Anda di halaman 1dari 26

Analisis Hukum Kasus Paten Apple V.

Samsung Menurut Hukum


Paten Indonesia dan Amerika

Dibuat untuk melengkapi Tugas Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Oleh:

Jesslyn Kartawidjaja - 1106 2019 0021


Faishal Muhammad Fasya - 1106 2019 0022
Yuliana Utama - 1106 2019 0023
Dwikirana Nugroho - 1106 2019 0024

Magister Kenotariatan

Universitas Padjadajaran Bandung

2019

Bab I

1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam era globalisasi ini, pembangunan berbasis teknologi merupakan
salah satu pendukung utama dalam mencapai keberhasilan pada sektor
ekonomi. Dengan demikian, teknologi dalam hal ini memiliki peran yang
sangat signifikan. Untuk menunjang perkembangan teknologi yang pesat
dan memberikan perlindungan hukum terhadap teknologi maupun produk
lainnya, maka di Indonesia sendiri dibuatlah peraturan perundang-
undangan dalam bentuk Undang-Undang Paten. Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1989 merupakan Undang-Undang Paten pertama, yang kemudian
diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1997 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Pada tahun 2016,
pemerintah kembali memperbaharui Undang-Undang Paten dengan
mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
Tujuan diadakannya perubahan-perubahan tersebut adalah untuk
menyesuaikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
dengan standar internasional yang terdapat di dalam perjanjian TRIPs.
Apabila dilihat dari sejarahnya, paten bukanlah sesuatu yang baru
untuk masyarakat Indonesia. Hingga tahun 1945, tidak kurang dari 18.000
paten telah diberikan di Indonesia berdasarkan undang-undang kolonial
Belanda yaitu Octroiiwet 1910. Setelah Indonesia merdeka, pemberian
paten tidaklah sebanyak tahun-tahun sebelumnya dan Undang-Undang
Paten milik Belanda tidak lagi dipertahankan. Pada tahun 1953, untuk
mengisi kekosongan hukum tentang paten, sebuah Keputusan Menteri
Kehakiman diterbitkan dengan menyelenggarakan pendaftaran sementara
terhadap penemuan dan membuat prioritas menjelang undang-undang
paten disahkan. Dari Keputusan Menteri Kehakiman ini, sekitar 13.400
permohonan didaftarkan, namun ternyata hanya 500 yang diajukan oleh

2
warga negara Indonesia, sehingga kebutuhan dari dalam negeri terhadap
keberadaan sebuah UU Paten dirasa tidak terlalu mendesak.1
Hingga pada tahun 1970, dengan meningkatnya pembangunan
ekonomi, pemerintah mulai sadar untuk memperbaharui dan melengkapi
keseluruhan peraturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (yang
selanjutnya akan disingkat “HaKI”) termasuk paten. Alasan dilakukannya
pembaharuan ini, karena adanya peningkatan terhadap investor asing yang
masuk ke Indonesia. Untuk itu, diperlukan perlindungan terhadap HaKI
berupa perangkat peraturan yang lengkap di bidang HaKI serta penegakan
hukum yang memuaskan. Dengan demikian, para investor akan semakin
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.2
Pengertian Paten berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yaitu sebagai hak eksklusif yang
diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi
tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. Setelah jangka waktu perlindungan paten berakhir,
invensi tersebut menjadi milik umum dan setiap orang bebas
menggunakannya. Invensi paten dapat berupa produk ataupun proses.
Contohnya pembakaran pada mesin kendaraan bermotor yang bertujuan
untuk menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan. Baik
metode dan proses bagaimana pembakaran tersebut dilakukan, dan mesin
yang menerapkan metode dan proses pembakaran itu, keduanya dapat
dipatenkan masing-masing sebagai paten proses dan paten produk.3
Banyak karya intelektual di bidang teknologi yang dapat memberikan
kenyamanan, kemanfaatan dan kemajuan di dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu, karya-karya ini perlu dihargai dan dilindungi dengan
memberikan hak paten berdasarkan Undang-Undang Paten. Perlindungan

1
Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT Alumni, 2013, hlm. 69.
2
Ibid, hlm. 182.
3
Portal Informasi Hak Kekayaan Intelektual, Paten, diakses dari http://www.hki.co.id/paten.html
pada tanggal 7 Oktober 2019, pukul 00.44.

3
hukum ini diberikan dengan maksud untuk melindungi pemilik hak paten
dari pihak-pihak yang beritikad tidak baik. Akan tetapi, ternyata banyak
terjadi pelanggaran paten, misalnya saja dalam bidang industri. Dengan
banyaknya produk yang beredar bebas dan sudah dikenal masyarakat,
muncullah upaya peniruan dari pihak lain dengan maksud untuk
memperoleh posisi pasar yang sama dengan produk aslinya, dan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil penjualannya tersebut.
Hingga saat ini, banyak kasus paten yang bermunculan dan dikenal
istilah “perang paten”. Salah satu kasus yang menarik untuk dibahas dalam
hal ini adalah kasus antara Apple V. Samsung.

1.2. Identifikasi Masalah :


Dari berbagai pertimbangan diatas kami membuat suatu perumusan
masalah yang menekankan pada hal-hal berikut untuk dibahas dalam
makalah ini, antara lain :
1. Apakah kasus paten Apple V. Samsung termasuk ke dalam
pelanggaran paten menurut Undang - Undang Nomor 13 tahun 2016
tentang Paten?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap utility patent dan design
patent di Indonesia dan Amerika ?

1.3. Metode penelitian


Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Metode
yuridis normatif yaitu penelitian yang berdasar pada peraturan yang
berlaku saat ini dengan menggunakan bahan-bahan pustaka.4 Dengan
demikian, pendekatan ini digunakan untuk menganalisis berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual
khususnya mengenai pengaturan paten.

4
Soerjono Soekanto dan Sri Majmudi, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1995, hlm 13.

4
Metode perbandingan hukum dilakukan dalam rangka memperoleh
data dan informasi serta bahan-bahan pendukung untuk melengkapi
analisis pengaturan yang ada. Perbandingan hukum dilakukan dengan
meneliti pengaturan paten di negara Amerika Serikat untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan pengaturannya di Indonesia dan apakah dapat
diterapkan seluruh atau sebagian di Indonesia.

1.4. Kerangka Pemikiran


Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki tujuan nasional untuk melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Di dalam Pasal 28 huruf c Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
tahun 1945 menjelaskan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya yang tertuang di dalam Pasal 28 huruf c UUD 1945 tersebut
harus pula diikuti dengan suatu kaidah yang mengatur kehidupan
bermasyarakat. Salah satu kaidah yang mengatur kehidupan bermasyarakat
adalah rangkaian kaidah yang mengatur tentang perlindungan kekayaan
intelektual. Di Indonesia, salah satu kaidah perlindungan kekayaan
intelektual mengatur mengenai paten dan diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
Kekayaan Intelektual dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan
terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan
intelektualitas manusia di bidang pengetahuan dan teknologi. Kekayaan

5
intelektual merupakan kreatifitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia.
Semakin berkembang kreativitas seseorang maka semakin berkembang
juga peradaban manusia. Untuk itu, dalam hal ini kekayaan intelektual
merupakan salah satu faktor yang mendukung perkembangan kehidupan di
masyarakat. Oleh karenanya muncul pemahaman bahwa perlunya satu
bentuk penghargaan khusus terhadap karya intelektual seseorang dan hak
yang muncul dari karya tersebut. Konsep kekayaan intelektual sendiri
merupakan bentuk penghargaan dari hasil kreativitas manusia terutama
ketika hasil kreativitas itu digunakan untuk tujuan komersial.
Perlindungan hukum terhadap pemilik kekayaan intelektual
diperlukan agar pemilik kekayaan intelektual dapat menggunakan atau
mengeksploitasi kekayaannya dengan rasa aman. Secara sederhana hak
kekayaan intelektual adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari
kemampuan intelektual manusia.5
Pada umumnya hak kekayaan intelektual termasuk di dalamnya paten
terdapat dua hak melekat baik bagi inventor atau bagi pemilik paten,
yakni:
1. Hak Moral adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atas suatu karya
intelektual yang sifatnya tetap dan melekat pada hasil karyanya dan
tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan dengan dalih atau alasan
apapun, walaupn hak ekonominya telah dialihkan.
2. Hak Ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang inventor atau
suatu badan hukum untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas suatu
karya intelektual untuk selama jangka waktu tertentu berupa paten
produk atau proses dan dapat dialihkan kepada orang atau badan
hukum lain.
Pengertian paten menurut Octroiiwet 1910: “Paten ialah hak khusus
yang diberi kepada seseorang atas permohonannya kepada orang itu yang

5
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 34.

6
menciptakan sebuah produk baru cara kerja baru atau perbaikan baru dari
produk atau dari cara kerja”.6
WIPO memberikan pengertian paten sebagai berikut : “A Patent is
legally enforceable rights granted by virtue of a law to a person to
exclude, for a limited time, others from certain acts in relation to describe
new invention; the privilege is granted by a government authority as a
matter of rights to the person who is entitled to apply for it and who fulfils
the prescribed condition.”
Di Indonesia, Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk
jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur penting paten, yakni
bahwa paten adalah hak yang diberikan pemerintah dan bersifat eksklusif.
Perbuatan- perbuatan yang merupakan hak eksklusif pemegang hak paten
adalah produksi manufacturing), penggunaan (using), penjualan (selling)
barang yang dipatenkan, dan perbuatan yang berkaitan dengan penjualan
barang itu seperti mengimpor, dan menyimpan (stocking).7
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten,
beberapa unsur yang harus dipenuhi supaya suatu invensi dapat dipatenkan
atau dengan kata lain memperoleh perlindungan hukum yaitu :
a. Invensi yang dilakukan harus merupakan invensi di bidang teknologi;
b. Teknologi yang diinvensi harus merupakan pemecahan masalah;
c. Invensi harus mengandung kebaharuan atas state of the art, dan belum
pernah dipublikasikan baik dalam bentuk tertulis maupun lisan dan
belum pernah diperagakan
d. Invensi harus mengandung langkah inventif, yang berarti invensi
tersebut tidak dapat diduga sebelumnya;

6
Art.1.Octroiiwet 1910, Nederland, S.1910-313
7
Djumhana dan R Djubaedillah. 200. Hak Kekayaan Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di
Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, hal 116

7
e. Invensi yang akan dipatenkan dapat diterapkan dalam industri
sehingga apabila invensi itu merupakan suatu produk, produk tersebut
dapat dibuat secara missal dalam jumlah banyak dan dengan mutu
yang sama.

Pada kerangka pemikiran ini, peneliti ingin memberikan gambaran


guna menjawab perumusan masalah yang telah disebutkan pada awal
usulan penelitian ini. Dalam hal ini bagaimana perlindungan hukum
terhadap utility patent dan design patent di Indonesia dan Amerika. Serta
berkaitan dengan kasus yang diangkat, bahwa apakah kasus paten Apple
V. Samsung termasuk ke dalam pelanggaran paten menurut Undang -
Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.

Bab II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGATURAN INTERNASIONAL DI BIDANG PATEN

8
2.1.1. Konvensi Paris mengenai Perlindungan Kekayaan Intelektual;
Konvensi Paris mengatur mengenai hak milik perindustrian
yang ditandatangani di Paris pada tanggal 20 Maret 1883 dan telah
melakukan beberapa revisi dan penyempurnaan hingga yang terakhir
pada tanggal 1 Januari 1988, sebanyak 97 negara menjadi anggota
konvensi ini, termasuk Indonesia.
Yang menjadi objek perlindungan hak milik perindustrian
menurut Konvensi ini adalah : Patent, utility models (model dan
rancang bangun), industrial design, trade mark, trade names,
indication of source or appelation of origin (indikasi dan sebutan
asal).
Konvensi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Prosedur;
Ketentuan perihal prosedur yaitu mengatur mengenai
keanggotaan yang menentukan, “bahwa setiap negara dapat
menjadi anggota UNI dengan cara menyampaikan sepihak akan
hal itu”.
b. Prinsip – prinsip yang dijadikan pedoman wajib bagi negara
anggota.
Prinsip yang dianut konvensi ini adalah prinsip persamaan hak
nasional (national treatment) dan diatur dalam pasal 2 dan 3.
c. Ketentuan – ketentuan perihal patennya sendiri.
Ketentuan yang menarik perhatian dalam konvensi ini terdapat
pada Pasal 5 ayat (1) yang memberi arti sebagai berikut :
“Bahwa suatu negara anggota tidak boleh membatalkan suatu
paten yang telah diberikannya hanya karena pemilik paten
terebut telah melakukan impor barang patennya dari suatu
negara anggota lain, pada ayat 2 memberikan keringanan yang
menggariskan dan menetapkan bahwa bagaimanapun pemilik
paten tetap berkewajiban untuk mengeksploitasi patennya sesuai

9
dengan peraturan yang berlaku di negara di mana ia
menagimpor barang patennya.”

2.1.2. Perjanjian Kerja Sama Paten (PCT)


Patent Cooperation Treaty (PCT), didirikan pada tanggal 19
Juni 1970 di Washington dalam suatu konferensi pada diplomat dari
78 Negara dan 22 organisasi internasional, dan telah diubah 2 kali
tahu 1979 dan 1984, sebanyak 40 negara telah menyatakan tunduk
pada PCT.
Tujuan permohonan internasional paten ialah agar paten
mendapat perlindungan di beberapa negara, untuk itu PCT
mengadakan sistem permohonan internasional dan publikasi
internasional, pemeriksaan permulaan internasional atas setiap
permohonan paten yang lebih berdaya guna, hemat, dan sederhana,
jika perlindungan itu dikehendaki secara internasional.
Selain mengatur tentang permohonan internasional dan
permohonan paten, PCT juga memberikan bantuan teknik yang
merupakan perhatian khusus bagi negara-negara berkembang. PCT
sepakat bahwa biro internasional (WIPO) dengan biaya rendah harus
memberikan pengetahuan teknik dan teknologi untuk negara-negara
tersebut, termasuk pengetahuan yang ada dan yang dipublikasikan
berdasarkan dokumen yang telah diterbitkan.

2.1.3. Konvensi Strasbourg


Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian sesuatu yang baru
sejumlah negara merasa perlu untuk mendapatkan suatu sistem
klasifikasi yang diterima secara internasional untuk paten, modal
utilitas, dan sertifikasi penemuan.
Pada tahun 1954 Dewan Eropa membuat konvensi mengenai
klasifikasi tersebut. Klasifikasi tersebut diterima dengan baik, akan
tetapi Dewan Eropa tidak mempunyai sarana yang cukup untuk

10
menjaga klasifikasi tersebut tetap mutakhir, oleh karena itu akan
lebih baik jika klasifikasi itu diatur oleh WIPO.
Perjanjian ini dipatuhi oleh 27 negara pada 1 Januari 1988.
Menurut konvensi ini, semua anggota Konvensi Paris dapat tunduk
pada konvensi ini.

2.1.4. Konvensi Budapest


Konvensi ini dibuat tahun 1977 dan diubah pada 1980.
Konvensi ini berkaitan dengan paten-paten yang mencakup
penggunaan jasad renik baru. Pesoalan bagi seorang penemu adalah
jika ingin mendapatkan perlindungan internasional, ia harus
memasukkan contoh dari jasad renik yang bersangkutan di negara
yang dimintakan perlindungan.
Masalah ini dipecahkan oleh Konvensi Budapest yang
memberikan kemungkinan untuk melakukan pemasukan (deposit)
tunggal jasad renik tersebut kepada badan penyimpanan
internasional.
2.1.5. Konvensi Paten Eropa
Konvensi ini dibuat tahun 1973 dan berlaku di 13 negara.
Menurut konvensi ini diatur mengenai jangka waktu paten yaitu
selama 20 tahun. Paten dapat dicabut namun hanya karena atas dasar
alasan yang terdapat dalam konvensi namun tidak menghiraukan
Undang-Undang Nasional.
Syarat-syarat paten menurut konvensi ini adalah :
- Penemuan baru, yakni bukan merupakan bagian dari bentuk
seni;
- Penemuan harus mengandung langkah inventif;
- Penemuan harus rentan terhadap penerapan dalam industri;

2.1.6. TRIPS

11
TRIP’s merupakan instrumen kebijakan yang bertujuan
membantu menyelesaikan sengketa dagang dibidang HaKI, dan
meningkatkan pemanfaatan sistem HaKI secara produktif demi
keuntungan ekonomi dan sosial. TRIP’s ditujukan untuk mendorong
terciptanya iklim perdagangan dan investasi yang kondusif dengan :
- Menetapkan standar minimum perlindungan HaKI dalam sistem
hukum; nasional negara anggota WTO;
- Menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HaKI;
- Menciptakan mekanisme yang transparan;
- Menciptakan sistem penyelesaian sengketa yang efektif dan
dapat diprediksi;
- Memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa
HaKI nasional mendukung tujuan kebijakan publik yang telah
diterima luas;
- Menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan
sistem HaKI.

Untuk menggambarkan pengaruh TRIP’s terhadap hukum


Indonesia, beberapa perubahan terhadap hukum HaKI di Indonesia
telah menunjukkan penundukkannya pada standar-standar TRIP’s :

- Penambahan jangka waktu perlindungan paten;


- Memperluas lingkup teknologi yang dapat dipatenkan;
- Mendefinisikan kembali lingkup dari hak paten;
- Meningkatkan perlindungan terhadap paten terkenal;
- Mengatur mengenai penyewaan program komputer dan karya
audiovisual.

2.2. PENGATURAN INDONESIA DI BIDANG PATEN


2.2.1. Pengertian Invensi

12
Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang - Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten, mendefinisikan Invensi merupakan suatu
ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

2.2.2. Objek Perlindungan Paten


Berdasarkan Pasal 2 Jo Pasal 3 Undang - Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten, menjelaskan bahwa perlindungan paten
meliputi perlindungan paten dan paten sederhana, selain itu juga
perlindungan paten diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung
langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Sedangkan
perlindungan paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru,
pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat
diterapkan dalam industri.

2.2.3. Jangka Waktu Perlindungan Paten


Berdasarkan Pasal 22 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Paten, menjelaskan bahwa perlindungan paten diberikan
untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal
Penerimaan. Untuk paten sederhana dalam Berdasarkan Pasal 23
Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, menjelaskan
bahwa perlindungannya diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

2.2.4. Sistem Pendaftaran Paten


Paten diperoleh melalui mekanisme pendaftaran, yaitu
pengajuan permohonan paten kepada Negara. Dalam sistem
pendaftaran paten dikenal prinsip first to file dan first to invent. Pada
hampir setiap Negara menggunakan doktrin first to file, artinya bagi

13
inventor yang pertama kali mendaftarkan permohonan paten atas
hasil invensinya yang akan mendapatkan perlindungan hak paten.
Oleh karena itu, jika suatu paten yang diperoleh secara tidak
patut (fraud) sebagai wujud penyalahgunaan paten diberikan
sertifikat paten sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pihak
ketiga hanya dapat melakukan upaya hukum berupa pembatalan
paten yaitu mengajukan tuntutan gugatan pembatalan paten kepada
Pengadilan Niaga. Sehingga, ketika si pemilik paten yang
memperoleh paten dengan cara tidak patut tersebut melakukan
perbuatan persaingan tidak sehat atau curang dengan cara meminta
penetapan sementara pengadilan untuk maksud mendapatkan
kompensasi ataupun remedies (ganti rugi) terlebih dengan tujuan
utama untuk menghentikan layanan publik, tentunya dampak yang
akan terjadi sangat besar jika hakim menguatkan penetapan
sementara pengadilan yang diminta oleh si pemilik paten.
Bagi Indonesia sendiri telah mengadopsi doktrin first to file, hal
tersebut dapat dilihat dalam Pasal 11 Jo Pasal 37 Undang - Undang
Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten, yang menyebutkan bahwa
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama
kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan, apabila untuk
satu Invensi yang sama diajukan lebih dari satu Permohonan oleh
pemohon yang berbeda dan pada tanggal yang berbeda, permohonan
yang diberi Tanggal Penerimaan lebih dahulu yang dipertimbangkan
untuk diberi Paten.

2.2.5. Pelanggaran Paten


Berdasarkan Pasal 160 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Paten, menjelaskan :
“Setiap orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual,
mengimpor, menyewakan, menyerahkan, dan/ atau

14
menyediakan untuk dijual, disewakan, atau diserahkan produk
yang diberi Paten; dan/atau
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang
diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”

Untuk ketentuan pidana terkait dengan pelanggaran paten diatur


dalam :
Pasal 161 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten :
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Pasal 162 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten :


“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten
sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).”

2.3. PENGATURAN AMERIKA DI BIDANG PATEN

2.3.1. Pengertian Patent


Di Amerika sebagaimana diatur dalam United States Code Title
35 – Patents, setiap orang yang menemukan suatu hal baru
(invention) atas suatu proses, mesin, pembuatan, atau komposisi
materi yang baru dan bermanfaat, atau perbaikan baru dan
bermanfaat daripadanya, dapat diberikan hak paten oleh the United
States Patent and Trademark Office (“USPTO”). Begitu hak ini

15
dimiliki diberikan, penerima paten dapat "mengecualikan orang lain
dari membuat, menggunakan, menawarkan untuk dijual, atau
menjual penemuan di seluruh Amerika Serikat atau mengimpor
penemuan ke Amerika Serikat.” Sistem paten yang berlaku di
Amerika bertujuan untuk mempromosikan kemajuan ilmu
pengetahuan dan seni yang bermanfaat.

2.3.2 Invensi
United States Code Title 35 – Patents chapter 10 section 100
mengartikan kata “invention” sebagai penemuan (discovery).

2.3.3. Objek Perlindungan Paten


United States Code Title 35 – Patents chapter 10 section 101
menjelaskan perlindungan paten diberikan terhadap penemuan
proses, mesin, pembuatan, atau komposisi materi yang baru dan
bermanfaat, atau penyempurnaan yang baru dan bermanfaat dari
penemuan sebelumnya.
United States Code Title 35 – Patents chapter 28 section 271
Siapa pun yang menemukan (invents) desain baru, orisinal, dan
ornamen untuk produk industri dapat memperoleh paten. Jadi,
berdasarkan ketentuan ini penemuan desain di Amerika dilindungi
oleh paten.

2.3.4. Jangka Waktu Perlindungan Paten


Di Amerika jangka waktu perlindungan untuk utility patent
adalah 20 tahun sejak tanggal penerimaan. Untuk design patent yang
diajukan sesudah tanggal 13 Mei 2015 perlindungannya 15 tahun
tanggal pengumuman, lalu untuk yang pengajuannya sebelum 13
Mei 2014 perlindungannya selama 14 tahun sejak tanggal
pengumuman.

16
1.3.5. Sistem Pendaftaran Paten
Di Amerika Serikat, bila terdapat lebih dari satu permohonan
paten yang didaftarkan untuk penemuan yang sama, maka paten
akan diberikan kepada pemohon yang pertama kali mengembangkan
penemuan itu pertama kali (first to invent).

1.3.6. Pelanggaran Paten


United States Code Title 35 – Patents chapter 28 section 271
menjelaskan siapapun tanpa izin membuat, menggunakan,
menawarkan untuk menjual, atau menjual setiap penemuan
(invention) yang dipatenkan, di Amerika Serikat, atau mengimpor ke
Amerika Serikat penemuan yang dipatenkan selama jangka waktu
paten itu termasuk pelanggaran paten.
United States Code Title 35 – Patents chapter 28 section 289
menambahkan ketentuan pelanggaran paten desain yaitu siapapun
selama masa perlindungan paten desain, tanpa lisensi, menerapkan
paten desain atau meniru warnanya untuk produk industri dengan
tujuan penjualan harus bertanggung jawab kepada pemilik hak paten
sebesar total laba yang didapatnya dari penggunaan desain tersebut,
tetapi paling sedikit harus membayar sebesar $250.

17
BAB III
KASUS POSISI

3.1. Kasus Paten Apple V. Samsung


Tahun 2007 Apple, Inc. ("Apple") merilis iPhone pertama dan
meluncurkan smartphone Iphone. Untuk melindungi kekayaan
intelektualnya, Apple mengajukan paten utilitas dan paten desain enam hari
sebelum iPhone pertama kali dijual pada Juni 2007.8 Dalam dekade terakhir
Apple telah mengajukan lebih dari seribu permohonan paten, dan Apple
berhasil mendapatkan ratusan paten. Ratusan paten tersebut diantaranya
adalah paten untuk teknologi Iphone dan paten untuk desain terkait bentuk
dan fitur ornamen Iphone. Pada tanggal 15 April 2011 Apple mengajukan
gugatan terhadap pesaingnya yaitu Samsung Electronic Co., Ltd.
(“Samsung”). Apple menggugat Samsung terkait dengan produk Samsung
Galaxy dan Tabletnya yang diklaim Apple telah melanggar paten utilitas dan
paten desainnya.9
10
Apple mengklaim bahwa Samsung telah melanggar 4 paten desain dan
3 paten utilitas. Federal Circuit menyatakan bahwa Samsung terbukti
melanggar 3 paten desain dan 3 paten utilitas. Klaim paten desain pertama
adalah D’889 patent. Klaim paten desain ini terkait dengan desain
ornamental tablet Samsung yang diklaim meniru desain ornament Iphone.

8
Elizabeth M. Gil, Samsung v. Apple: Taking a Bite Out of the Design Patent “Article of
Manufacture” Controversy, University od Miami Business Law Review, Volume 25: 67, 2017,
hlm. 68.
9
Coughlin, “Apple, Inc. V. Samsung Electronics Co.: Economics Of Design Patent Trolling”,
Cardozo Arts And Entertainment Law Journal Volume 35: 209, 2016, hlm. 210
10
Data diakses dari https://cases.justia.com/federal/appellate-courts/cafc/13-1129/13-1129-2013-
11-18.pdf?ts=1411159183, tanggal 28 September pukul 11.51.

18
Fig 1 dan Fig 2 adalah gambar tablet Samsung yang diklaim meniru
Iphone (gambar Fig 19, Fig 23, Fig 24). Klaim pelanggaran Apple dalam
paten ini ditolak.
Klaim paten desain kedua adalah klaim D’087 patent. Apple mengklaim
Samsung telah meniru desain bezel iphone (gambar FIG 19, FIG 23, FIG
24). Klaim ini dimenangkan Apple.

Klaim paten desain ketiga adalah klaim D’677 patent. Apple mengklaim
Samsung telah meniru desain layar depan Iphone (gambar FIG 3, FIG 4,
FIG 5). Klaim ini dimenangkan Apple.

19
Klaim paten desain keempat adalah klaim D’305 patent. Apple
mengklaim Samsung telah meniru desain icon interface Iphone termasuk
pengaturan deretan dan bentuk icon interface persegi dengan sudut
membulat. Klaim ini dimenangkan oleh Apple. 11

Klaim ‘381 utility patent terkait dengan fitur teknologi “bounce back”
yaitu fitur untuk menutup aplikasi yang sedang digunakan dengan cara
scroll/menggerser ke arah atas. Klaim ‘915 utility patent terkait dengan
teknologi “multi-touch display” teknologi ini digunakan untuk membedakan
gestur sentuhan satu jari dan dua jari. Satu jari untuk fungsi scroll dan dua
jari untuk fungsi zoom. Klaim ‘163 utility patent terkait dengan teknologi
double tap to zoom. Pihak Samsung melakukan pembelaan dengan
mengatakan bahwa pihak paten pihak Apple tidak valid. Namun, pembelaan
tersebut ditolak dan paten milik Apple tetap dianggap valid. Berikut adalah
gambar yang menunjukkan perubahan produk Samsung sebelum 2007 dan
setelah 2007 (produk Apple muncul).

11
Chan Tak Jie, Apple Versus Samsung Patent Lawsuit: An Issue and Crisis Management
Approach, International Journal of Law Government and Communication, Volume 2, Issue 5,
2017, hlm.6.

20
Pada tanggal 15 Mei 2015 Federal Circuit memutuskan bahwa Samsung
terbukti meniru 3 paten desain dan menggunakan 3 paten utilitas Apple pada
produknya. Oleh karena itu, Samsung dinyatakan melanggar United States
Code Title 35 – Patents chapter 28 section 289 dan diwajibkan membayar
total laba yang didapatnya yaitu sekitar $ 1 Milyar. Dengan ganti rugi terkait
paten desain maka Apple tidak dapat menuntut ganti rugi tambahan untuk
pelanggaran paten utilitas untuk produk yang sama.12

BAB IV
PEMBAHASAN

12
Coughlin, Op.Cit., hlm. 211.

21
4.1. Analisis Kasus Paten Apple V. Samsung Berdasarkan Undang - Undang
Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten
Terkait dengan kasus paten Apple v. Samsung jika dianalisis
menggunakan UU Paten Indonesia maka hanya klaim Apple tentang 3 paten
utilitas saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten. Untuk 3
klaim paten desain tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran paten
karena di Indonesia untuk pengaturan tentang desain tersebut diatur dalam
UU Desain Industri yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Klaim
paten utilitas pertama adalah terkait teknologi bounce back. Samsung saat
itu terbukti menggunakan teknologi yang sama dalam produknya sehingga
terlihat bahwa ada iktikad buruk dari Samsung dengan menggunakan paten
milik Apple. Hal yang sama juga terjadi pada teknologi multi touch display
dan double touch to zoom.
Pasal 3 UU paten menambahkamenjelaskan bahwa perlindungan paten
diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat
diterapkan dalam industri. Sedangkan perlindungan paten sederhana
diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses
yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri. Dari pasal ini terlihat
bahwa pihak Samsung dalam penerapan teknologinya tidak memenuhi unsur
invensi baru sedangkan unsur baru dalam paten ini merupakan hal yang
mutlak. Dari sini terlihat ada iktikad buruk pihak Samsung terhadap pihak
Apple. Karena dari sisi teknologi seharusnya pihak Samsung dapat
melakukan inovasi teknologi tidak melakukan penerapan teknologi yang
sudah ada dalam produknya.
Memang Samsung berpendapat bahwa paten Apple tidak valid karena
dianggap teknologi Apple tidak mengandung langkah inventif. Tidak
mengandung langkah inventif dalam arti teknologi Apple tersebut
obvious/dapat terduga oleh ahli di bidangnya. Namun, Samsung gagal untuk
membuktikan hal tersebut oleh karena bukti yang kuat bahwa Apple
memang pihak pertama yang membuat teknologi tersebut dan juga

22
perusahaan pertama yang mengeluarkan handphone dengan teknologi
tersebut sehingga ketiga paten milik Apple dapat dipastikan bahwa itu
adalah teknologi yang tidak obvious pada tahun 2007 saat Apple
mendaftarkan patennya.
Jadi, dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi Apple
bounce back, multi touch display dan double touch to zoom, memenuhi
unsur baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan secara
industri. Oleh karena itu, ketiga teknologi tersebut dapat dilindungi paten
maka pihak Samsung yang menggunakannya tanpa izin dapat dikategorikan
sebagai pelanggaran paten menurut UU Paten Indonesia.

4.2. Perlindungan Hukum Terhadap Utility Patent dan Design Patent di


Indonesia dan Amerika
Di Indonesia pengaturan perlindungan hukum terkait paten utilitas
diatur dalam UU Paten sedangkan untuk desain tidak diatur dalam UU Paten
melainkan diatur dalam UU Desain Industri. Jadi di Indonesia terkait dengan
teknologi dilindungi dengan paten dan terkait dengan desain dilindungi
dengan Desain Industri. Berbeda dengan Amerika, di Amerika baik
teknologi maupun desain dilindungi dengan paten sehingga keduanya diatur
dalam United States Code Title 35 – Patents.
Perbedaan pengaturan juga terlihat dari pengertian invensi di Indonesia
dan Amerika. Di Indonesia dalam UU paten invensi diartikan sebagai ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses. Di Amerika United States Code
Title 35 – Patents sebagai discovery. Dari kedua pengertian tersebut dapat
terlihat jelas perbedaannya. Di Indonesia pengertian invensi dibatasi hanya
penemuan terkait dengan bidang teknologi. Di Amerika pengertian invensi
ini tidak dibatasi untuk bidang teknologi saja oleh karena itu desain juga
dilindungi dengan paten.

23
Dari sisi pengaturan pelanggaran paten juga terdapat perbedaan antara
Indonesia dengan Amerika. Di Indonesia pelanggar paten dapat dikenakan
sanksi pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 1
milyar rupiah untuk paten. Untuk paten sederhana dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta
rupiah. Di Amerika pelanggar paten desain dapat dikenakan sanksi ganti
rugi sebesar total laba yang didapatnya dari penggunaan desain tersebut,
tetapi paling sedikit harus membayar sebesar $250.
Di satu sisi pengaturan paten di Amerika yang memberikan
penghargaan tinggi kepada inventor merupakan sebuah kelebihan. Namun di
sisi lain pengaturan paten di Amerika tersebut dapat mengakibatkan
monopoli ekonomi melalui pendaftaran hak paten. Tujuan para pelaku usaha
untuk mendaftarkan paten adalah untuk merusak persaingan jadi ada iktikad
buruk untuk persaingan tidak sehat bukan untuk penghargaan inovasi. Jadi,
pelaku usaha bersaing hak paten untuk mencari keuntungan dan meraih
pangsa pasar. Tindakan ini yang sering disebut sebagai “patent troll”.13
Setelah kasus Apple v. Samsung ini semakin banyak perusahaan yang
berlomba-lomba mendaftarkan paten desain hal ini disebabkan permohonan
paten desain akan lebih mudah untuk dikabulkan dan ganti rugi yang didapat
cukup besar. Hal ini berakibat semakin banyak pelaku usaha yang
mendaftarkan paten desain yang terlalu umum untuk mengejar keuntungan.
Faktor lain yang menyebabkan banyak pelaku usaha mendaftarkan paten
desain di Amerika karena untuk paten desain tidak dikenakan maintenance
fee sedangkan paten utilitas dikenakan maintenance fee. Maintenance fee
tersebut antara lain $1,600 untuk 3,5 tahun, $3,600 untuk 7,5 tahun, dan
$7,400 untuk 11,5 tahun.

13
Coughlin, Op.Cit., hlm. 212

24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Berkaitan dengan kasus paten Apple v. Samsung, dapat disimpulkan


bahwa terdapat tiga klaim paten utilitas oleh Apple yang dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran paten, yaitu bounce back, multi touch
display dan double touch to zoom. Ketiga teknologi tersebut dapat
dilindungi paten karena memenuhi unsur baru, mengandung langkah
inventif dan dapat diterapkan secara industri. Hal ini menyebabkan pihak
Samsung yang menggunakannya tanpa izin dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran paten menurut UU Paten Indonesia.
2. Terkait dengan perlindungan hukum terhadap utility patent dan design
patent di Indonesia diatur secara terpisah, yakni pengaturan perlindungan
hukum terkait paten utilitas diatur dalam UU Paten sedangkan untuk
desain diatur dalam UU Desain Industri. Sedangkan di negara Amerika,
perlindungan hukum terhadap utility patent dan design patent dilindungi
dengan paten yang diatur di dalam United States Code Title 35 –
Patents.

5.2. SARAN
1. Dewasa ini, Undang-Undang Paten yang dimiliki oleh Indonesia telah
memuat ketentuan pidana berkenaan dengan pelanggaran terhadap hak
paten. Namun, belum mengatur ketentuan mengenai ganti rugi secara
perdata. Menurut kelompok kami, pembentuk peraturan perundang-
undangan sebaiknya mengatur juga ketentuan mengenai ganti rugi
secara perdata kepada pemilik hak paten dengan maksud untuk
memberikan kompensasi. Dengan adanya ganti rugi secara perdata,
maka diharapkan akan lebih memberikan keuntungan kepada pemilik
hak paten tersebut dibandingkan hanya sekedar hukuman pidana.

25
2. Karena hukum positif Indonesia, khususnya Undang – undang paten
menggunakan doktrin first to file, artinya bagi inventor yang pertama
kali mendaftarkan permohonan paten atas hasil invensinya yang akan
mendapatkan perlindungan hak paten. Hal tersebut sering menjadi celah
dari seseorang mendaftarkan invensi milik inventor atau pemilik paten
yang belum mendaftarkan invensinya. Maka sebaiknya Undang –
undang paten menganut sistem first to invent, dimana apabila terdapat
lebih dari satu permohonan paten yang didaftarkan untuk penemuan
yang sama, maka paten akan diberikan kepada pemohon yang pertama
kali mengembangkan penemuan itu pertama kali, sehingga hukum harus
mencari siapa original inventornya.

26

Anda mungkin juga menyukai