Anda di halaman 1dari 37

USULAN PENELITIAN

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif Di

Indonesia Bidang Fashion Dihubungkan Dengan Desain Dan Hak

Cipta Kain Batik Pada Toga UNPAD Berdasarkan Undang Undang

Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

NAMA

NPM

A. Latar Belakang

Karya intelektual yang timbul atau lahir karena kemampuan

intelektual manusia, baik dibidang Ilmu pengetahuan, seni dan sastra

maupun dibidang teknologi memang dilahirkan melalui kemampuan

intelektualnya. Secara alamiah, manusia selalu berupaya untuk

berkreasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

atau dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. 1

Pada mulanya, Hukum Kekayaan Intelektual terorganisasi dalam

World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dibentuk oleh

konvensi pembentukan WIPO pada tahun 1967 dan resmi

diberlakukan pada tanggal 26 April 1970, anggota WIPO terdiri dari

182 negara yang dimana Indonesia merupakan salah

satunya.Kemudian, Dimasukannya TRIPs sebagian dari Paket

1
Basuki Antariksa, Konsep “Indonesia Kreatif” : Tinjauan Awal Mengenai
Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif:
2012 diakses melalui http://parekraf/go/id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf pada 11
Januari 2018.

1
2

Persetujuan Pendirian World Trade Organization (WTO) pada tahun

1994 merupakan awal baru bagi perlindungan KI diseluruh dunia.

Indonesia sebagai negara berkembang menjadi anggota dan secara

sah ikut dalam TRIPs melalui adanya ratifikasi agreement dengan

adanya Undang Undang No 7 tahun 1994. 2 Selanjutnya, Indonesia

meratifikasi Paris Convention For The Protection Of Industrial

Property And Convention Establishing The World Intellectual Property

Organization atau yang biasa disebut Konvensi Paris pada 18

Desember 1979. Ketentuan didalamnya mengatur mengenai KI

Industrial dalam pengertian luas termasuk Paten, Merek, Desain

Industri, Utility Models, Nama Dagang, Indikasi Geografis serta

pencegahan persaingan yang curang. 3 Sedangkan untuk bidang

copyright adalah Berne Convention for the Protection of Literary and

Artistic Works (“Berne Convention”) yang mewajibkan negara-negara

anggota untuk mematuhi Paris Convention dan Berne Convention.4

WTO selain meliputi Konvensi Berne dan Konvensi Paris juga

mengadaptasi Konvensi Roma dan Konvensi lainnya. TRIPs telah

mengatur secara lengkap mengenai perlindungan KI, TRIPs

merupakan tonggak penting dalam perkembangan standar

internasional dalam sistem KI.5 Akan tetapi, harus ditegaskan

pelaksanaan KI bukan hanya karena TRIPs, dengan adanya TRIPs


2
Lembaran negara tahun 1994 No 57, tambahan lembaga negara no 3564.
3
Tim Lindsey, dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung:
Alumni, 2006), hlm. 26.
4
TRIPs Art. 2.
5
Tim Lindsey, dkk., Op.cit., hlm 31.
3

suatu negara tidak dapat menerapkan sistem KI tanpa ada referensi

kepetingan khusus bagi perekonomiannya atau secara umum

pembangunan negara tersebut.6 Ditinjau dari keorganisasian, antara

WIPO dan WTO tidak terdapat hubungan hukum, pengaturan KI yang

diatur dalam perjanjian TRIPs dibawah payung WTO adalah lebih

lengkap dibandingkan dengan yang diatur WIPO.

Indonesia adalah negara berkembang dengan sistem KI yang

sudah lama tumbuh terhitung sejak Indonesia merdeka, adapun

Hukum tentang bidang Hak Cipta sudah ada sebelumnya berdasarkan

“Auteurswet 1912” yang berdasarkan aturan peralihan pasal II UUD

1945.7 Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa dengan

didukung oleh masyarakat yang sangat kreatif untuk menciptakan

banyak inovasi baru dalam berkarya, Hak Cipta lahir dari hasil karya

manusia dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan-ciptaan

yang lahir dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra

merupakan objek hak cipta yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi

disamping pula terkandung suatu hak moral yaitu suatu hak yang

melekat pada diri si pencipta atau pelaku dan tidak dapat dihilangkan

atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak

terkait telah beralih atau dialihkan.

Di Amerika Serikat yang sama-sama meratifikasi Berne

Convention, Undang-undang Hak Cipta Amerika Serikat melindungi


6
Prof. Ahmad Zen Umar Purba, HAKI pasca TRIPs, Bandung: Alumni, 2015,
hlm. 8.
7
Ibid., hlm. 9.
4

hak cipta dalam medium yang nyata (tangible). termasuk didalamnya

mencakup perlindungan atas sastra, musikal, pantomim, karya

koreografi, karya gambar (Grafik dan Pahatan), audio visual, rekaman

suara, karya turunan (Derivative Works), kompilasi dan karya

arsitektur.

Lain halnya dalam hukum di negara Inggris, hak cipta merupakan

hak property tidak bewujud (intangible) yang berada dalam sub

kualifikasi tertentu, hukum hak cipta diatur oleh The 1988 Act yang

merupakan pengaturan hak cipta, desain dan paten yang dimana

perlindungan mengenai hak cipta didalamnya terbagi menjadi dua sub

kelas: Karya authorial (asli) dan neighbouring or entrepreneurial

works. Karya authorial berisi perlindungan terhadap Karya Sastra,

Drama, Musik. Dan pada sub kelas kedua termasuk didalamnya

perlindungan terhadap film, rekaman suara, siaran dan pengaturan

tipografi edisi yang diinginkan.8

Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang menjadikan

ekonomi kreatif sebagai pilihan yang memungkinkan, adapun ekonomi

kreatif di Indonesia, dimulai dari permasalahan akan pentingnya

meningkatkan daya saing produk nasional untuk menghadapi pasar

global. Ekonomi kreatif memberikan kontribusi yang nyata pada

perekonomian, ekonomi kreatif yang kian maju didukung pula dengan

perkembangan industri kreatif, yang didalamnya dipengaruhi oleh

kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang tengah terjadi. Saat
8
Copyright, Designs and Patents Act 1988.
5

ini, di Indonesia sendiri pelaku kreatif yang bergerak dibidang fashion

kian marak bermunculan. Di dalam skema saat ini para pelaku kreatif

telah banyak ikut andil dalam penciptaan lapangan industri kreatif

dengan adanya kesempatan untuk ber usaha dan perluasan

kesempatan kerja serta melakukan penerapan kreativitas dan

keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya

memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi oleh orang setiap hari.

Pentingnya keberadaan industri kreatif dalam menopang

perekonomian tentunya merupakan landasan kuat bagi pemerintah

untuk mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi industri ini,

salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah dengan

mengembangkan peraturan perundang-undangan nasional untuk

menunjukkan loyalitas terhadap konvensi-konvensi yang diratifikasi,

yakni dengan hadirnya pengaturan KI pada bidang hak cipta dan

desain industri.

Istilah industri kreatif di Inggris dimaknai dengan istilah yang

sesuai dengan politik, budaya dan lanskap teknologi saat ini. Yang

dimana, inti dari budaya merupakan kreativitas, selanjutnya kreativitas

itu akhirnya diproduksi, disebarkan, dikonsumsi dan dinikmati dengan

sangat berbeda dalam industri, pasca industri masyarakat. 9 Industri

Kreatif dijadikan sebagai penentu mekanisme untuk masyarakat saat

ini, kekayaan serta keberagaman yang ada di dalamnya terkait

9
Simon Roodhouse, The Creative Industries: Definitions, Quantification and
Practice, London: University of the Arts, 2006, hlm. 18.
6

dengan isu-isu yang menyangkut masyarakat seperti adanya suatu

pengembangan komunitas-komunitas tertentu serta adanya hubungan

sosial. Industri Kreatif merupakan kunci bagi ekonomi Inggris dengan

total nilai GDP yang hampir mencapai sembilan puluh ribu euro. Atas

hal ini, pencapaian industri kreatif di Inggris lebih tinggi dibandingkan

dengan sektor ekonomi lainnya dikarenakan adanya hubungan antara

budaya dan teknologi, sumber daya yang memadai serta daya saing

yang kuat dan berkembang.

Di China, seperti yang diidentifikasi oleh European Union (EU)

bahwa di Negara ini terjadi pertumbuhan sektor-sektor cultural

creative industries yang mengalami pertumbuhan lapangan kerja

empat hingga lima kali lipat dari rata-rata Negara Uni Eropa. 10 Hal ini

disebabkan, cultural creative industries merupakan pionir tren di

market eropa sebagai contoh dalam hal industri fashion sering kita

jumpai dimana brand ternama dibuat rata-rata di Negara ini. Hal ini

dikarenakan, China memiliki tingkat kerja mandiri yang tinggi, tingkat

pendidikan yang tinggi, serta proporsi tenaga kerja yang lebih besar

dibandingkan dengan Negara lainnya.

Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat di Indonesia, yang

pertama kali didirikan pada awal tahun 1906 ketika Pemerintah

Kolonial Belanda menetapkan Bandung sebagai Gemeente atau kota,

telah diakui sebagai pusat budaya, tujuan wisata, pusat pendidikan,

10
Terry Flew. Creative Industries After The First Decade of Debate, The
Information Society, 2010, hlm. 2.
7

dan tempat belanja dan perdagangan. Sejak saat itu hingga sekarang

berubah menjadi wilayah metropolitan, Bandung telah dinyatakan

sebagai kota multi-budaya. Perjalanan transformasi budaya yang

panjang agar diakui sebagai kota kreatif akhirnya memiliki hasil yang

signifikan ketika Bandung menyatakan secara internasional sebagai

Kota Kreatif di Yokohama, Jepang, pada akhir Juli 2007. Hal ini dapat

diperoleh karena Bandung memiliki industri kreatif yang berkembang,

aktor yang kuat dan kreatif, dan berkontribusi dalam pendapatan yang

signifikan untuk pembangunan ekonomi.

Saat ini di kota Bandung, pemerintah telah melakukan beberapa

tindakan untuk mendukung kegiatan kreatif seperti pemberian izin

Helarfest, Helar Kria Jabar, Kickfest, dan agenda pendukung lain.

Sehingga tidak mengherankan apabila berbagai kegiatan yang

berkaitan dengan industri kreatif di Kota Bandung terus

bermunculan11. Dari 15 jenis industri kreatif di Bandung, fashion,

desain, dan musik telah menjadi industri yang berkembang pesat yang

dapat mendorong ekonomi kota. Bandung memiliki peluang yang

besar untuk bersaing dan memasarkan produk industri kreatifnya.

industri kreatif dapat menjadi lokomotif dalam mengembangkan suatu

budaya dikarenakan industri kreatif tidak hanya terbatas pada isu

komersialisasi tetapi mencakup tantangan diseluruh komponen dalam

ekosistem ekonomi kreatif. Upaya mengelola aset kekayaan

11
Simatupang, T. M., dkk. Analisis Kebijakan Industri Kreatif di Kota. Jurnal
Managemen Teknologi, 2008, hlm. 10–23.
8

intelektual secara strategis merupakan pintu utama dalam upaya

meningkatkan daya saing Indonesia jangka panjang dalam bidang

industri kreatif, pekerja kreatif tidak hanya dari dunia seni melainkan

juga dari dunia sains dan teknologi, namun pada pembahasan kali ini

penulis memfokuskan diri pada ranah industri fashion. Sumber daya

manusia kreatif di dalam ranah fashion meliputi pekerjaan yang

sangat bervariasi seperti stylist, visual merchandiser, buyer, fashion

editor, pattern maker, textile designer, illustrator dan sebagainya.

Dalam skripsi ini penulis berfokus pada pattern maker, textile designer

dan illustrator yang tentunya membutuhkan perlindungan atas KI

disetiap proses kekaryaan mereka.

Indonesia memiliki keanekaragaman hasil budaya yang sampai

saat ini diwariskan dari generasi ke generasi, salah satunya yang

biasa kita jumpai yakni batik. Jika kita berbicara mengenai batik dilihat

dari indikasinya batik termasuk kedalam seni terapan. Industri batik

telah tersebar luas diseluruh Indonesia dan memiliki perbedaan ciri

khas masing-masing pola yang diciptakan oleh tiap-tiap daerah. Di

Jawa Barat sentra kerajinan batik tersebar di berbagai daerah seperti

Cirebon, Garut, Indramayu, serta Tasikmalaya. Salah satunya motif

batik yang dipakai untuk kebutuhan toga kelulusan Unpad yakni batik

dengan pola “Pakuan Pajajaran”, yang mencerminkan kebesaran

Pajajaran. Nilai filosofi yang terkandung dalam motif batik dapat

dikatakan sebagai sesuatu yang magis pagi penciptanya.


9

Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri yang kian

pesat di industri ini, kian marak pula terjadi kasus pemalsuan dan

penjiplakan pakaian yang sudah mencapai titik puncak di Indonesia

saat ini dengan maksud memonopoli desain yang sudah ada

sebelumnya. pihak-pihak yang tidak berwenang melakukan klaim

maupun mengambil keuntungan secara ekonomi terhadap desain

pakaian yang dianggap telah menjadi public domain maupun terhadap

desain yang tidak diketahui siapa penciptanya. Selain itu karena

awamnya pengetahuan dari para pelaku industri kreatif dibidang

fashion mengenai KI. Akibatnya, terjadi kerugian ekonomi dan

ketidakadilan terhadap pelaku usaha yang telah sebelumnya

memasarkan dan memperjual-belikan hasil produksi pelaku usaha

yang bersangkutan.

Maka dari itu, timbul konsepsi kekayaan dibidang kekayaan

intelektual (KI) yang dimana menimbulkan konsepsi hukum mengenai

hak dan kebutuhan untuk melindunginya. KI memegang peranan

penting dalam pengembangan sektor industri kreatif suatu negara.

Konsepsi hukum tersebut merupakan suatu kebutuhan untuk

menumbuhkan sikap dan budaya menghormati dan menghargai hasil

karya serta dapat memberikan rasa aman bagi para pencipta

sehingga dapat mendorong kreatifitas untuk menciptakan karya-karya

yang bermanfaat bagi sesamanya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk


10

melakukan penelitian lebih mendalam. Hal-hal yang telah dipaparkan

diatas adalah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat

masalah perlindungan hukum bagi para pelaku usaha dibidang

fashion. Masalah-masalah beserta solusinya itu akan dibahas dalam

skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap

Industri Kreatif Di Indonesia Bidang Fashion Dihubungkan

Dengan Desain Dan Hak Cipta Kain Batik Pada Toga UNPAD

Berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Sejauh manakah perlindungan hukum yang ada dalam sektor

industri kreatif dibidang fashion sehingga mendukung hak

ekonomi dan hak moral dihubungkan dengan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

2. Tindakan hukum apakah yang paling efektif yang perlu

dilakukan oleh Unpad guna mencegah terjadinya sengketa

berdasarkan UU Hak Cipta dan UU Desain Industri?


11

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai industri kreatif bidang

fashion dan melihat bagaimana industri ini dapat hadir dan

berkembang sehingga mendukung hak ekonomi dan hak moral

yang dihasilkan dalam setiap proses kekaryaan para pelaku

usaha.

2. Untuk menentukan tindakan preventif apakah yang paling efektif

yang dapat dilakukan oleh Unpad terhadap sengketa pola batik

pada desain toga yang belum didaftarkan ke Direktorat Jendral

Kekayaan Intelektual berdasarkan UU Hak Cipta dan UU Desain

Industri.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik

segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu :

1. Kegunaan Teoritis, Memberikan sumbangan pemikiran maupun

menambah pemahaman bagi kalangan praktisi dan akademisi

hukum mengenai aspek Hukum Kekayaan Intelektual dikaitkan

dengan perlindungan hukum terhadap Industri Kreatif dibidang

fashion dalam rangka pengembangan ilmu hukum terutama


12

dibidang kekayaan intelektual khususnya Hak Cipta dan Desain

Industri

2. Secara praktis penulis mengharapkan dapat memberikan saran

dan masukan bagi:

a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya

pelaku usaha dibidang industri kreatif, bahwa mereka

memiliki hak yang dilindungi oleh UUHC 2014 & UUDI 2000,

serta upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan apabila

terjadi sengketa atas dugaan penjiplakan model pakaian.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran bagi para akademisi dan praktisi hukum maupun

disiplin ilmu lainnya serta memberikan pemahaman KI bagi

para pelaku usaha sehingga membentuk persaingan usaha

secara sehat.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara hukum dalam arti materil atau

negara kesejahteraan yang mengandung makna bahwa negara

memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya. Hal ini

sejalan dengan tujuan nasional yang sebagaimana tercantum dalam

Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni memajukan

kesejahteraan umum melalui pembangunan, terutama pemberdayaan

pelaku usaha dalam Industri Kreatif yang mempunyai peran yang

cukup penting di dalam pembangunan ekonomi nasional saat ini.


13

Berkaitan dengan tujuan nasional, maka fungsi negara dapat dibagi

menjadi 2 bagian, yakni fungsi reguler yang meliputi politik, diplomatik,

yuridis dan administratif serta fungsi pembangunan. 12

Teori Hukum Pembangunan menurut Mochtar Kusumaatmadja

menyebutkan peranan hukum dalam pembangunan nasional yakni

menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur,

Hukum dianggap sebagai sarana pembaharuan yang dimana

peraturan hukum berfungsi sebagai pengatur arah kegiatan manusia

yang dikehendaki oleh pembaharuan. Hukum berusaha untuk

menciptakan hal-hal yang baru sehingga hukum berfungsi sebagai

agent of modernization and instrument of social engineering.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari Industri-

Industri yang kian tumbuh pesat seiring dengan perkembangan

zaman, di Indonesia sendiri terdapat beberapa Industri yang mampu

menyokong pertumbuhan ekonomi nasional seperti Industri Pangan,

Industri Farmasi dan yang paling baru merupakan Industri Kreatif.

Zaman kian berubah, teknologi semakin maju kian pula dengan

pergerakan industri di dalamnya. Industri Kreatif bergerak karena

berisi berbagai macam individu yang ber inovasi. Pengembangan

pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk

memberdayakan budaya Industri yang tumbuh di masyarakat

terutama dalam rangka pengembangan industri kreatif.

12
Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1997, hlm. 10.
14

Indonesia memayungi hasil kreativitas manusia oleh ketentuan

hukum. Aturan mendasarnya terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 Pasal 28 C ayat (1) yang menyatakan:

‘’Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan


kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni,
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan kualitas manusia.”

Kemudian dalam ayat (2) menyatakan:

“Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan


haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,
dan negaranya.”

Dapat dilihat bahwa melalui pasal tersebut setiap orang berhak

memiliki hak untuk berkreasi dan memperoleh manfaat termasuk

manfaat moral maupun materiil dari hasil kreativitasnya tersebut.

Kreasi tersebut dapat juga termasuk dalam karya seni terapan yang

merupakan bagian dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan

budaya.

Sebagai negara peserta dan meratifikasi beberapa konvensi

yang menjadi bagian dari kesepakatan TRIPs, Indonesia menjadikan

TRIPs sebagai suatu peluang untuk mendorong masyarakat supaya

giat melakukan inovasi, dan mengembangkan produk-produk yang

mendapat perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual. Pembangunan

KI di Indonesia diharapkan tidak hanya sekedar memenuhi standar

internasional dibidang Kekayaan Intelektual. Namun juga harus


15

memberikan iklim yang kondusif dan merangsang munculnya inventor-

inventor dan di dalam negeri.

Suatu upaya perlindungan terhadap subyek hukum dalam

bentuk perangkat hukum untuk dapat memberikan suatu fungsi hukum

seperti keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, dimaknai

dengan perlindungan hukum. Perlindungan hukum atas KI pada

dasarnya berintikan pengakuan terhadap KI dan hak untuk dalam

waktu tertentu menikmati atau mengeksploitasi sendiri kekayaan yang

dibuatnya. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat

menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut

hanya dengan izin dari pemilik hak, karena perlindungan dan

pengakuan tersebut hanya diberikan khusus kepada orang yang

memiliki hak eksklusif.

KI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan

penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial. Kekayaan

intelektual adalah kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan

diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya karena

kekayaan intelektual digolongkan sebagai benda, yaitu benda

bergerak tidak berwujud (intangible). Timbulnya konsepsi kekayaan

dibidang KI menimbulkan konsepsi hukum mengenai hak dan

kebutuhan untuk melindunginya, konsepsi hukum tersebut merupakan

suatu kebutuhan untuk menumbuhkan sikap dan budaya menghormati


16

dan menghargai hasil karya serta dapat memberikan rasa aman bagi

para pencipta. Seperti yang dikemukakan dalam teori dasar

perlindungan kekayaan intelektual oleh Robert C. Sherwood

mengenai Economic Growth Stimulus Theory bahwa diakuinya

perlindungan atas kekayaan intelektual merupakan alat pembangunan

ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujan


13
dibangunnya sistem perlindungan atau KI yang efektif.

Kekayaan Intelektual dapat dibagi atas hak cipta, paten, merek,

desain industri, rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu, dan

perlindungan varietas tanaman. Dalam hal membahas mengenai

Batik pada toga Unpad di dalam skripsi ini, maka Hak Cipta dan Hak

Desain Industri dapat dijadikan sebagai pilar perlindungan bagi

pelanggaran yang terdapat dalam ranah ini.

Setiap individu pastinya memiliki kemampuan untuk berpikir,

namun tidak semua individu mampu mendayagunakan fungsi

intelektualnya untuk menghasilkan sesuatu. Artinya, penghasilan

suatu karya ciptaan tidak serba otomatis, melainkan melalui tahap-

tahap yang harus dilewati sehingga suatu proses berkarya akan

menghasilkan suatu ciptaan atau invensi yang akan menimbulkan

kekuasaan hukum terhadap ciptaan, desain maupun invensi

tersebut. Atas hal ini, orang lain tidak boleh mengakui ciptaan atau

13
Sudaryat, dkk. HAKI Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang Undang
yang berlaku, Oase Media, 2010, hlm. 13.
17

invensi daripada individu lainnya, serta adanya suatu perlindungan

hukum bagi si pencipta.

Sebagaimana yang tercantum menurut pasal 5 UU No 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang dimana merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri pencipta. Timbulnya hak atas hak

cipta adalah secara otomatis, yaitu setelah suatu ciptaan dilahirkan

atau setelah adanya perwujudan suatu gagasan dalam bentuk yang

nyata tanpa membutuhkan suatu formalitas tertentu, berdasarkan

prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

nyata untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tanpa

mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku. tidak halnya seperti hak desain industri yang

mengharuskan timbulnya hak setelah melalui pendaftaran.

Adapun Hukum mengenai bidang Hak Cipta sudah ada

sebelumnya berdasarkan definisi Hak Cipta menurut Pasal 1 angka 1

Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah:

“Hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan


prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”

Pencipta menurut undang-undang No. 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta:

“seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas

dan pribadi”
18

Ciptaan menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang

Hak Cipta adalah:

“setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan


sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata.”

Pemegang Hak Cipta menurut Undang-Undang No 28 Tahun

2014 adalah:

“Pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak


tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak
tersebut secara sah.”

Lebih lanjut dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai objek-objek dalam

bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dapat dilindungi oleh

Hak Cipta. Dalam ayat (1) menerangkan bahwa:

“Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu


pengetahuan, seni, dan sastra”, terdiri atas:
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan;
d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan,
gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. Karya seni terapan;
h. Karya arsitektur;
i. Peta;
j. Karya seni batik atau seni motif lain;
k. Karya fotografi;
l. Potret;
m. Karya sinematografi;
19

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data,


adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil
transformasi;
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau
modifikasi ekspresi budaya tradisional;
p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat
dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi
tersebut merupakan karya yang asli;
r. Permainan video; dan
s. Program computer.”

Konsep perlindungan Hak Cipta memberikan suatu

konsekuensi bagi penciptanya untuk dapat mempertahankan dan

melindungi karya ciptanya dari keutuhan maupun gangguan pihak lain,

Apabila terjadi sengketa di pengadilan mengenai suatu ciptaan di

dalam sistem perlindungan hak cipta yang ada di Indonesia, yang

tercantum dalam Bab XVII Pasal 112 sampai dengan Pasal 120

terdapat ketentuan pidana mengenai pelanggaran hak cipta dalam

perbuatan penggunaan secara komersial, pelanggaran hak ekonomi,

pembajakan, penggandaan dengan denda minimum satu tahun

pidana penjara dan denda paling banyak sebesar empat miliar rupiah.

Namun disamping itu, pelanggaran atas hak cipta bukan saja memiliki

konsekuensi hukum secara pidana namun juga dapat dimintakan ganti

rugi secara perdata.

Pencipta maupun pemegang hak cipta dapat menempuh upaya

hukum secara perdata dengan mengajukan gugatan atas pelanggaran

hak cipta kepada Pengadilan Niaga, atau melaporkan dugaan

pelanggaran tersebut kepada pihak yang berwajib. Hak cipta sebagai


20

hak eksklusif mempunyai kedudukan yang tinggi sehingga tidak ada

pihak lain yang dibenarkan untuk memanfaatkan hak tersebut tanpa

adanya izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Di dalam

ketentuan Pasal 97 sampai dengan Pasal 100 juncto Pasal 95 ayat

(1) UU Hak Cipta, terdapatnya ruang bagi para pihak yang merasa

haknya dilanggar untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran hak

cipta. Seperti halnya gugatan pembatalan pencatatan ciptaan dalam

daftar umum ciptaan melalui Pengadilan Niaga, serta menggugat

setiap orang yang dengan sengaja, tanpa hak dan tanpa persetujuan

pencipta melanggar hak moral pencipta. Yang dimana gugatan ganti

rugi sebagaimana dimaksud pada Pasal 99 ayat (1) merupakan

permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian

penghasilannya.

Industri Kreatif menurut kementrian perdagangan Indonesia

ialah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan

serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan lapangan

pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan

daya cipta individu tersebut. Industri kreatif adalah kegiatan ekonomi

dimana input dan outputnya adalah Gagasan yang dimana merupakan

unsur pokok dari sebuah kreatifitas, Menurut teori Industri Kreatif dari

Robert Lucas, bahwa kekuatan yang menggerakan pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat

produktifitas klaster orang orang bertalenta dan orang orang kreatif


21

atau manusia manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu

pengetahuan yang ada pada dirinya.14

Pada tahun 2015, United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization (UNESCO) mengumumkan bahwa Kota

Bandung tercatat sebagai bagian dari jaringan kota kreatif atau

UNESCO Creative City Network15. Menurut Data Badan Aktor

Ekonomi Kreatif di Kota Bandung (Badan Perencanaan dan

Pengembangan Bandung, 2008), ada 3.750 perusahaan industri

kreatif yang 532 diantaranya bekerja di perusahaan fashion dan 156 di

perusahaan musik. Secara total, sektor ini telah mempekerjakan

344.244 pekerja dan menyumbang 12,82% terhadap pendapatan kota

pada tahun 2002 dan 14,46% pada 2007. Seiring majunya

perkembangan Industri ini maka pemerintah menetapkan peluang ini

dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008

mengenai kebijakan industri nasional (National Industrial Policy)16

yang didalamnya dimuat mengenai Industri Kreatif.

Saat ini, industri fashion merupakan industri penyumbang

terbesar kedua setelah kuliner pada angka PDB (Produk Domestik

Bruto) di Indonesia sebesar 56% di tahun 2015. 17 Selama berabad-


14
Anggraini, Nenny, “Industri Kreatif”, Jurnal ekonomi, Volume XIII No. 3,
Desember 2008, hlm 144-151.
15
Damanik, Caroline. “UNESCO Masukkan Kota Bandung dalam Jaringan Kota
Kreatif”, (2015). Diaksep dari
http://regional.kompas.com/read/2015/12/12/12351701/UNESCO.Masukkan.Kota.Bandu
ng.dalam.Jaringan.Kota.Kreatif . Pada 6 Mei 2018.
16
Kebijakan dimuat dalam Buku III Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010 – 2015.
17
Direktori Riset dan Pengembangan Ekonomi Kreatif Deputi Riset Edukasi dan
Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif : “Data Statistik dan Hasil Survey Ekonomi
22

abad, baik individu maupun masyarakat telah menggunakan pakaian

dan penghias tubuh lain sebagai suatu bentuk komunikasi nonverbal

yang mengindikasikan status, kelas, gender, adat istiadat, kekayaan

dan kepercayaan. Fashion merupakan sebuah bentuk dari kebebasan

berekspresi seseorang untuk menggambarkan identitas masing-

masing individu, bicara fashion tidak hanya mengenal pakaian sebagai

suatu estetika tersendiri namun juga sebagai sesuatu yang fungsional.

Seperti yang telah menjadi pembahasan sebelumnya bahwa di dalam

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

dijelaskan mengenai objek-objek yang dapat dilindungi oleh Hak Cipta

yang salah satunya merupakan Seni Terapan. Seni Terapan (applied

art) ialah suatu karya seni rupa yang digunakan dalam kehidupan

sehari-hari yang mana mengandung nilai fungsi tertentu di samping

nilai seni yang dimilikinya. Fungsi karya seni terapan dibedakan

menjadi dua yakni fungsi praktis dan fungsi estetis, di dalam

pemenuhan praktis, seni rupa terapan lebih mementingkan fungsi

praktisnya terlebih dahulu dibandingan fungsi estetisnya. Selanjutnya,

dalam pemenuhan estetis fungsi dari hasil seni rupa terapan ialah

semata-mata benda hias. Pakaian sebagai seni terapan merupakan

suatu hal yang sangat berkaitan dengan kegiatan manusia dan paling

akrab dijumpai dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Kreatif”. Dalam http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/research/kontribusi-ekonomi-


kreatif-terhadap-pdb-indonesia/ , pada 5 Maret 2018.
23

Alternatif perlindungan kekayaan intelektual dalam dunia

fashion adalah Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

dan Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Dalam UUHC 2014 sebuah desain pakaian dikategorikan kedalam

seni terapan yang dimana melindungi sebuah desain pakaian sebagai

salah satu karya seni, sedangkan dalam Undang-Undang No 31

Tahun 2000 tentang Desain Industri sebuah desain diterapkan dalam

ranah industri. Atas hal ini maka perlindungannya tidak cukup hanya

berlindungkan UUHC 2014, meskipun definisi yang diberikan Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

cukup luas, namun ditekankan bahwa desain yang memiliki bentuk,

konfigurasi, atau komposisi garis dan warna, atau gabungan hal-hal

tersebut yang dapat diwujudkan dalam pola dua dimensi atau tiga

dimensi yang kemudian dapat dipakai untuk menghasilkan suatu

produk, barang komoditas industri, atau kerajinan tangan (diproduksi

secara massal). Dengan demikian, para pelaku kreatif di Industri

fashion dapat berlindung pada UU Desain Industri ini.

Perlu dicatat bahwa yang diterapkan Lebih lanjut dalam Pasal

95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa bahwa:

“Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui

alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.”


24

Berdasarkan pada Pasal 95 ayat (1) tersebut, bahwa upaya

penyelesaian sengketa Hak Cipta bisa dilakukan melalui alternatif

penyelesaian sengketa dan arbitrase sebelum ke Pengadilan.

Penegakan hukum dalam bidang KI harus memiliki kekuatan,

melindungi dan dapat menyelesaikan persoalan dengan tuntas

sehingga mempersempit peluang terjadinya pelanggaran KI. Sehingga

semakin jelas ditegaskan, bahwa setiap pelaku usaha di bidang

fashion berhak mendapatkan perlindungan hukum. Berbagai bentuk

perlindungan Kekayaan Intelektual khususnya dalam hal ini,

perlindungan atas hak eksklusif yang terdiri dari hak ekonomi dan hak

moral. Dengan adanya perlindungan tersebut, maka terhadap suatu

ciptaan yang dilindungi hak cipta. Dilarang untuk dilakukannya

penjiplakan, penggandaan, penggunaan secara komersial serta

pengadaptasian dengan cara apapun tanpa mendapat izin Pencipta

atau Pemegang Hak Cipta.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan

dikembangkan suatu pengetahuan sehingga gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengidentifikasi


25

masalah.18 Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini akan digunakan metode pendekatan yuridis

normatif artinya penelitian dititikberatkan pada penggunaan bahan

pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan

hukum primer, sekunder, maupun tersier. 19 Penelitian hukum

normatif, mencakup: 1) pendekatan melalui kasus; 2) asas-asas

hukum yang terkait; dan 3) perbandingan pengaturan. Pendekatan

yuridis yaitu cara meneliti masalah dengan mendasarkan pada

peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, sedangkan

pendekatan normatif yaitu cara meneliti masalah dengan melihat

apakah sesuatu itu baik atau tidak, dan benar atau tidak menurut

norma yang berlaku.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan objek

permasalahan dengan menerangkan ketentuan-ketentuan yang

berlaku dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier, yang diantaranya berupa peraturan

perundang-undangan dan konvensi-konvensi internasional terkait,

18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2009, hlm. 2.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986,
hlm. 52.
26

yang selanjutnya dianalitis dengan menghubungkan teori-teori

hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut

permasalahan di atas.

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian dilakukan berdasarkan kepada yuridis normatif

adalah dengan :

a. Penelitian Kepustakaan

Pada penelitian ini peneliti mencari sumber-sumber bahan

penulisan yang berasal dari sumber data sekunder yang

dikemudian menganalisis bahan-bahan hukum dalam

penelitian yang terdiri dari:

1) Bahan- Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu

merupakan hasil dari tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu. 20

Berupa peraturan perundang-undangan dan konvensi

internasional dan perjanjian internasional yang mengikat

permasalahan yang hendak diteliti. Bahan hukum primer

dalam penelitian ini meliputi:

a) Undang-Undang Republik Indonesia 1945

b) Peraturan Perundang-undangan:

20
Mukti Fajar, dkk. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 157.
27

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang

Hak Cipta

(3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang

Desain Industri

c) Konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional

(1) TRIPS ( Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights )

(2) Konvensi Berne 1971

(3) Konvensi Paris 1919

) Bahan Hukum Sekunder

Bahan-Bahan yang memiliki hubungan erat dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer, seperti buku, jurnal,

laporan-laporan, hasil karya ilmiah para sarjana dikalangan

hukum yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang

akan diteliti.

) Bahan Hukum Tersier

Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber

primer dan sumber sekunder.21 Seperti kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif, meliputi internet.

21
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 31.
28

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data

sekunder yang berhubungan dengan perlindungan KI

dalam industri kreatif, teori-teori hukum, pendapat para

sarjana hukum terkemuka yang kemudian diteliti untuk

memperoleh penjelasan atas masalah yang diteliti

b. Wawancara, yaitu merupakan cara memperoleh data yang

bersifat primer, yang dalam hal ini dilakukan dengan

mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak-

pihak terkait mengenai perlindungan karya intelektual

sketsa pakaian kepada para pelaku kreatif di industri

fashion, pencipta batik rereng panganten dan informan lain

seperti Direktur Tata Kelola Unpad

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis yuridis kualitatif yaitu analisis yang lebih menekankan

pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta analisa

terhadap hubungan fenomena yang dihadapi dengan

menggunakan logika ilmiah dengan bantuan metode penafsiran

hukum.22

6. Lokasi Penelitian

22
Dharminto, Metode Penelitian dan Penelitian Sampel, dalam
“eprints.undip.ac.id” pada 3 Mei 2018.
29

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu:

a. Pusat Sumber Daya Informasi Ilmiah dan Perpustakaan Unpad

(CISRAL, Center of Information Scientific Resources and

Library) Universitas Padjadjaran Jl. Dipatiukur No. 46,

Bandung.

b. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran Jl. Dipatiukur No. 35, Bandung.

c. Aditi House Studio

JL. K.H. Ahmad Dahlan No.5, Burangrang, Lengkong,

Bandung.

G. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab dan tiap

bab dibagi dalam beberapa sub bab. Adapun gambaran umum setiap

bab adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai masalah-masalah yang bersifat umum

dan menyeluruh yang akan dijelaskan dalam bab-bab selanjutnya. Bab

ini terdiri dari: Latar Belakang Masalah, identifikasi masalah, kegunaan

penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, Sistematika

penulisan
30

BAB II: PRINSIP-PRINSIP HUKUM ATAS HAK CIPTA & DESAIN

INDUSTRI DALAM RANGKA MENUNJANG INDUSTRI KREATIF

BIDANG FASHION

Dalam bab ini dikemukakan hal-hal yang relevan berkaitan dengan

Tinjauan Umum Tentang Hak Cipta, Tinjauan Yuridis Mengenai

Ketentuan Desain Industri, Konsep Industri Kreatif Bidang Fashion di

Indonesia, Bentuk Bentuk Pelanggaran Hak Cipta dan Desain Industri,

Penyelesaian Sengketa Dalam Terjadinya Pelanggaran Hak Cipta dan

Desain Industri, dan Efektivitas Perlindungan Hukum Hak Cipta Dalam

Mendukung Hak Ekonomi dan Hak Moral di Bidang Industri Fashion

BAB III: PENGGUNAAN DESAIN SECARA KOMERSIAL

TERHADAP MOTIF BATIK PADA TOGA UNPAD

Dalam bab ini dikemukakan Tinjauan Umum Karya Batik dan Kasus

Batik Pada Toga Unpad.

BAB IV: PERLINDUNGAN TERHADAP KARYA TEKSTIL ATAS

PENGGUNAAN SECARA KOMERSIAL

Bab ini mengkaji atau menganalisa mengenai Perlindungan Hukum

Yang Ada Dalam Sektor Industri Kreatif Dibidang Fashion Sehingga

Mendukung Hak Ekonomi Dan Hak Moral Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan

Tindakan Hukum Yang Paling Efektif Yang Perlu Dilakukan Oleh

Unpad Guna Mencegah Terjadinya Sengketa Berdasarkan UU Hak

Cipta Dan UU Desain Industri


31

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran dari hasil

pembahasan sebelumnya yang berhubungan dengan identifikasi

masalah dan tujuan penelitian. Walaupun bab ini merupakan bab yang

paling singkat namun berisi inti dari pembahasan-pembahasan

sebelumnya sehingga diharapkan dengan membaca kesimpulan dan

saran ini, kita mampu permasalahan yang dibahas sebelumnya

dengan lebih mudah.


DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Bandung: PT


Citra Aditya Bakti, 1997.

Mukti Fajar, dkk. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Prof. Ahmad Zen Umar Purba, HAKI pasca TRIPs, Bandung: Alumni,
2015.

Simatupang, T. M., dkk. Analisis Kebijakan Industri Kreatif di Kota.


Jurnal Managemen Teknologi, 2008.

Simon Roodhouse, The Creative Industries: Definitions, Quantification


and Practice, London: University of the Arts, 2006.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,


1986.

Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok:


Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Sudaryat, dkk. HAKI Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang


Undang yang berlaku, Oase Media, 2010.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,


Bandung: Alfabeta, 2009.

Terry Flew. Creative Industries After The First Decade of Debate, The
Information Society, 2010.

Tim Lindsey, dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar,


(Bandung: Alumni, 2006.

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-IV

Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

32
33

3. Sumber Lain

Anggraini, Nenny, “Industri Kreatif”, Jurnal ekonomi, Volume XIII No. 3,


Desember 2008.

Basuki Antariksa, Konsep “Indonesia Kreatif” : Tinjauan Awal Mengenai


Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan,
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: 2012 diakses melalui
http://parekraf/go/id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf pada 11
Januari 2018.

Damanik, Caroline. “UNESCO Masukkan Kota Bandung dalam Jaringan


Kota Kreatif”, (2015). Diaksep dari
http://regional.kompas.com/read/2015/12/12/12351701/UNESCO.M
asukkan.Kota.Bandung.dalam.Jaringan.Kota.Kreatif . Pada 6 Mei
2018.

Dharminto, Metode Penelitian dan Penelitian Sampel, dalam


“eprints.undip.ac.id” pada 3 Mei 2018.

Direktori Riset dan Pengembangan Ekonomi Kreatif Deputi Riset Edukasi


dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif : “Data Statistik dan
Hasil Survey Ekonomi Kreatif”. Dalam
http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/research/kontribusi-
ekonomi-kreatif-terhadap-pdb-indonesia/ , pada 5 Maret 2018.

Kebijakan dimuat dalam Buku III Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional 2010 – 2015.
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Atas Penolakan

Klaim Asuransi Kehilangan Kendaraan Bermotor Oleh Perusahaan

Asuransi

Ditinjau Dari Hukum Di Positif Indonesia

OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

1. Sejauh manakah perlindungan hukum yang ada dalam sektor

industri kreatif dibidang fashion sehingga mendukung hak

ekonomi dan hak moral dihubungkan dengan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

2. Tindakan hukum apakah yang paling efektif yang perlu

dilakukan oleh Unpad guna mencegah terjadinya sengketa

berdasarkan UU Hak Cipta dan UU Desain Industri?

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

E. Kerangaka Pemikiran

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

34
35

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM ATAS HAK CIPTA & DESAIN

INDUSTRI DALAM RANGKA MENUNJANG INDUSTRI

KREATIF BIDANG FASHION

A. Tinjauan tentang Tentang Hak Cipta

1. Pengertian Cipta

2. Prinsip-Prinsip Dasar Hak Cipta

3. Perlindungan Hak Cipta

4. Public Domain

B. Tinjauan Yuridis Mengenai Ketentuan Desain Industri

C. Konsep Industri Kreatif Bidang Fashion di Indonesia

1. Deskripsi Mengenai Industri Kreatif

2. Konsep Mengenai Fashion Sebagai Bentuk Yang Dilindungi

Oleh Hak Cipta dan Desain Industri

3. Seni Terapan

4. Fashion sebagai bagian daripada seni terapan

D. Bentuk Bentuk Pelanggaran Hak Cipta dan Desain Industri ....


36

E. Penyelesaian Sengketa Dalam Terjadinya Pelanggaran Hak Cipta

dan Desain Industri

1. Penyelesaian Sengketa Alternatif

2. Penyelesaian Secara Perdata

3. Penyelesaian Secara Pidana

F. Efektivitas Perlindungan Hukum Hak Cipta Dalam Mendukung Hak

Ekonomi dan Hak Moral di Bidang Industri Fashion ...........

BAB III  PENGGUNAAN DESAIN SECARA KOMERSIAL TERHADAP

MOTIF BATIK PADA TOGA UNPAD

1. Tinjauan Umum Tinjauan Umum Karya Batik

2. Kasus Batik Pada Toga Unpad

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP KARYA TEKSTIL ATAS

PENGGUNAAN SECARA KOMERSIAL

1. Perlindungan Hukum Yang Ada Dalam Sektor Industri Kreatif

Dibidang Fashion Sehingga Mendukung Hak Ekonomi Dan Hak

Moral Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta

2. Tindakan Hukum Yang Paling Efektif Yang Perlu Dilakukan

Oleh Unpad Guna Mencegah Terjadinya Sengketa Berdasarkan

UU Hak Cipta Dan UU Desain Industri


37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

2. Saran

Anda mungkin juga menyukai