilitas
kredit dari perbankan. Pada intinya, penjaminan kredit diperlukan sebagai
pemenuhan persyaratan bank teknis bagi UMKM yang memiliki usaha dan
berprospek baik, namun tidak cukup memiliki jaminan sehingga secara teknis
tidak memenuhi syarat perkreditan dari bank. Dengan kata lain, Penjaminan
Kredit merupakan jembatan bagi mereka yang layak usaha namun belum layak
kredit.
Lembaga penjaminan kredit berfungsi sebagai penanggung risiko atas
kemungkinan terjadinya kredit macet yang dialami oleh UMKM. Dengan adanya
Lembaga Penjaminan Kredit diharapkan perbankan dapat melaksanakan
pemberian kredit kepada UMKM secara sehat, mengingat kendala yang ada
hanyalah tidak tersedianya kecukupan agunan yang memadai. Adanya kerja
sama dengan Lembaga Penjaminan Kredit, maka pihak bank dapat
meminimalisasi apabila pengembalian kredit oleh debitur tidak dapat terlaksana
sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

5. Bagaimana menurut pendapat sdr Langkah-langkah hukum yang Bank A


dapat lakukan terkait penanganan kredit macet ini? Jelaskan dengan
menggunakan dasar-dasar hukumnya
Pertama, penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan
berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29
Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah
sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif
penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali
(reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran
tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui
rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut:
a. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum
untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit
yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit
termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran.
Bila perlu dengan penambahan kredit;
b. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan
atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas
hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja.
Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau
tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi
equity perusahaan;
c. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan
perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan
kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi
perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau
reconditioning
Selain itu, dapat dilakukan penyelesaian secara negosiasi. Menurut Pasal 6
ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999, pada dasarnya para pihak berhak
untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka.
Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan
dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negoisasi bisa disamakan
dengan Perdamaian menurut Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1894 KUH
Perdata, dimana perdamaian adalah persetujuan dengan mana kedua belah
pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barangm
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya
suatu perkara.
Upaya terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan gugatan ke
pengadilan dengaan meminta eksekusi terhadap pelunasan hutang
(KUHPerdata). Penggugat merupakan pihak yang merasa haknya telah dilanggar
oleh pihak lain (tergugat). Pengajuan tuntutan hak dalam perkara perdata dapat
diajukan secara lisan maupun tertulis. Bentuk tertulis inilah yang kemudian
dikenal sebagai surat gugatan.

Anda mungkin juga menyukai