Oleh:
Magister Kenotariatan
2019
Bab I
1
PENDAHULUAN
2
warga negara Indonesia, sehingga kebutuhan dari dalam negeri terhadap
keberadaan sebuah UU Paten dirasa tidak terlalu mendesak.1
Hingga pada tahun 1970, dengan meningkatnya pembangunan
ekonomi, pemerintah mulai sadar untuk memperbaharui dan melengkapi
keseluruhan peraturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (yang
selanjutnya akan disingkat “HaKI”) termasuk paten. Alasan dilakukannya
pembaharuan ini, karena adanya peningkatan terhadap investor asing yang
masuk ke Indonesia. Untuk itu, diperlukan perlindungan terhadap HaKI
berupa perangkat peraturan yang lengkap di bidang HaKI serta penegakan
hukum yang memuaskan. Dengan demikian, para investor akan semakin
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.2
Pengertian Paten berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yaitu sebagai hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi
tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Setelah jangka waktu perlindungan paten berakhir,
invensi tersebut menjadi milik umum dan setiap orang bebas
menggunakannya. Invensi paten dapat berupa produk ataupun proses.
Contohnya pembakaran pada mesin kendaraan bermotor yang bertujuan
untuk menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan. Baik
metode dan proses bagaimana pembakaran tersebut dilakukan, dan mesin
yang menerapkan metode dan proses pembakaran itu, keduanya dapat
dipatenkan masing-masing sebagai paten proses dan paten produk.3
Banyak karya intelektual di bidang teknologi yang dapat memberikan
kenyamanan, kemanfaatan dan kemajuan di dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu, karya-karya ini perlu dihargai dan dilindungi dengan
memberikan hak paten berdasarkan Undang-Undang Paten. Perlindungan
1
Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT Alumni, 2013, hlm. 69.
2
Ibid, hlm. 182.
3
Portal Informasi Hak Kekayaan Intelektual, Paten, diakses dari http://www.hki.co.id/paten.html
pada tanggal 7 Oktober 2019, pukul 00.44.
3
hukum ini diberikan dengan maksud untuk melindungi pemilik hak paten
dari pihak-pihak yang beritikad tidak baik. Akan tetapi, ternyata banyak
terjadi pelanggaran paten, misalnya saja dalam bidang industri. Dengan
banyaknya produk yang beredar bebas dan sudah dikenal masyarakat,
muncullah upaya peniruan dari pihak lain dengan maksud untuk
memperoleh posisi pasar yang sama dengan produk aslinya, dan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya tersebut.
Hingga saat ini, banyak kasus paten yang bermunculan dan dikenal
istilah “perang paten”. Salah satu kasus yang menarik untuk dibahas dalam
hal ini adalah kasus antara Apple V. Samsung.
4
Soerjono Soekanto dan Sri Majmudi, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1995, hlm 13.
4
Metode perbandingan hukum dilakukan dalam rangka memperoleh
data dan informasi serta bahan-bahan pendukung untuk melengkapi
analisis pengaturan yang ada. Perbandingan hukum dilakukan dengan
meneliti pengaturan paten di negara Amerika Serikat untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan pengaturannya di Indonesia dan apakah dapat
diterapkan seluruh atau sebagian di Indonesia.
5
intelektual merupakan kreatifitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia.
Semakin berkembang kreativitas seseorang maka semakin berkembang
juga peradaban manusia. Untuk itu, dalam hal ini kekayaan intelektual
merupakan salah satu faktor yang mendukung perkembangan kehidupan di
masyarakat. Oleh karenanya muncul pemahaman bahwa perlunya satu
bentuk penghargaan khusus terhadap karya intelektual seseorang dan hak
yang muncul dari karya tersebut. Konsep kekayaan intelektual sendiri
merupakan bentuk penghargaan dari hasil kreativitas manusia terutama
ketika hasil kreativitas itu digunakan untuk tujuan komersial.
Perlindungan hukum terhadap pemilik kekayaan intelektual
diperlukan agar pemilik kekayaan intelektual dapat menggunakan atau
mengeksploitasi kekayaannya dengan rasa aman. Secara sederhana hak
kekayaan intelektual adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari
kemampuan intelektual manusia.5
Pada umumnya hak kekayaan intelektual termasuk di dalamnya paten
terdapat dua hak melekat baik bagi inventor atau bagi pemilik paten,
yakni:
1. Hak Moral adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atas suatu karya
intelektual yang sifatnya tetap dan melekat pada hasil karyanya dan
tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan dengan dalih atau alasan
apapun, walaupn hak ekonominya telah dialihkan.
2. Hak Ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang inventor atau
suatu badan hukum untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas suatu
karya intelektual untuk selama jangka waktu tertentu berupa paten
produk atau proses dan dapat dialihkan kepada orang atau badan
hukum lain.
Pengertian paten menurut Octroiiwet 1910: “Paten ialah hak khusus
yang diberi kepada seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang
5
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 34.
6
menciptakan sebuah produk baru cara kerja baru atau perbaikan baru dari
produk atau dari cara kerja”.6
WIPO memberikan pengertian paten sebagai berikut : “A Patent is
legally enforceable rights granted by virtue of a law to a person to
exclude, for a limited time, others from certain acts in relation to describe
new invention; the privilege is granted by a government authority as a
matter of rights to the person who is entitled to apply for it and who fulfils
the prescribed condition.”
Di Indonesia, Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk
jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur penting paten, yakni
bahwa paten adalah hak yang diberikan pemerintah dan bersifat eksklusif.
Perbuatan- perbuatan yang merupakan hak eksklusif pemegang hak paten
adalah produksi manufacturing), penggunaan (using), penjualan (selling)
barang yang dipatenkan, dan perbuatan yang berkaitan dengan penjualan
barang itu seperti mengimpor, dan menyimpan (stocking).7
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten,
beberapa unsur yang harus dipenuhi supaya suatu invensi dapat dipatenkan
atau dengan kata lain memperoleh perlindungan hukum yaitu :
a. Invensi yang dilakukan harus merupakan invensi di bidang teknologi;
b. Teknologi yang diinvensi harus merupakan pemecahan masalah;
c. Invensi harus mengandung kebaharuan atas state of the art, dan belum
pernah dipublikasikan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan dan
belum pernah diperagakan
d. Invensi harus mengandung langkah inventif, yang berarti invensi
tersebut tidak dapat diduga sebelumnya;
6
Art.1.Octroiiwet 1910, Nederland, S.1910-313
7
Djumhana dan R Djubaedillah. 200. Hak Kekayaan Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di
Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, hal 116
7
e. Invensi yang akan dipatenkan dapat diterapkan dalam industri
sehingga apabila invensi itu merupakan suatu produk, produk tersebut
dapat dibuat secara missal dalam jumlah banyak dan dengan mutu
yang sama.
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1.1. Konvensi Paris mengenai Perlindungan Kekayaan Intelektual;
Konvensi Paris mengatur mengenai hak milik perindustrian
yang ditandatangani di Paris pada tanggal 20 Maret 1883 dan telah
melakukan beberapa revisi dan penyempurnaan hingga yang terakhir
pada tanggal 1 Januari 1988, sebanyak 97 negara menjadi anggota
konvensi ini, termasuk Indonesia.
Yang menjadi objek perlindungan hak milik perindustrian
menurut Konvensi ini adalah : Patent, utility models (model dan
rancang bangun), industrial design, trade mark, trade names,
indication of source or appelation of origin (indikasi dan sebutan
asal).
Konvensi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Prosedur;
Ketentuan perihal prosedur yaitu mengatur mengenai
keanggotaan yang menentukan, “bahwa setiap negara dapat
menjadi anggota UNI dengan cara menyampaikan sepihak akan
hal itu”.
b. Prinsip – prinsip yang dijadikan pedoman wajib bagi negara
anggota.
Prinsip yang dianut konvensi ini adalah prinsip persamaan hak
nasional (national treatment) dan diatur dalam pasal 2 dan 3.
c. Ketentuan – ketentuan perihal patennya sendiri.
Ketentuan yang menarik perhatian dalam konvensi ini terdapat
pada Pasal 5 ayat (1) yang memberi arti sebagai berikut :
“Bahwa suatu negara anggota tidak boleh membatalkan suatu
paten yang telah diberikannya hanya karena pemilik paten
terebut telah melakukan impor barang patennya dari suatu
negara anggota lain, pada ayat 2 memberikan keringanan yang
menggariskan dan menetapkan bahwa bagaimanapun pemilik
paten tetap berkewajiban untuk mengeksploitasi patennya sesuai
9
dengan peraturan yang berlaku di negara di mana ia
menagimpor barang patennya.”
10
menjaga klasifikasi tersebut tetap mutakhir, oleh karena itu akan
lebih baik jika klasifikasi itu diatur oleh WIPO.
Perjanjian ini dipatuhi oleh 27 negara pada 1 Januari 1988.
Menurut konvensi ini, semua anggota Konvensi Paris dapat tunduk
pada konvensi ini.
2.1.6. TRIPS
11
TRIP’s merupakan instrumen kebijakan yang bertujuan
membantu menyelesaikan sengketa dagang dibidang HaKI, dan
meningkatkan pemanfaatan sistem HaKI secara produktif demi
keuntungan ekonomi dan sosial. TRIP’s ditujukan untuk mendorong
terciptanya iklim perdagangan dan investasi yang kondusif dengan :
- Menetapkan standar minimum perlindungan HaKI dalam sistem
hukum; nasional negara anggota WTO;
- Menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HaKI;
- Menciptakan mekanisme yang transparan;
- Menciptakan sistem penyelesaian sengketa yang efektif dan
dapat diprediksi;
- Memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa
HaKI nasional mendukung tujuan kebijakan publik yang telah
diterima luas;
- Menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan
sistem HaKI.
12
Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang - Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten, mendefinisikan Invensi merupakan suatu
ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
13
inventor yang pertama kali mendaftarkan permohonan paten atas
hasil invensinya yang akan mendapatkan perlindungan hak paten.
Oleh karena itu, jika suatu paten yang diperoleh secara tidak
patut (fraud) sebagai wujud penyalahgunaan paten diberikan
sertifikat paten sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pihak
ketiga hanya dapat melakukan upaya hukum berupa pembatalan
paten yaitu mengajukan tuntutan gugatan pembatalan paten kepada
Pengadilan Niaga. Sehingga, ketika si pemilik paten yang
memperoleh paten dengan cara tidak patut tersebut melakukan
perbuatan persaingan tidak sehat atau curang dengan cara meminta
penetapan sementara pengadilan untuk maksud mendapatkan
kompensasi ataupun remedies (ganti rugi) terlebih dengan tujuan
utama untuk menghentikan layanan publik, tentunya dampak yang
akan terjadi sangat besar jika hakim menguatkan penetapan
sementara pengadilan yang diminta oleh si pemilik paten.
Bagi Indonesia sendiri telah mengadopsi doktrin first to file, hal
tersebut dapat dilihat dalam Pasal 11 Jo Pasal 37 Undang - Undang
Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten, yang menyebutkan bahwa
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama
kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan, apabila untuk
satu Invensi yang sama diajukan lebih dari satu Permohonan oleh
pemohon yang berbeda dan pada tanggal yang berbeda, permohonan
yang diberi Tanggal Penerimaan lebih dahulu yang dipertimbangkan
untuk diberi Paten.
14
menyediakan untuk dijual, disewakan, atau diserahkan produk
yang diberi Paten; dan/atau
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang
diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”
15
dimiliki diberikan, penerima paten dapat "mengecualikan orang lain
dari membuat, menggunakan, menawarkan untuk dijual, atau
menjual penemuan di seluruh Amerika Serikat atau mengimpor
penemuan ke Amerika Serikat.” Sistem paten yang berlaku di
Amerika bertujuan untuk mempromosikan kemajuan ilmu
pengetahuan dan seni yang bermanfaat.
2.3.2 Invensi
United States Code Title 35 – Patents chapter 10 section 100
mengartikan kata “invention” sebagai penemuan (discovery).
16
1.3.5. Sistem Pendaftaran Paten
Di Amerika Serikat, bila terdapat lebih dari satu permohonan
paten yang didaftarkan untuk penemuan yang sama, maka paten
akan diberikan kepada pemohon yang pertama kali mengembangkan
penemuan itu pertama kali (first to invent).
17
BAB III
KASUS POSISI
8
Elizabeth M. Gil, Samsung v. Apple: Taking a Bite Out of the Design Patent “Article of
Manufacture” Controversy, University od Miami Business Law Review, Volume 25: 67, 2017,
hlm. 68.
9
Coughlin, “Apple, Inc. V. Samsung Electronics Co.: Economics Of Design Patent Trolling”,
Cardozo Arts And Entertainment Law Journal Volume 35: 209, 2016, hlm. 210
10
Data diakses dari https://cases.justia.com/federal/appellate-courts/cafc/13-1129/13-1129-2013-
11-18.pdf?ts=1411159183, tanggal 28 September pukul 11.51.
18
Fig 1 dan Fig 2 adalah gambar tablet Samsung yang diklaim meniru
Iphone (gambar Fig 19, Fig 23, Fig 24). Klaim pelanggaran Apple dalam
paten ini ditolak.
Klaim paten desain kedua adalah klaim D’087 patent. Apple mengklaim
Samsung telah meniru desain bezel iphone (gambar FIG 19, FIG 23, FIG
24). Klaim ini dimenangkan Apple.
Klaim paten desain ketiga adalah klaim D’677 patent. Apple mengklaim
Samsung telah meniru desain layar depan Iphone (gambar FIG 3, FIG 4,
FIG 5). Klaim ini dimenangkan Apple.
19
Klaim paten desain keempat adalah klaim D’305 patent. Apple
mengklaim Samsung telah meniru desain icon interface Iphone termasuk
pengaturan deretan dan bentuk icon interface persegi dengan sudut
membulat. Klaim ini dimenangkan oleh Apple. 11
Klaim ‘381 utility patent terkait dengan fitur teknologi “bounce back”
yaitu fitur untuk menutup aplikasi yang sedang digunakan dengan cara
scroll/menggerser ke arah atas. Klaim ‘915 utility patent terkait dengan
teknologi “multi-touch display” teknologi ini digunakan untuk membedakan
gestur sentuhan satu jari dan dua jari. Satu jari untuk fungsi scroll dan dua
jari untuk fungsi zoom. Klaim ‘163 utility patent terkait dengan teknologi
double tap to zoom. Pihak Samsung melakukan pembelaan dengan
mengatakan bahwa pihak paten pihak Apple tidak valid. Namun, pembelaan
tersebut ditolak dan paten milik Apple tetap dianggap valid. Berikut adalah
gambar yang menunjukkan perubahan produk Samsung sebelum 2007 dan
setelah 2007 (produk Apple muncul).
11
Chan Tak Jie, Apple Versus Samsung Patent Lawsuit: An Issue and Crisis Management
Approach, International Journal of Law Government and Communication, Volume 2, Issue 5,
2017, hlm.6.
20
Pada tanggal 15 Mei 2015 Federal Circuit memutuskan bahwa Samsung
terbukti meniru 3 paten desain dan menggunakan 3 paten utilitas Apple pada
produknya. Oleh karena itu, Samsung dinyatakan melanggar United States
Code Title 35 – Patents chapter 28 section 289 dan diwajibkan membayar
total laba yang didapatnya yaitu sekitar $ 1 Milyar. Dengan ganti rugi terkait
paten desain maka Apple tidak dapat menuntut ganti rugi tambahan untuk
pelanggaran paten utilitas untuk produk yang sama.12
BAB IV
PEMBAHASAN
12
Coughlin, Op.Cit., hlm. 211.
21
4.1. Analisis Kasus Paten Apple V. Samsung Berdasarkan Undang - Undang
Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten
Terkait dengan kasus paten Apple v. Samsung jika dianalisis
menggunakan UU Paten Indonesia maka hanya klaim Apple tentang 3 paten
utilitas saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten. Untuk 3
klaim paten desain tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten
karena di Indonesia untuk pengaturan tentang desain tersebut diatur dalam
UU Desain Industri yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Klaim
paten utilitas pertama adalah terkait teknologi bounce back. Samsung saat
itu terbukti menggunakan teknologi yang sama dalam produknya sehingga
terlihat bahwa ada iktikad buruk dari Samsung dengan menggunakan paten
milik Apple. Hal yang sama juga terjadi pada teknologi multi touch display
dan double touch to zoom.
Pasal 3 UU paten menambahkamenjelaskan bahwa perlindungan paten
diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat
diterapkan dalam industri. Sedangkan perlindungan paten sederhana
diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses
yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri. Dari pasal ini terlihat
bahwa pihak Samsung dalam penerapan teknologinya tidak memenuhi unsur
invensi baru sedangkan unsur baru dalam paten ini merupakan hal yang
mutlak. Dari sini terlihat ada iktikad buruk pihak Samsung terhadap pihak
Apple. Karena dari sisi teknologi seharusnya pihak Samsung dapat
melakukan inovasi teknologi tidak melakukan penerapan teknologi yang
sudah ada dalam produknya.
Memang Samsung berpendapat bahwa paten Apple tidak valid karena
dianggap teknologi Apple tidak mengandung langkah inventif. Tidak
mengandung langkah inventif dalam arti teknologi Apple tersebut
obvious/dapat terduga oleh ahli di bidangnya. Namun, Samsung gagal untuk
membuktikan hal tersebut oleh karena bukti yang kuat bahwa Apple
memang pihak pertama yang membuat teknologi tersebut dan juga
22
perusahaan pertama yang mengeluarkan handphone dengan teknologi
tersebut sehingga ketiga paten milik Apple dapat dipastikan bahwa itu
adalah teknologi yang tidak obvious pada tahun 2007 saat Apple
mendaftarkan patennya.
Jadi, dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi Apple
bounce back, multi touch display dan double touch to zoom, memenuhi
unsur baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan secara
industri. Oleh karena itu, ketiga teknologi tersebut dapat dilindungi paten
maka pihak Samsung yang menggunakannya tanpa izin dapat dikategorikan
sebagai pelanggaran paten menurut UU Paten Indonesia.
23
Dari sisi pengaturan pelanggaran paten juga terdapat perbedaan antara
Indonesia dengan Amerika. Di Indonesia pelanggar paten dapat dikenakan
sanksi pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 1
milyar rupiah untuk paten. Untuk paten sederhana dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta
rupiah. Di Amerika pelanggar paten desain dapat dikenakan sanksi ganti
rugi sebesar total laba yang didapatnya dari penggunaan desain tersebut,
tetapi paling sedikit harus membayar sebesar $250.
Di satu sisi pengaturan paten di Amerika yang memberikan
penghargaan tinggi kepada inventor merupakan sebuah kelebihan. Namun di
sisi lain pengaturan paten di Amerika tersebut dapat mengakibatkan
monopoli ekonomi melalui pendaftaran hak paten. Tujuan para pelaku usaha
untuk mendaftarkan paten adalah untuk merusak persaingan jadi ada iktikad
buruk untuk persaingan tidak sehat bukan untuk penghargaan inovasi. Jadi,
pelaku usaha bersaing hak paten untuk mencari keuntungan dan meraih
pangsa pasar. Tindakan ini yang sering disebut sebagai “patent troll”.13
Setelah kasus Apple v. Samsung ini semakin banyak perusahaan yang
berlomba-lomba mendaftarkan paten desain hal ini disebabkan permohonan
paten desain akan lebih mudah untuk dikabulkan dan ganti rugi yang didapat
cukup besar. Hal ini berakibat semakin banyak pelaku usaha yang
mendaftarkan paten desain yang terlalu umum untuk mengejar keuntungan.
Faktor lain yang menyebabkan banyak pelaku usaha mendaftarkan paten
desain di Amerika karena untuk paten desain tidak dikenakan maintenance
fee sedangkan paten utilitas dikenakan maintenance fee. Maintenance fee
tersebut antara lain $1,600 untuk 3,5 tahun, $3,600 untuk 7,5 tahun, dan
$7,400 untuk 11,5 tahun.
13
Coughlin, Op.Cit., hlm. 212
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
1. Dewasa ini, Undang-Undang Paten yang dimiliki oleh Indonesia telah
memuat ketentuan pidana berkenaan dengan pelanggaran terhadap hak
paten. Namun, belum mengatur ketentuan mengenai ganti rugi secara
perdata. Menurut kelompok kami, pembentuk peraturan perundang-
undangan sebaiknya mengatur juga ketentuan mengenai ganti rugi
secara perdata kepada pemilik hak paten dengan maksud untuk
memberikan kompensasi. Dengan adanya ganti rugi secara perdata,
maka diharapkan akan lebih memberikan keuntungan kepada pemilik
hak paten tersebut dibandingkan hanya sekedar hukuman pidana.
25
2. Karena hukum positif Indonesia, khususnya Undang – undang paten
menggunakan doktrin first to file, artinya bagi inventor yang pertama
kali mendaftarkan permohonan paten atas hasil invensinya yang akan
mendapatkan perlindungan hak paten. Hal tersebut sering menjadi celah
dari seseorang mendaftarkan invensi milik inventor atau pemilik paten
yang belum mendaftarkan invensinya. Maka sebaiknya Undang –
undang paten menganut sistem first to invent, dimana apabila terdapat
lebih dari satu permohonan paten yang didaftarkan untuk penemuan
yang sama, maka paten akan diberikan kepada pemohon yang pertama
kali mengembangkan penemuan itu pertama kali, sehingga hukum harus
mencari siapa original inventornya.
26