NAMA - NPM
NAMA - NPM
NAMA - NPM
NAMA - NPM
NAMA - NPM
NAMA - NPM
PUTUSAN HAKIM
Putusan pengadilan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang
dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari suatu
yang telah dipertimbangan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat
berbentuk tertulis ataupun lisan.1 Sedangkan berdasarkan Pasal 1 butir 11 KUHAP:
“putusan pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pernyataan pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam Undang-undang ini.”
1
Buku Peristilahan dalam Praktik, Kejaksaan Agung, hlm. 221.
2
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penetapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Bandung: Sinar Grafika, 2008, hlm.
347.
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka
terdakwa diputus bebas.”
3
R. Soenarto Soeodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung
dan Hoge Raad, PT. Rajagrafindo Persada, 2006, hlm. 516.
4
Ibid.
5
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 347.
kurangnya dua alat bukti yang sah. Apabila kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti
saja maka dapat dikatakan tidak memenuhi asas batas minimum
pembuktian. Hal ini dikenal dengan asas batas minimum pembuktian
Bertitik tolak dari kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP,
dihubungkan dengan Pasal 191 ayat (1), putusan bebas pada umumnya
didasarkan pada penilaian dengan pendapat hakim: 6
6
Ibid, hlm. 348.
Putusan bebas murni adalah putusan akhir dimana hakim
mempunyai keyakinan mengenai tindak pidana yang didakwakan
7
kepada terdakwa adalah tidak terbukti.
b. Putusan Bebas Tidak Murni
Putusan bebas tidak murni adalah putusan dalam hal batalnya
dakwaan secara terselubung atau “pembebasan” yang menurut
kenyataannya tidak didasarkan kepada ketidakterbuktiannya apa
yang dimuat dalam surat dakwaan. 8 Pembebasan tidak murni pada
hakekatnya merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum
yang terselubung. Dapat dikatakan apabila dalam suatu dakwaan,
unsur delik dirumuskan sesuai dengan perundang-undangan,
sedangkan hakim memandang dakwaan tersebut tidak terbukti. 9
Putusan bebas tidak murni mempunyai kualifikasi sebagai
berikut:
1) Pembebasan didasarkan atas suatu penafsiran yang keliru
terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat
dakwaan.
2) Dalam menjatuhkan putusan pengadilan telah melampaui
batas kewenangannya, baik absolut maupun relatif dan
sebagainya. 10
c. Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya
Pembebasan berdasarkan alasan pertimbangan kegunaannya
adalah pembebasan yang didasarkan atas pertimbangan bahwa
harus diakhiri suatu penuntutan yang sudah pasti tidak akan ada
hasilnya. 11
d. Pembebasan terselubung
Pembebasan yang terselubung adalah pembebasan yang dilakuan
dimana hakim telah mengambil keputusan tentang “feiten” dan
7
Rd. Achmad S. Soemadipradja, Pokok-pokok hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung:
Alumni, 1981, hlm. 89.
8
Ibid.
9
Oemar Seno Adjie, Hukum-Hakim Pidana, Jakarta: Erlangga, 1984, hlm. 167.
10
Ibid, hlm. 164.
11
Rd. Achmad S. Soemadipradja, Op.Cit., hlm. 89.
menjatuhkan putusan “pelepasan dari tuntutan hukum”, padahal
putusan tersebut berisikan suatu “pembebasan secara murni” 12
3. Putusan Pemidanaan
12
Ibid.
13
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 56.
Pemidanaan dapat dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya. 14
Sesuai Pasal 193 KUHAP yang berbunyi:
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan
menjatuhkan pidana.
(2)
a. Pengadilan dapat menjatuh putusan, jika terdakwa tidak ditahan,
dapat memerintah supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila
dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu
b. Dalam hal terdakwa ditahan pengadilan juga dalam melanjutan
putusannya dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam
tahanan atau membebaskannya apabila terdapat alasan cukup
untuk itu.”
14
Ibid, hlm. 57.
15
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 96.
16
Ibid.
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan.
UPAYA HUKUM
Menurut KUHAP ada dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa yang
diatur dalam BAB XVII, dan upaya hukum luar biasa diatur dalam BAB XVIII.
A. Upaya Hukum Biasa
1) Upaya Hukum Banding
Berdasarkan Pasal 67 KUHAP menyebutkan bahwa “Terdakwa atau
penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya
penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.
Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi atas semua putusan Pengadilan Negerti
tingkat pertama, kecuali :
(1) Putusan bebas;
(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang
tepatnya penerapan hukum;
(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat.
Selain dari upaya hukum biasa, terdapat juga upaya hukum luar biasa
yang telah diatur dalam BAB XVIII Bagian Kesatu dari Pasal 259 sampai
dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum dan
Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai Pasal 269 KUHAP tentang peninjauan
kembali atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
1) Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Pemeriksaan kasasi demi pekentingan hukum ini dapat diajukan
terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, tetapi hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung saja
berdasarkan penyampaian dari pejabat kejaksaan yang menurut
pendapatnya perkara ini perlu dimintakan kasasi demi kepentingan
hukum. Kasasi demi kepentingan hukum ini diatur dalam Pasal 259
sampai dengan Pasal 262 KUHAP. Pengajuan kasasi demi
kepentingan hukum oleh Jaksa Agung ini dimaksudkan untuk
menjaga kepentingan terpidana dan juga membuka kemungkinan
bagi perubahan atas putusan pengadilan di bawah keputusan
Mahkamah Agung yang dirasakan kurang tepat oleh Jaksa Agung
dengan kata lain putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri
atau Pengadilan Tinggi (judex factie) terlalu berat yang tidak sesuai
dengan tuntutan penuntut umum.
2) Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali atas putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (herziening) berdasarkan Pasal 263 ayat (1)
KUHAP menyatakan bahwa Terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau
lepas telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana atau ahli
warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung. Berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP
mengenai syarat-syarat dalam pengajuan Peninjauan Kembali adalah
sebagai berikut :
a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas (vrijspraak)
atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alie
rechtsvervolging) atau tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima (niet ontvvankelijk verklaring) atau terhadap perkara itu
diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
17
Abdullah Sani, Hakim dan Keadilan Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 62.
18
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 319.
pidananya. Pengawasan dan pengamatan berlaku bagi pemidanaan
bersyarat (Pasal 280 KUHAP).
d. Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga
pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau
sewaktuwaktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam
pengamatan hakim tersebut (Pasal 281 KUHAP).
e. Hakim dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan
tentang cara pembinaan narapidana tertentu. Hasil pengawasan dan
pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua
pengadilan secara berkala (Pasal 282 dan 283 KUHAP).
DAFTAR REFERENSI:
Abdullah Sani, Hakim dan Keadilan Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.