Oleh:
NAMA
NIM KAMU asdas
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
asdas
BEKASI
2021
I. LATAR BELAKANG
1
Ibid.
dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh Bank Syariah. Bank Islam atau di Indonesia disebut bank
syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme
ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, dan
sebagainya) berdasarkan prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro dan mikro. Bank
Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Adapun
pengertian lain dari Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
2
Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, edisi pertama (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup), hlm. 24
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia-FE,2003), hlm.
41
dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut
hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesempatan dalam kontrak.
b. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu
dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu
perjanjian telah berakhir.
c. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan di muka, karena
pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank
hanyalah Allah semata.
d. Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpanan
dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada
proyek=proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah
sehingga pada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
e. Dewan Pengawas Syariah (“DPS”) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi
bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus
menguasai dasar-dasar muamalah Islam.
f. Fungsi kelembagaan Bank Syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi
amanah artinya berkewajiban untuk menjaga dan bertanggung jawab atas
keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil
pemiliknya.
Pelaku akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk dirinya (ahliyah)
dan mempunyai otoritas syariah yang diberikan pada seseorang untuk merealisasikan
akad sebagai perwakilan dari (wilayah). Objek akad harus ada ketika terjadi akad, harus
sesuatu yang disyariatkan, harus bisa diserahterimakan ketika terjadi akad, dan harus
sesuatu yang jelas antara dua pelaku akad. Sementara itu, ijab qabul harus jelas
maksudnya, sesuai antara ijab dan qabul, dan bersambung antara ijab dan qabul.
Beberapa unsur dalam akad yang kemudian dikenal sebagai rukun tersebut masing-
masing membutuhkan syarat agar akad dapat terbentuk dan mengikat antara pihak.
Beberapa syarat tersebut meliputi:5
a. Syarat terbentuknya akad, dalam Hukum Islam syarat ini dikenal dengan nama al-
syuruth al-in’iqad. Syarat in’iqad ada yang umum dan khusus. Syarat umum harus
selalu ada pada setiap akad, seperti syarat yang harus ada pada pelaku akad, objek
akad dan shighah akad, akad bukan pada sesuatu yang diharamkan, dan akad pada
sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan sesuatu yang
harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal dua saksi pada akad
nikah.
b. Syarat keabsahan akad adalah syarat tambahan yang dapat mengabsahkan akad
setelah in’iqad tersebut dipenuhi. Adapaun pengertian lain yaitu syarat yang
diperlukan secara syariah agar aka berpengaruh, seperti dalam akad perdagangan
harus bersih dari cacat. Apabila sebuah akad tidak memenuhi empat syarat
tersebut, meskipun rukun dan syarat in’iqad sudah terpenuhi, akad tidak syah dan
disebut sebagai akad fasid. Menurut ahli hukum Hanafi, akad fasid adalah akad
yang menurut syara’ syah pokoknya, tetapi tidak syah sifatnya. Maksudnya adalah
akad yang telah memenuhi rukun dan syarat terbentuknya, tetapi belum memenuhi
syarat keabsahannya.
c. Syarat nafadz ada dua yaitu kepemilikan (barang dimiliki oleh pelaku dan berhak
menggunakannya) dan wilayahnya.
d. Syarat lazim yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada cacat.
Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama
diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong
menolong (tabarru’). Turunan dari tijarah kontrak bagi hasil dengan segala variasinya.
Cakupan akad yang akan dibahas meliputi akad perniagaan (Al-Bai) yang umum
digunakan untuk produk bank syariah. Pembatalan akad dapat dilakukan apabila: (i)
jangka waktu akad telah berakhir; (ii) salah satu pihak menyimpang dari apa yang
diperjanjikan; dan (iii) jika ada bukti kelancangan dan bukti pengkhianatan (penipuan).
5
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), hlm. 34
II. RUMUSAN MASALAH
III. PEMBAHASAN
Veithzal Rivai, dkk. Islamic Banking Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Mengahadi Krisis
6
Namun Solusi Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & ekonomi Gobal. Jakarta: Bumi
Akasara, 2010. hlm. 755
a. Mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong
penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian yang dilaksanakan sesuai
dengan tuntutan syariat Islam.
b. Efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan
dengan masalah ekonomi.
c. Mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan.
Menurut keputusan DSN Nomor 01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar MUI,
DSN bertugas sebagai berikut:8
a. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian
pada umumnya dan keuangan khususnya.
b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
7
R. Ilyas, Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Perbankan Syariah. JPS (Jurnal Perbankan
Syariah), 2 (1), 2021, hlm 45-46
8
Ibid. hlm. 46
c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan.
d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
9
Ibid. hlm. 46
menggali, mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah)
untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga-lembaga keuangan
syariah serta mengawasi pelaksanaan dan implementasinya. Anggota lembaga adalah
para ahli hukum Islam serta praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank
maupun non-bank yang berfungsi untuk menjalankan tugas-tugas MUI. Dalam
pelaksanaannya, lembaga ini dibantu dengan badan pelaksana harian (BPH-DSN) yang
melakukan penelitian, penggalian dan pengkajian masalah-masalah yang berkaitan
dengan perbankan syariah.
Setelah dianggap cukup memadai, hasil kajian itu dituangkan dalam bentuk
rancangan fatwa DSN. Rancangan fatwa DSN ini selanjutnya dibawa dalam rapat pleno
pengurus DSN untuk dibahas. Kemudian diputuskan menjadi fatwa DSN. Finalisasi
fatwa ini terutama dari aspek redaksional, ditandatangani oleh penyusun dari BPH-
DSN. Sampai saat ini DSN telah mengeluarkan fatwa yang meliputi produk perbankan
syariah, lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, pasar modal, gadai serta
berbagai fatwa penunjang transaksi-transaksi lainnya yang ada pada lembaga
keuangan syariah.
DPS memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di
perbankan syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan semua produk dan
prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Karena pentingnya peran DPS
ini, maka dua undang-undang di Indonesia mencantumkan keharusan adanya DPS di
perusahaan syariah dan lembaga perbankan syariah, yaitu UUPT dan UU Perbankan
Syariah. Dengan demikian, secara yuridis, DPS di lembaga perbankan menduduki
posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis. Peran utama
para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar
selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi
yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensial.
Karena itu, diperlukan garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh DSN. Prinsip
syariah merupakan acuan utama bagi DSN dalam menyusun fatwa terkait aktivitas
keuangan berbasis syariah yang ditujukan bagi industri keuangan syariah. Tidak hanya
itu, adanya prinsip syariah digunakan untuk mengakomodasi DPS dalam pengawasan
kepada industri keuangan syariah baik bank (IKBS) maupun nonbank (IKNB). Karena
setiap industri keuangan syariah baik bank maupun nonbank diwajibkan memiliki dewan
pengawas, yang secara otomatis baik industri keuangan syariah bank maupun non-
bank terikat dengan adanya aturan-aturan syariah sebagaimana yang telah ditetapkan,
hal ini dinamakan dengan kepatuhan syariah (syariah compliance).
Menurut Pasal 109 UUPT, Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris wajib mempunyai DPS.
10
Ibid. hlm. 47
DPS sebagaimana dimaksud terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat
oleh RUPS atas rekomendasi MUI. DPS bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada Direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip
syariah. Perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas wajib mempunyai DPS.
Sejalan dengan itu, Pasal 32 UU Perbankan Syariah menyebutkan bahwa DPS wajib
dibentuk di bank syariah dan bank umum konvensional yang memiliki UUS. DPS
sebagaimana dimaksud diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI. DPS bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar
sesuai dengan prinsip syariah. Menurut Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/24/PBI/2004 anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Integritas, yaitu: (i) memiliki akhlak dan moral yang baik, (ii) memiliki komitmen untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, (iii) memiliki komitmen
yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, (iv) tidak
termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
bank Indonesia.
b. Kompetensi, yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah
muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan atau keuangan secara
umum.
c. Reputasi keuangan yaitu pihak-pihak yang tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan
macet dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu persoalan dinyatakan pailit dalam waktu 5
(lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.
DSN tidak dapat membubarkan DPS, tetapi hanya mengajukan kepada RUPS
untuk membubarkan DPS, jika tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila terjadi
penyimpangan di DPS, maka bank Indonesia dalam hal ini direktur melaporkan kepada
DSN dan kemudian DSN akan merekomendasikan kepada RUPS agar
memberhentikan DPS. Adapun fenomena yang terjadi saat ini praktik pengawasan
pada bank-bank syariah di Indonesia merupakan peran vital DPS tetapi belum berjalan
secara optimal, bahkan sangat jauh dari peran yang semestinya mereka jalankan.
Fenomena ini tidak saja di lembaga bank perkreditan rakyat syariah, tetapi juga di bank
umum syariah. Banyak diantaranya DPS yang tidak berperan atau belum berperan
sama sekali dalam mengawasi operasional perbankan syariah. Tantangan yang
dihadapi oleh DPS baik di Indonesia maupun negara-negara muslim lainnya adalah
bagaimana menyatukan berbagai pandangan dari ulama yang kadang kala berbeda
satu sama lainnya. Dalam Islamic Financial Forum di Bahrain pada Desember 1998,
permasalahan kesatuan fatwa ulama global (seluruh negara-negara Muslim) sempat
didiskusikan. Tetapi dengan pertimbangan terdapatnya kompleksitas pendapat serta
adanya berbagai mazhab dalam Islam, maka pembentukan International Syariah Board
masih berupa agenda, di mana sangat penting untuk ditindaklanjuti.
IV. PENUTUP
DPS adalah badan independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah
yang juga memiliki pengetahuan dalam bidang perbankan yang ada di lembaga
keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN pada
lembaga keuangan syariah tersebut. Posisi DPS adalah sejajar dengan dewan
komisaris, karena harus mendapat persetujuan RUPS dan mewakili kepentingan RUPS
dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi keduanya sama-sama bertanggungjawab
kepada RUPS. Selain itu perlu dipertimbangkan mengenai honorarium para anggota
DPS bila dianggap sejajar dengan anggota dewan komisaris, berarti imbalan yang
diberikan juga seharusnya sama. DPS memiliki peran penting dan strategis dalam
penerapan prinsip syariah di perbankan syariah. DPS bertanggung jawab untuk
memastikan semua produk dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah.
Karena pentingnya peran DPS ini, maka dua undang-undang di Indonesia
mencantumkan keharusan adanya DPS di perusahaan syariah dan lembaga perbankan
syariah, yaitu UUPT dan UU Perbankan Syariah. Dengan demikian, secara yuridis,
DPS di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat
penting dan strategis. Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya
operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika
dibanding bank konvensial. Karena itu, diperlukan garis panduan ini disusun dan
ditentukan oleh DSN.
Daftar Pustaka
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta:
PT Indeks kelompok Gramedia, 2006).
Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, edisi pertama (Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup).
R. Ilyas, Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Perbankan Syariah. JPS (Jurnal
Perbankan Syariah), 2 (1), 2021.
Mawaddah Irham, “Analisi Persepsi Dosen Terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus
Dosen Fakultas Ekonomi UMN)”, AT-TAWASSUTH: Jurnal Ekonomi Islam IV (2):
2019.
Veithzal, Rivai, dkk. Islamic Banking Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi
Mengahadi Krisis Namun Solusi Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan
Perbankan & ekonomi Gobal. Jakarta: Bumi Akasara, 2010.