Anda di halaman 1dari 3

EKSISTENSI HAK ULAYAT DI INDONESIA

NAMA
NPM

Tanah ulayat adalah suatu hak atas tanah tertua keberadaannya di bumi pertiwi,
karena tanah ulayat eksistensinya dan keberadaannya sudah ada sebelum lahirnya
Bangsa Indonesia sebagai Negara merdeka. Jika dilihat dari peristilahannya, tanah
ulayat ini berasal dari istilah beschikingrechts dari Van Vollenhoven, maka dalam
kepustakaan hukum Indonesia diterjemahkan menjadi tanah ulayat. Penyebutan istilah
tanah ulayat disetiap daerah di Indonesia berbeda-beda seperti di Ambon disebut
patuanan, di Kalimantan disebut panyampeto dan di Bali disebut prabumian panjar dan
di Jawa disebut wewengkon.1
Hak ulayat merupakan nama yang diberikan oleh para ahli hukum dan hubungan
hukum konkret antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam wilayahnya, yang
disebut hak ulayat.2 Pengertian hak ulayat dalam UUPA tidak ditemukan secara
eksplisit, tetapi pengertian hak ulayat dalam Pasal 3 UUPA menentukan bahwa,
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 pelaksanaan
hak ulayat dan pelaksanaan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Bahwa menurut Pasal 3 UUPA hak ulayat merupakan hak-hak masyarakat hukum
adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Selain UUPA Pengertian hak ulayat
dapat dilihat berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat, hak ulayat disebutkan sebagaimana
berikut:
Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya
disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah,
1
Djaren Saragih, 1984, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, hal.75
2
Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. 2012, hlm. 61
dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul
dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turuntemurun dan tidak terputus antara
masyarakat hukum adat, tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Realisasi dari pengaturan tersebut dipergunakan sebagai pedoman untuk


melaksanakan urusan pertanahan khususnya dalam hubungan dengan hak ulayat
masyarakat adat yang nyata-nyata masih ada di daerah yang bersangkutan. Peraturan ini
memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan
hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
UUPA.3 Kebijaksanaan tersebut meliputi:
a. Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat
b. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat
c. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya
Hak ulayat dianggap masih ada sepanjang menurut kenyataannya masih hidup,
dalam Pasal 2 Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 bahwa hak ulayat
masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila:
a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan
menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari
b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari,
dan
c. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum
tersebut.
Hak ulayat dapat diartikan sebagai seperangkat wewenang dan kewajiban suatu
masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam
lingkungan wilayahnya, yang merupakan pendukung utama penghidupan dan
masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa.5 Konsepsi hak ulayat menurut hukum

3
Boedi Harsono, 2004, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan Peraturan Hukum Tanah,
Djambatan, Jakarta (Selanjutnya disebut dengan Boedi Harsono I), hal.57
adat terdapat nilai-nilai komunalistikreligious magis. Komunalistik artinya yaitu hak
bersama anggota masyarakat hukum adat atas tanah yang bersangkutan, sedangkan sifat
magis-religious

DAFTAR PUSTAKA

UUD 1945
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukm Tanah, Jakarta,
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, (Jakarta: LPID, 2005).
Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis, (Jakarta:
Gahlia Indonesia, 2010).
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, (Bandung:
Alumni, 1999).
Ellydar Chaidir, Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam Perpektif
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Jumal Hukum Ius Quia Iustum No. 14
Vol. 7 Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000.
G. Kartasapoetra, et. al., Hukum Tanah; Jaminan UUPA bagi keberhasilan
Pendayagunaan Tanah, Bina Aksara, Jakarta, 1985.
Hasan Wargakusumah, et.al., Hukum Agraria; Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta:
Prenhallindo, 2001).
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan; Antara Regulasi dan Implementasi,
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001).
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,
1998).
Moh. Ridwan Bin Awang, Tanah Simpanan Melayu, (Malaysia: Rich'me Enterprise,
1987).
S. James Anaya, Indegenous Peoples International Law, (New York: Oxford University
Press, 1994).
Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 400 - 2626, tanggal 24 Juni 1999.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, "Kamus Besar
Bahasa Indonesia", (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerja
sama dengan Balai Pustaka, 1995).

Anda mungkin juga menyukai